Aku berderaian air mata. Lembaran tisu sudah banyak kuhabiskan. Entah kain pel ataupun sobekan kertas yang akan kugunakan, untuk menyapu bersih genangan di pelupuk.Di layar, ibu yang tengah berbaring di sebuah tempat tidur mewah bertanya, "Kenapa nggak kasih tahu Ibu, Ra? Kamu anggap Ibu ini siapa, sih? Kok kamu tega banget giniin Ibu kamu sendiri?" Bagaimana cara menjawabnya? Praktek dengan terjun langsung rasanya sungguh berbeda. Aku tidak bisa meminimalisir kegugupan yang ditimbulkan oleh rasa takut itu.Agresia yang telah bersiap di depanku tampaknya hanya bisa pasrah. Aku tidak bisa mengikut-sertakan dia dalam masalah keluarga. Apa pun yang terjadi, sesuai katamu sebelumnya, aku harus bisa menyelesaikan segalanya, dengan tanganku sendiri.Kebingungan melanda puncak pemikiran. Otakku ingin meledak, karena terlalu lama menampung pertanyaan, yang entah jawabannya di cari ke mana?Ketika melakukan kebohongan, terutama dalam hal besar, aku terkadang tak bisa untuk mengontrol diri, a
Aku masih belum ikhlas, jika kamu tidak memberikan sebuah pernyataan, yang lebih pahit dari hari-hari sebelumnya. Elgin, aku tidak akan pernah menyerah, dan kamu harus tahu itu.Tanpa sepengetahuanmu, cinta kami mulai bersemi, kala kamu sudah hampir tergeser dalam relung. Sosok Ganta bukan hanya tentang bagaimana cinta itu mengalir di dalam hati, tetapi menjabarkan apa itu pilihan yang lebih baik.Tidak ada alasan, untuk mendapatkan cinta dari seorang CEO Perusahaan Arzo. Aku hanya tak ingin, dia menaruh rasa pada hati yang salah. Entah sampai kapan, hati kecilku ini berhenti menyebut-nyebut namamu, di kala menjelang tidur malam.Dua Minggu setelah pertengkaran berdarah di antara kalian, aku memutuskan untuk pulang saja ke Pulau Sumatera. Jika keajaiban itu memang ada, kuharap ia hadir di dalam dirimu."Aku harus pergi. Ini ganti rugi atas kekacauan pernikahan kalian." Aku menyodorkan uang lima juta padamu.Kamu menatap nanar lembaran uang, yang ditumpuk menjadi satu itu. "Kalo masih
Kain penutup mataku dilepaskan olehmu. Aku mengedarkan pandangan ke sekitar. Ada banyak lilin yang menyala, di pinggiran jalan setapak kecil. Taman kecil itu dipenuhi dengan bunga-bunga mawar berwarna merah muda, merah terang, dan putih. "Aku ingin kamu menjadi orang yang kusebut sebagai istri. Kamu tahu, aku nggak bisa romantis-romantis kayak di film Dilan. Tapi aku selalu punya cara untuk mencintaimu, lebih dari kamu mencintaiku, Ra." Kamu yang mengenakan toxedo memasangkan sebuah cincin di jari manisku.Kamu sangat sempurna, meksi tak bisa menjadi pria romantis, Elgin. Aku jatuh cinta bukan pada caramu memperlakukan, tetapi karena hati. Ketulusan yang kulihat dari matamu yang indah. Aku jatuh hati padamu, dan akan selalu begitu.Dritt!Nada ponselku mengacaukan suasana bahagia kita. Masih malu-malu, aku pun meminta izin, untuk mengangkat telepon sebentar. Kamu mengiyakan.Aku berjalan sekitar lima belas langkah darimu. Buru-buru kuangkat panggilan dari Ganta. Kenapa dia? Apakah ad
Cincin Semanggi Empat yang pernah kita bicarakan, sebelum bertemu. Sebelumnya, aku begitu menginginkan benda melingkar kecil, khusus hiasan jemari itu."Kenapa Semanggi, By? Bukannya bisa motif yang lain? Misalnya kayak bentuk yang lain kayak kucing, bunga, naga," saranmu, saat itu.Bagi mereka yang tak mengerti makna, mungkin tak bisa memahami secara detail. Daun semanggi empat adalah variasi langka dari daun semanggi tiga yang umum. Perbandingan dengan daun semanggi berhelai tiga adalah 1:10.000. Itu sebabnya, ada legenda yang mengatakan bahwa, daun semanggi berhelai empat membawa keberuntungan.Aku memang tak terlalu percaya pada hal seperti itu. Namun, keinginan memilikinya sudah menjadi bagian dari impian. Rumit, kan? Ya, salah sendiri resiko mencintai seorang gadis tukang khayal.Pernikahan bukanlah ajang permainan, ataupun lomba agar tak terus dihujat tetangga, karena belum juga mendapatkan pasangan hidup. Kata ibu, hubungan sehidup semati pun bisa putus–cerai atau talak. Oleh
Kita mampir ke sebuah rumah yang dihuni oleh keluargamu. Tempat tinggal yang tergolong minimalis, tetapi cukup lengkap perabotnya itu menggetarkan benak. Apakah kamu tidak merasa sesak berada di dalamnya?Sofa yang terlihat usang, dan warnanya sudah berubah itu kududuki dengan sedikit ketidaknyamanan. Aku menatapmu, mengode ingin cepat-cepat pulang saja.Bukannya tidak betah. Aku justru ketakutan karena mungkin akan bertemu dengan ibumu. Apa yang harus kulakukan, ketika bersalaman dengan ibumu? Argh! Otakku hampir meledak memikirkannya.Kamu meletakkan dua cangkir teh hangat, di depanku. Makanan ringan yang kamu bawa tak lupa juga ditaruh. Kamu berlaku sopan, dan nampak baik."Harus ya mengunjungi rumah kamu, El? Bukannya kita bakalan ke rumah Rossa, ya?" Aku memulai obrolan, tidak ingin terlibat kecanggungan.Kamu mengernyitkan dahi. "Loh, kok nggak mau? Ini, kan, bakalan jadi rumah kamu juga, Ra. Masa nggak mau sih ketemu sama camer sendiri."Aku memandang ke sebuah potret pernikaha
Tri Muryani adalah adik angkat Rossa. Dia adalah gadis berusia dua puluh tahunan. Kami pernah tak sengaja bertemu di sebuah antrian Boba. Saat itu, aku mana tahu, kalau Tri–yang pakaiannya tertumpah Boba Hana, adalah adiknya Rossa."Maaf, Mbak, nanti saya ganti rugi, deh." Hana melepaskan jaket Dilannya, lalu memberikannya pada Tri.Dia hanya mengangguk, mungkin tak enakan jika ingin marah pada orang berada. "Ra, kasih uang seratus ribu buat dia, besok aku ganti," ujar Hana meminta padaku.Aku membuka dompet, dan memberikan selembar uang berwarna merah kepada Tri. Gadis yang mempunyai rambut pendek sebahu dengan potongan bob itu menerimanya, tanpa berkata apa-apa.Kupikir di hari itu adalah pertemuan terakhir kami. Namun nyatanya, kami bertemu lagi, saat kita mengunjungi rumah Rossa."Dia bukan gadis miskin seperti perkiraan Hana," gumamku sambil melihat-lihat pagar setinggi empat meteran itu."Rumahnya punya banyak keamanan tingkat tinggi. Wajar sih, orang yang punya rumah aja harga
Kamu meminum banyak air putih. Itu merupakan ke-lima belas kali kamu menuangkan air di dalam teko. Wajahmu merana, ingin cepat keluar dari masalah."Aku nggak pengen mamah kecewa sama aku, Ra. Berbakti pada orang tua itu memang sulit. Lihatlah aku, hancur." Kamu menyandarkan tubuh ke kursi kayu.Mungkinkah aku meminta pada ibumu, agar kita bisa bersatu? Ataukah perlu mengemis, menangis, memohon tanpa jeda, untuk mendapatkan restunya? Kenapa dia tak menyukai hubungan kita?Aku mungkin bisa saja memilih Ganta sebagai pendamping hidup; merahasiakan segalanya tentangmu, setelah pulang dari Kalimantan Tengah. Namun, sosokmu, ya, hanyalah dirimu, Elgin. Aku merasa tak bisa mendapatkan orang yang sama, dalam raga berbeda.Yang paling sulit itu adalah menghancurkan kenangan, yang kita lalui selama ini. Mengapa masih ada sesak, ketika aku ingin berkata ikhlas? Nyatanya, sebaik apa pun Ganta, sampai detik itu pun, dia belum bisa menggeserkanmu sepenuhnya.Dua lelaki yang berbeda, tetapi seperti
Satria membuatkan mie celor yang sangat lezat. Kurasa dia lebih cocok jadi chef. Pria itu memberikan sejumput bunga kol sebagai hiasan. Makan siang telah siap, tinggal menyantapnya saja."Jadi, kamu terima tawarannya?" dia bertanya, "kalo misal tidak, itu mungkin jauh lebih baik.""Apa rasanya mencintai orang yang memiliki banyak drama di dalam hidupnya, Sat?" aku balik bertanya pada pria yang memakai apron biru, di depan kompor.Tangan kanannya memutar pengatur besar-kecil api, menjadi off. Kemudian, berbalik ke arahku. Mata hitam pekat itu menatap khawatir, seakan ingin menyerahkan bahagianya untuk melindungi perasaanku.Aku benci situasi konyol seperti itu. Lagi pula, hidupku bukan untuk dikasihani. Kuhentakkan meja, terdengar keras sekali."Itu bukan tingkah laku yang baik, Keyra," Satria memperingatkan, tetap dengan nada lembut. Mungkin dia tak ingin menyakiti perasaanku yang hancur, karena kamu ingin menjadikanku istri sirih, Elgin.Kita bertemu, tetapi tak kunjung bersatu juga.
Sudah terjatuh tertimpa tangga pula. Mungkin peribahasa itu cocok disandangkan padamu, Elgin. Setelah lima belas hari ibumu berpulang, ayahmu juga ikut kembali ke langit.Banyak tetangga yang mencibir, jikalau keluarga Zoidern terkena covid. Ya meksi, ayahmu sempat panas tinggi, Dokter Farhat tidak membenarkan itu adalah gejala covid 19.Penghujung tahun yang mengenaskan. Siapa yang dapat memperhitungkan kematian secara akurat? Tanda-tanda mungkin saja bisa disadari. Namun, apakah bisa ditentukan?Batu nisan yang ada di sana, kamu peluk erat seakan tak ingin lepas lagi. Mata yang paling indah di semesta tak kunjung berhenti mengeluarkan permata indahnya. Kamu terlihat sangat rapuh, ketika menangis.Payung-payung hitam yang ada di atas kepala, satu per satu mulai bepergian. Masker yang kita kenakan basah terkena derasnya musim hujan. Saat itu, hanya tersisa aku, kamu, dan Rossa. Gadis cantik di sampingku masih setia memayungimu. Ketulusannya berbahaya untuk hubungan kita. Aku akui, ra
"Kau pikir ini bukan kesalahanmu? Kau lihat sendiri surat ini baik-baik!" Kak Lintang meletakkan kertas yang sebelumnya kamu remukan di atas meja."Kalau saja mamah nulis nama kamu sebagai alasan dia bunuh diri, kamu mungkin udah beneran masuk penjara, El." Kak Meri yang baru datang malah memanaskan emosi.Kita berempat berkumpul di gudang belakang, setelah pemakaman selesai dilakukan. Dalam suasana duka, kedua kakak tirimu itu masih saja menaruh dendam.Ayahmu memanggil, mungkin tak keenakan karena pertengkaran itu terdengar hingga ke luar, "Elgin, Keyra, Meri, Lintang, kalian di dalam, kan?"Kak Meri meletakkan jari telunjuk ke bibirnya. "Sttt! Awas aja ada yang ngomong!"Aku sedikit menundukkan kepala, takut pada wajah bengis kakak perempuanmu. Tidak lama setelahnya, ayahmu tak lagi berteriak memanggil nama kita. Tampaknya dia sudah cukup bosan berdiri di depan pintu yang masih saja tertutup itu. Karena tak ingin ayahmu menguping, Kak Lintang memastikan, apakah dia pergi atau mas
"Aku punya kabar baik untukmu, Ra." Kamu berjingkrak-jingkrak, seperti orang yang menang undian seratus milyar."Apa?" Aku antusias mendengarkan apa yang ingin kamu sampaikan, di kala senja itu. Rinai hujan yang mengguyur kita, tak kugubris.Kamu mendekat, memegangi kedua bahuku. "Kita akan segera menikah."Aku bahagia bukan kepalang. Rasanya, hanya aku yang paling beruntung. Sayap-sayap cinta kita yang selalu gagal terbang, akhirnya melebar jua."Kamu seneng, kan? Sama, aku juga." Kamu memelukku dengan sangat erat. "Aku nggak bakalan nyakitin kamu lagi, Ra."Aku menyadari sesuatu yang aneh. Tiba-tiba mataku membulat, lebar seperti lingkaran sempurna. "Elgin?" aku memanggilmu seraya membuat jarak di antara kita.Kamu bertanya dengan keterkejutan di wajah, "Kamu kenapa kayak nggak senang gitu, Ra? Kamu nggak suka ya kalo kita nikah? Atau jangan-jangan kamu masih mikirin Si Ganta?"Tuduhan yang kamu layangkan, kubalas dengan satu pertanyaan, "Apakah kita mendapatkan restu dari keduanya?
Satria membuatkan mie celor yang sangat lezat. Kurasa dia lebih cocok jadi chef. Pria itu memberikan sejumput bunga kol sebagai hiasan. Makan siang telah siap, tinggal menyantapnya saja."Jadi, kamu terima tawarannya?" dia bertanya, "kalo misal tidak, itu mungkin jauh lebih baik.""Apa rasanya mencintai orang yang memiliki banyak drama di dalam hidupnya, Sat?" aku balik bertanya pada pria yang memakai apron biru, di depan kompor.Tangan kanannya memutar pengatur besar-kecil api, menjadi off. Kemudian, berbalik ke arahku. Mata hitam pekat itu menatap khawatir, seakan ingin menyerahkan bahagianya untuk melindungi perasaanku.Aku benci situasi konyol seperti itu. Lagi pula, hidupku bukan untuk dikasihani. Kuhentakkan meja, terdengar keras sekali."Itu bukan tingkah laku yang baik, Keyra," Satria memperingatkan, tetap dengan nada lembut. Mungkin dia tak ingin menyakiti perasaanku yang hancur, karena kamu ingin menjadikanku istri sirih, Elgin.Kita bertemu, tetapi tak kunjung bersatu juga.
Kamu meminum banyak air putih. Itu merupakan ke-lima belas kali kamu menuangkan air di dalam teko. Wajahmu merana, ingin cepat keluar dari masalah."Aku nggak pengen mamah kecewa sama aku, Ra. Berbakti pada orang tua itu memang sulit. Lihatlah aku, hancur." Kamu menyandarkan tubuh ke kursi kayu.Mungkinkah aku meminta pada ibumu, agar kita bisa bersatu? Ataukah perlu mengemis, menangis, memohon tanpa jeda, untuk mendapatkan restunya? Kenapa dia tak menyukai hubungan kita?Aku mungkin bisa saja memilih Ganta sebagai pendamping hidup; merahasiakan segalanya tentangmu, setelah pulang dari Kalimantan Tengah. Namun, sosokmu, ya, hanyalah dirimu, Elgin. Aku merasa tak bisa mendapatkan orang yang sama, dalam raga berbeda.Yang paling sulit itu adalah menghancurkan kenangan, yang kita lalui selama ini. Mengapa masih ada sesak, ketika aku ingin berkata ikhlas? Nyatanya, sebaik apa pun Ganta, sampai detik itu pun, dia belum bisa menggeserkanmu sepenuhnya.Dua lelaki yang berbeda, tetapi seperti
Tri Muryani adalah adik angkat Rossa. Dia adalah gadis berusia dua puluh tahunan. Kami pernah tak sengaja bertemu di sebuah antrian Boba. Saat itu, aku mana tahu, kalau Tri–yang pakaiannya tertumpah Boba Hana, adalah adiknya Rossa."Maaf, Mbak, nanti saya ganti rugi, deh." Hana melepaskan jaket Dilannya, lalu memberikannya pada Tri.Dia hanya mengangguk, mungkin tak enakan jika ingin marah pada orang berada. "Ra, kasih uang seratus ribu buat dia, besok aku ganti," ujar Hana meminta padaku.Aku membuka dompet, dan memberikan selembar uang berwarna merah kepada Tri. Gadis yang mempunyai rambut pendek sebahu dengan potongan bob itu menerimanya, tanpa berkata apa-apa.Kupikir di hari itu adalah pertemuan terakhir kami. Namun nyatanya, kami bertemu lagi, saat kita mengunjungi rumah Rossa."Dia bukan gadis miskin seperti perkiraan Hana," gumamku sambil melihat-lihat pagar setinggi empat meteran itu."Rumahnya punya banyak keamanan tingkat tinggi. Wajar sih, orang yang punya rumah aja harga
Kita mampir ke sebuah rumah yang dihuni oleh keluargamu. Tempat tinggal yang tergolong minimalis, tetapi cukup lengkap perabotnya itu menggetarkan benak. Apakah kamu tidak merasa sesak berada di dalamnya?Sofa yang terlihat usang, dan warnanya sudah berubah itu kududuki dengan sedikit ketidaknyamanan. Aku menatapmu, mengode ingin cepat-cepat pulang saja.Bukannya tidak betah. Aku justru ketakutan karena mungkin akan bertemu dengan ibumu. Apa yang harus kulakukan, ketika bersalaman dengan ibumu? Argh! Otakku hampir meledak memikirkannya.Kamu meletakkan dua cangkir teh hangat, di depanku. Makanan ringan yang kamu bawa tak lupa juga ditaruh. Kamu berlaku sopan, dan nampak baik."Harus ya mengunjungi rumah kamu, El? Bukannya kita bakalan ke rumah Rossa, ya?" Aku memulai obrolan, tidak ingin terlibat kecanggungan.Kamu mengernyitkan dahi. "Loh, kok nggak mau? Ini, kan, bakalan jadi rumah kamu juga, Ra. Masa nggak mau sih ketemu sama camer sendiri."Aku memandang ke sebuah potret pernikaha
Cincin Semanggi Empat yang pernah kita bicarakan, sebelum bertemu. Sebelumnya, aku begitu menginginkan benda melingkar kecil, khusus hiasan jemari itu."Kenapa Semanggi, By? Bukannya bisa motif yang lain? Misalnya kayak bentuk yang lain kayak kucing, bunga, naga," saranmu, saat itu.Bagi mereka yang tak mengerti makna, mungkin tak bisa memahami secara detail. Daun semanggi empat adalah variasi langka dari daun semanggi tiga yang umum. Perbandingan dengan daun semanggi berhelai tiga adalah 1:10.000. Itu sebabnya, ada legenda yang mengatakan bahwa, daun semanggi berhelai empat membawa keberuntungan.Aku memang tak terlalu percaya pada hal seperti itu. Namun, keinginan memilikinya sudah menjadi bagian dari impian. Rumit, kan? Ya, salah sendiri resiko mencintai seorang gadis tukang khayal.Pernikahan bukanlah ajang permainan, ataupun lomba agar tak terus dihujat tetangga, karena belum juga mendapatkan pasangan hidup. Kata ibu, hubungan sehidup semati pun bisa putus–cerai atau talak. Oleh
Kain penutup mataku dilepaskan olehmu. Aku mengedarkan pandangan ke sekitar. Ada banyak lilin yang menyala, di pinggiran jalan setapak kecil. Taman kecil itu dipenuhi dengan bunga-bunga mawar berwarna merah muda, merah terang, dan putih. "Aku ingin kamu menjadi orang yang kusebut sebagai istri. Kamu tahu, aku nggak bisa romantis-romantis kayak di film Dilan. Tapi aku selalu punya cara untuk mencintaimu, lebih dari kamu mencintaiku, Ra." Kamu yang mengenakan toxedo memasangkan sebuah cincin di jari manisku.Kamu sangat sempurna, meksi tak bisa menjadi pria romantis, Elgin. Aku jatuh cinta bukan pada caramu memperlakukan, tetapi karena hati. Ketulusan yang kulihat dari matamu yang indah. Aku jatuh hati padamu, dan akan selalu begitu.Dritt!Nada ponselku mengacaukan suasana bahagia kita. Masih malu-malu, aku pun meminta izin, untuk mengangkat telepon sebentar. Kamu mengiyakan.Aku berjalan sekitar lima belas langkah darimu. Buru-buru kuangkat panggilan dari Ganta. Kenapa dia? Apakah ad