Perhatian anak itu teralihkan oleh Mansa, dan untuk sesaat dia memperhatikan tangan Mansa yang saat ini masih berada di bahunya. Begitu dia ingat dengan Mansa, anak itu langsung menjauhkan tangan Mansa dan nampak histeris ingin menjaga jarak sembari memepet ke arah Dewi. Terlihat jelas dia begitu ketakutan melirik-lirik risih ke arah Mansa.
“Tenanglah, aku tidak akan mengganggumu kok,” ujar Mansa ramah sembari tersenyum lembut ke arah anak itu.
Meski begitu, anak tersebut tetap terlihat tidak nyaman dengan Mansa. Bahkan sekarang matanya melirik seakan dia bisa melihat Musa dan itu membuat Musa sedikit menjaga jarak dan berpindah ke sebelah kiri Mansa.
“Hei, jangan bilang kau takut dengannya,” seru Mansa pada Musa.
<< Tidak, justru dia yang risih dengan keberadaanku jadi aku tidak mau mengganggunya >>
“Oho.., pengertian sekali kamu ya,” ujar Mansa seolah seda
Setelah sekitar satu jam lebih perjalanan, mereka sampai juga di dermaga pribadi milik Mike di Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. Namun sepertinya perahu yang akan membawa mereka pergi menuju Pulau Setan belum datang di dermaga tersebut. Langit sore di pesisir itu sudah mulai menguning. Dewi sibuk mengawasi Adi yang begitu tertarik memperhatikan ikan-ikan yang tak begitu ramai terlihat di dermaga tersebut, sementara Mansa duduk sendirian di bibir dermaga tidak terlalu jauh dari kedua orang itu, terus mengawasi mereka menjelang perahu yang akan menjemput mereka datang. Mereka sudah terlanjur sampai di dermaga itu setengah jam lebih awal dari jadwal perahu untuk berangkat dari Pulau Setan mengantarkan wisatawan yang hendak pulang. Dihitung dari jarak yang akan mereka tempuh, mungkin Yusuf baru akan datang sekitar satu jam lagi, dan mereka terpaksa harus menunggu di sana, bertahan dengan segala kebosanan mereka. Cukup lama juga mereka menunggu, bahkan langit sen
Ketika mendengar nama Pulau itu keluar dari mulut Mike, Dewi sempat berpikir kalau pulau yang dimaksud adalah tempat sarang mafia. Tak tahunya, dia malah melihat beberapa keluarga bahkan dengan anak-anak kecil masih ceria bermain di pantai. Terdapat beberapa kafe yang masih ada beberapa wisatawan asing asyik bercengkerama dengan penghuni pulau yang melayani tamu. Sementara vila-vila sederhana namun eksotis berjejer di dekat pantai.“Selamat datang di Pulau Setan,” ujar Mike pada Dewi dan Adi.“Berbahagialah, kalian menjadi tamu di tempat wisata ini secara gratis. Selama kalian bisa menjaga sikap selama berada di sini, silakan saja bersikap layaknya turis di pulau ini.”Begitu mereka meninggalkan dermaga itu, ramai orang menyapa Mike dengan wajah ceria. Tidak salah menganggap tempat itu sebagai tempat wisata karena tak seorangpun yang berwajah masam menyambut kedatangan Dewi dan Adi sejak mereka menginjakkan kak
Esok paginya, Mike bersiap-siap hendak berangkat kembali menuju kota Padang. Beberapa orang sudah menunggunya di bibir dermaga, sementara Yusuf sudah siap di atas perahu. “Ayo Chip, kita berangkat,” seru Mike mengajaknya naik perahu. Namun sesaat sebelum dia naik ke perahu, Mike menoleh ke belakang karena heran si Acil anggotanya yang paling muda itu malah ikut. “Loh kamu mau pulang? Sudah ga betah saja di sini?” tanya Mike pada remaja itu. Namun Acil bengong karena bingung atas pertanyaan Mike tersebut. “Ehm,” Rasyif berdehem datang menghampiri.“Aku yang ajak dia, Mike,” sahut Rasyif. “Serius nih, Chip?!” tanya Mike dengan ekspresi sedikit meragukannya. Rasyif hanya tersenyum dan sedikit geleng-geleng kepala kemudian langsung naik ke atas perahu. Acil ikut saja karena Rasyif sendiri sama sekali tidak bercerita apa-apa u
Menjelang siang, Yusuf dan ibu Mansa sudah sampai di Pulau Setan. Ketika mereka berdua turun dari perahu membawa barang belanjaan, beberapa orang pekerja di pulau wisata tersebut mendatangi ibu Mansa. Nampak mereka cukup akrab bercengkrama, dan sebagian dari mereka mengambil barang belanjaan yang dijinjing ibu Mansa. Sepertinya mereka terlihat begitu sungkan tak ingin membuatnya kerepotan. Tak lama setelah itu dia langsung menuju vila utama yang berada di atas bukit. Ibu Mansa sendirian saja berjalan menuju vila tersebut karena sudah cukup familiar juga dengan tempat itu. Hampir semua orang yang bekerja di sana mengenalnya meski mereka cukup sungkan juga berbicara karena sudah cukup lama juga tidak datang berkunjung. Terakhir kali ibu Mansa berkunjung ke pulau tersebut adalah pada pertengah tahun 2026, sudah lebih dari lima tahun yang lalu. Meski begitu sebagian dari mereka sudah pernah juga bertemu dengan ibu Mansa sebelumnya di luar pulau tersebut. T
Malam harinya, Mike bersama tiga orang anggotanya Rasyif, Acil dan juga Arif kembali menyusuri kota Padang menggunakan mobil antik milik Darmi. Mobil itu tampak pelan saja melaju karena saat ini informasi dari Arif juga tidak begitu pasti di mana tempat yang akan mereka selidiki.“Si om mentang keasyikan pakai mobil antik, dibawa pelan begitu,” ujar Acil yang duduk di sebelah Mike.“Kapan sampainya kalau begini? Emang kita mau kemana sih om? Sudah panas ini pantat dari sore mutar-mutar tak jelas begini,”“Ini kita jalan pelan karena memang belum tahu mau kemana,” balas Mike datar.“Sudah kamu diam saja, nanti aku belikan permen.”“Lagian si Achip ngapain juga bocah begini diajak.”“Lah om sendiri juga ngajakin tuh bocah. Setidaknya aku masih lebih tua darinya,” sanggah Acil.“Setidaknya dia lebih dewasa
Di bawah reruntuhan bangunan mercusuar yang terbengkalai itu terdapat sebuah ruang bawah tanah bekas penjara sisa-sisa penjajahan Jepang dahulu. Di tempat itu, hanya bermodal penerangan reman-remang dari satu lampu yang masih menyala di langit-langit lorong penjara kecil, sekitar 7 orang pria berdiri mengawasi proses diskusi dari dua orang rekan lainnya di sebuah meja di tengah-tengah lorong tersebut. Tempat itu cukup lembab dengan dinding-dinding yang berlumut, sementara asap rokok nampak padat mengepul membuat pemandangan di ruangan tersebut cukup berkabut. “Sudah kukatakan, kalian harus berhati-hati melakukannya di kota ini,” ujar seorang pria. “Apa maksudmu? Kami melakukan sesuai arahanmu.” “Bukannya kamu sendiri bilang tempat itu sama sekali tidak ada yang mengawasinya. Tahu-tahu sudah ada orang yang diam-diam mengintai seperti itu.” Tiba-tiba diskusi mereka terhenti karena mendengar sedikit su
“Kau tahu kenapa waktu itu aku memberhentikanmu?” tanya Mike sembari menindih bahu pria itu dengan kakinya dan membuatnya semakin terkapar di pojok dinding itu. “Memilih penjara sempit ini sebagai tempat pertemuan, dengan hanya ada satu pintu masuk. Apa kau tak sedikitpun berpikir kemana kau akan lari jika tiba-tiba ada penyergapan yang mendatangi tempatmu ini?” tanya Mike beretorika dengan nada sarkas merendahkan kebodohan Maman. “Jadi seorang cunguk saja kau terlalu sembrono, dan sekarang malah sok jadi bos. Malah sempat-sempatnya berpikir untuk mengangkangiku, mencoba membuat ulah di kotaku ini, mencari celah di bawah ketiakku.” “Orang-orang naif sepertimu ini perlu diberi pelajaran, dengan siapa kau sedang berurusan.” Beberapa pembuluh darah menyeruak di pelipis matanya, dan dengan penuh intimidasi, kembali Mike menjambak jas pria itu bermaksud untuk memaksanya berdiri. Terlihat sekali betapa Mike sangat tidak senang dengan pria itu
Ketika Aryan datang di tempat itu, dia nampak berjalan pelan dan kemudian mengintip dari balik pintu gerbang yang sudah terbuka lebar. Dia cukup bingung karena tidak terlihat seorangpun di sana, hingga Arif keluar dari mobil dan bunyi suara ketika dia menutup pintu sedikit mengalihkan perhatian Aryan. “Pak.. tuan satpam itu?” tanya Arif nampak ragu-ragu. “Mike sudah menunggu di dalam,” katanya lagi sembari mengajak Aryan menuju ke tempat di mana Mike menahan Maman dan preman yang lainnya. Ketika sampai di tempat yang lembab itu, Aryan melihat begitu banyak preman tergeletak sementara di ujung lorong terlihat Maman duduk dengan kondisi wajah bonyok tak karuan. Mike langsung menoleh dan membiarkan Maman ketika dia hendak menghampiri Aryan. “Ini,” sahut Mike menyerahkan sebuah HP milik Maman pada Aryan. Aryan hanya sedikit menaikkan satu alis matanya saat menerima HP yang diberikan Mike