Apa yang ada di tanganku sekarang adalah bunga yang telah layu dan bahkan membusuk. Sepucuk bunga yang pernah Gladis berikan padaku di saat dirinya belum mengalami kecelakaan.
Ah, betapa aku ingat waktu itu. Aku langsung menyimpannya ke saku karena tidak mengerti apa yang sedang gadis itu lakukan.
Dan sekarang, aku berada di ruangan tempat ia berbaring. Untuk kesekian kalinya, vas yang ada di nakas kuganti dengan bunga yang lebih segar.
Sementara itu, bunga lusuh yang ada di genggaman, kuletakkan begitu saja di sebelahnya.
“Gladis, sampai kapan lo bakalan di situ terus?”
Kesedihan akhirnya kembali datang menusuk begitu perih ruang-ruang di kekosongan hati.
Begitu malang, bahwa ia pun tak memiliki seorang pun yang begitu memperhatikannya.
Tidak, tidak.
Jika dikatakan tak memiliki, dia memiliki diriku sebagai seorang kakak yang kemungkinan besar telah gagal menjaga dirinya.
Namun, ini tak dihitung, bukan? Sebab
Terlampau senang hatiku karena mengetahui Gladis tengah berusaha untuk meninggalkan dunia tempat ia nyaman saat ini.Kesekian kalinya, doaku dikabulkan oleh Dewa Penolong yang dulu pernah kukutuk sebagai Dewa yang mencurangi hidupku.“Lo pasti bisa, Glad!”Rasanya begitu tak sabar melihat dia kembali membuka mata, lalu melihat senyumannya seperti sedia kala.“Saya akan memanggil dokter.”Elaine pun turut antusias dan membantu. Dia keluar untuk menuju ruangan dokter, sekiranya bisa mendapatkan laporan kemajuan mengenai keadaan Gladis.Dia tengah berusaha sekarang.Meski diriku yang tidak percaya akan takdir, sejauh perkembangan Gladis yang telah sekian lama kunanti, persentase itu pun mulai bergeser ke kanan.Hingga pada akhirnya, doa itu seperti begitu banyak cahaya yang beterbangan di langit asa yang gelap. Terbang menyinari.Kedua mata Gladis terbuka meski mungkin masih dirasakan begitu berat. S
Elaine sialan! Dia memintaku pergi ke sebuah hotel hanya untuk menjemput seseorang. Dia pikir aku ini sopir taksi, apa?Yah, meski aku memang tidak terlalu keberatan, sih. Dengan begitu, aku tidak sumpek berada di agensi terus. Jadi, aku bisa sembari menghirup udara segar.Tentu saja, tak lupa melihat-lihat para wanita bertubuh aduhai di hotel. Sepertinya, ide yang menarik juga.Meskipun aku tidak terlalu suka dengan orang asing dari luar negeri, setidaknya bisa membanding-bandingkan ukuran gundukan sudah begitu memuaskan bagiku.Coconut Hotel, sebuah bangunan yang menjulang tinggi di tengah-tengah kota, begitu dekat dengan pusat-pusat perbelanjaan dan jalan utama.Jadi, orang-orang yang ingin menikmati pemandangan kota, bisa menginap di hotel tersebut. Hanya saja, aku tak menjamin biaya sewa semalamnya murah.Bayangkan saja, hotel ini sudah tak diragukan lagi. Bangunannya saja memiliki 50 lantai. Sangat besar dan bisa menampung manusia satu
Carissa menjulurkan pengecapnya, sedangkan diriku terpejam sambil menebak-nebak apa yang akan wanita ini lakukan.Kesekian kalinya, aku menelan saliva.Dia memang wanita yang sangat memesona. Tak lagi aku bisa menolak. Mulai dari aroma tubuhnya yang merasuk ke hidungku, hingga kulit beningnya yang setara dengan artis-artis Hollywood papan atas.Tak lagi ada kekurangan yang kulihat pada sosoknya. Dengan begitu, aku sangat ingin menggerayanginya.Oh, tidak! Gairah liar dan pikiran kotorku lagi-lagi akan membuat masalah.Tak ada yang terjadi setelah beberapa menit mataku terpejam. Aku lantas mendengar tawa dari mulut Carissa.Kubuka mata perlahan. “Kenapa lo ketawa?”Dia pun menjauh dari diriku. “Insting yang sangat bagus, Adrian. Saya kagum karena sepertinya sudah terjadi monolog di dalam dirimu.”Sempurna! Bahkan dia mengetahui bahwa diriku sering kali bicara dengan diriku. Ah, kalau kalau tak mengerti, d
Carissa Rose, wanita cantik yang mengaku sebagai psikolog profesional lulusan universitas ternama di luar negeri. Entah, luar negeri mana yang ia maksud ketika menceritakan sedikit latar belakangnya.Yang jelas, wanita ini patut untuk diwaspadai. Tatapannya sangat tajam. Meskipun sama-sama memiliki tatapan tajam seperti Elaine, tetapi Carissa jauh lebih bisa menjelaskan secara detail mengenai diriku.Hei! Yang benar saja! Bahkan dia tak perlu mencari diriku melalui internet. Hanya melalui gerakan kecil atau mikro ekspresi dan tatapan.Aku pikir dia seorang paranormal yang menggunakan ilmu supranatural dan semacamnya. Faktanya, dia punya banyak pengetahuan di bidang yang ia geluti.Sekarang, kami tengah berada di restoran Coconut Hotel untuk makan malam. Sejak kedatanganku, dia terus-menerus menginterogasi diriku.Beberapa pertanyaan, ada yang kujawab, ada juga yang kuabaikan.“Ada apa, Adrian?” tanya Carissa sambil mengunyah bebe
Jika kenangan yang aku miliki hanya sebuah ilusi, lalu apa lagi yang harus aku percaya dari diri ini?Sungguh semua ini tidak pernah kubayangkan akan terjadi. Meskipun sempat menolak untuk tak percaya, tetapi jika dilihat dari raut wajah Carissa dan caranya menjelaskan, aku tak menemukan celah kebohongan sama sekali.Hal yang begitu sulit diterima bahwa semua yang aku jalani ternyata hanya sebuah dongeng belaka.Carissa menekan tubuhku di ranjang. Aku melihat seberapa indah dirinya yang hanya mengenakan pakaian kekurangan bahan dan sedikit transparan.“Kamu tidak benar-benar menginginkan hubungan seperti ini, Adrian. Coba lihat saya. Perhatikan baik-baik. Rasakan baik-baik.Nafsu gairahmu sebenarnya sudah lama tidak ada. Kamu kehilangan semua itu dan akhirnya Elaine memutuskan untuk memutus semua kontrak denganmu.”Padahal, aku merasa sangat ingin menyentuh tubuh padat berisi milik Carissa. Aku juga ingin disentuh dengan seluruh
Jadi, apa yang benar-benar asli di hidupku? Jika kenangan hanyalah kepalsuan, berarti hidupku sama sekali tak bermakna selama ini.Dengan keteguhan hati yang begitu tinggi, aku berusaha mengusir segala prasangka Carissa. Aku percaya bahwa hidupku tidak dikendalikan oleh siapa pun.Aku ingin hidup yang bebas. Bebas dari jerat prasangka dan batasan-batasan dalam sebuah drama kehidupan yang sangat klise.Malam yang begitu resah, meski bintang dan rembulan menggantung di dahan malam demi memperlihatkan manusia pada suatu keindahan.Sambil menyeruput kopi yang beberapa waktu kupesan di kafetaria hotel, setiap penjelasan yang dikatakan Carissa tak dapat kuhalau. Suaranya terus mendengung di telinga seolah-olah tak mengizinkanku melarikan diri ke mana pun.Untung saja, Carissa sudah tidur beberapa jam yang lalu sehingga aku bisa lepas dari jeratnya. Akan tetapi, aku tetap penasaran dengan hal yang terjadi pada diriku ini.Karena itulah, aku masih b
“Sudah lama sekali saya mengamati hal ini, Adrian. Pertama kali Elaine menghubungi saya setahun yang lalu, kemudian meminta saya untuk melakukan beberapa diagnosa mengenai dirimu.”Buku yang sampulnya menampilkan foto seorang lelaki tengah duduk sambil menekuk lutut ini kugapai, kemudian memperhatikan nama penulis yang tertera.Padahal, dalam penglihatanku beberapa tahun lalu, buku ini tidaklah ditulis oleh seseorang dengan nama pena K(&)A. Hanya bertuliskan Kiana Amaliya saja.Sungguh semua kebingungan ini semakin memuncak. Membuat emosi di dalam diriku kembali mencuat.Rasa sakit di kepala pun tiba-tiba datang menyerang. Tajam menusuk hingga buku terlepas dari genggaman. Tergeletak di lantai.Carissa mengambil buku tersebut, kemudian menatapku sambil memegang pundakku.“Adrian. Apa yang terjadi pada dirimu adalah sebuah penyakit mental yang disebut dengan Skizofrenia. Penyakit mental yang membuat penderitanya mencipta
“Gue nggak percaya semua ini!”Seharusnya memang seperti ini. Semua yang telah aku lalui, tidak akan pernah menjadi hal yang berputar pada sia-sia.“Oh, jadi kamu memilih tidak percaya dengan saya, Adrian?”“Semua yang gue lalui bukanlah kepalsuan! Orang-orang di dalam ingatan gue bukan ilusi! Dan lo yang bukan siapa-siapa bagi gue, mengatakan mereka semua dan ingatan gue adalah ilusi!Gue nggak akan percaya semudah itu sama lo!”“Dengan bukti-bukti yang sudah jelas ada?”“Bukti-bukti ini bisa lo buat-buat! Siapa yang tahu lo punya niat buruk?!”Seraya bangkit, kulempar buku Lelaki dan Kehidupannya hingga membentur dinding kamar. Kemudian, aku lebih memilih untuk melarikan diri dari genggaman Carissa.Benar, bukan? Tak ada yang tahu bahwa wanita bernama Carissa ini berbohong. Dia sama liciknya dengan Elaine. Mereka semua berusaha menjebloskan diriku ke sebuah kehidupan
“Aku udah bilang sama kamu, kan?”Sepasang tangan memelukku dari belakang. Sementara diriku masih saja tak bisa berpaling dari bayangan Carissa yang telah meninggalkanku dengan lelaki bernama Alex. Dia tak lagi terlihat di kedua mataku.Perempuan ini melepaskan dekapannya, lalu berdiri di hadapanku dengan sebuah senyuman. Sesekali, dia membenarkan kacamatanya yang sempat melorot.“Kita pulang, yuk.”Entah mengapa aku menurut begitu saja, lalu berjalan sambil bergandengan tangan dengannya. Kami masuk ke dalam mobilku. Namun, aku kembali bergeming.“Udah, nggak apa-apa. Sini, aku masih sama kamu.”Aku mengangguk pelan, lalu perempuan berkacamata ini membenamkan kepalaku dalam dekapannya. Sungguh hangat. Sungguh nyaman dan aku terbuai akan sebuah perasaan.“Kenapa semua harus terjadi sama gue? Kenapa orang-orang yang gue cintai nggak pernah bisa menetap dan menemani gue?”“Aku
“Kenapa, Carissa? L-lo bilang kalau kita akan selalu bersama. Tapi, kenapa sekarang kamu bilang kita nggak bisa bersama?”Begitulah aku bertanya pada Carissa yang sedang tertunduk di depanku. Mungkin aku sudah tidak bisa mengeluarkan air mata kesedihan. Sebab, ini terlalu sulit untuk dipercaya. Hanya karena sebuah kesalahan, kenangan yang telah kami jalani bersama akan sirna begitu saja.“Adrian, saya sudah memikirkan ini cukup lama. Atau tepatnya ketika saya jatuh cinta padamu. Saya merasa sangat mencintaimu, tapi rasanya sangat sulit jika kamu terus-menerus nggak bisa mengendalikan dirimu sendiri.”“B-bukannya semua gangguan yang aku alami atas Skizo ini udah perlahan-lahan berkurang? Maksudku, aku udah nggak mengalami Skizo lagi dalam beberapa bulan terakhir. Aku nggak mengalami ilusi dan delusi lagi,” jelasku.Terdengar bahwa napas Carissa begitu berat saat mengembus. Aku menduga bahwa dia pun begitu sulit untuk men
Tanpa pikir panjang setelah melihat bahwa lelaki bernama Alex ini melakukan hal yang tidak seharusnya pada Carissa, aku berlari dengan penuh amarah. Kemudian, tanganku yang terkepal melayang begitu saja hingga menghantam wajahnya.“Sialan lo! Berani-beraninya lo ngelakuin hal nggak pantes sama cewek gue!”Amarahku tidak terkendali. Aku menjadi orang yang sangat brutal dan emosi itu semakin lama semakin bergejolak.“Adrian! Jangan, Adrian!”Aku tahu aku mendengar suara Carissa yang berusaha menyabarkan hatiku. Hanya saja, aku sudah tidak terkendali lagi. Begitu lelaki bertubuh tinggi ini terjatuh, aku segera meraih kerah pakaiannya, lalu menghantamnya lagi dan lagi.“Lo cowok sialan! Lo nggak tahu kalau Carissa udah punya pacar?! Sialan lo! Goblok!”Secara terus-menerus kuhujani Alex dengan tinjuku. Sesekali, kakiku menendangnya tak tanggung-tanggung. Bagiku, dia sangat pantas mendapatkan perlakuan seperti
Aku tak tahu siapa laki-laki berambut pirang dan berbola mata kuning yang menyerukan nama Carissa barusan. Namun, dari gelagatnya, kurasa dia sangat mengenal Carissa.“Hai, Carissa! Kita bisa berjumpa lagi!” ucap laki-laki berambut pirang yang telah tiba di hadapanku dan Carissa.Sementara itu, perempuan ini terlihat cukup tegang dan khawatir.“A-Alex ….”“Yup! Ini saya. Alex. Apa kabar? Sudah cukup lama kita tidak bertemu.”Sembari mengalihkan pandangan padaku, Carissa menjawab, “B-baik. Saya baik. B-bagaimana denganmu?”Sepertinya, Carissa memang agak gugup berbicara dengan laki-laki bernama Alex ini. Entah, dia mungkin teman kekasihku yang telah lama tidak bertemu.Aku, sih, mengerti mengapa Carissa begitu khawatir dan terlihat gugup. Bisa saja dia sungkan berbicara karena ada diriku di tengah-tengah mereka.“Carissa, gue tunggu lo di mobil aja, ya,” ucapku k
Diana menjauhkanku dari Carissa.“Aku nggak akan menyerahkan Adrian sama kamu!”Mendengar nada tegas perempuan yang tengah mencengkeram erat lenganku ini, Carissa tersentak. Seketika, dia kembali naik pitam.“Apa maksudmu? Adrian itu kekasih saya!”“Kalian cuma sepasang kekasih, bukan suami dan istri. Saya masih punya hak merebut Adrian dari kamu!”Tentu saja, aku tidak bisa tinggal diam atas apa yang Diana lakukan. Dia sudah benar-benar kurang ajar dan tak tahu diri.“Lepasin gue, Diana!” Kutarik tangan dengan segera dan menatap perempuan ini penuh intimidasi.“Adrian! Kamu sebenarnya nggak sayang sama Carissa! Apa kamu yakin dengan perasaanmu? Gimana kalau perasaanmu cuma ilusi?!”Senyuman yang lebar terpahat di wajah Diana. Ini seolah-olah dia berusaha untuk melumpuhkan kepercayaan diriku.Bagaimana mungkin dia mengatakan bahwa perasaanku terhadap Carissa mer
Di mulut pintu gudang, telah berdiri Carissa yang menyaksikan Diana memeluk diriku. Hal ini tentu saja tidak bisa aku biarkan. Walau demikian, telah terjadi kesalahpahaman di antara kami. Tak diragukan lagi.“Carissa?!”Perempuan itu menggeleng-geleng seolah tak percaya dengan yang ia saksikan.“Gue … gue … nggak kayak yang lo lihat, Carissa!”Aku berusaha menjelaskan padanya. Entah mengapa, tak ada yang dapat aku ucapkan, sebab Diana semakin erat memeluk diriku.Segera kudorong Diana agar terlepas dari tubuhku. Tahu-tahu, pakaiannya telah compang-camping. Entah sejak kapan itu terjadi. Aku yakin bahwa dia sengaja melakukannya sendiri agar terkesan bahwa akulah yang telah melakukannya lebih dulu atas keinginan sendiri.“Jangan percaya apa yang lo lihat, Carissa!”Segera aku berlari untuk menggapai Carissa yang masih berdiri dengan tatapan nanar di mulut pintu. Dia tak bergerak sedikit
Ketika aku berjalan untuk menuju ruang syuting, seseorang mendorong tubuhku hingga masuk ke sebuah gudang penyimpanan alat dan barang-barang bekas.“Woi! Apa-apaan ini?!”Aku tak melihat apa pun di ruangan tersebut karena sangat gelap. Tubuhku didorongnya hingga mentok pada dinding. Sedangkan, mataku ditutup oleh sehelai kain. Sempurna sudah, aku tidak bisa melihat apa pun.“Siapa lo?! Apa-apaan, sih, ini?!”Tanganku berusaha meraba-raba, tetapi tak mendapatkan apa pun. Kudengar embusan napas dari orang yang menyekapku ke gudang ini.Sepasang tangan melingkar di pinggangku. Dari kelembutan kulit yang aku rasakan, kurasa pelakunya adalah seorang perempuan.“Siapa lo? Kenapa lo ngelakuin ini?”Masih tak ada jawaban. Kini, terasa bahwa tangannya meraba-raba dadaku, menelusup ke balik kemeja yang aku kenakan. Segera aku tepis dan berhasil menggenggam tangannya.Meskipun tak bisa melihat apa pun,
Aku membuka pintu ruangan Elaine dengan kasar.“Apa-apaan, sih, lo?! Kenapa si Diana cewek gila itu harus jadi partner gue?!” protesku sambil mendengkus kasar, lalu mengempaskan pantat di sofa.Elaine terlihat sedang bersantai sambil menikmati rokok putih kesukaannya. Dia menatapku sejenak dan tersenyum kecut. Ini seolah-olah dia melihat seorang lelaki bodoh.“Kenapa, Adrian? Kamu tiba-tiba datang dan berteriak seperti itu. Memangnya dia merepotkanmu selama ini?”“Udah jelas! Dia ngerepotin banget! Hubungan gue sama Carissa hampir aja berakhir gara-gara dia! Udah gila itu cewek. Bisa-bisanya lo … ahhh!”Kuembuskan napas panjang untuk sedikit meredakan kekesalan yang menyelimuti.Walau demikian, aku memang tak habis pikir dengan perempuan bernama Diana itu. Mulai dari sikapnya yang riang, lalu berubah jadi sangat licik dan merepotkan. Benar-benar tipe perempuan yang tidak pernah aku inginkan ada di d
Dengan langkah cepat, aku masuk dan mengunci pintu rumah. Tak lama kemudian, pintu diketuk-ketuk dengan keras oleh Diana dari luar.“ADRIAN! AKU NGGAK MAU PULANG! AKU MAU TETAP DI SINI!”Begitulah dia berteriak sambil membentur-benturkan tangannya di pintu, kurasa. Aku tak menanggapi semua yang dia ucapkan dengan teriakan pekak.Ini benar-benar tidak bagus. Semestinya aku sudah bermesra-mesraan sekarang dengan Carissa setelah selesai makan siang. Namun, kedatangan Diana menjadi sebuah malapetaka bagi kami.“Adrian! Please! Bukan pintunya! Aku nggak akan pulang sebelum kamu menerima aku jadi yang kedua!”Salahkah jika aku mengatakan perempuan ini murahan? Sebab, dia terlalu menuntut hati seseorang yang tidak memiliki perasaan padanya.Baru kali ini aku bertemu perempuan keras kepala seperti Diana. Ia bahkan tidak ragu mempermalukan dirinya di hadapanku. Jika benar dia mencintai dengan setulus hati, mengapa tidak memiki