Flowie menggeliat dalam tidurnya. Ia baru saja bisa tertidur pukul 2 dini hari, namun sekarang ia harus terbangun karena merasa ada gejolak aneh dalam perutnya. Ia terbangun dan berlari menuju kamar mandi. Ia menumpahkan segala isi perutnya ke dalam WC. Ia harus segera berobat. Mungkin ia terkena maag akut, mengingat akhir-akhir ini ia jarang makan dan entah udah berapa kali ia muntah.“Apa kau baik-baik saja?” tanya Anna yang berdiri di depan pintu kamar mandi.“Hm,” Flowie hanya mengangguk dan berjalan menuju dapur. Anna mengikutinya dari belakang.“Flowie,” panggil Anna tampak ragu-ragu hendak bicara.“Hm?” sahut Flowie yang sambil menegak air minum.“Kapan terakhir kali kau menstruasi?” tanya Anna yang membuat Flowie berhenti meminum air dalam gelasnya dan menatap Anna dengan terkejut.Ia baru ingat ini sudah lewat dari jadwal semestinya. Flowie berusaha mengingat-ingat dan seketika wajahnya berubah pucat. Ia sudah terlambat 1 minggu.===Flowie dan Anna duduk dalam diam di ruang
“Ini kartu aksesnya. Silakan naik ke lantai 20, selanjutnya anda akan menemukan meja sekretarisnya,” jelas wanita itu.Flowie menghela nafas lega. Ia hampir saja menangis bahagia karena masih diberi kesempatan untuk menemui Luke. Ternyata Luke tidak benar-benar mengabaikannya.“Terima kasih. Semoga harimu baik,” ucap Flowie tersenyum kemudian pergi dengan semangat menuju entrance gate dan menaiki lift.Flowie sedikit meremas ujung bajunya. Ia sungguh gugup. Setelah hampir 1 bulan tidak bertemu, apakah Luke akan menyambutnya?TING Pintu lift terbuka di lantai 20. Flowie melangkahkan kakinya berjalan keluar menuju suatu ruangan dan ia bisa melihat sekretaris Luke di mejanya.“Permisi Miss. Aku Flowie Hillebrand dan ingin bertemu Mr Luke Croose,” kata Flowie.Reisya tersenyum, “Silakan langsung masuk saja, Miss Hillebrand,” ucapnya dengan lembut.Flowie membalas senyuman itu dan ia berjalan menuju pintu ruangan Luke.Mengapa langkah kakinya mendadak menjadi berat dan perutnya terasa mul
Luke mengerjapkan matanya. Hal pertama yang ia rasakan adalah kepalanya yang berdenyut hebat dan sudut-sudut wajahnya yang sakit. “Ah! Alvian sialan!” gumamnya sambil menyentuh tulang pipinya yang agak memar. Ya, ia ingat Alvian memukulnya 2 kali di bagian wajah. Luke berjalan menuju kamar mandi untuk melihat wajahnya yang penuh dengan luka dan lebam. Bagaimana ia bisa ke kantor dengan keadaan seperti ini? Mengabaikan rasa sakit di wajahnya, Luke membasuh wajahnya dan ia segera berjalan menuju walk in closet untuk mengambil handuk di lemari pakaiannya, namun baru saja ia membuka lemari itu, hal pertama yang ia dapat adalah baju Flowie. Luke termanggu menatap susunan baju-baju Flowie yang tergantung rapi di lemarinya. Tanpa ia sadari, tangannya sudah terulur untuk meraih salah satu baju dan menariknya keluar. Luke mencium aroma baju itu, baju yang Flowie gunakan saat Luke melamarnya. Baju ini sudah dicuci, namun entah mengapa aroma tubuh Flowie seperti masih melekat padanya. “Pe
Luke memasuki apartemennya dengan lesu. Ia melihat Elya yang sedang duduk di ruang tamu. Dengan tidak acuh Luke berjalan melewati Elya. “Luke!” panggil Elya yang membuat langkah Luke terhenti. “Bagaimana kabarmu, son? Mengapa kau tidak datang menemuiku? Sudah 1 bulan lebih kita bahkan tidak bertemu,” tanya Elya menghampiri Luke. “Apa kau tidak merindukan mama?” tanya Elya lagi sambil mengusap lengan Luke. Luke membalikan badannya dan menghempaskan tangan Elya dengan pelan. “Aku sangat kecewa padamu ma,” ucap Luke dengan tatapan sendu. “Apa maksudmu?” tanya Elya bingung. “Setelah mengusirnya dari sini, mama bahkan merusak toko bunga milik keluarga mereka. Mengapa mama tega melakukan itu semua?” tanya Luke dengan suara parau. Elya yang mengerti maksud Luke terpancing marah. “Tega? Dia sama jalangnya dengan ibunya. Menggoda pria kaya agar kehidupan mereka membaik,” bantah Elya membuang muka. “Hentikan, ma!” bentak Luke setengah berteriak. “Kau bahkan membelanya sekarang?” tanya
Alvian menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah kayu yang cukup tua. Namun rumah kecil itu tetap terlihat manis karena dipenuhi dengan bunga-bunga yang mulai bermekaran. Alvian tersenyum simpul sebelum turun dan memperhatikan sekeliling. Daerah yang bersih, rapi dan nyaman. Ia memejamkan matanya sebentar untuk merasakan udara segar musim semi di daerah ini. Merasa puas menikmati pemandangan, Alvian membalikan badannya dan melangkah menuju pintu rumah kayu tersebut. Ada perasaan ragu saat Alvian hendak mengetuk pintu itu, namun setelah menimbang cukup lama, Alvian mengetuknya dengan pelan. Seorang wanita berlari kecil dari dapur menuju pintu, ketika ia mendengar seseorang mengetuk pintunya. Ia mengintip dari jendela dan melihat seorang pria berdiri di balik pintu sebelah luar. Tapi ia tidak mengenalnya. “Siapa?” tanya wanita tersebut sebelum membuka pintunya Alvian menelan ludahnya sendiri sebelum menjawab, “Ini aku. Alvian,” Hening seketika terjadi. CLEK Natalie membuk
5 Tahun Kemudian Flowie tampak sibuk membuat adonan roti untuk dipanggang pagi ini. Di hadapannya sudah tersedia begitu banyak loyang yang berisi roti-roti yang telah selesai dipanggang. Waktu sudah menunjukan pukul 6 pagi, tokonya akan buka 1 jam lagi dan tokonya sudah hampir siap untuk menyambut pelanggan yang ingin sarapan di tempatnya. Toko roti ini tidak besar, namun tidak kecil juga. Alvian mendesainnya dengan pas sehingga Flowie bisa mengelolah tempat ini dengan baik tanpa terlalu kelelahan. Setelah melahirkan, Flowie langsung terjun menekuni bisnis ini. Selain ia memang orang yang gigih dan pekerja keras, ia juga tidak ingin membuang waktunya meratapi kesedihannya membesarkan putranya sendirian tanpa Luke di sampingnya. Dengan bantuan Alvian membuka toko roti tersebut, ia kini berpenghasilan cukup untuk membeli apartemen kecil untuknya dan putranya. Toko rotinya kini bahkan sudah memiliki 3 orang karyawan untuk membantunya. Tidak terlalu banyak karena ia dan Tyo juga ikut mem
“Mengapa harus Slovenia?” tanya Luke tidak suka kepada Frisca yang kini sedang duduk di sampingnya. Mereka sedang di dalam mobil menuju kediaman Frisca di Paris. Frisca mengerucutkan bibirnya kesal, “Bukannya kau bilang aku bebas memilih akan ke mana untuk musim semi ini?” “Ya, benar, tapi tidak bisakah kita ke tempat yang hangat seperti Maldives atau Bali, misalnya?” tawar Luke lagi. “Tidak, Luke! Aku ingin ke Slovenia! Lagipula saat ini sudah mulai memasuki musim semi di sana,” ujar Frisca. Luke menghela napas jengah, “Whatever you want,” tukasnya lagi. “Jadi, kita akan berangkat besok ke Ljubljana, lalu kemudian ke Bled dan –” “Pilih saja sesukamu,” potong Luke cepat. Frisca kembali mengerucutkan bibirnya, “Dingin sekali,” “Ingat, aku akan menjadi istrimu. Tidak bisakah kau berlaku lebih baik?” cetus Frisca lagi. === Flowie berjalan gontai menuju kamar Hans. Jam baru saja menunjukan pukul 9 malam, namun entah mengapa ia merasa begitu lelah. Bukan hanya fisik, tapi batinn
“Apa? Hans tidak ada di sekolah? Jelas-jelas tadi aku mengantarnya sampai pintu masuk,” tanya Flowie dengan terkejut dengan seseorang lewat ponsel pintarnya. “……” Entah apa yang dikatakan seseorang dibalik ponselnya, namun itu membuat Flowie menghela napas lelah. “Baiklah miss Silvi, aku mengerti,” ucapnya sambil memejamkan mata dan memijat keningnya yang mulai terasa pusing. “……” “Baik, miss. Maafkan aku. Aku juga akan mencarinya,” ujarnya sekali lagi sebelum mematikan sambungan telepon. Flowie kembali menghela napas berat. Baru saja ia mendapatkan laporan dari wali kelas Hans, bahwa Hans tadi berkelahi dengan seorang anak dan ia kabur entah ke mana. “Tyo, tolong ambil ahli toko sebentar, aku mau pergi mencari Hans,” ujar Flowie sambil pergi berlalu meninggalkan Tyo yang baru saja tiba dengan wajah kebingungan. === “Kau mau pulang?” tanya Luke saat ia melihat anak kecil yang duduk di sebelahnya tengah menyusun buku gambar dan crayonnya ke dalam tas. “Hmm, Miss Lena pasti su
DEGAlvian mematung. Ia sungguh tidak percaya akan apa yang ia lihat. Wanita yang sudah memporak porandakan hatinya kini berdiri di hadapannya. Bukankah Alice meninggalkannya demi cita-citanya? Bukankah Alvian merasa begitu sakit? Namun mengapa ia masih merasakan getaran yang sama saat seperti pertama sekali ia bertemu wanita ini bertahun-tahun yang lalu? Getaran yang membuatnya ingin menarik gadis ini ke dalam pelukannya.“Alice,” gumam Alvian dengan suara yang tidak kalah serak. Sepertinya sesuatu sedang tersangkut pada tenggorokannya.Luke yang tersadar lebih dahulu, menarik tangan Flowie dengan lembut dan melangkah keluar, meninggalkan mereka tanpa kata-kata pamitan. Luke hanya tidak ingin mengganggu momen yang menurutnya sangat pas untuk saling menyerukan kerinduan mereka.“Apa yang sedang kau lakukan di sini?” tanya Alvian memecah keheningan.“Aku merindukanmu. Apakah aku masih berhak berada di sisimu?” tanya Alice dengan mata berkaca-kaca.Alice menunggu dengan harapan Alvian m
“Maaf, apakah ini apartemennya Alvian Sanchez?” tanya wanita tersebut dengan sedikit ragu-ragu.“Benar. Silakan masuk,” kata Flowie mempersilakan masuk.Wanita itu menatapnya bingung. Ia menyeret kopernya memasuki apartemen Alvian.“Maaf, tapi kau siapa?” tanya wanita itu saat Flowie sudah menutup pintunya.“A-aku. Aku teman Alvian,” jawab Flowie terbata.Tunggu dulu. Mengapa ia harus terbata dan mengapa ia yang harus ditanya?Wanita itu menatap Flowie penuh selidik. Ia menatap Flowie dari bawah hingga ke atas. Flowie hanya menggenakan dress berwarna dark green dan flat shoes saat ini. Uhm, sepertinya ia lupa menata rambutnya yang hanya dikucir ekor kuda saat ini.“Dimana Alvian?” tanya wanita itu sedikit kesal.“Dia sedang keluar. Mungkin sebentar lagi kembali,” jawab Flowie mengikuti jawaban bibi Gissel padanya tadi.“Kau tinggal di sini? Siapa kau sebenarnya? Teman one night stand nya?” tanya wanita itu lagi yang membuat Flowie membulatkan matanya terkejut.“Tidak. Aku tidak tingga
“Mama?” Flowie membuka sedikit pintu kamar Anna dan mendapati Anna yang sedang duduk termenung memegang rajutanAnna hanya menoleh sesaat lalu membuang muka dan melanjutkan rahutannya. Sedangkan Flowie melangkahkan kakinya masuk dan menutup pintu kamar dengan sempurna sebelum ia mengambil posisi duduk di sebelah Anna.“Aku kangen sekali dengan mama,” kata Flowie sambil memeluk Anna dari belakang dan menyenderkan kepalanya di bahu Anna.Anna hanya menghela napas dan kemudian melanjutkan aktivitasnya.“Apa yang sedang mama buat? Baju hangat? Apa ini untuk Hans, ma?” tanya Flowie berusaha memecah kecanggungan karena ia tahu Anna senang membuatkan Hans baju hangan sarung tangan bahkan topi dari wool.“Hm,” gumam Anna singkat.“Apakah mama marah karena aku sama Luke akan menikah?” tanya Flowie yang membuat Anna menghentikan rajutannya dan menoleh ke arah Flowie.“Apa kau benar-benar ingin menikah dengannya?” tanya Anna.“Hm. Aku mencintainya ma,” jawab Flowie apa adanya.Anna sekali lagi m
“Aku tidak punya tujuan hidup ataupun impian. Aku tidak dicintai orangtuaku hingga aku memutuskan untuk pindah ke Madrid. Aku menghabiskan hari-hariku dengan bersenang-senang di sana dan aku sungguh tidak mau memikirkan persoalan kedua orangtuaku. Hingga aku pulang dan bertemu denganmu, aku kembali merasa hidup dan memiliki rencana masa depan denganmu,” Luke menatap lekat kedua mata hazel Flowie yang sudah dibanjiri air mata.“Namun belakangan, aku memahami satu hal. Ibumu tidak bersalah. Bahkan dia dan papa adalah korban permainan kotor mama dan nenekku dan mengetahuinya membuatku sangat sakit. Aku adalah rencana kotor itu, Flow. Aku adalah rencana kotor mama untuk memisahkan papa dan ibumu saat itu,” Luke terisak berusaha menekan rasa sakit di dadanya.Flowie menutup mulutnya tidak percaya, air mata tidak henti keluar dari mata cantiknya.“Sebelum kecelakaan, aku baru mengetahui bahwa kau adalah anak dari Mrs. Annabelline, dan aku merasa sangat sesak, Flow. Aku sudah sangat jatuh ci
Sepanjang makan malam mereka membicarakan hal-hal yang Flowie tidak mengerti, namun entah mengapa Flowie merasa Luke tidak terlalu menyukai pertemuan ini. Padahal sikap keluarganya tidak seburuk yang Flowie bayangkan, mengingat betapa mengerikannya Elya.“Jadi kalian sudah memutuskan tanggalnya?” tanya Diego tiba-tiba kepada Luke dan Flowie.“Dua minggu dari sekarang,” jawab Luke mantap yang membuat Flowie menoleh kearah Luke dengan tatapan tidak mengerti.“Kenapa cepat sekali, Luke?” tanya Alberto.“Kami sudah memutuskannya, pa. Jangan dipikirkan lagi. Aku akan mengurus semuanya.” jawab Luke kemudian mengelap lembut bibirnya dengan napkin.Flowie yang tidak mengerti apapun yang mereka bicarakan hanya diam saja dan kemudian ia meraih gelas berisi wine dan meneguknya cukup banyak. Entah mengapa wine ini sungguh terasa nikmat di tenggorokan Flowie.“Baiklah. Siapkan pesta yang besar untuk mereka Alberto,” kata Diego.“Baiklah pa,” kata Alberto mengangguk setuju.“Tidak perlu, kek. Aku s
Flowie mengerjapkan matanya berkali-kali. Hal pertama yang ia dapat adalah wajah Luke yang tampak sibuk dengan sesuatu di i-padnya. “Uhmm,” Flowie berdeham pelan. Tenggorokannya terasa begitu kering. Sudah berapa lama ia tidur? Bukankah sebelumnya ia tertidur di pesawat? Lalu kenapa ia sekarang tidur di paha Luke? Dan kenapa mereka berada dalam mobil? “Kau sudah bangun, sayang?” tanya Luke ketika menyadari Flowie yang sudah terbangun. “Kita di mana? Di mana Hans?” tanya Flowie sambil mengucek matanya. “Hans tertidur di kursi belakang. Kita sedang dalam perjalanan menuju apartemen,” jawab Luke sambil mengelus rambut cokelat Flowie. Mendengar kata apartemen, membuat Flowie tiba-tiba bangkit dari rebahannya dan menatap Luke tidak setuju. “Tidak, Luke. Aku tidak mau kembali ke apartemenmu!” Flowie menggeleng kuat. Luke menarik Flowie ke dalam pelukannya. “Ssst! Tenanglah, sayang. Aku tidak akan membawamu ke situ, kita sedang di Swiss, kita akan ke apartemenku yang ada di Swiss maks
“Mari kita pulang ke rumah kita sayang,” ajak Luke kepada Flowie sambil mengusap kepala Hans yang tengah tertidur di pangkuan Flowie.Flowie menggeleng lemah.“Kenapa? Apa karena ibuku?” tanya Luke menangkup kedua pipi Flowie dengan lembut.Hening.“Aku mencintaimu, Flow. Tidakkah kau mencintaiku? Apa kau akan memisahkanku dari anakku juga?” tanya Luke dengan sendu.Flowie kembali terisak. Sungguh ia tidak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi ia begitu ingin terus di samping Luke dan terus diperlakukan begini lembut olehnya. Ia begitu merindukan Luke, namun ia juga begitu takut jika Elya melakukan sesuatu terhadap anaknya.“Aku bersumpah, ibuku tidak akan pernah menyakitimu lagi. Aku bersumpah keluarga Croose tidak akan menyentuhmu dan anak kita sedikitpun,” ujar Luke penuh keyakinan sambil menarik Flowie ke dalam pelukannya.“Bagaimana caranya?” tanya Flowie ragu.Luke merapikan rambut Flowie.“Kita akan pergi jauh meninggalkan mereka,” jawab Luke sambil tersenyum hangat.===Luke ti
Sungguh ia membenci ini. Kenapa di saat ia ingin melupakan Luke, ia malah bisa sedekat ini dengan Luke. Aroma perfume Luke meruak di indera penciumannya. Aroma yang selalu ia rindukan, dan juga tangan kekar yang kini melingkar sempurna di perutnya, tangan yang selalu ia rindukan untuk memeluknya.Luke bisa merasakan tubuh Flowie yang menegang dan tangisan gadis itu memecah. Flowie menangis sejadi-jadinya dengan bahu yang naik turun. Luke membalikan badan Flowie dan menarik tubuh mungil itu masuk ke dalam pelukannya dan ia ikut menangis bersama wanita kesayangannya itu. Ia bisa merasakan kesedihan terdalam yang Flowie rasakan, dan entah mengapa mendengar tangisan Flowie membuat hatinya tercubit. Sakit.“The fault is not in our stars, babe, but in ourselves. Let’s fix it,” ujar Luke pelan sambil mengusap air mata di pipinya.Berkali-kali Luke menciumi pucuk kepala Flowie, meresapi aroma yang sudah lama ia rindukan. Luke mengelus punggung Flowie dengan lembut, seolah ia menyampaikan pesa
Luke merasa napasnya tercekat. Ia sungguh ingin segera menghampiri Flowie dan memeluk wanita itu, namun ia belajar dari pengalamannya. Bagaimana Flowie lari melihatnya, Luke ingin melakukannya dengan pelan kali ini. Ia mengikuti Flowie dari belakang sampai wanita itu menaiki lift. Ketika pintu lift tertutup sempurna Luke berlari menuju lift di sebelahnya dan melihat lantai yang dituju Flowie. Lantai 7. Dengan segera Luke menaiki lift di sebelahnya dan menekan tombol 7, namun sialnya pada saat pintu nyaris tertutup ada orang dari luar yang menekan tombol buka sehingga pintu lift kembali terbuka. “Oh shit!” Luke kembali mengumpat membuat pasangan yang baru saja masuk ke dalam lift menatapnya kaget. Pintu lift kembali tertutup dan mengantarkan mereka ke lantai 7. TING!! Luke melesat dengan cepat saat pintu lift terbuka di lantai 7. Ia berjalan tergesa mencari sesosok Flowie. “Sial mengapa lorongnya begitu panjang?” batin Luke. Namun sepertinya kali ini semesta berpihak pada Luke, d