“Foto siapa itu, Sayang?” tanya Erlan lagi sambul menaruh dagu di atas pundak istrinya. Rena langsung menekan tombol kecil di samping kanan ponselnya. Benda pipih itu pun padam. “Teman kampusku dahulu mengirimkan foto mesum. Tidak perlu dilihat, mending mesum sama suami sendiri, dapat pahala.” Rena segera mengalihkan perhatian Erlan dengan mencium rakus bibir suaminya.Detak jantungnya masih naik turun tidak beraturan. Foto itu benar-benar bisa mengancam kebahagiaan rumah tangganya. Rena mendorong tubuh Erlan hingga hingga terjatuh di atas kasur empuk mereka, lalu mulai melancarkan serangan, hingga lelaki itu berteriak tidak berdaya. Satu hal yang selalu ia banggakan pada dirinya—bahwa ia begitu beruntung menjadi wanita yang mahir di ranjang, sehingga lelaki manapun bertekuk lutut.Erlan tertidur begitu pulas, sampai mengeluarkan suara dengkuran yang sangat kencang. Lela
Raka menyilangkan kedua tangannya di belakang kepala dan menatap langit-langit kamar tidur yang bernoda. Air hujan yang merembes pada dinding plafon, sepertinya yang menyebabkan warna kecoklatan tercetak cukup tebal di sebagian tempat. Lelaki itu belum bisa memejamkan kedua matanya, padahal jam dinding sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Isi di kepalanya masih mengingat betul kejadian hari ini. Mulai dari prilaku Siwi dan juga sedikit pembalasan pada Rena. Dua wanita yang ada di hidupnya dengan rasa yang berbeda. Suara dengkuran papanya terdengar cukup nyaring. Edwin sudah tertidur sejak pukul sembilan malam. Lelaki paruh baya itu lelah karena ikut bekerja di toko beras yang tidak jauh dari tempat mereka kos. Raka sudah melarangnya, tetapi Edwin mengatakan dirinya bosan jika tidak melakukan apapun. Bersyukur besok h
"Aku mau." Siwi menerima cincin pemberian Evan dengan wajah merona dan mata berkaca-kaca. Beberapa orang tamu yang hadir di sana turut memberikan tepuk tangan pada acara lamaran Evan pada kekasihnya. Ayumi yang tidak paham, malah ikut bertepuk tangan dengan wajah riang. Lalu memperhatikan sekeliling yang tengah riuh memberikan tepuk.Seseorang di seberang sana meremas sendok yang ada di tangannya. Wajahnya merah menahan kesal dan juga sedih. Raka meneguk jusnya hingga tandas, berusaha mengatur napasnya yang mendadak tersengal. Tak jauh dari mejanya, ia melihat dengan mata kepala sendiri, bahwa Siwi dan Ayumi ada di restoran yang sama dengan dirinya. Namun ia tidak menyangka, harus melihat acara lamaran Evan pada mantan istrinya yang begitu manis. Apa ia sakit hati? Tidak, ia tidak boleh sakit hati. Siwi dan Ayumi pantas bahagia, tetapi bukan dengannya."Ka, lu baik-baik aja'kan?" tegur Darma; temannya yang membeli mob
Ternyata tidak semudah itu melupakan Raka. Siwi salah menilai dirinya sendiri. Ciuman itu, ciuman yang sama seperti tiga tahun yang lalu. Lembut dan begitu menuntut. Tidak bisa untuk dipungkiri, wanita seperti Siwi sangat menyukai rasanya. Beberapa jam yang lalu, bibir dingin dan padat itu kembali mendarat di bibirnya. Siwi merasa tubuhnya meremang dan kedinginan.Wanita itu beranjak turun dari tempat tidur dengan malas. Ia berjalan ke lemah menuju nakas untuk menuangkan air ke dalam gelas. Diteguknya hingga tenggorokan yang begitu kering hingga basah kembali. Kini apa yang harus ia lakukan pada Raka? Lusa ia akan kembali bertemu dengan lelaki itu dan harus menahan kesal bercampur rindu di setiap saat.Siwi merasa gamang untuk perasaannya sendiri. Diangkatnya jari manis yang kini tersemat cincin bermata biru pemberian Evan. Lelaki itu tulus mencintai dan menerima segala kekurangannya. Apakah pantas ia melukai ha
Keluarga besar Siwi tentu saja terkejut bukan main dengan tamu yang datang sore hari. Tidak lain dan tidak bukan adalah Raka dan Edwin. Dua lelaki yang memiliki tingkat kemiripan hampir sembilan puluh persen. Sama-sama tampan dan gagah. Hanya Edwin versi tua dan Raka versi muda.Keduanya tentu saja tidak langsung diusir oleh Teja dan Ria, apalagi Ayumi mengenali lelaki tampan yang datang adalah papanya. Tentu saja gadis kecil itu bersorak gembira karena papa yang ia nantikan akhir sembuh dan mengunjunginya.Saat ini saja Ayumi tidak mau turun dari pangkuan Raka. Walau baru bertemu beberapa kali saja, tetapi Ayumi nampak dekat dan lengket pada Raka. Apakah karena memang keduanya memiliki ikatan darah yang begitu kuat?"Papa udah sembuh?" tanya Ayumi sambil memegang pipi Raka. Lelaki itu mengangguk cepat tanpa sanggup berkata-kata. Sungguh sangat di luar dugaannya, ternyata Ayumi nampak begitu menyayanginya. Mata Raka pun be
"Siwi, tolong jelaskan semua ini padaku! Ada apa Antara kalian berdua? Pantas saja aku menelepon dari sore tidak diangkat, ternyata kamu sedang bersama pria OB ini." Evan tidak bisa menutupi wajahnya dari rasa marah. Tangannya terkepal erat dengan napas yang nampak memburu."Pak Evan, sebaiknya kita duduk dulu. Tidak enak dilihat banyak orang jika bertengkar di sini." Raka menyentuh ujung lengan kemeja Evan, tetapi ditepis oleh lelaki itu."Singkirkan tanganmu dari bajuku!" secepat kilat Raka mengangkat tangannya. Tidak ada rasa tersinggung ataupun marah. Raka pernah ada di posisi Evan dan dia sangat paham akan hal seperti ini."Siwi, bawa Ayumi mencuci tangan terlebih dahulu, ayamnya sebentar lagi akan diantar." Siwi patuh dan menuntun Ayumi untuk mencuci tangan di wastafel. Meninggalkan Evan dan Raka dalam suasana mencekam."Siapa kamu sebenarnya?" tanya Evan tak sabar. Raka tertawa tipis sambil menyugar
Erlan bertambah kesal karena sudah hampir tiga hari istrinya bisnis keluar kota tanpa kabar. Padahal ia juga ada urusan ke Bandung. Telepon Rena juga tidak aktif. Maksud hati ini sekalian mengajak sang istri liburan, tetapi malah istrinya tak kunjung pulang. Erlan pun kini sibuk menelepon Siwi, tetapi tidak tersambung."Duh, kenapa wanita selalu saja tidak cepat tanggap saat dibutuhkan seperti ini?" gumam Erlan kesal. Mobilnya memasuki area parkir utama khusus pemilik dan direksi kantor. Sopir membukakan pintu untuknya dan Erlan berjalan cepat untuk masuk ke dalam lift.TingLift berhenti di lantai delapan. Pintu lift terbuka, tepat saat Raka tengah mengepel lantai. Lelaki itu menoleh pada Erlan sambil menunduk hormat."Selamat pagi, Pak Erlan," sapanya ramah."Pagi, Raka. Apa Siwi sudah datang?" tanya Erlan sambil memanjangkan lehernya mengintip ke meja sang sekretaris."
Siapkan tisu untuk menghapus air mata!_Dewasa_Satu jam sebelumnya.Raka hanya bisa mondar-mandir kebingungan di dapur. Ia hendak menghubungi keluarga Siwi, tetapi ragu. Bisa saja keluarga wanita itu menuduhnya yang bukan-bukan. Jauh di dalam hatinya, ia berharap bahwa ibu dari anaknya baik-baik saja dan tidak sedang dirundung masalah.Raka sudah tiga kali ke kamar mandi, karena perutnya mulas menunggu Siwi yang tak kunjung sampai di kantor. Bolak-balik pintu lift terbuka, tetapi bukan Siwi yang keluar dari sana."Kamu kenapa, Ka? Sakit?" tanya Mbak Nani saat melihat Raka yang terus saja keluar masuk kamar mandi sambil memegang perutnya."Iya, Mbak. Eh, itu Bu Siwi udah ada di mejanya belum?" tanya Raka."Belum, gak masuk kali Bu Siwinya, Ka. Ini udah sore banget, gak mungkin datang." Raka mengangguk dengan perasaan semakin resah."Kamu k