Di kamar yang kuberikan untuk ditempati Manda, kutemukan diriku masih dalam keadaan diikat. Dengan kepala yang agak pusing dan pandangan yang kabur, aku mengangkat kepala.
Tubuhku terasa pegal-pegal dan sakit, terutama di bagian pinggang. Malam tadi, aku benar-benar melalui penyiksaan batin di fisik secara bersamaan.
Sama sekali tidak ada kenikmatan di dalamnya.
Sementara itu, Manda kulihat terbaring di ranjang dengan pakaian terbuka seperti tadi malam.
Tak lama, dia bangun dan mulai bergerak menatapku.
“Ya, ampun. Adrian, kamu nggak apa-apa?” tanyanya sambil bergegas membalik tubuhku yang sedang berposisi tengkurap.
Lalu, Manda membuka tali yang mengikat tubuhku sangat erat.
“Ini pasti kerjaan Wanda. Maafin aku, Adrian.”
Memang sialan sebenarnya. Aku bahkan tidak bisa beristirahat dengan tenang karena wanita licik ini membelenggu dan menyiksaku bagai di neraka.
Memangnya dia itu malaikat pencabut
“Jadi, lo mau tetap di sini, nih? Gue mau ganti baju.”Tidak ada tanggapan dari Susanti dan itu terpaksa membuatku harus menoleh padanya.“Aku nggak akan lihat.”Tak ingin terlalu mempermasalahkan kehadirannya di kamar ini, demikian kubuka lemari dan mengambil kaus serta celana jeans. Tentu, tak lupa juga celana dalam berwarna hitam yang semuanya hampir mirip.Sebab seperti inilah diriku. Saking malasnya memilih model celana dalam yang terkesan begitu-begitu saja, aku membeli model yang sama dan warna yang sama.Lagi pula, siapa juga yang memperhatikan celana dalam? Memangnya orang-orang langsung tahu kalau aku mengenakan celana dalam dengan warna yang sama setiap hari, apa?Tak masuk akal. Pikiranku bergelayut ke mana-mana gara-gara ulah Elaine yang memberikan beban terlalu besar di hari ini.Bahkan, celana dalam pun bisa menjadi topik dalam cerita ini.Sambil melucuti handuk, sesekali kulihat Susanti.
“STOP!”Sudah kuduga, rencana untuk sedikit rileks ini tidak akan berjalan sesuai harapan. Seharusnya aku memang harus mengunci pintu kamar ini.Baiklah. Tak ada gunanya menyesali hal yang sudah terjadi. Lagi pula, tante-tante lancang itu telah berada di kamar ini.Lebih sialnya lagi, dia dalam mode brutal.Susanti segera menjauh dariku dan kembali ke mode lugu. Aku bangkit sembari menggeleng-geleng.“Kenapa, sih, lo gangguin waktu gue mulu. Ya, ampun. Apa nggak bisa lo tidur aja selama-lamanya?”Sambil menyilangkan tangan, Wanda menyipitkan mata. “Nggak bisa gitu, dong, Adrian sayang. Bukannya tante yang akan berpasangan denganmu nanti di sesi syuting? Bukannya malah perempuan nggak jelas dari mana datangnya itu.”Di satu sisi, aku bersyukur bahwa Susanti bukan perempuan yang mudah terpicu emosi. Jika perempuan lain, seperti contohnya Silvi atau Sevanya, perang dunia ketiga akan terjadi di kamar in
Setidaknya sekarang aku sadar bahwa siapa pun orangnya, pasti memiliki kenangan pahit yang tidak bisa dilupakan dari ingatan.Salah satunya adalah Wanda.Manda mungkin terlihat biasa-biasa saja, baik dalam pembawaan maupun sikap. Namun, yang menjadi konflik terbesar di batinnya ialah Wanda itu sendiri.Benar-benar tidak bisa kubayangkan jika menjadi Manda atau Wanda yang hidup dalam satu tubuh manusia. Sementara itu, mereka mengenal orang yang sama, berbicara dengan orang yang sama, tetapi hanya salah satu yang dapat bertahan dan dikatakan baik.“Maaf, ya. Tante jadi sedih gini.”Wanda terlepas dari dekapanku. Dihapusnya setitik air mata yang menggantung di manik.“Hal yang biasa sebagai seorang manusia.”Suasana jadi berbeda dari biasanya.“Hmm, kamu belum ngopi, ya? Tante buatkan kopi, mau?”Dengan senang hati, aku mengangguk sambil menjawab, “Boleh. Itu pun kalau nggak ngerepo
Terlepas dari semua kenikmatan yang selalu mencengkeramku di kehidupan sehari-hari, seolah-olah menjadi sarapan dan kebutuhan pokok. Kini, di pasar malam yang penuh dengan kelap-kelip lampu penghias, aku bertemu kembali dengan Kiana Amaliya.Perempuan paling misterius yang pernah kutahu ada di muka bumi ini.“Hai, Adrian. Kayaknya takdir udah mengikat kita dan akhirnya ketemu lagi di sini.”Seperti biasa, senyuman lebar yang tak pernah padam, terbentuk di wajahnya. Benar-benar seorang perempuan dengan martabat tinggi.“Hai. Gue kebetulan lagi suntuk aja. Jadi, gue ke sini.”Jika dibilang takdir, mungkin itulah yang membawaku ke tempat ini. Hanya saja, aku masih sama, dengan pemikiran yang sama karena tidak sepenuhnya percaya pada sebuah takdir.Ada alasan lebih logis yang bisa menjelaskan mengapa kami selalu bertemu di tempat-tempat tak terduga.Entah karena memiliki ketertarikan yang sama atau kepentingan lain
Karina Dwi Utari, seorang artis profesional dengan harga mahal saat ini di agensi. Memiliki tubuh yang bagus, gundukan yang sempurna, bemper belakang yang pas. Serta bibir yang begitu panas, bahkan jika hanya dilihat saja, bisa menaklukkan para lelaki dengan sekejap.Sepertinya aku sudah mulai naik tingkat. Kali ini, Elaine memintaku untuk menaklukkan perempuan sempurna dengan tatapan tajam itu.Sebenarnya hal yang membuat malas dan tidak menyenangkan. Akan tetapi, Elaine mengaku telah mengirimkan kontrak pada Karina dan selalu diabaikan atau ditolak.Elaine benar-benar menginginkan perempuan itu untuk berpasangan denganku. Andai saja dia mau menerima kontrak yang dikirimkan, aku tidak akan repot-repot untuk memikirkan cara menaklukkannya.Lagi pula, perempuan itu terlihat seperti model profesional yang anggun. Aku tidak akan keberatan jika berpasangan dengannya. Itu sudah pasti.Sambil berjalan di koridor, aku sudah mengunci keberadaan Karina yang
Bagaimana mungkin saat tak ada perempuan yang berani menolak ajakanku di agensi ini, Karina justru berbanding terbalik. Akan kubuktikan seberapa mahal dirinya.Sambil mengendap-endap, aku bersembunyi di balik dinding, berharap saat dia melewati persimpangan di koridor ini, segera setelah itu kusekap dirinya.Baiklah. Mungkin aku harus menunggu karena seseorang sedang berbicara padanya. Hingga tak lama kemudian, aku bersiap saat beberapa langkah lagi tiba di persimpangan.Maka, dengan lugas kubungkam mulutnya dari belakang. Dia memang meronta-ronta sebagaimana halnya tengah merasa terancam.Untungnya ruangan Elaine sangat dekat dari tempat ini, sehingga beberapa menit berusaha menahan tenaganya yang cukup besar itu, aku berhasil membawanya masuk.Aku melepaskannya dan dia menjauh beberapa jarak.“Lo?!” Wajah terkejut bercampur amarah ditujukan padaku.“Hai, Karina cantik.”Dengan sengaja aku menyeringai u
“Okay! Baiklah, cukup sampai di situ! Ruangan ini bukan untuk dijadikan tempat mesum!”Kalimat itu dilontarkan Elaine sembari bertepuk tangan. Betapa lancang menghentikan kenikmatan yang hampir jauh berbeda kurasakan dari yang lain.Walau demikian, aku tetap mengerti.Pertama-tama, harus kukatakan bahwa perempuan bernama Karina ini di luar dugaan. Ekspresi dan gerakan tangannya tak seperti seorang pemula atau dilakukan sembarangan.Jadi, aku sudah tahu bagaimana kualitas Karina yang sebenarnya.Perempuan itu menjauh dariku, tetap saja ia membuang pandangan. Seolah-olah jijik padaku.“Lalu, bagaimana, Karina? Apa kamu setuju untuk memerankan film itu?”Dia tidak menjawab, lantas mengenakan pakaiannya kembali.Kurasa mulutnya masih berat mengakui betapa pesonaku begitu kuat untuk ditepis. Yah, aku mencoba memahami itu karena sifatnya yang benar-benar dingin.Dia seorang perempuan yang sulit mengakui
Karina meletakkan sekumpulan kertas di atas meja Elaine dengan keras.“Nih, ya, setelah gue pikir-pikir, gue terima kontraknya. Tapi, jangan pikir gue nyerah karena usaha kalian. Gue kasihan aja sama kalian yang merengek-rengek sama gue.”Bahkan setelah dia dengan jelas telah menandatangani kontrak tersebut, tetapi Karina masih saja bersikap dingin.Sepertinya usahaku kemarin tak sia-sia. Memang, waktu itu aku tak sampai melakukan hal di luar batas. Anggap saja sebagai salam pertemuan, sekaligus usaha penaklukan dirinya.Kuyakin, dari situlah dia mulai bimbang dan berpikir kembali untuk menerima kontrak tersebut.“Dasar cewek kulkas. Seharusnya lo ngaku aja kalah dari gue.”Dengan kebanggaan tiada batas, aku menyilangkan tangan sambil bersandar di punggung sofa. Sudah semestinya aku bangga dengan pencapaian luar biasa ini.Sebab, Karina memang terkenal sebagai perempuan yang sulit ditaklukkan. Dan aku adalah la
“Aku udah bilang sama kamu, kan?”Sepasang tangan memelukku dari belakang. Sementara diriku masih saja tak bisa berpaling dari bayangan Carissa yang telah meninggalkanku dengan lelaki bernama Alex. Dia tak lagi terlihat di kedua mataku.Perempuan ini melepaskan dekapannya, lalu berdiri di hadapanku dengan sebuah senyuman. Sesekali, dia membenarkan kacamatanya yang sempat melorot.“Kita pulang, yuk.”Entah mengapa aku menurut begitu saja, lalu berjalan sambil bergandengan tangan dengannya. Kami masuk ke dalam mobilku. Namun, aku kembali bergeming.“Udah, nggak apa-apa. Sini, aku masih sama kamu.”Aku mengangguk pelan, lalu perempuan berkacamata ini membenamkan kepalaku dalam dekapannya. Sungguh hangat. Sungguh nyaman dan aku terbuai akan sebuah perasaan.“Kenapa semua harus terjadi sama gue? Kenapa orang-orang yang gue cintai nggak pernah bisa menetap dan menemani gue?”“Aku
“Kenapa, Carissa? L-lo bilang kalau kita akan selalu bersama. Tapi, kenapa sekarang kamu bilang kita nggak bisa bersama?”Begitulah aku bertanya pada Carissa yang sedang tertunduk di depanku. Mungkin aku sudah tidak bisa mengeluarkan air mata kesedihan. Sebab, ini terlalu sulit untuk dipercaya. Hanya karena sebuah kesalahan, kenangan yang telah kami jalani bersama akan sirna begitu saja.“Adrian, saya sudah memikirkan ini cukup lama. Atau tepatnya ketika saya jatuh cinta padamu. Saya merasa sangat mencintaimu, tapi rasanya sangat sulit jika kamu terus-menerus nggak bisa mengendalikan dirimu sendiri.”“B-bukannya semua gangguan yang aku alami atas Skizo ini udah perlahan-lahan berkurang? Maksudku, aku udah nggak mengalami Skizo lagi dalam beberapa bulan terakhir. Aku nggak mengalami ilusi dan delusi lagi,” jelasku.Terdengar bahwa napas Carissa begitu berat saat mengembus. Aku menduga bahwa dia pun begitu sulit untuk men
Tanpa pikir panjang setelah melihat bahwa lelaki bernama Alex ini melakukan hal yang tidak seharusnya pada Carissa, aku berlari dengan penuh amarah. Kemudian, tanganku yang terkepal melayang begitu saja hingga menghantam wajahnya.“Sialan lo! Berani-beraninya lo ngelakuin hal nggak pantes sama cewek gue!”Amarahku tidak terkendali. Aku menjadi orang yang sangat brutal dan emosi itu semakin lama semakin bergejolak.“Adrian! Jangan, Adrian!”Aku tahu aku mendengar suara Carissa yang berusaha menyabarkan hatiku. Hanya saja, aku sudah tidak terkendali lagi. Begitu lelaki bertubuh tinggi ini terjatuh, aku segera meraih kerah pakaiannya, lalu menghantamnya lagi dan lagi.“Lo cowok sialan! Lo nggak tahu kalau Carissa udah punya pacar?! Sialan lo! Goblok!”Secara terus-menerus kuhujani Alex dengan tinjuku. Sesekali, kakiku menendangnya tak tanggung-tanggung. Bagiku, dia sangat pantas mendapatkan perlakuan seperti
Aku tak tahu siapa laki-laki berambut pirang dan berbola mata kuning yang menyerukan nama Carissa barusan. Namun, dari gelagatnya, kurasa dia sangat mengenal Carissa.“Hai, Carissa! Kita bisa berjumpa lagi!” ucap laki-laki berambut pirang yang telah tiba di hadapanku dan Carissa.Sementara itu, perempuan ini terlihat cukup tegang dan khawatir.“A-Alex ….”“Yup! Ini saya. Alex. Apa kabar? Sudah cukup lama kita tidak bertemu.”Sembari mengalihkan pandangan padaku, Carissa menjawab, “B-baik. Saya baik. B-bagaimana denganmu?”Sepertinya, Carissa memang agak gugup berbicara dengan laki-laki bernama Alex ini. Entah, dia mungkin teman kekasihku yang telah lama tidak bertemu.Aku, sih, mengerti mengapa Carissa begitu khawatir dan terlihat gugup. Bisa saja dia sungkan berbicara karena ada diriku di tengah-tengah mereka.“Carissa, gue tunggu lo di mobil aja, ya,” ucapku k
Diana menjauhkanku dari Carissa.“Aku nggak akan menyerahkan Adrian sama kamu!”Mendengar nada tegas perempuan yang tengah mencengkeram erat lenganku ini, Carissa tersentak. Seketika, dia kembali naik pitam.“Apa maksudmu? Adrian itu kekasih saya!”“Kalian cuma sepasang kekasih, bukan suami dan istri. Saya masih punya hak merebut Adrian dari kamu!”Tentu saja, aku tidak bisa tinggal diam atas apa yang Diana lakukan. Dia sudah benar-benar kurang ajar dan tak tahu diri.“Lepasin gue, Diana!” Kutarik tangan dengan segera dan menatap perempuan ini penuh intimidasi.“Adrian! Kamu sebenarnya nggak sayang sama Carissa! Apa kamu yakin dengan perasaanmu? Gimana kalau perasaanmu cuma ilusi?!”Senyuman yang lebar terpahat di wajah Diana. Ini seolah-olah dia berusaha untuk melumpuhkan kepercayaan diriku.Bagaimana mungkin dia mengatakan bahwa perasaanku terhadap Carissa mer
Di mulut pintu gudang, telah berdiri Carissa yang menyaksikan Diana memeluk diriku. Hal ini tentu saja tidak bisa aku biarkan. Walau demikian, telah terjadi kesalahpahaman di antara kami. Tak diragukan lagi.“Carissa?!”Perempuan itu menggeleng-geleng seolah tak percaya dengan yang ia saksikan.“Gue … gue … nggak kayak yang lo lihat, Carissa!”Aku berusaha menjelaskan padanya. Entah mengapa, tak ada yang dapat aku ucapkan, sebab Diana semakin erat memeluk diriku.Segera kudorong Diana agar terlepas dari tubuhku. Tahu-tahu, pakaiannya telah compang-camping. Entah sejak kapan itu terjadi. Aku yakin bahwa dia sengaja melakukannya sendiri agar terkesan bahwa akulah yang telah melakukannya lebih dulu atas keinginan sendiri.“Jangan percaya apa yang lo lihat, Carissa!”Segera aku berlari untuk menggapai Carissa yang masih berdiri dengan tatapan nanar di mulut pintu. Dia tak bergerak sedikit
Ketika aku berjalan untuk menuju ruang syuting, seseorang mendorong tubuhku hingga masuk ke sebuah gudang penyimpanan alat dan barang-barang bekas.“Woi! Apa-apaan ini?!”Aku tak melihat apa pun di ruangan tersebut karena sangat gelap. Tubuhku didorongnya hingga mentok pada dinding. Sedangkan, mataku ditutup oleh sehelai kain. Sempurna sudah, aku tidak bisa melihat apa pun.“Siapa lo?! Apa-apaan, sih, ini?!”Tanganku berusaha meraba-raba, tetapi tak mendapatkan apa pun. Kudengar embusan napas dari orang yang menyekapku ke gudang ini.Sepasang tangan melingkar di pinggangku. Dari kelembutan kulit yang aku rasakan, kurasa pelakunya adalah seorang perempuan.“Siapa lo? Kenapa lo ngelakuin ini?”Masih tak ada jawaban. Kini, terasa bahwa tangannya meraba-raba dadaku, menelusup ke balik kemeja yang aku kenakan. Segera aku tepis dan berhasil menggenggam tangannya.Meskipun tak bisa melihat apa pun,
Aku membuka pintu ruangan Elaine dengan kasar.“Apa-apaan, sih, lo?! Kenapa si Diana cewek gila itu harus jadi partner gue?!” protesku sambil mendengkus kasar, lalu mengempaskan pantat di sofa.Elaine terlihat sedang bersantai sambil menikmati rokok putih kesukaannya. Dia menatapku sejenak dan tersenyum kecut. Ini seolah-olah dia melihat seorang lelaki bodoh.“Kenapa, Adrian? Kamu tiba-tiba datang dan berteriak seperti itu. Memangnya dia merepotkanmu selama ini?”“Udah jelas! Dia ngerepotin banget! Hubungan gue sama Carissa hampir aja berakhir gara-gara dia! Udah gila itu cewek. Bisa-bisanya lo … ahhh!”Kuembuskan napas panjang untuk sedikit meredakan kekesalan yang menyelimuti.Walau demikian, aku memang tak habis pikir dengan perempuan bernama Diana itu. Mulai dari sikapnya yang riang, lalu berubah jadi sangat licik dan merepotkan. Benar-benar tipe perempuan yang tidak pernah aku inginkan ada di d
Dengan langkah cepat, aku masuk dan mengunci pintu rumah. Tak lama kemudian, pintu diketuk-ketuk dengan keras oleh Diana dari luar.“ADRIAN! AKU NGGAK MAU PULANG! AKU MAU TETAP DI SINI!”Begitulah dia berteriak sambil membentur-benturkan tangannya di pintu, kurasa. Aku tak menanggapi semua yang dia ucapkan dengan teriakan pekak.Ini benar-benar tidak bagus. Semestinya aku sudah bermesra-mesraan sekarang dengan Carissa setelah selesai makan siang. Namun, kedatangan Diana menjadi sebuah malapetaka bagi kami.“Adrian! Please! Bukan pintunya! Aku nggak akan pulang sebelum kamu menerima aku jadi yang kedua!”Salahkah jika aku mengatakan perempuan ini murahan? Sebab, dia terlalu menuntut hati seseorang yang tidak memiliki perasaan padanya.Baru kali ini aku bertemu perempuan keras kepala seperti Diana. Ia bahkan tidak ragu mempermalukan dirinya di hadapanku. Jika benar dia mencintai dengan setulus hati, mengapa tidak memiki