Share

Kebahagiaan yang Tertunda

"Jadi tuan putri yang cantik ini cemburu pada saudara kembarmu?" 

Sa--saudara kembar? Siapa yang dimaksud saudara kembar bang Alfin? Gue menatap papi penuh tanya. Namun lagi-lagi papi tertawa melihat muka cengo gue. 

"Sepertinya begitu, Pi," jawab bang Alfin. Senyumnya merekah melihat gue kebingungan seperti orang bodoh. 

"Apa, sih? Sebenarnya yang kalian bicarakan ini apa, sih? Cemburu? Siapa yang cemburu?" ucap gue sewot. Gue merasa seperti seekor tikus yang dikeroyok kucing. Semua mata memandang gue geli. Jangan lupakan tawa-tawa membahana itu. Gue semakin muak melihat sandiwara ini. 

"Nadia sayang, apa kamu belum tahu siapa Aisyah itu?" tanya mami lembut. Gue hanya menatap sekilas tanpa minat. Untuk apa juga tahu siapa dia. Sudah jelas dia wanitanya bang Alfin, kan? Dasar aneh semuanya. 

"Yakin nggak mau tahu? Ntar nyesel loh," imbuh mami. 

"Apaan sih, Mi. Nggak usah bertele-tele, deh. Katakan saja yang sebe

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status