Ketika beranjak remaja dan hatinya mulai digetarkan oleh perasaan cinta, Jingga hanya bermimpi untuk memiliki Aditya saja. Seorang putra bos meubel yang menjadi teman masa kecilnya. Berdampingan dengan Aditya bagi Jingga adalah sebuah keberuntungan. Nyatanya Allah telah memberinya yang lebih dari seorang Aditya.Jam sebelas siang Fariq mengajak Jingga untuk keluar vila. Hunting makan siang dilanjutkan jalan-jalan sebentar di Batu Plaza."Lihat gaun itu, bagus kan? Kita beli. Kamu pasti makin seksi." Fariq menunjuk lingerie warna merah jambu yang terpasang di manekin sebuah toko pakaian."Kulitku nggak sesuai dengan warna itu, Mas.""Siapa bilang? Kamu pantes pakai warna apapun.""Oke," jawab Jingga sambil tersenyum. Ia harus kembali percaya diri.Sebenarnya sejak dulu Jingga tidak pernah mempermasalahkan warna kulitnya. Ia percaya diri dan justru bangga dengan kulitnya yang eksotis, halus, dan menawan dengan bulu halus di permukaannya. Namun ketika bertemu Embun, dia mulai meragu. Mun
Mobil perlahan bergerak ke depan, ketika melewati rumah bercat biru Mahika menoleh ke kanan. Sepeda motor yang dikendarai perempuan tadi terparkir di samping rumah. Namun pintu rumah tertutup rapat.Ke mana anak perempuan kecil itu? Ini hari Minggu tentunya dia libur sekolah. Mahika terus melaju kemudian berhenti di perempatan, putar balik lagi dan berhenti tidak jauh dari rumah tadi.Cukup lama gadis itu termenung di sana. Selama menunggu tidak ada sesiapapun keluar dari rumah sederhana itu. Apakah mereka sedang bepergian?Ketika Mahika telungkup di atas setir mobil, ada yang mengetuk kaca hingga membuatnya mengangkat wajah dan kaget. Degup jantungnya berdetak kencang. Segera diturunkannya kaca mobil. "Nur," panggilnya pada gadis yang tadi naik motor. Mahika segera turun dari kendaraannya."Untuk apa Mbak ke sini?" Gadis berhijab abu-abu itu bertanya dengan ketus. Tatapan matanya juga tajam kepada Mahika. Membuat Mahika gelagapan mau menjawabnya."Nggak mungkin sekedar lewat kan? Dar
Jingga menyesap jeruk hangat baru bercerita. "Dulu ketika aku masih kecil. Aku nggak ingat umur berapa. Aku masih SD waktu itu. Mungkin kelas tiga kalau nggak kelas empat. Pulang dari mengajar, Mas Adam membawakan kami buah apel. Waktu itu aku nggak tau jenis apel apa. Membawa cuman dua biji saja. Diberikan padaku satu dan Mbak Laras satu. Aku ingat Mbak Laras sedang hamil Lanang. Buah itu kuciumi karena baunya yang wangi dan segar. Sepanjang malam kutaruh apel itu di atas bantal. Nggak kumakan karena sangat sayang." Jingga tampak tersenyum mengingat kenangan itu. Sedangkan Fariq terdiam dengan perasaan yang sulit di gambarkan."Besoknya Mas Adam memberikan lagi satu buah apel untukku. Besoknya lagi juga. Hingga buah itu terkumpul empat biji di dekat bantalku. Suatu sore Mas Adam melihatnya dan tanya kenapa aku nggak memakannya. Aku jawab kalau sayang untuk di makan. Mas Adam tersenyum lantas mendekapku erat."Jingga berhenti sejenak. "Waktu itu, apel sangat istimewa bagiku," ucap Jin
"Masya Allah, Alhamdulillah. Kamu hamil, Ga. Lihat ini, garis dua." Laras begitu antusias dan bahagia. Sedangkan Jingga masih diam memperhatikan benda pipih dengan perasaan tak percaya.Hamil? Dengan kisah masa lalu Fariq, tentu saja membuat Jingga kaget. Secepat ini ... begitu mudahnya .... Alhamdulillah, ia berucap syukur dalam hati."Suamimu pasti bahagia mendengar kabar ini." Laras tidak bisa membayangkan bagaimana bahagianya Fariq nanti."Untuk melihat kondisi janin, sebaiknya segera dilakukan USG, Mbak. Kalau dilihat dari tanggal terakhir menstruasi, mungkin janinnya sekitar umur enam mingguan." Dokter Wiwid menjelaskan."Terima kasih, Bu Wiwid. Nanti kalau suaminya sudah pulang, biar mereka ke dokter kandungan," jawab Laras.Bidan desa Ngliman itu memberikan vitamin dan obat penambah darah pada Jingga. Juga memasukkan testpack ke dalam plastik dan menjadikan satu dengan obat yang diberikan pada Jingga untuk dibawa pulang. "Maaf, saya nggak bisa lama-lama karena harus segera be
Lelaki itu lebih bisa mawas diri dan banyak berubah sekarang. Terlebih ketika Hera tetap bertahan dan masih terus mensupport ketika dia diambang kebangkrutan. Kembali survive dan merubah perilaku. Rusdi sendiri tidak tahu banyak tentang kisah hidup Fariq. Yang ia tahu, laki-laki itu belum lama ini menikah lagi setelah menduda lumayan lama. Jadi pertemuan mereka murni hanya untuk urusan pekerjaan.Kedua pria sebaya itu membicarakan mengenai bagaimana meningkatkan efisiensi pekerjaan. Agar lebih mudah bekerjasama untuk melaksanakan proyek yang akan datang. Merencanakan pembagian tugas dengan memanfaatkan potensi dari masing-masing individu. Dari sini saja, Fariq sudah bisa merasakan betapa sibuk dirinya dalam beberapa bulan ke depan. Pikiran terbagi oleh banyak hal.Makanya Pak Robi tidak mungkin akan mendepaknya hanya karena urusan hati sang keponakan. Fariq sangat potensial dalam memajukan langkah perusahaan. Terlebih dia juga menjadi hak waris dari saham Pak Salim yang ditanam di per
Dulu ketika baru masuk perusahaan, Mahika menilai Fariq adalah sosok pria yang dingin. Namun sangat disiplin dan tegas dalam bekerja serta mengambil keputusan. Hatinya yang diliputi duka lara terpaut pada sosoknya. Jatuh cinta sedalam-dalamnya. Wajah rupawan, tubuh tegap dengan dadanya yang bidang. Banyak wanita yang jadi kolega perusahaan berusaha menarik simpatinya. Namun pria itu justru terpikat pada perempuan berkulit eksotis, guru TK honorer. Jika tidak ada pekerjaan di lereng Wilis, mungkin Fariq tidak akan tergoda di sana.Impiannya sudah melambung tinggi. Diharapkan Fariq bisa dimiliki, menerima dia apa adanya, dan bisa membantu memperbaiki hubungannya dengan Yuda. Bagaimanapun di antara dia dan laki-laki itu ada Jelita. Sebab ia kenal betul siapa Yuda, lelaki itu tidak akan pernah bisa memaafkannya."Pak Fariq, nggak ingin ikut kami keliling kota Jakarta sebelum pulang besok?" Seorang kolega bertanya pada Fariq setelah selesai makan."Maaf Pak, saya di hotel saja. Saya mau is
Setelah melewati hari yang sangat berat, Pak Raul bisa melihat sinar keceriaan dari putrinya saat berkenalan dengan Fariq. Namun sayangnya lelaki itu sepertinya tidak tertarik pada Mahika. Tidak tertarik atau memang takut untuk mendekati hingga dia lebih memilih gadis lain.Banyak kenalannya yang memiliki putra dengan karir sukses, atau para eksekutif muda yang bisa dikenalkan pada Mahika. Tapi apakah mereka mau menerima keadaan Mahika apa adanya? Jika menolak, yang ada hanya akan membuka aib keluarganya saja. Beberapa tawaran perjodohan ia tolak dengan dalih Mahika masih ingin berkarir. Sebab Pak Raul sendiri bisa menilai, mereka orang-orang terpandang yang tentunya ingin memiliki menantu sempurna. Alhasil, Mahika di mata mereka hanya bisa dikagumi tapi susah di dekati. Mahika jadi istimewa karena dipandang sempurna dan tidak mudah disentuh. Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.Mengingat cuaca yang berubah cerah, tidak ada penundaan penerbangan kali ini. Tepat jam sembilan
"Bidan Wiwid bilang, kita harus melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan sekalian USG, Mas," kata Jingga setelah mereka berbaring di kamar malam itu."Oke, besok kita pergi. Besok masih hari Jum'at kita bisa ke rumah sakit. Mas ada meeting hari Sabtunya. Selesai meeting Mas langsung pulang ke sini lagi.""Mas, nggak capek. Hampir setengah bulan ini sangat sibuk."Fariq menggeleng kemudian melingkarkan lengannya di pinggang sang istri. Secapek apapun ketika mendengar ia akan punya bayi, rasa lelah itu menguap seketika. Sudah berapa kali sejak sore tadi mengucapkan kata hamdalah dan sujud syukur dalam salatnya. "Kalau Mas sibuk aku bisa pergi periksa bersama Mbak Laras.""Jangan, nanti Mas yang akan nganterin kamu." Fariq tentunya khawatir kalau mereka nanti pergi perjalanan jauh dengan naik motor. "Sejak Bidan Wiwid bilang aku hamil. Aku izin nggak mengajar hingga hari ini. Senin nanti aku baru masuk lagi.""Bagaimana kalau berhenti saja dari mengajar?" Fariq bicara secara spontan.