Bab 7
Aku melepas helm, memberikannya kepada supir ojek itu, kemudian masuk ke dalam klinik. Harus ku ungkap semuanya sekarang juga!
Sesampainya di dalam klinik, aku mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan mencari-cari keberadaan Mas Bayu. Ternyata ia dan wanita itu sedang duduk di kursi, di depan resepsionis. Klinik ini tidak terlalu luas, jadi mudah sekali mencari keberadaan mereka.
Sementara Mas Bayu dan wanita itu sedang fokus memperhatikan bayi itu, aku langsung berjalan di depan mereka dengan santai. Tanpa ragu, aku ikut duduk diantara ibu-ibu yang sedang mengantri.
Aku sengaja memakai masker dan juga kaca mata hitam, semoga saja Mas Bayu tidak melihat keberadaanku di sini. Kalaupun iya, yasudah lah. Malah lebih bagus karena kebohongannya akan terbongkar.
"Ridho Putra."
Seorang Ibu yang duduk bersebelahan denganku tiba-tiba berdiri setelah mendengar Bu Bidan memanggil nama anaknya. Ibu muda bersama bayinya tersebut masuk ke dalam ruangan yang telah disediakan. Pintunya tidak ditutup sehingga kami bisa melihat serangkaian pemeriksaan yang dilakukan oleh Bu Bidan kepada bayi tersebut.
Aku baru tahu, ternyata tujuan mereka datang ke klinik ini untuk membawa bayi itu imunisasi!
Sebenarnya aku masih bingung, bayi itu anak siapa? Apa mungkin anaknya Mas Bayu dengan wanita itu?
Jika benar demikian, maka aku tidak akan memaafkanmu, Mas!
Dua puluh menit sudah aku berada di klinik ini, aku mulai jenuh karena belum mendapat bukti yang cukup.
Tibalah giliran Ibu yang duduk di belakang Mas Bayu dipanggil oleh Bu Bidan. Aku menggunakan kesempatan itu, berpindah tempat duduk. Kini aku sudah duduk di belakang mereka. Dengan begitu, aku akan lebih leluasa untuk mencari bukti.
"Mas, maaf ya, lama. Mas nggak apa-apa nemenin Dini dan juga Dede di sini? Nggak ngaruh sama kerjaan Mas?" tanya wanita itu kepada Mas Bayu.
"Nggak kok, Sayang. Kan di toko ada yang handle. Lagian, apa sih yang nggak buat kamu, Andiniku sayang," jawab Mas Bayu sambil mengelus pipi bayi yang berada di gendongan wanita itu.
Cuih! Bahkan Mas Bayu memanggil wanita itu dengan sebutan 'sayang.'
Jadi wanita itu bernama Andini? Tidak salah lagi, berarti kontak yang bernama Andi di ponsel Mas Bayu itu Andini. Mas Bayu sengaja menamainya dengan nama 'Andi' agar aku tidak curiga padanya. Pintar sekali kamu mengelabuiku, Mas!
"Mas, kapan sih Mas mau nginap di rumah? Dini nggak mau sendirian terus loh. Dini kesepian!" Wanita itu berucap dengan manja, membuatku pengen muntah.
"Sabar ya, Sayang. Nanti Mas usahakan. Lagian kan ada Mbok Iyem yang selalu menemanimu."
"Mbok Iyem kan asisten rumah tangga, Mas, ya beda lah! Dini maunya sama Mas."
Ternyata Mas Bayu juga membayar seorang asisten rumah tangga untuk melayani gundiknya itu. Sedangkan aku istri sahnya sendiri dijadikan babu di keluarganya. Hebat!
Jika menuruti emosi, sudah kujambak rambut wanita itu dan meludahi Mas Bayu sekarang juga. Tapi sebisa mungkin kutahan emosiku yang menggebu-gebu.
'Sabar, Mona. Jangan gegabah,' batinku berbisik.
"Baiklah, nanti Mas usahakan!"
"Janji, ya! Lagian Mas nggak pengen apa, bobo sama jagoan kita? Dede kan juga kangen sama papanya."
"Iya, Mas janji!"
"Muhammad Faisal Nugroho."
Terdengar suara Bu Bidan memanggil sebuah nama.
"Sayang, udah giliran Dede. Ayo!"
Ternyata nama bayi itu Muhammad Faisal Nugroho. Nama Nugroho diambil dari nama belakang Mas Bayu. Bayu Nugroho.
Mereka berdua beranjak dari tempat duduknya lalu masuk ke sebuah ruangan. Bayi tersebut ditimbang terlebih dahulu, setelah itu diukur tinggi badan dan lingkar kepalanya. Saat bayi tersebut diimunisasi, Mas Bayu lah yang menggendongnya karena wanita itu tidak kuat melihat jarum suntik.
Raut wajah Mas Bayu terlihat bahagia sekali saat menggendong bayi tersebut. Ia tidak tahu jika di sini ada hati yang tersakiti karena pengkhianatan yang telah ia lakukan.
Aku mengabadikan momen itu dengan kamera ponselku. Siapa tahu suatu saat aku akan membutuhkannya.
Sekarang semuanya sudah jelas. Aku sudah mengetahui siapa wanita dan bayi itu. Mas Bayu ternyata sudah punya anak dengan wanita lain. Tega sekali kamu, Mas.
Gegas aku keluar karena tidak tahan lagi menyaksikan pemandangan menyakitkan tersebut.
Tunggu saja pembalasanku, Mas!
Aku menghampiri supir ojek yang masih setia menunggu.
"Jalan, Mas. Antar aku ke tempat semula."
"Baik, Neng."
Aku rasa penyelidik untuk hari ini cukup sampai disini. Semakin ke sini, justru hatiku semakin sakit mendapati kenyataan pahit.
Aku tidak menyangka ternyata Mas Bayu begitu tega. Rasanya sulit sekali menerima kenyataan ini. Ini semua seperti mimpi bagiku.
Kapan Mas Bayu melakukan semua itu? Sementara setiap malam ia selalu ada bersamaku, menemaniku, menghabiskan setiap malam bersamaku.
Mas Bayu sungguh licik, ia bisa menyembunyikan semuanya dariku. Seolah tidak terjadi apa-apa di luar sana. Padahal kenyataannya ia sudah memiliki anak dengan wanita lain.
Ya Tuhan … sungguh aku tidak sanggup memikul beban ini. Cobaan ini begitu berat untukku.
***
"Makasih, Mas. Ini ongkosnya sesuai dengan tarif yang ada di aplikasi."
"Terimakasih, Neng!" Supir ojek tersebut pun langsung melajukan motornya kembali.
"Alhamdulillah … akhirnya Neng balik juga. Mpok udah tutup dari tadi, tapi nggak tega ninggalin motornya, Neng. Takut hilang," ucap Mpok Leni sesaat setelah aku tiba di warungnya.
"Makasih banyak ya, Mpok. Maaf sudah ngerepotin. Rencananya tadi mau sebentar, tapi ternyata ada hal lain yang harus segera aku selesaikan, Mpok."
Aku jadi tidak enak hati pada Mpok Leni.
"Nggak apa-apa, Neng. Ya sudah, Mpok pulang ya."
"Iya, Mpok, hati-hati. Sekali lagi terima kasih banyak."
"Iya, Neng."
Mpok Leni pun berlalu dari hadapanku sambil mendorong gerobaknya.
Setelah Mpok Leni pergi, aku malah duduk menyendiri di warung yang sudah tutup ini. Pikiranku kacau, aku butuh waktu untuk sendiri.
Apa yang kurang dari diriku? Aku begitu baik terhadap Mas Bayu dan juga keluarganya. Rela menanggung semua kebutuhan Ibu dan juga adiknya. Bahkan rela menanggung biaya kuliah Hana dan juga membayar cicilan motornya setiap bulan.
Ternyata semua itu belum cukup. Tetap saja semua pengorbananku tidak ada artinya bagi mereka.
Selama ini aku selalu sabar dan tetap bertahan meskipun kerap kali direndahkan dan mendapat perlakuan buruk dari ibu mertua dan adik iparku. Semua itu kulakukan demi Mas Bayu, karena aku sangat mencintainya, tapi sekarang tidak lagi. Setelah pengkhianatan yang dilakukan oleh Mas Bayu, jangan harap dapat apa-apa lagi dariku.
***
Aku memilih untuk pulang ke rumah meskipun sebenarnya belum saatnya pulang. Mereka tahunya kalau aku ini kerja, tidak tahu kalau aku sedang libur.
Aku lelah seharian membuntuti Mas Bayu. Aku butuh istirahat. Tidak peduli bagaimana respon Ibu mertua nanti. Beliau mau marah-marah atau mau jungkir balik sekalipun, aku tidak peduli.
Saat hendak memarkirkan motor, aku melihat motor Hana terparkir rapi di garasi. Biasanya jam segini dia masih berada di kampus. Tumben jam segini sudah ada di rumah?
Setelah memarkirkan motor di samping motor Hana, aku membuka pintu dengan pelan. Tidak kulihat keberadaan mereka di ruang tamu. Aku pun langsung menuju kamar.
Ketika sampai di depan kamar, aku terkejut melihat pintu kamarku terbuka. Ternyata ibu mertua dan juga Hana sedang berada di kamarku.
Apa yang mereka lakukan di dalam kamarku?
Deg!
Jantungku seolah berhenti berdetak saat melihat ibu mertua memegang buku tabungan yang selama ini aku sembunyikan dari mereka.
Bersambung ….
Bab 8Deg!Jantungku seolah berhenti berdetak saat melihat ibu mertua memegang buku tabungan yang selama ini aku sembunyikan dari mereka.Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?"Ternyata Mbak Mona diam-diam memiliki tabungan ya, Bu. Coba aja kita tau dari dulu ya, Bu," ucap Hana kepada ibunya."Iya, memang dasar kakak iparmu itu orangnya pelit. Ibu sih dari dulu sampai sekarang nggak pernah suka sama dia." Ibu mertua membenarkan ucapan anak bungsunya itu.Astaghfirullah … ternyata ibu tidak pernah suka sama aku. Ya Allah … kenapa rasanya sakit sekali mengetahui kenyataan ini.
Bab 9"Mona, kamu siapin makan siang ya, Ibu dan juga Hana belum makan. Buruan! Nggak pake lama!"Setelah mengucapkan kata-kata itu, mereka berdua pun meninggalkan kamarku.Siapa juga yang mau disuruh-suruh seperti itu? Memangnya aku ini pembantu, apa? Mulai sekarang, jangan harap aku mau menuruti kemauan kalian.Aku merebahkan tubuh di atas ranjang setelah mengunci pintu terlebih dahulu. Hari ini sungguh melelahkan. Aku ingin beristirahat dan tidak ingin diganggu oleh siapapun.Baru beberapa menit mata ini terpejam, Ibu sudah menggedor-gedor pintu dan berteriak memanggil namaku."Mona … makan siangnya mana?"
Bab 10Mereka bertiga pun meminum teh manis hangat yang sudah dicampur dengan obat tidur tersebut. Mari kita lihat, kalian akan berangkat ke acara akikahan itu atau …"Ayo, Bu, Hana, nanti kita telat," ucap Mas Bayu sambil merapikan kemejanya."Tunggu, Ibu kok mendadak jadi pusing gini, ya? Bentar, Ibu ke kamar dulu." Ibu pun masuk ke kamarnya, disusul juga oleh Hana. Sepertinya obat tidur itu sudah mulai bereaksi. Bagus!"Dek, kok Ibu sama Hana belum keluar juga dari kamar?" tanya Mas Bayu, ia terlihat gelisah, mondar-mandir kesana-kemari."Nggak tau tuh, Mas. Coba Mas lihat ke kamar!"Karena sudah tidak sabar, Mas Bayu segera m
Bab 11egera ku salin pesan dari wanita tersebut dan langsung mengirimnya ke nomorku. Mungkin suatu saat aku akan membutuhkannya.Setelah berhasil mengerjai wanita selingkuhan Mas Bayu itu, aku segera menghapus riwayat chat. Mas Bayu tidak boleh tahu kalau aku sudah bermain-main dengan gundiknya itu. Aku harus bermain dengan rapi tanpa meninggalkan jejak sedikitpun.Satu jam sudah mereka tertidur, belum ada tanda-tanda bahwa mereka akan bangun. Ketiganya masih tertidur dengan pulas.Akhirnya terlintas ide untuk menghadiri acara akikahan itu. Ya, aku penasaran apakah acaranya berjalan dengan lancar atau justru sebaliknya. Mumpung Mas Bayu masih tidur, aku akan menggunakan kesempatan ini.**
Bab 12POV BayuAku langsung menyambar kunci mobil yang terletak di atas meja. Setengah berlari menuju garasi, menaiki mobil, lalu mengendarainya dengan kecepatan tinggi.Tidak kuhiraukan lagi rambu-rambu lalu lintas. Lampu merah juga aku terobos begitu saja. Aku sudah tidak sabar ingin secepatnya tiba di rumah Andini.Ah, pasti Andini akan marah besar padaku. Bisa-bisanya aku ketiduran, padahal hari ini adalah acara penting bagiku dan juga istriku Andini.Semoga saja acaranya belum selesai. Bisa-bisa Andini akan marah besar padaku.Setelah menempuh jarak sekitar dua puluh menit, akhirnya aku tiba di rumah Andini.Suasananya suda
Bab 13POV BayuKe mana semua uangku? Siapa yang mengambilnya?Seketika aku terduduk di lantai, rasanya kedua kaki ini tidak mampu lagi menopang tubuhku.Aku masih tidak percaya dengan semua ini. Bisa-bisanya uang tersebut raib. Apa yang harus aku lakukan?"Pak, Bapak kenapa? Apa yang terjadi dengan Bapak?" Seorang lelaki paruh baya menepuk pundakku."Apa Bapak kehilangan uang?" tanyanya lagi.Lidah ini terasa kelu, bahkan aku tidak sanggup untuk menjawab pertanyaan. Aku shock!
Bab 14POV BayuSaat aku membuka pintu kamar, kulihat Mona sedang tertidur pulas di atas ranjang. Syukurlah, aku bisa bernafas lega sekarang!Aku menghampiri Mona, lalu mengelus rambut panjangnya yang tergerai indah. Kupandangi wajah wanita yang sudah mendampingiku selama enam tahun ini. Seketika ada rasa bersalah yang menyelimuti hati ini. Ya, aku merasa berdosa karena telah mengkhianati istri yang sangat baik padaku dan juga keluargaku.Jika saja Mona bisa memberiku keturunan, mungkin aku tidak akan pernah menikah dengan Andini.Dulu aku yang menyuruh Mona agar tidak hamil dulu karena aku belum siap untuk punya anak.Mona sempat marah dan protes saat aku membawanya ke bidan untuk suntik KB.
Bab 15 Pov Bayu Apa lagi ini? Andini mau menipuku? Tidak akan bisa. Ia sengaja meminta uang untuk menghilangkan jejak, agar aku tidak curiga bahwa ia telah menguras ATM ku. Benar-benar licik! Baiklah, Andini, aku akan membuat perhitungan denganmu. "Bayu, kamu mau kemana lagi?" tanya Ibu, ia tampak heran melihatku berjalan terburu-buru. "Aku mau ke rumah Andini, Bu! Aku akan membuat perhitungan dengannya," jawabku, pandanganku tetap fokus ke depan. "Udah lah, Bayu! Mending nggak usah. Takutnya nanti kalian bertengkar lagi." Ibu memberi saran. "Tidak bisa, Bu! Andini sudah benar-benar keterlaluan, bahkan ia kembali mengancamku. Aku t
Bab 40Enambulan sudah aku menjadi istri dari Mas Galang. Aku sangat bahagia karena memiliki suami dan mertua yang baik. Mas Galang sangat perhatian, ia sangat sayang padaku. Begitu juga dengan mama mertua, beliau juga sangat baik.Saat ini, aku sedang mengandung, usia kehamilanku sudah memasuki lima bulan. Perutku pun sudah mulai terlihat buncit.Dari dulu aku selalu meminta kepada Allah agar menitipkan janin di dalam rahimku. Di pernikahan pertama tidak kudapatkan.Alhamdulillah di pernikahan kedua, Allah mengabulkan doaku. Aku tidak seperti yang dituduhkan mantan mertuaku. Buktinya, sekarang aku bisa hamil. Aku benar-benar bersyukur atas semua nikmat dan karunia yang telah diberikan Allah.
Bab 39Mamanya Galang menepati janjinya. Beliau datang ke rumah bersama Mas Galang. Wajah Mas Galang terlihat bingung, mungkin ia bingung karena tidak dikasih tahu sebelumnya.Mamanya Mas Galang mengutarakan niatnya di depan keluargaku bahwa beliau ingin meminangku. Beliau juga kembali meminta maaf karena telah menghinaku waktu itu.Seketika wajah Mas Galang langsung berseri-seri saat mendengar kalimat yang diucapkan oleh mamanya. Mungkin ia tidak menyangka jika mamanya telah merestui hubungan kami."Mama, Mama serius? Mana melamar Mona? Itu artinya Mama sudah merestui hubunganku dengan Mona?" tanya Mas Galang pada mamanya, seperti tidak percaya."Iya, Mama
Bab 38"Jadi sekarang kamu buka butik? Gimana, rame?" Matanya memindai sekitar, apa mungkin beliau mau merendahkanku lagi? Padahal aku sudah tidak berhubungan dengan anaknya."Alhamdulillah, Tante. Rame atau enggaknya tetap Mona syukuri. Yang paling penting, Mona bisa mandiri tanpa menyusahkan orang tua.""Bagus itu! Oh ya, Tante ada perlu denganmu. Bisa kita bicara berdua?"Ngajakin aku bicara? Ada apa ya?"Bisa, Tante. Kita bisa bicara di dalam, mumpung belum ada pelanggan. Mari!" Aku mengajak mamanya Mas Galang ke dalam."Bagaimana hubunganmu dengan Galang?" tanya beliau sesaat setelah kami duduk di kursi yang saling berhadapan.
Bab 37"Terimakasih sudah mengantarku. Mulai sekarang jangan pernah menghubungiku lagi. Lebih baik Mas langsung pulang saja, ya! Aku capek, mau istirahat," ucapku pada Mas Galang setelah kami tiba di Belanda rumah."Tunggu, Mona!" Mas Galang tampaknya masih tidak terima dengan keputusanku."Tolong jangan ganggu aku lagi, Mas. Permisi!"Aku segera masuk ke dalam dan meninggalkannya sendirian di luar. Aku yakin, benaknya sedang dipenuhi oleh berbagai pertanyaan saat ini."Loh, datang-datang kok' gak ngucapin salam? Galang mana? Sudah pulang? Kok' gak diajak masuk dulu?" Kak Mila langsung menyambutku dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat kepala
Bab 36Hati ini bagai disayat-sayat mendengar ucapannya. Luka di hati yang masih dalam proses penyembuhan, kini menganga kembali.Serendah itukah diriku di matanya?"Aku sarankan lebih baik kamu menjauh dari kehidupan Galang karena sampai kapanpun aku tidak akan pernah sudi menerimamu sebagai menantuku," ucapnya dengan santai tanpa memikirkan bagaimana perasaanku.Bulir bening yang sedari tadi ingin keluar, berusaha kutahan. Aku tidak mau terlihat lemah dihadapannya. Aku harus tenang menghadapinya.Hal yang aku takutkan benar-benar terjadi. Sebenarnya inilah alasan utama kenapa sampai detik ini aku belum juga menerima pinangan Mas Galang. Jika sudah tahu begini, maka aku akan lebih mudah untuk m
Bab 35 Ternyata apa yang dikatakan Kak Mila itu benar. Mas Galang beneran datang. Ia sengaja meminta izin kepada Bapak dan Kakak untuk mengajakku dan memperkenalkan aku pada orang tuanya. Mas Galang datang tanpa memberitahuku sebelumnya. Ia benar-benar membuat kejutan untukku. "Om, saya mau meminta doa restu pada Om. Saya mau melamar Mona untuk menjadi istri saya. Saya sudah lama mencintai Mona, Om. Saya janji akan membuatnya bahagia dan tidak akan pernah menyakitinya," ucap Mas Galang pada Bapak saat kami sedang mengobrol di ruang tamu. Bapak menatapku sekilas, lalu kembali menatap Mas Galang. "Kalau Om sih tergantung Mona saja. Jika Mona bersedia menerima lamaranmu, Om akan memberika
Bab 34"Mona, ini kamu kan? Kamu kok' jahat bangat sih sama suami dan mertua sendiri!" ucap Bu Nani, tetangga yang berjarak lima rumah dari rumahku."Iya, kok tega, ya? Kasihan Bayu, Ibu sama adiknya harus di penjara gara-gara ulahmu," sahut Bu Mimi, Bu RT di kampung ini."Iya. Bahkan Bayu sampai harus menjual rumahnya untuk membayar pengacara, demi membebaskan Ibu dan adiknya di penjara.""Katanya Bayu sudah bangkrut loh, ibu-ibu. Semua hartanya diambil oleh Si Mona. Bahkan rumah, mobil, motor dan tempat usahanya pun sudah melayang. Kasihan ya!""Iya, kasihan! Jahat banget sih jadi orang. Ntar kena karma baru tau rasa."Kupingku terasa p
Bab 33 Tiga bulan sudah aku tinggal bersama Bapak dan juga Kakak di kampung. Alhamdulillah aku sudah pulih kembali. Kini aku sudah resmi menjadi janda. Gugatan ceraiku akhirnya dikabulkan oleh pengadilannya agama. Itu semua berkat bantuan Mas Galang, ia lah yang mengurus semuanya. Aku tidak bisa menghadiri panggilan sidang karena saat itu kondisi kesehatanku belum pulih. Mas Gilang lah yang menangani semuanya. Ibu dan Hana juga sudah mendekam di penjara untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Aku bisa bernapas lega karena orang-orang yang berbuat jahat padaku telah mendapatkan balasan yang setimpal. Semoga Ibu dan Hana bertaubat dan menyesali semua perbuatannya. Tidak kusangka jika semuanya
Bab 32 "Kamu jenuh, ya? Kita jalan-jalan ke taman aja, yuk! Biar kamu nggak bosan," ajak Mas Galang. Aku memang merasa jenuh karena berada di kamar terus. Sudah hampir satu Minggu di sini, aku bahkan ingin menghirup udara segar di luar. "Tunggu sebentar, ya, aku mau di kursi roda dulu," ucapnya lagi. Aku hanya mengangguk, pertanda mengiyakan. Pagi ini Mas Galang lah yang menungguiku di rumah sakit ini. Kakak sudah pulang lebih dulu ke kampung karena tidak bisa lama-lama meninggalkan suami dan anaknya. Sedangkan Bapak pergi ke kantin untuk sarapan. Tak lama kemudian, Mas Galang pun