Luke Is Calling Flowie menatap nanar layar ponselnya. Ini adalah panggilan ke 13 dari Luke, namun Flowie sama sekali tidak mengangkatnya dan malah menangisi kesialan yang menimpanya. Hatinya terasa di remas-remas. Betapa ia merindukan Luke, namun ia juga sangat membenci Elya yang sudah mencercanya. Sebuah isakan kecil terlepas dari mulutnya. Air mata sudah mengalir sedari tadi tanpa tahu malu di mana ia berada sekarang. Ya, Flowie sekarang berada di ruang ganti karyawan Rosseta Restaurant. Setelah menghubungi Erica untuk meminta bantuan, Erica menyuruhnya untuk datang kemari. Di sinilah Flowie menangis sejadi-jadinya. Ia masih diliputi berbagai pertanyaan. Mengapa ibu Luke tidak menyukainya? Apakah karena ia bukanlah orang kaya seperti Luke? Namun mengapa ibu Luke juga mengenal orang tuanya? Dan mengapa ibu Luke juga menghina ibunya? “Minumlah ini Flow,” kata Erica menyodorkan secangkir cokelat panas untuk Flowie. Bahkan kedatangan Erica ke ruangan itu tidak disadari olehnya. “Maaf
Flowie melirik ke nakas tempat tidurnya. Sudah pukul 1 malam. Ia meraih ponselnya dan menuruni tempat tidur dengan perlahan, takut membangunkan Natalie yang tertidur di sebelahnya. Flowie berjalan dengan perlahan menuju dapur. Ia mengambil gelas dan mengisinya penuh dengan air dan menegaknya hingga habis. Ia memegangi dada kirinya, merasakan detak jantungnya yang berdetak dengan sangat kuat. Perasaannya sungguh tidak enak. Apakah ia harus menguhubungi Luke? Menanyakan apakah dia baik-baik saja? Flowie mengamati nama Luke pada layar ponselnya. Ia bingung apakah ia harus menghubungi pria ini? Namun tidak menunggu lama, ia mengubur jauh-jauh niatnya. Ia meletakan ponselnya di meja dan kemudian ia menunduk memijat tengkuk lehernya yang mulai terasa menegang. === Flowie memasuki ruangan kerjanya dengan lesu. Ia mengamati keadaan ruangannya yang heboh dengan berita pagi ini. “Apakah benar ia krisis?” tanya seorang pria kepada yang lain. “Ya. Dia mengalami koma dan gegar otak,” jawab se
“Hentikan dia! Aku mohon!” pinta Anna menatap Alvian yang sedang menuntun tubuhnya menuju sebuah kursi yang masih utuh. Setelah memastikan Anna duduk dengan benar, dengan cepat Alvian juga berlari menyusul Flowie. Elya yang baru saja akan menginjak pedal gasnya merasa terkejut dengan kedatangan Flowie yang tiba-tiba entah dari mana. Flowie menaiki mobil Elya dari arah depan. “Apa dia sudah gila?” teriak Elya menekan klakson mobilnya menyuruh Flowie turun. Tanpa basa basi, Flowie menghujani kaca mobil Elya dengan pukulan dari linggisnya berkali-kali. Elya berteriak histeris. Ia membuka pintu mobilnya dan berusaha keluar dari mobilnya, namun ia terjatuh tersungkup ke atas trotoar di sebelah mobilnya. Tubuhnya gemetaran menyaksikan Flowie menghancurkan kaca sedan mewahnya dengan membabi buta. “Hentikan, Flowie!” Alvian berusaha menghentikan gadis yang menghancurkan kaca mobil yang mulai retak itu. Kurang puas, ia memukuli atap mobil itu dengan emosi. Betapa ia sungguh sakit hati. S
“Alberto pernah menjalin hubungan dengan Anna. Walaupun sebenarnya Nichollas adalah orang pertama yang mengenal Anna, Namun Albertolah yang memenangkan hati Anna. Namun semua berubah saat Jessica, ibu Alberto mengetahui hubungan mereka. Ia mulai merencanakan siasat buruk. Ia mencerca menghinanya habis-habisan. Ia juga mengirim Elya untuk menggoda Alberto. Aku bahkan masih ingat saat ulang tahun Alberto yang ke 24 tahun, dengan berani Alberto menggandeng Anna ke dalam pestanya. Walaupun itu hanya pesta kecil antar sesama keluarga dan kerabat, namun itu semua malapetaka untuk Anna. Karena saat itu, Jessica malah mengumumkan bahwa Alberto resmi bertunangan dengan Elya yang sedang mengandung anaknya. Tentu saja Elya telah menjebaknya. Hal itu sangat memukul Anna. Setelah itu, ia memutuskan untuk tidak meneruskan hubungannya dengan Alberto. Walaupun Alberto berjanji setelah anaknya lahir dari Elya, ia akan menceraikan Elya dan pergi bersamanya, namun Anna menolaknya. Aku sangat mengenal A
Flowie menggeliat dalam tidurnya. Ia baru saja bisa tertidur pukul 2 dini hari, namun sekarang ia harus terbangun karena merasa ada gejolak aneh dalam perutnya. Ia terbangun dan berlari menuju kamar mandi. Ia menumpahkan segala isi perutnya ke dalam WC. Ia harus segera berobat. Mungkin ia terkena maag akut, mengingat akhir-akhir ini ia jarang makan dan entah udah berapa kali ia muntah.“Apa kau baik-baik saja?” tanya Anna yang berdiri di depan pintu kamar mandi.“Hm,” Flowie hanya mengangguk dan berjalan menuju dapur. Anna mengikutinya dari belakang.“Flowie,” panggil Anna tampak ragu-ragu hendak bicara.“Hm?” sahut Flowie yang sambil menegak air minum.“Kapan terakhir kali kau menstruasi?” tanya Anna yang membuat Flowie berhenti meminum air dalam gelasnya dan menatap Anna dengan terkejut.Ia baru ingat ini sudah lewat dari jadwal semestinya. Flowie berusaha mengingat-ingat dan seketika wajahnya berubah pucat. Ia sudah terlambat 1 minggu.===Flowie dan Anna duduk dalam diam di ruang
“Ini kartu aksesnya. Silakan naik ke lantai 20, selanjutnya anda akan menemukan meja sekretarisnya,” jelas wanita itu.Flowie menghela nafas lega. Ia hampir saja menangis bahagia karena masih diberi kesempatan untuk menemui Luke. Ternyata Luke tidak benar-benar mengabaikannya.“Terima kasih. Semoga harimu baik,” ucap Flowie tersenyum kemudian pergi dengan semangat menuju entrance gate dan menaiki lift.Flowie sedikit meremas ujung bajunya. Ia sungguh gugup. Setelah hampir 1 bulan tidak bertemu, apakah Luke akan menyambutnya?TING Pintu lift terbuka di lantai 20. Flowie melangkahkan kakinya berjalan keluar menuju suatu ruangan dan ia bisa melihat sekretaris Luke di mejanya.“Permisi Miss. Aku Flowie Hillebrand dan ingin bertemu Mr Luke Croose,” kata Flowie.Reisya tersenyum, “Silakan langsung masuk saja, Miss Hillebrand,” ucapnya dengan lembut.Flowie membalas senyuman itu dan ia berjalan menuju pintu ruangan Luke.Mengapa langkah kakinya mendadak menjadi berat dan perutnya terasa mul
Luke mengerjapkan matanya. Hal pertama yang ia rasakan adalah kepalanya yang berdenyut hebat dan sudut-sudut wajahnya yang sakit. “Ah! Alvian sialan!” gumamnya sambil menyentuh tulang pipinya yang agak memar. Ya, ia ingat Alvian memukulnya 2 kali di bagian wajah. Luke berjalan menuju kamar mandi untuk melihat wajahnya yang penuh dengan luka dan lebam. Bagaimana ia bisa ke kantor dengan keadaan seperti ini? Mengabaikan rasa sakit di wajahnya, Luke membasuh wajahnya dan ia segera berjalan menuju walk in closet untuk mengambil handuk di lemari pakaiannya, namun baru saja ia membuka lemari itu, hal pertama yang ia dapat adalah baju Flowie. Luke termanggu menatap susunan baju-baju Flowie yang tergantung rapi di lemarinya. Tanpa ia sadari, tangannya sudah terulur untuk meraih salah satu baju dan menariknya keluar. Luke mencium aroma baju itu, baju yang Flowie gunakan saat Luke melamarnya. Baju ini sudah dicuci, namun entah mengapa aroma tubuh Flowie seperti masih melekat padanya. “Pe
Luke memasuki apartemennya dengan lesu. Ia melihat Elya yang sedang duduk di ruang tamu. Dengan tidak acuh Luke berjalan melewati Elya. “Luke!” panggil Elya yang membuat langkah Luke terhenti. “Bagaimana kabarmu, son? Mengapa kau tidak datang menemuiku? Sudah 1 bulan lebih kita bahkan tidak bertemu,” tanya Elya menghampiri Luke. “Apa kau tidak merindukan mama?” tanya Elya lagi sambil mengusap lengan Luke. Luke membalikan badannya dan menghempaskan tangan Elya dengan pelan. “Aku sangat kecewa padamu ma,” ucap Luke dengan tatapan sendu. “Apa maksudmu?” tanya Elya bingung. “Setelah mengusirnya dari sini, mama bahkan merusak toko bunga milik keluarga mereka. Mengapa mama tega melakukan itu semua?” tanya Luke dengan suara parau. Elya yang mengerti maksud Luke terpancing marah. “Tega? Dia sama jalangnya dengan ibunya. Menggoda pria kaya agar kehidupan mereka membaik,” bantah Elya membuang muka. “Hentikan, ma!” bentak Luke setengah berteriak. “Kau bahkan membelanya sekarang?” tanya
DEGAlvian mematung. Ia sungguh tidak percaya akan apa yang ia lihat. Wanita yang sudah memporak porandakan hatinya kini berdiri di hadapannya. Bukankah Alice meninggalkannya demi cita-citanya? Bukankah Alvian merasa begitu sakit? Namun mengapa ia masih merasakan getaran yang sama saat seperti pertama sekali ia bertemu wanita ini bertahun-tahun yang lalu? Getaran yang membuatnya ingin menarik gadis ini ke dalam pelukannya.“Alice,” gumam Alvian dengan suara yang tidak kalah serak. Sepertinya sesuatu sedang tersangkut pada tenggorokannya.Luke yang tersadar lebih dahulu, menarik tangan Flowie dengan lembut dan melangkah keluar, meninggalkan mereka tanpa kata-kata pamitan. Luke hanya tidak ingin mengganggu momen yang menurutnya sangat pas untuk saling menyerukan kerinduan mereka.“Apa yang sedang kau lakukan di sini?” tanya Alvian memecah keheningan.“Aku merindukanmu. Apakah aku masih berhak berada di sisimu?” tanya Alice dengan mata berkaca-kaca.Alice menunggu dengan harapan Alvian m
“Maaf, apakah ini apartemennya Alvian Sanchez?” tanya wanita tersebut dengan sedikit ragu-ragu.“Benar. Silakan masuk,” kata Flowie mempersilakan masuk.Wanita itu menatapnya bingung. Ia menyeret kopernya memasuki apartemen Alvian.“Maaf, tapi kau siapa?” tanya wanita itu saat Flowie sudah menutup pintunya.“A-aku. Aku teman Alvian,” jawab Flowie terbata.Tunggu dulu. Mengapa ia harus terbata dan mengapa ia yang harus ditanya?Wanita itu menatap Flowie penuh selidik. Ia menatap Flowie dari bawah hingga ke atas. Flowie hanya menggenakan dress berwarna dark green dan flat shoes saat ini. Uhm, sepertinya ia lupa menata rambutnya yang hanya dikucir ekor kuda saat ini.“Dimana Alvian?” tanya wanita itu sedikit kesal.“Dia sedang keluar. Mungkin sebentar lagi kembali,” jawab Flowie mengikuti jawaban bibi Gissel padanya tadi.“Kau tinggal di sini? Siapa kau sebenarnya? Teman one night stand nya?” tanya wanita itu lagi yang membuat Flowie membulatkan matanya terkejut.“Tidak. Aku tidak tingga
“Mama?” Flowie membuka sedikit pintu kamar Anna dan mendapati Anna yang sedang duduk termenung memegang rajutanAnna hanya menoleh sesaat lalu membuang muka dan melanjutkan rahutannya. Sedangkan Flowie melangkahkan kakinya masuk dan menutup pintu kamar dengan sempurna sebelum ia mengambil posisi duduk di sebelah Anna.“Aku kangen sekali dengan mama,” kata Flowie sambil memeluk Anna dari belakang dan menyenderkan kepalanya di bahu Anna.Anna hanya menghela napas dan kemudian melanjutkan aktivitasnya.“Apa yang sedang mama buat? Baju hangat? Apa ini untuk Hans, ma?” tanya Flowie berusaha memecah kecanggungan karena ia tahu Anna senang membuatkan Hans baju hangan sarung tangan bahkan topi dari wool.“Hm,” gumam Anna singkat.“Apakah mama marah karena aku sama Luke akan menikah?” tanya Flowie yang membuat Anna menghentikan rajutannya dan menoleh ke arah Flowie.“Apa kau benar-benar ingin menikah dengannya?” tanya Anna.“Hm. Aku mencintainya ma,” jawab Flowie apa adanya.Anna sekali lagi m
“Aku tidak punya tujuan hidup ataupun impian. Aku tidak dicintai orangtuaku hingga aku memutuskan untuk pindah ke Madrid. Aku menghabiskan hari-hariku dengan bersenang-senang di sana dan aku sungguh tidak mau memikirkan persoalan kedua orangtuaku. Hingga aku pulang dan bertemu denganmu, aku kembali merasa hidup dan memiliki rencana masa depan denganmu,” Luke menatap lekat kedua mata hazel Flowie yang sudah dibanjiri air mata.“Namun belakangan, aku memahami satu hal. Ibumu tidak bersalah. Bahkan dia dan papa adalah korban permainan kotor mama dan nenekku dan mengetahuinya membuatku sangat sakit. Aku adalah rencana kotor itu, Flow. Aku adalah rencana kotor mama untuk memisahkan papa dan ibumu saat itu,” Luke terisak berusaha menekan rasa sakit di dadanya.Flowie menutup mulutnya tidak percaya, air mata tidak henti keluar dari mata cantiknya.“Sebelum kecelakaan, aku baru mengetahui bahwa kau adalah anak dari Mrs. Annabelline, dan aku merasa sangat sesak, Flow. Aku sudah sangat jatuh ci
Sepanjang makan malam mereka membicarakan hal-hal yang Flowie tidak mengerti, namun entah mengapa Flowie merasa Luke tidak terlalu menyukai pertemuan ini. Padahal sikap keluarganya tidak seburuk yang Flowie bayangkan, mengingat betapa mengerikannya Elya.“Jadi kalian sudah memutuskan tanggalnya?” tanya Diego tiba-tiba kepada Luke dan Flowie.“Dua minggu dari sekarang,” jawab Luke mantap yang membuat Flowie menoleh kearah Luke dengan tatapan tidak mengerti.“Kenapa cepat sekali, Luke?” tanya Alberto.“Kami sudah memutuskannya, pa. Jangan dipikirkan lagi. Aku akan mengurus semuanya.” jawab Luke kemudian mengelap lembut bibirnya dengan napkin.Flowie yang tidak mengerti apapun yang mereka bicarakan hanya diam saja dan kemudian ia meraih gelas berisi wine dan meneguknya cukup banyak. Entah mengapa wine ini sungguh terasa nikmat di tenggorokan Flowie.“Baiklah. Siapkan pesta yang besar untuk mereka Alberto,” kata Diego.“Baiklah pa,” kata Alberto mengangguk setuju.“Tidak perlu, kek. Aku s
Flowie mengerjapkan matanya berkali-kali. Hal pertama yang ia dapat adalah wajah Luke yang tampak sibuk dengan sesuatu di i-padnya. “Uhmm,” Flowie berdeham pelan. Tenggorokannya terasa begitu kering. Sudah berapa lama ia tidur? Bukankah sebelumnya ia tertidur di pesawat? Lalu kenapa ia sekarang tidur di paha Luke? Dan kenapa mereka berada dalam mobil? “Kau sudah bangun, sayang?” tanya Luke ketika menyadari Flowie yang sudah terbangun. “Kita di mana? Di mana Hans?” tanya Flowie sambil mengucek matanya. “Hans tertidur di kursi belakang. Kita sedang dalam perjalanan menuju apartemen,” jawab Luke sambil mengelus rambut cokelat Flowie. Mendengar kata apartemen, membuat Flowie tiba-tiba bangkit dari rebahannya dan menatap Luke tidak setuju. “Tidak, Luke. Aku tidak mau kembali ke apartemenmu!” Flowie menggeleng kuat. Luke menarik Flowie ke dalam pelukannya. “Ssst! Tenanglah, sayang. Aku tidak akan membawamu ke situ, kita sedang di Swiss, kita akan ke apartemenku yang ada di Swiss maks
“Mari kita pulang ke rumah kita sayang,” ajak Luke kepada Flowie sambil mengusap kepala Hans yang tengah tertidur di pangkuan Flowie.Flowie menggeleng lemah.“Kenapa? Apa karena ibuku?” tanya Luke menangkup kedua pipi Flowie dengan lembut.Hening.“Aku mencintaimu, Flow. Tidakkah kau mencintaiku? Apa kau akan memisahkanku dari anakku juga?” tanya Luke dengan sendu.Flowie kembali terisak. Sungguh ia tidak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi ia begitu ingin terus di samping Luke dan terus diperlakukan begini lembut olehnya. Ia begitu merindukan Luke, namun ia juga begitu takut jika Elya melakukan sesuatu terhadap anaknya.“Aku bersumpah, ibuku tidak akan pernah menyakitimu lagi. Aku bersumpah keluarga Croose tidak akan menyentuhmu dan anak kita sedikitpun,” ujar Luke penuh keyakinan sambil menarik Flowie ke dalam pelukannya.“Bagaimana caranya?” tanya Flowie ragu.Luke merapikan rambut Flowie.“Kita akan pergi jauh meninggalkan mereka,” jawab Luke sambil tersenyum hangat.===Luke ti
Sungguh ia membenci ini. Kenapa di saat ia ingin melupakan Luke, ia malah bisa sedekat ini dengan Luke. Aroma perfume Luke meruak di indera penciumannya. Aroma yang selalu ia rindukan, dan juga tangan kekar yang kini melingkar sempurna di perutnya, tangan yang selalu ia rindukan untuk memeluknya.Luke bisa merasakan tubuh Flowie yang menegang dan tangisan gadis itu memecah. Flowie menangis sejadi-jadinya dengan bahu yang naik turun. Luke membalikan badan Flowie dan menarik tubuh mungil itu masuk ke dalam pelukannya dan ia ikut menangis bersama wanita kesayangannya itu. Ia bisa merasakan kesedihan terdalam yang Flowie rasakan, dan entah mengapa mendengar tangisan Flowie membuat hatinya tercubit. Sakit.“The fault is not in our stars, babe, but in ourselves. Let’s fix it,” ujar Luke pelan sambil mengusap air mata di pipinya.Berkali-kali Luke menciumi pucuk kepala Flowie, meresapi aroma yang sudah lama ia rindukan. Luke mengelus punggung Flowie dengan lembut, seolah ia menyampaikan pesa
Luke merasa napasnya tercekat. Ia sungguh ingin segera menghampiri Flowie dan memeluk wanita itu, namun ia belajar dari pengalamannya. Bagaimana Flowie lari melihatnya, Luke ingin melakukannya dengan pelan kali ini. Ia mengikuti Flowie dari belakang sampai wanita itu menaiki lift. Ketika pintu lift tertutup sempurna Luke berlari menuju lift di sebelahnya dan melihat lantai yang dituju Flowie. Lantai 7. Dengan segera Luke menaiki lift di sebelahnya dan menekan tombol 7, namun sialnya pada saat pintu nyaris tertutup ada orang dari luar yang menekan tombol buka sehingga pintu lift kembali terbuka. “Oh shit!” Luke kembali mengumpat membuat pasangan yang baru saja masuk ke dalam lift menatapnya kaget. Pintu lift kembali tertutup dan mengantarkan mereka ke lantai 7. TING!! Luke melesat dengan cepat saat pintu lift terbuka di lantai 7. Ia berjalan tergesa mencari sesosok Flowie. “Sial mengapa lorongnya begitu panjang?” batin Luke. Namun sepertinya kali ini semesta berpihak pada Luke, d