Remy kembali gelap mata kali ini. Dan ini selalu terjadi, setiap kali dia memagut bibir Nesia yang masih begitu polosnya itu. Yang bahkan tak pandai membalas pagutannya tapi berhasil membuat Remy merasa tak cukup hanya dengan semenit atau dua menit. Namun, kali ini Remy benar-benar gelap mata.Tawaran persahabatan yang dia berikan pada Nesia sepertinya disetujui oleh gadis itu tanpa diurai ulang apakah menguntungkan atau tidak. Memang sekilas ini menguntungkan Nesia karena mereka bisa berteman, tetapi Nesia tak menyadari bahwa Remy ingin mengikat Nesia dengan cara seperti ini.Nesia yang biasanya selalu bodoh urusan ciuman, kini bahkan terbuai oleh kemahiran Remy mengolah emosinya sehingga berhasil membangkitkan sisi sensitifnya, membuat Nesia seolah lupa diri. Pria itu hendak berbuat lebih jauh karena hasratnya nyaris tak terbendung ketika ponselnya tiba-tiba berbunyi.Spontan, Remy menghentikan aksinya dan Nesia bagai tersadar dari hipnotis yang membuaikan itu. Keduanya saling panda
Begitu pintu tertutup, Remy menarik tangan Nesia dan mendudukkannya di atas kasur. Nesia yang terlanjur berprasangka buruk buru-buru hendak bangun demi menghindari serangan Remy yang selalu membuat Nesia meleleh tanpa sebab.“Mau kemana kamu?” tanya Remy yang lantas menarik tangan Nesia dan memaksanya duduk.Remy tersenyum ketika mendapati Nesia yang terlihat gugup tak karuan dengan muka bersemu merah dan sikap yang sangat kikuk.“Bu … bukankah saya sudah bilang bahwa kamu harus kembali ke kamarmu?” tanya Nesia semakin santai ketika berinteraksi dengan Remy.Entah mengapa hati Remy terasa sejuk mendengar Nesia menyebutnya dengan kata ‘kamu,’ tidak seperti interaksi mereka sebelum-sebelumnya. Tanpa sadar Remy tersenyum.“Bukankah aku sudah bilang bahwa aku masih punya banyak waktu?”“Tapi .…” Nesia kembali kikuk.Remy mengabaikan rasa kikuk Nesia. Laki-laki itu kemudian mengambil tas berisi ponsel yang tadi dibelinya untuk Nesia. Pria itu mengeluarkannya, memasang kartunya dan menghidu
Lukas spontan gelagapan mendapat pertanyaan seperti itu. Sungguh dia malu dan menyesal mengapa harus menatap rambut Remy yang basah, meski sejujurnya memang dia penasaran. Untuk pertanyaan Remy itu, Lukas cepat-cepat menggeleng.“Saya? Tidak! Saya tidak penasaran. Bukankah … sudah seharusnya suami istri melakukannya?” jawab Lukas dalam pertanyaan yang disampaikannya dengan gugup.Remy tersenyum mendengar jawaban salah paham Lukas. Namun dia tak ingin meluruskan kesalahpahaman itu. Biar saja orang lain memiliki asumsinya masing-masing. Apalagi Remy juga sesungguhnya ingin menuntaskan semuanya, kan?Lukas terdiam, menutup ponselnya tetapi tidak membuka pembicaraan apapun.“Sepertinya … Nesia tidak buruk-buruk amat untuk dijadikan partner hidup.” Tiba-tiba Remy membuka pembicaraan.Seketika Lukas menoleh dengan tingkat keresahan yang semakin tinggi. Apa maksudnya?“Maksud Abang?” tanya Lukas.“Aku sudah mengatakan sama kamu, kan? Bahwa selama ini aku tak pernah memiliki nafsu ragawi deng
Pukul tujuh pagi, seperti biasa Lukas sudah siap untuk berangkat ke kantor karena tidak ada tugas luar yang harus dia kerjakan. Sebenarnya di kantor pun Lukas tidak memiliki tugas khusus karena tugas utamanya adalah menjadi asisten Remy. Menjalankan pekerjaan apapun yang Remy perintahkan.Laki-laki itu sudah duduk di ruang makan. Sebagaimana biasa, Bu Maryam sudah menyiapkan menu sarapan pagi di atas meja makan. Beberapa kali Lukas melihat jam mahal yang dikenakannya untuk melihat waktu dimana Remy biasa turun untuk sarapan. Namun, hingga waktu menunjukkan pukul delapan pagi, abang sekaligus majikannya itu belum juga turun. Yang lebih mencurigakan, Nesia juga belum turun.Lukas mulai resah. Keresahan tanpa alasan yang membuatnya merasa konyol sendiri.“Bu Mar?” panggil Lukas pada pembantu itu.“Ya, Tuan?” Bu Mar datang dengan tergopoh-gopoh mendekati Lukas.“Apakah Tuan Remy dan Nesia belum juga turun?” tanya Lukas dengan bodoh. Bagaimana mungkin dia menanyakan sesuatu yang dia tahu
Beberapa saat sebelumnya, Lukas meneruskan makannya sambil menunggu kabar dari Nesia mengenai Remy dan mungkin saja perintah yang harus dia lakukan di kantor. Karena jelas Remy akan berangkat ke kantor lebih siang mengingat jam delapan saja dia belum keluar dari kamarnya.‘Apa iya sebegitu hebatnya percintaan mereka sehingga membuat Remy harus lemas sampai pagi? Bukankah dia seorang workaholic yang sudah dalam tahap akut? Bahkan nyaris sepanjang waktu yang dimilikinya digunakannya untuk bekerja, sehingga tidak mengherankan bila Dona dan Rosa memilih meninggalkannya. Memangnya perempuan mana yang mau diduakan dengan pekerjaan?’ Lukas sibuk dengan pikirannya sendiri mengenai Remy dan Nesia.Beberapa menit berlalu, tetapi Nesia tak kunjung datang untuk memberikan perintah atau sekedar kabar mengenai Remy. ‘Apa iya mereka melanjutkan pertempuran mereka semalam pagi ini?’ Membayangkan Remy dan Nesia yang semalam saling memagut dengan mesra, wajah Lukas memerah tanpa dia sadari.Dia kemudia
Kedua orang itu adalah Lukas dan Dokter Ilham yang datang karena ditelepon oleh Lukas atas permintaan Nesia tadi. Lukas dan Dokter Ilham terkejut hingga keduanya spontan membalikkan badan, memunggungi Nesia dan Remy yang tanpa sengaja terjerembab satu sama lain.“Maaf, Om. Ini … ini di luar dugaan saya,” bisik Lukas pada Dokter Ilham.Dokter yang sudah mengenal keluarga ini dengan baik itu mengangguk kecil dengan muka memerah, menahan malu sebagaimana Lukas juga malu karena sudah melihat hal intim yang dilakukan oleh Nesia dan Remy itu.“Ehem!” Dokter Ilham terpaksa berdehem untuk menyadarkan pasangan suami istri itu akan situasi yang sebenarnya.Sementara itu, Nesia yang posisinya masih berada di atas tubuh Remy segera beranjak ketika mendengar deheman seseorang itu. Perempuan itu bangun dengan muka yang merah, sementara Remy juga merasa kikuk karenanya.“Ehm, Lukas? Silahkan masuk!” ujar Nesia dengan suara dan senyum yang canggung.Lukas dan Dokter Ilham saling pandang kemudian kedu
Nesia langsung turun ke dapur dan meminta Bu Maryam untuk menyiapkan sarapan pagi untuk Remy. Ketika di ruang tengah, dia bertemu dengan Lukas yang baru saja mengantar Dokter Ilham sampai di teras depan.“Hei, Lukas? Apakah kamu akan langsung ke apotek?” tanya Nesia.Lukas berhenti dan mengangguk. “Ada sesuatu yang ingin kamu beli?” tanya Lukas ragu, membuat Nesia mengerutkan keningnya. Namun, akhirnya Nesia menggeleng.“Tidak. Tak ada yang aku butuhkan. Hati-hati di jalan, ya?” pesan Nesia kemudian berjalan menuju ke dapur.“Oh, Nes?” panggil Lukas menghentikan langkah Nesia.Gadis itu berhenti dan membalikkan tubuhnya menghadap Lukas.“Ya?” Nesia menatap Lukas dengan mata lebarnya yang polos. Sesungguhnya dia ingin menanyakan banayk hal, namun masih saja mempertimbangkan, tegakah mulutnya mengatakan apa yang ada di kepalanya.Lukas terlihat kikuk ketika hendak bertanya mengenai hal yang sangat pribadi ini. Namun jujur saja Lukas tak ingin menahan dugaannya sendiri meskipun jelas dia
Seruan yang diucapkan oleh Nesia ketika menyebut nama Lukas dengan ceria itu membuat Remy menatap Nesia dengan kesal. Entah mengapa Remy merasa ada kedekatan yang tak biasa di antara mereka berdua.“Masuklah, Lukas. Kamu sudah datang? Mana obatnya?” tanya Nesia dengan ramah karena memang dia dan Lukas sudah cukup dekat sebagai teman.Lukas mengangguk kemudian melangkah masuk ke kamar Remy dengan ragu kemudian memberikan kantong plastik berisi obat untuk Remy itu.“Aturan minumnya sudah tertera di setiap wadahnya, Nyonya,” ujar Lukas kembali bersikap formal kepada Nesia karena mereka berada di hadapan Remy.“Terima kasih, Lukas.” Nesia kemudian meletakkan obat itu di atas nakas dan hendak meneruskan menyuapi Remy yang terhenti tadi.“Maaf, Tuan Remy. Apakah ada yang harus saya lakukan atau sampaikan di kantor? Sepertinya Anda tidak akan ke kantor hari ini.” Lukas memberanikan diri bertanya.“Sepertinya tidak ada, Lukas. Tapi sebaiknya kamu tetap berangkat ke kantor, mana tahu nanti ada
Wajah Remy dan Nesia seketika bersemu merah ketika mereka melihat siapa yang sudah membuka pintu dan menampakkan wajahnya. Tak lain dan tak bukan adalah dokter Ilham bersama seorang suster yang menjadi asisten dokter Ilham pagi ini. Apalagi ketika mereka melihat bahwa dokter dan suster itu tersenyum karena memergoki ulah Remy. “Ehem!” Remy berdehem menghadap ke arah dokter Ilham untuk menetralkan suasana yang mendadak canggung. Tak sedikit pun Remy merasa ingin memperbaiki keadaan. Dia bahkan tak menjauh dari Nesia. “Sebaiknya kamu mulai belajar menahan diri terhadap keinginan apapun pada istrimu, Remy. Kehamilannya masih sangat muda. Aku khawatir akan membahayakan kondisi janinnya.” Dokter Ilham memberikan nasehat seolah mengerti apa yang Remy rasakan. “Berapa lama, Dok?” tanya Remy yang tahu kemana arah pembicaraan dokter Ilham. Pertanyaan sigap yang diajukan Remy membuat dokter Ilham tertawa kecil. Sambil memeriksa tekanan darah Nesia, dokter Ilham tersenyum. Suster yang berada d
Suasana di sebuah ruang rawat di klinik ini terasa begitu heboh dan penuh kegugupan serta kekhawatiran yang berlebihan. Remy terlihat begitu sibuk mengemas semua barang yang kemarin terbawa ke klinik ini meskipun barang itu tak begitu diperlukan karena fasilitas di klinik sudah sangat memadai. Setelah semua barang terkemas rapi, terlihat Remy yang tersenyum lega seolah baru saja menyelesaikan sebuah proyek besar dan bernilai milyaran.Nesia yang sudah siap pulang, kini duduk di sisi ranjang rumah sakit, mengawasi Remy yang sibuk sendirian. Namun, kali ini Nesia memilih diam tanpa banyak tanya karena sejauh ini dia masih belum yakin dengan sikap penerimaan yang dilakukan Remy atas kehadiran bayi di dalam perutnya itu.Awalnya, Nesia mengira bahwa Remy akan marah besar dan menceraikan dirinya kemudian mengusirnya dari rumah itu. Dan untuk semua praduga buruk itu, Nesia bahkan sudah menyiapkan banyak rencana jika memang dia harus terusir dari rumah Remy karena kehamilannya.Tapi siapa sa
Mendengar pertanyaan Lukas, Edo sedikit gelagapan. Namun bukan Edo namanya kalau dia tak bisa mengelak dari cercaan Lukas. “Hei, apakah aku mengatakan bahwa kehidupan seks Remy tidak normal?” tanya Edo merasa tak bersalah. Lukas yang sudah hafal dengan kelakuan Edo hanya tersenyum masam. “Tak perlu berpura-pura lupa dengan ucapanmu sendiri Edo. Jelas-jelas kamu mengatakan bahwa kehidupan seks Remy sekarang berjalan normal. Bukankah itu artinya dia tidak normal sebelumnya?” Edo tergelak. “Aku hanya menduga, Luke. Bagaimana mungkin Remy mengumbar kehidupan seksnya pada orang lain? Sudahlah, habiskan kopimu dan pulanglah. Rumahku tak cukup cocok dengan bujang sepertimu!” ujar Edo kemudian berdiri, mengambil jas kerjanya yang ada di sampiran kursi makan dan mengenakannya dengan santai. “Aku tak mau pulang hanya untuk melihat mereka kasmaran,” jawab Lukas dengan santai, mengabaikan pengusiran yang diucapkan Edo dengan terus terang tadi. Edo tersenyum miris melihat Lukas yang kelihatan s
Sudah dua hari ini Lukas menginap di rumah Edo. Selain sebagai sesama pegawai di perusahaan yang ditangani Remy dengan tangan dinginnya, Lukas, Remy dan Edo adalah juga teman dekat. Nyaris tak ada rahasia di antara mereka, kecuali Remy yang memang sangat tertutup terutama soal perempuan.Remy sangat berbanding terbalik dengan Edo. Kalau Remy memilih tertutup mengenai perempuan, termasuk hubungannya dengan Nesia yang tak mudah ditebak, maka Edo memilih jalan vulgar untuk menunjukkan eksistensinya sebagai lelaki tampan dan mapan.“Kamu tak kerja lagi pagi ini, Luke?” tanya Edo ketika pagi ini dia masih melihat Lukas yang malas-malasan menikmati secangkir kopi yang dibuatnya sendiri tadi. Tentu saja Lukas harus membuatnya sendiri karena Edo seorang lajang yang tak memiliki seorang pembantu.Lukas hanya tersenyum kecil dan hambar, membuat Edo semakin penasaran dengan kelakuan Lukas yang tiba-tiba saja minggat ke rumahnya itu.“Memangnya kamu tak takut Remy akan menendangmu dari pekerjaan
Pemeriksaan pagi oleh Dokter Ilham sudah selesai. Seorang suster mengambil sampel urine Nesia dan hanya dalam beberapa menit saja sudah bisa dipastikan bahwa Nesia memang hamil. Setelah Dokter Ilham dan suster keluar, semua terdiam. Bu Maryam, Nesia, dan juga Remy. Tak ingin ikut larut dalam suasana canggung, Bu Maryam mengambil inisiatif untuk pulang dengan alasan sudah ada Remy sekalian membawa pulang tas yang semalam dibawa Remy.Remy yang gamang, tak tahu harus bagaimana, hanya mengangguk sehingga Bu Maryam kemudian segera keluar. Meski dalam hati was-was dengan apa yang akan terjadi pada Nesia ketika Remy tahu akhirnya Nesia hamil, tetapi dalam hati Bu Mar bersyukur bahwa akhirnya Nesia hamil. Pembantu itu hanya bisa berharap bahwa keberadaan anak mereka akan membuat pernikahan ini berjalan sebagaimana seharusnya.Bu Mar sudah menutup pintu, dan Nesia hanya menatap selimut yang menutupi tubuhnya. Keduanya masih sama-sama terdiam, tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Bahkan,
Pagi menunjukkan pukul enam ketika Nesia menggeliat dan membuka matanya. Namun, ada yang membuatnya tak nyaman di bagian tangan. Nesia lalu melihat tangannya dan terkejut mendapati jarum infus terpasang di sana. Dia mencari-cari ke sekeliling untuk mencari tahu apa yang terjadi ketika matanya melihat Remy yang duduk dengan mata terpejam di sisi ranjangnya. Bu Maryam tak terlihat di ruangan itu karena beberapa saat tadi dia pamit untuk mencari kopi di kantin bawah.Nesia mengerutkan keningnya. “Remy?” Tanpa bisa dicegah, Nesia menyebut nama lelaki itu.Merasa ada yang memanggilnya meskipun pelan, Remy segera membuka matanya dan mendapati Nesia sudah terbangun.“Hei, Nes? Kamu sudah bangun?” tanya Remy yang bergegas mendekat pada Nesia, menyambut uluran tangan perempuan itu, dan menciumnya dengan lembut. Entahlah, dia lupa dengan kalimatnya bahwa dia tidak mencintai Nesia, bahwa dia hanya butuh perempuan itu tetap sehat agar bisa bercinta kapanpun dia mau. Tapi nyatanya? Nyawa Remy sepe
“Kalau Bu Maryam mengantuk, Bu Maryam bisa tidur di kasur itu. Biar saya yang berjaga.” Lukas yang menunggui Nesia di ruang rawat inap bersama Bu Mar menyuruh wanita itu tertidur. Lukas tahu kalau Bu Mar pasti lelah.“Lalu Tuan bagaimana?” Bu Mar menatap lesu lelaki itu. Memang dibandingkan dengan Remy, Lukas jauh lebih manusiawi dan lunak serta ramah. Meskipun sekarang Bu Mar mengakui bahwa Remy jauh lebih lunak dan manusiawi.“Saya bisa tidur di sofa.”Bu Maryam mengangguk kemudian menuju ke sebuah kasur kecil yang memang disediakan bagi keluarga pasien yang menjaga. Sebelum dia merebahkan diri, Bu Mar berpesan, “Nanti kalau Nyonya bangun, Tuan Lukas bangunkan saya saja.”Lukas mengangguk. Lelaki itu memilih duduk di sofa, menyelonjorkan kakinya yang panjang ke atas meja yang ada di depannya. Matanya menatap Nesia yang tertidur lelap di atas ranjang rumah sakit. Selang infus terlihat terpasang di tangan kanannya.Jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari, tetapi Lukas tak juga bis
Di kamar hotel tempat Remy menginap, laki-laki itu geram bukan kepalang melihat keberadaan Dona di rumahnya. Rasa rindunya pada Nesia yang beberapa saat tadi sempat terobati, kini menguap begitu saja dan berganti dengan rasa marah dan kesal karena ternyata Dona datang ke rumahnya pada saat dia tidak ada di rumah.“Hallo, Remy? Apa kabar, Sayang?” Sapaan Dona benar-benar membuat Remy ingin muntah mendengarnya.Remy tersenyum sinis. “Mengapa kamu ada di rumahku?” tanya Remy dengan sadis dan tegas.“Hei? Mengapa kamu bertanya seperti itu? Bukankah aku sudah biasa datang dan bahkan menginap di sini?” Dona balik bertanya dengan suara keras seolah menegaskan dan memberitahu pada Nesia yang ada di ruangan itu mengenai bagaimana dia dulu begitu bebas ke sini.“Sial!” Entah mengapa Remy menyesali jawaban Dona yang pasti terdengar oleh Nesia.“Apa kamu tidak memberitahu istri kontrakmu ini bahwa aku dulu sering menginap di sini? Atau jangan-jangan kamu menyembunyikan hubungan kita dulu, seperti
Mengabaikan panggilan Remy, Lukas bergegas ke lantai atas. Di ruangan luas yang ada di depan kamar Remy, Lukas bertemu dengan Bu Maryam yang membawa nampan berisi minuman. Lukas mengerutkan keningnya kemudian mendekati Bu Maryam.“Minuman untuk siapa, Bu Mar?”“Untuk Nyonya Nesia, Tuan Lukas.”“Memangnya mengapa harus diantar ke kamarnya?”Bu Mar berhenti menghadap Lukas. Matanya celingukan seolah waspada akan ada orang lain yang melihat keberadaan mereka berdua. Lukas heran sekaligus curiga dengan gerak gerik Bu Mar.“Ada apa, Bu Mar? Apakah ada sesuatu yang gawat?”“Sssttt … Nyonya Nesia sedang tidak enak badan, Tuan. Tadi siang muntah-muntah, makanya saya suruh istirahat. Ini saya buatkan minuman agar nyonya sedikit lega.”“Astaga, Bu Mar? Mengapa tidak menghubungi saya kalau Nesia sakit? Kalau terjadi apa-apa kita yang akan kena salah sama Tuan Remy,” jawab Lukas dengan panik dan bergegas menuju ke pintu kamar Remy yang sekarang juga menjadi kamar Nesia.Bu Mar berjalan mengikuti