“Aku minta imbalan,” kata Marco pada keponakannya, Catherine.
“Imbalan apa, Uncle? Uangmu lebih banyak dariku,” jawab Catherine penuh candaan.
Marco tersenyum, kemudian melanjutkan. “Aku ingin kau membujuk Esme agar mau menikah dengan Bos Signaloa, dan pastikan dia tidak melarikan diri atau berbuat sesuatu untuk mengacaukan pernikahannya itu. Jika sampai semua kacau, kau pun akan kena hukuman dariku.”
“Urgh, Uncle. Kenapa galak begitu? Kok aku jadi ikutan kena?” protes Catherine mengeluarkan gaya manjanya.
“Ya, karena kau sudah kuserahi tanggung jawab itu. Dan kau menukarnya dengan jalan-jalan hari ini. Bagaimana?”
Catherine pura-pura berpikir keras atas tawaran Uncle Marco. Kemudian dengan gaya manjanya dia bertanya, “Bos Signaloa dengan Uncle, siapa yang lebih keren?”
“Haiizz! Kenapa kau bertanya seperti itu?”
“Ya, kan aku mau tau donk siapa yang kudukung. Kalau masih kerenan Uncle sih ya mending gak usah lah. Masa Esme denga
Darren menatapn ponselnya. Dadanya sudah menggemuruh sendiri melihat peluang yang telah dinanti-nantikannya sejak lama kini terpampang jelas di depannya. Dengan mata berkilat-kilat, dia membalas pesan dari Esme kemudian meletakkan ponsel di meja kerjanya.“Don Signoraz akan ke London minggu depan,” katanya pada 3 rekannya yang lain: Michael, Trisha, dan Jaymie. Ketiga rekannya itu telah dikirimkan oleh Inspektur Arnold untuk membantunya melacak dan merencanakan penangkapan Marco Bandares. Dengan kedatangan ketiga rekannya itu, apartemen sewaan Darren kini telah disulap menjadi kantor dadakan.“Lalu bagaimana rencana kita?” tanya Michael dengan pandangan masih tertuju erat pada layar yang menampilkan rekamana CCTV yang diam-diam dipasang Darren di sekeliling kediaman Marco.Memang, dia tidak bisa memasang kamera pengintai di dalam rumah, tetapi setidaknya keadaan di luar rumah bisa mereka kuasai.“Michael,
Plok. Plok. Plok.“Baiklah! Perhatian semuanya!” Suara Darren menyita perhatian seluruh anggota tim.Sejak beberapa hari sebelum ini, pasukan level A yang dijanjikan Inspektur Arnold telah tiba di hadapan Darren. Bersama mereka, Darren menyusun rencana penangkapan.“Aku akan membagi 3 tim kita. Trisha dan Jaymie menjadi pemantau. Kalian akan berada di dalam van dan memantau rekaman dari kamera pengintai di sekeliling rumah. Sedangknh Michael! Kau akan memimpin sepuluh anggota pasukan kita, menyelinap melalui pohon-pohon di sebelah timur rumah. Dan aku bersama sisa pasukan menyelinap melalui pohon di sebelah barat. Kita akan bertemu di titik pusat. Setelah pasukan penjagaan di luar rumah dilumpuhkan, kita akan menyergap bagian dalam rumah. Kalian mengerti?!”“Siap, Kapten!”Sudah dari lama Darren tak sabar memimpin penyergapan ini. Kediaman Marco Bandares memang dijaga ketat. Dikawal ketat. Tetapi, pria itu lupa a
Esme mengisi bathtub nya sampai penuh dengan air hangat. Dilemparnya satu buah bath bomb beraroma citrus yang menyegarkan. Setelah bath tubnya penuh dengan busa sabun, Esme berendam di dalamnya, mengendurkan semua otot-ototnya yang kaku. Pikirannya dipenuhi akan kedatangan Darren dua hari lagi. Di hari ayahnya akan berangkat ke London, Darren akan tiba di rumahnya ini. Sungguh suatu hal yang tak pernah mampu dia bayangkan sebelumnya. Esme memejamkan matanya seraya otaknya menyusun-nyusun kegiatan yang bisa dia lakukan selama Darren mengunjunginya di sini. Sedang asyik memikirkan segala jenis kegiatan yang akan dia lakukan bersama Darren, bunyi tembakan tiba-tiba terdengar. Bukan hanya sekali, tetapi beberapa kali, meski tidak berurutan. Segera Esme keluar dari bathtubnya. “Suara apa itu?” tanya Esme pada Catherine begitu dia kelaur dari kamar mandinya. Sayangnya, Catherine sedang mendengarkan iphone-nya dengan headset. K
Pagi ini cuaca begitu cerah. Burung-burung berkicau dengan riangnya bagai alunan music bagi bunga untuk bermekaran. Sayangnya, semua itu tak selaras dengan risau hatinya. Kemarin siang, vonis persidangan telah dijatuhkan. Ayahnya diputuskan bersalah selaku menjadi bandar obat terlarang serta atas pembunuhan James Carter, rekan sejawat Darren. Untuk itu, ayahnya mendapat hukuman penjara selama 35 tahun. Hati siapa yang tak hancur mendengar berita seburuk itu? 35 tahun kemudian, saat ayahnya keluar dari penjara, dia sudah akan berusia 44 tahun. Itu kalau ayahnya masih sehat bugar, karena 35 tahun kemudian, ayahnya sudah akan berusia … 90 tahun! Para anak buah ayahnya juga mendapat hukuman mereka masing-masing. Martinez mendapat hukuman selama 15 tahun. Sedangkan anak buah ayahnya yang lain, masing-masing sekitar 5 tahun saja. Gadis itu melangkah lunglai memikirkan perubahan hidupnya yang terlalu mendadak. Segala miliknya direnggut dengan
“Kita?” tanya Esme heran. Catherine kan memang tinggal di New York dengan keluarganya. Lalu, kenapa menjadi mengikutinya tinggal sendiri? Tidak mungkin ayahnya akan menyetujuinya. Dan seakan menjawab keheranan Esme, Catherine menjawabnya, “Aku sudah bilang ke ayahku, aku akan menemanimu. Dad setuju. Dia bilang kau memang butuh ditemani.” Esme ingin mengelak ucapan Catherine, tapi hadiah dari Darren telah mengacaukan segala rasa hatinya, hingga dia tidak berniat untuk beradu mulut lagi dengan Catherine. Jadi, Esme mengangguk, mengiyakan. Setelahnya, dia melangkah masuk menuju kamarnya utnuk menyimpan kotak music itu, bersebelahan dengan gift yang telah dia persiapkan untuk Darren. Dia mungkin membenci Darren atas pemanfaatan yang dilakukan pria itu padanya. Tapi kata-kata Darren yang terukir di kotak music itu tidak bisa dia abaikan. Kata-kata itu meresap cepat dalam dirinya. Bersamaan dengan itu, berita dari Catherine bahwa mereka bisa
Tiga tahun kemudian …“Terima kasih, Ma’am. Terima kasih, Sir. Jangan ragu untuk mampir lagi di kemudian hari,” seru Esme seraya tersenyum ramah pada pasangan Tuan dan Nyonya Eideens yang hampir berusia paruh baya. Tuan dan Nyonya Eideens tersenyum lembut pada Esme, sembari mengangguk.“Tentu, Sayang. Kami akan sering mampir ke sini. Kue dan roti buatanmu sangat lezat. Tetapi, bagian yang paling aku sukai adalah rasa yang muncul saat menyantap kue dan roti buatanmu, seakan kembali ke masa lalu. Ada aroma dan rasa yang sudah hampir hilang dari rasa kue dan roti buatan masa kini. Padahal, rasa itulah yang membuat kue dan roti lebih lezat, lebih empuk tapi tetap padat. Dan kau berhasil menghadirkannya di karyamu. Aku sangat menyukainya, membuatku merindukan masa lalu dan semua tersaji dalam karyamu ini.”“Oh, Mrs. Eideens, terima kasih untuk pujianmu. Aku sangat menghargainya, meskipun menurutku kau terlalu b
Dave mengajak Esme turun di sebuah restoran elit di pusat kota New York. Begitu mereka masuk melewati pintunya, lagu Perfect-nya Ed Sheeran mengalun bagai sambutan bagi mereka. Mereka duduk di meja yang sudah di reserved oleh Dave. Pelayan datang membawakan menu. Setelah mereka memesan dan pelayan pergi, Dave mulai menatap Esme kembali. Sebelah tangannya memegang tangan Esme. “Kau suka restoran ini?” tanyanya lembut. “Ya, aku suka. Suasananya enak. Nyaman. Tenang,” jawab Esme apa adanya. “Ini punya kakakku yang laki,” kata Dave lagi. “Oh! Kenapa tak kau bilang dari tadi?” Dave terkekeh. “Tidak apa-apa. Hanya kejutan.” Jari jemari Dave membelai lembut punggung tangan Esme dengan tatapan yang terus terarah pada Esme. Gadis itu sendiri heran. Mereka sudah berkencan hampir satu tahun, tetapi tatapan Dave padanya tak pernah berubah. Selalu memujanya. “Selagi menunggu makanan, ayo berdansa denganku,” ajak Dave
“Datang saja ke Emerald Cake and Bakery. Itu toko miliknya.” Suara Catherine terus bergema dalam benak Darren. Nama yang telah dia kubur selama 3 tahun ini, tiba-tiba mencuat lagi dan didengarnya lagi dari Catherine yang tak sengaja ditemuinya semalam. Nama itu telah membuatnya tak bisa tidur. Dia bolak balik gelisah dengan hati penuh tanda tanya, apakah Esme telah berhasil mengubah hidupnya? Apakah gadis itu berhasil meraih impiannya? Ting tong. Bunyi bel di apartemennya memaksa Darren untuk bangun dan menuju pintu. Trisha di luar menjulurkan wajahnya mendekat ke arah peeping hole, dengan senyum cerianya seperti biasa. Darren membuka pintu unitnya dengan perasaan datar. Dia tak menginginkan Trisha terus-terusan mendatangi apartemennya seperti ini. Tapi, dia pun tak mampu memintanya untuk berhenti. Dia takut gadis itu tersinggung. “Morning, Captain!” sapa wanita itu riang. Darren melebarkan pintunya dan wanita berambut pendek s
Tiga hari di Claymont terasa kurang bagi Darren maupun Esme. Akan tetapi, apa mau dikata. Mereka sudah harus pulang. Pekerjaan Darren menantinya. Dengan pangkat baru, tanggung jawab baru, Darren tidak bisa berlama-lama cuti, meskipun dia berharap dia bisa. Sebelum meninggalkan Claymont di hari itu, pagi harinya Esme mengajak Darren menuju ke perkebunan anggur. Dia ingin membawa pulang anggur berkualitas yang langsung bisa dia petik di perkebunan itu. Kebetulan, pemilik perkebunan mengenal baik keluarga Darren. Mereka menyusuri perkebunan itu dengan Mr. Thompson, pemilik perkebunan. Pria paruh baya itu sambil menjelaskan pohon anggur mana yang buahnya berkualitas baik. Hingga tiba di deretan pohon yang berada tepat di tengah-tengah kebun, Mr. Thompson berhenti. “Ini yang paling berkualitas di sini. Dan kau beruntung, ada yang baru berbuah dan belum dipetik. Jika kau datang siang ini, aku yakin buah ini sudah tidak ada di sini.” Esme tersenyum senang. “Trims, Mr. Thompson. Tapi, ak
“Aku ingin tempat yang lebih tenang untuk hidup. Kota kecil atau pedesaan rasanya lebih cocok untukku.”“Pedesaan? Bagaimana kau bisa hidup di pedesaan?”“Aku bisa bertani. Atau beternak. Rasanya lebih menantang, dari pada hanya duduk seharian di apartemen dan menghabiskan uangku untuk minum dan makan saja.”Selesai mengucapkan itu, Martinez melewati Catherine begitu saja.Catherine begitu shock hingga dia tidak tahu apa yang harus dia katakan. Dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Mengejar pria itu? Atau membiarkannya pergi? Catherine seperti kehilangan akalnya sendiri.Baru saat langkah Martinez semakin jauh darinya, Catherine baru tersadar. Gegas dia mengejar pria itu.“Jangan! Jangan pergi!”Martinez menghela napasnya. “Tekadku sudah bulat, Cath.”“Sudah bulat bagaimana? Kenapa kau tiba-tiba pergi? Padahal kau tidak boleh pergi! Kau ha
Pagi itu, Darren duduk di kursi makannya. Dia sedang menyesap kopinya saat matanya tertuju pada layar ponsel. Claire mengiriminya undangan pesta pernikahan. Sebagai kakaknya, tanpa dikirimi undangan pun Darren pasti harus hadir. Tetapi, adiknya itu tetap ingin mengiriminya undangan.Melihat undangan itu, Darren merasa ada yang menggelitik hatinya.Sepiring poblano peppers tersaji di hadapannya secara tiba-tiba. Esme menyusul dengan duduk di sebelah pria itu. Wajahnya tersenyum lembut, memancarkan kebahagiaan.“Wow! Sarapan yang menggiurkan,” ucap Darren dengan matanya berbinar penuh gejolak.“Ya! Tadi kebetulan bangun lebih pagi, dan semua bahannya ini lengkap. Jadi, aku masak saja ini.” Esme mengambil satu dan memasukkannya ke dalam mulut. Dia mengunyah dengan perlahan dan sambil menikmatii rasa yang bercampur dalam mulutnya.“Hmmm, ini sangat lezat. Kau tidak makan?”“Tentu, aku akan
“Apa yang terjadi di sini, biarlah berlalu. Tidak perlu disimpan dalam hati apalagi sampai dibawa pulang ke rumah kita. Aku tidak ingin kebersamaan kita nantinya ternoda dengan segala hal yang diucapkan Claire padamu. Bisakah?”Mendengar ucapan Darren, air mata Esme luruh lagi. Dia menganggukkan kepalanya. Darren menghapus air mata itu dan mengecup wajah Esme dengan penuh kasih.Setelahnya, mereka membawa segala barang bawaan mereka keluar kamar.Baru juga membuka pintu, sosok Claire sudah menghadang Esme di sana.“Mau apa lagi kau?” hardik Esme pada Claire. Rasanya seluruh persendian tubuhnya terasa sakit karena segala emosinya tersentak pada perseteruannya dengan Claire.Darren pun yang masih menarik koper di belakang Esme langsung menghardik Claire juga. “Claire, please. Apa tidak capek kau memikirkan hal itu terus-menerus?”Claire menggeleng. Wajahnya terlihat pucat dan lemah. Dan dengan
Catherine menahan napasnya selama perkelahian mereka dan baru mengembuskan napasnya itu saat Garry telah kehilangan kesadaran. Dia mengangkat wajahnya dan pandangannya tertaut pada tatapan mata Martinez. Di benaknya, dia mengharapkan Martinez akan menanyakan dengan lembut, ‘apa kau tidak apa-apa?’ Namun yang terjadi sesungguhnya, pria itu menatapnya marah dan membentaknya. “Apa kau sudah gila?! Apa kau sudah tidak punya harga diri lagi?!” Catherine shock minta ampun. Dia sampai terbelalak dan mulutnya menganga lebar. Martinez masih melanjutkan kemarahannya pada Catherine. “Kalau kau bodoh, lebih baik kau tinggal di rumah dan mengurus bayimu. Bukannya berkeliaran mencari lelaki lajang. Kau haus belaian atau apa, huh?!” Kata-kata Martinez begitu menusuk hati Catherine. Dia yang baru saja merasakan keterkejutan karena perlakuan Garry yang membuatnya takut, kini malah harus menghadapi kemarahan Martinez. Dia bahkan dikatai b
“LEPASKAN! KAU BAJINGAN!” Catherine berusaha keras untuk berteriak, memukul, menendang. Apa saja agar terlepas dari kungkungan Garry. Tetapi, pria itu jauh lebih kuat darinya.Kini, wajah Garry berada di atas wajahnya. Bibirnya menjelajah di sekeliling pipi dan lehernya, membiarkan liurnya menempel di kulit Catherine. Dan pada akhirnya bibir itu mendarat di bibirnya.Catherine meronta-ronta ingin melepaskan dirinya.Namun nyatanya, tangan Garry malah merobek kaosnya.Catherine semakin histeris. Segala tenaga dia kerahkan hanya untuk merasakan terjangan tenaga yang lebih besar lagi dari Garry.“HELP! HELP!!!” teriak Catherine putus asa. Garry sudah bagai binatang buas yang siap membantai korbannya. ***Tok tok tok.Darren mengetuk pintu kamar orang tuanya. Tak lama kemudian, ayahnya membuka pintu dengan perlahan. Te
Sementara itu di kamarnya, Claire juga menangis tersedu. Dia memikirkan betapa James Carter adalah pria yang baik.James sudah berteman dengan Darren sejak mereka di awal karier kepolisian. Claire suka berada di dekat mereka jika James datang ke rumah.Dan entah sejak kapan, James mulai menunjukkan tanda-tanda suka pada Claire. Meskipun gadis itu tidak menganggap James lebih dari seorang teman, Claire tidak pernah meremehkan perasaan James.Di hari ketika kabar tewasnya James tiba di telinganya, Claire mulai sering memikirkan pria itu. Saat itu, Claire merasa tidak ada salahnya membuka hatinya untuk James. Pria itu dewasa dan sangat baik. Dirinya yang manja mungkin akan bisa merasakan cinta yang manis saat bersama James.Claire bahkan sudah menyusun kata-kata yang akan dia ungkapkan pada James, bahwa dia ingin membuka hatinya untuk James.Tetapi kemudian kabar itu datang. Hatinya hancur remuk.Baru bertahun-tahu
Garry benar-benar mengajak Catherine ke apartemennya. Dalam setiap langkahnya, Catherine merasa semakin gelisah.Meskipun semua ini adalah idenya sendiri, tetapi memikirkan dia akan kepergok Martinez mengunjungi apartemen pria lain, yang malahan baru dia kenal lewat kencan buta, tetaplah membuat perutnya terasa mual.Langkah kaki Cahterine hampir saja berbalik arah jika bukan karena wanita itu terngiang lagi akan ucapan Martinez sebelum ini.‘Kau berhak mendapatkan pria lain yang lebih sempurna. Yang layak mendapatkan dirimu.’Huh! Dasar lelaki tidak peka! Memangnya Martinez tidak sadar jika yang Catherine inginkan adalah pria itu sendiri? Dan karena kebodohannya itu, sekarang Catherine benar-benar ingin mencari yang lebih baik dari pria itu. Dia akan tunjukkan bahwa dia tidak akan mengemis cinta.“Unitmu di lantai ini?” tanya Cahterine terkejut saat mereka keluar dari lift. Bahkan unit Garry berada di lantai yang sama denga
Garry pun memberitahu apartemen tempatnya tinggal. Cahterine terkejut karena nama apartemen yang disebut Garry adalah apartemen tempat Martinez tinggal. Mendadak, selintas ide gila lewat di otak Catherine. Dan idenya ini telah menghilangkan rasa malu Cahterine sebagai wanita. Dia berkata, “Boleh aku mampir ke apartemenmu? Ehm, maksudku, sekarang?” Pertanyaan Cahterine sukses membuat Garry tercengang. Tidak ada wanita yang lebih seterus terang dan segesit dia. Garry juga tidak menyangka jika Catherine bisa mengatakan ini semua mengingat saat makan di kafe tadi, Catherine tidak terlihat ramah. Dia begitu cuek, dingin, dan jutek. Wanita itu seperti tidak memiliki pikirannya di tubuhnya. Tetapi sekarang, tiba-tiba wanita ini memintanya untuk mengajaknya ke apartemen? Mungkin sebentar lagi akan hujan uang. Namun begitu, Garry laki-laki normal. Tidak mungkin dia melewatkan kesempatan emas seperti ini. Apalagi Catherine adalah wanita pirang seksi. Sungguh me