[Im Aerum’s POV]
“Hari ini kita akan melakukan tes suara. Tes suara ini bertujuan untuk melihat seberapa kemampuan bernyanyi kalian. Dan tentunya untuk menentukan apakah kalian sopran, mesosopran, ataukah alto,” ucap Ms. Hye Eun.
Begitu Ms. Hye Eun mengatakan bahwa kami akan melakukan tes suara anak-anak pun mulai ramai kembali. Mereka langsung bercakap-cakap dengan teman mereka untuk menentukan lagu apa yang harus mereka bawakan nanti.
“Sebentar sebentar. Dimohon untuk tetap kondusif, ya. Kalian tidak perlu khawatir, ini tidak akan susah. Kalian bisa membawakan genre lagu apapun yang kalian suka.”
Salah satu anak di barisan belakang mengacungkan tangan. “Boleh saya bertanya?”
“Ya, silahkan.”
“Apakah ada ketentuan harus menyanyikan lagu bahasa Inggris atau Korea?”
“Tidak ada. Tes ini akan dilakukan sebebas mungkin. Kalian bisa menentukannya sendiri.”
“Ne, kamsahamida.”
“Baiklah
[Im Aerum’s POV] Derap langkah kakiku menggema di lorong stasiun. Aku menaiki tangga yang cukup tinggi itu. Sambil aku terus berjalan bisa kurasakan setitik keringat turun di leherku. Jika tahu akan panas begini aku tidak akan menggunakan pakaian lengan panjang begini, sesalku. Tangan kananku menggengam ponsel yang berwarna keemasan itu. Karena aku terus menerus berlari aku tidak sadar bahwa ponsel itu bergetar. Aku berhenti sejenak di depan sebuah minimarket. “Yeoboseyo?” “Kau di mana sekarang? Semuanya sudah berkumpul di sini.” “Yah, jinjja? Tunggu sebentar. Aku akan sampai kurang dari lima menit.” “Oke. Tenang saja tidak usah buru-buru.” Begitu mengetahui jika semua orang sudah berkumpul aku segera mempercepat langkahku. Rasanya sangat tidak enak jika aku akan menjadi orang terakhir yang datang. “Seharusnya kafenya berada di dekat sini,” kataku pada diri sendiri. Aku mulai m
[Im Aerum’s POV] “Sudah lama sekali ya kita tidak bertemu,” ucap seorang anak yang bernama Seonghwa sembari tertawa itu. “Wah, benar sekali, Seonghwa. Kira-kira kita hari ini akan melakukan apa ya?” Dua pembawa acara di depan sedang bercengkerama untuk menghangatkan suasana. Kedua pembawa acara itu sendiri merupakan teman sesama alumni sekolah kami. Aku tersenyum mendengar pembicaraan mereka. Benar, sudah lama sekali kami tidak bertemu. Untuk mengobati rasa rindu itu, beberapa anak memiliki inisiatif untuk mengadakan acara ini. Akhirnya, mereka memutuskan untuk memilih kafe ini. Karena pemilik dari kafe ini sendiri adalah kepala sekolah kami. “Bagaimana dengan sekolah kalian sejauh ini?” tanya Yeri membuka pembicaraan di antara kami. Eunhyuk tampak berpikir sejenak. “Sekolahku baik-baik saja, sih.” “Bukannya harusnya kita bertanya kepada yang bersekolah di sekolah para artis itu?” goda Gyu sambil melirikku seki
[Kim Young Mi’s POV] “Aku kan sudah kasih tahu ….” “Kau sih … tadi kan kita sudah ingatkan buat kau beri pesan di grup.” Salah satu dari mereka mendecak sebal. “Semoga saja dia tidak aneh-aneh.” “The point is, kalau memang kau ingin mendekati anak itu ya kau harus dekati dia secepatnya. Mana tahu kalau dia diam-diam suka dengan anak lain?” “Yah! Jangan begitu ….” Aku terdiam sejenak di tempatku. Jantungku terasa seperti jatuh ke tanah. Apa maksud dari pembicaraan mereka? Tanganku masih mengenggam gagang pintu perpustakaan yang dingin itu. Kakiku melangkah ke belakang perlahan. Sepertinya aku tidak bisa keluar sekarang. Telingaku termasuk salah satu telinga yang sensitif. Aku bisa menangkap suara yang lumayan kecil dari kejauhan. Dan, suara yang tadi ku dengar itu sudah pasti suara Hera dan Yuri. Tapi, ada satu orang lagi yang aku tidak tahu itu suara siapa. Aku bisa mendengar derap langkah dari
[Im Aerum’s POV] Sudah menjadi kebiasaan sehari-hariku untuk menunggu di halte bus setiap berangkat dan pulang sekolah. Tak seperti biasanya halte bus hari ini terlihat lebih sepi. Hanya ada beberapa orang yang nampak sedang menunggu. Mungkin kalian akan bertanya-tanya mengapa aku tidak diantar oleh kedua orang tuaku. Amma selalu bilang ini untuk membiasakanku agar hidup mandiri. Sebenarnya, aku juga cukup malas harus bangun lebih pagi hanya untuk mengejar bus. Tapi, sepertinya perkataan Amma ada benarnya juga. Lagian jarak antara rumah dan sekolahku tidak begitu jauh. Sejauh ini aku tidak pernah melihat anak dari sekolahku yang menggunakan bus. Atau setidaknya bertemu denganku di halte bus. Padahal, jarak halte bus ini dari sekolah tidak begitu jauh. Tidak heran, karena mereka selalu diantar oleh kedua orang tua mereka. Bahkan ada beberapa anak yang diantar menggunakan sopir dari agensi mereka. Ini hanya berlaku untuk merek
[Kim Young Mi’s POV] Aku menengadah ke atas langit yang sudah gelap tanda malam telah tiba. Terakhir kali aku menengadah ke langit hari ini langit nampak masih berwarna biru muda. Tak terasa hari ini berjalan sangat cepat. Kebanyakan waktuku kuhabiskan di dalam sekolah, jadi sungguh tak terasa waktu bisa berjalan secepat ini. Kakiku menapak di jalanan yang basah akibat hujan tadi. Jalanan cukup ramai hari ini. Mungkinkah karena hari ini adalah hari Jumat? Hari Jumat adalah sehari sebelum hari libur, tak heran jalanan lebih ramai. Aku menunggu jalanan sedikit lengang terlebih dahulu barulah aku menyeberang. Sudah lama sekali aku tidak kembali untuk membantu bekerja di restoran bibi Yeesung. Pasti bibi kewalahan karena tidak ada yang membantunya. Aku berlari kecil dan segera memasuki restoran bibi itu. Di dalam restoran bibi nampak beberapa orang sedang sibuk menyantap hidangan mereka. Bahkan ada satu keluarga besar yang sepertinya seda
[Im Aerum’s POV] Sudah seminggu berlalu semenjak eonnie Michelle terakhir kali meneleponku. Meski akhir-akhir ini aku disibukkan oleh kegiatan dan tugas dari sekolah, tapi kadang kala sewaktu senggangku aku masih sempat memikirkan mengenai ucapan eonnie Michelle. Aku memandang ke langit-langit kamarku dan menghela napas. Mungkin ini memang belum rezekiku saja. Apakah eonnie Michelle mengatakan itu sengaja agar aku merasa sedikit terhibur? Lagi-lagi untuk kesekian kalinya aku mencoba menghalau pemikiranku ini. Karena semakin aku memikirkannya semakin besar keinginanku untuk menjadi seorang trainee di sana. Aku pun teringat dengan ucapan beberapa idol dalam interview mereka. Mereka mengatakan bahwa mereka harus mengikuti beberapa kali audisi hingga akhirnya mereka benar-benar diterima sebagai trainee. Namun, tak sedikit pula yang memang terlahir sangat beruntung dan dalam sekali aud
[Kim Young Mi’s POV] Hyenjin: Young Mi … kita sudah menunggumu di sini. Kenapa kau juga belum datang ? Kami akan menunggu di booth yang kemarin sudah kuberitahu. 5 Panggilan tidak terjawab dari Hyenjin. Aku melihat isi pesan dari Hyenjin dengan tidak sabar. Sudah lima menit lamanya aku memandangi jam yang tergantung di dinding dengan cemas. Ini sudah jam setengah enam malam. Namun, aku masih saja berada di restoran bibi Yeesung. Seharusnya aku sudah berangkat sedari tadi, bukannya malah masih di sini. Tenang tenang, Young Mi. Satu pesanan lagi dan kau bisa pergi menyusul mereka. Aku mencoba untuk menenangkan diriku sendiri. Restoran hari ini kebetulan lagi ramai. Mana bisa aku meninggalkan tugasku dan memilih untuk jalan-jalan santai dengan temanku? Apalagi di saat bibi sedang tidak ada di resto. Kalutnya pikiranku membuatku tidak tersadar bahwa mak
[Im Aerum’s POV] “Tuh kan benar apa yang Oppa bilang,” kata Oppa sambil mencomot satu daging di hadapannya. “Oppa pernah bilang apa memangnya?” “Aku pernah bilang kalau kau bisa jadi the next Blackpink. Hm, harusnya aku tidak perlu mengingatkanmu lagi. Nanti kau malah sombong.” Aku mendecakkan lidahku sebal. “Cih? Siapa juga yang sombong? Lagian ini kan baru audisi pertama.” “Sstt, sudah. Ayo fokus makan jangan bertengkar terus.” “Ne, eomma.” Aku pun mengambil beberapa daging dan menaruhnya di piring kecilku. Sekarang semua anggota keluargaku sudah mengetahui kalau aku diterima di audisi pertama. Yah, meskipun ini baru audisi pertama tapi reaksi mereka sudah di luar dugaanku. Aku harus berjuang lebih lagi di audisi kedua agar aku tidak mengecewakan mereka. Karena Mama dan Papa terlalu bergembira mendengar kabar dariku, tanpa berpikir panjang mereka memutuskan untuk me