Alin tersenyum manis pada semua siswa dan siswi yang ada di kelas nya itu dan ia sekali lagi memperhatikan sekeliling, ia memperhatikan wajah calon teman nya itu. Kemudian Alin melihat Freya yang berada di bangku belakang barisan kedua, ia sedang menatap Alin dengan sinis.
Alin mengabaikan nya, ini hari pertama ia sekolah. Alin tidak mau merusaknya, hari ini pun mood Alin sedang bagus sekali. Ia senang bisa satu sekolah dengan Samuel tapi tidak dengan Freya.
“Ayo Alin, silahkan duduk. Disana ada 2 bangku kosong, kamu bebas bisa duduk dengan siapa saja. “ Ujar Bu Riska seraya tersenyum pada Alin.
“Baik Bu, terimakasih. “ Alin tersenyum dan menundukkan kepalanya ke arah Bu Riska.
Alin melihat ada seorang cewek yang ia perhatikan, sedari tadi cewek itu terus menerus menunduk. Alin memilih duduk dengan gadis itu, Padahal sebelah kursi Samuel itu kosong, tapi Alin lebih memilih bersamanya. Alin melihat ke arah Samuel, yang terhalang oleh 2 meja di sebelah kanan nya, ekspresi Samuel seperti orang cemas atau menandakan kalau Alin tidak boleh duduk bersama gadis itu. Sementara Freya? Ya, dia tersenyum bengis seperti akan ada mangsa baru yang akan di jadikan mainan.
Alin menghiraukan mereka berdua, Alin sekarang menatap pada gadis itu. Melihat wajah nya seperti cemas dan takut, ia yakin kalau ada yang tidak beres terhadapnya. Alin yakin ada seseorang yang mengganggunya.
Alin tersenyum menatap gadis itu dan ia memperkenalkan dirinya.
“Hai, kenalin gue Alin. Ehh iya lo pasti sudah dengar ya waktu tadi gue perkenalan di depan. “ Seraya Alin mengulurkan tangannya ke arah nya dan tersenyum.
“Ha–hai, kenalin juga aku Dinda. “ Balas Dinda dengan gugup ia terus menunduk, ia tidak berani menoleh atau pun mengangkat wajahnya seperti ada yang mengancamnya.
Kursi Dinda memang di kenal angker, tidak ada satu pun yang berani duduk di sebelah nya.
Anak ini pasti ada yang bully kan? Atau sifatnya memang kayak gini? Ahh tidak mungkin–
“Oke, sekarang kita mulai pelajarannya ya. “ Potong Bu Riska, saat Alin sedang menatap Dinda dengan penuh pertanyaan di dalam pikirannya.
***
Tring... Tring... Tring...
Bel berbunyi, itu tandanya waktu istirahat telah tiba. Siswa dan siswi berhamburan keluar kelas, mereka bergegas menuju kantin.
Samuel berjalan, menghampiri Alin.
“Al, ayo kantin. “ Ajak Samuel.
“Nanti, lo aja duluan. “ Alin heran, kenapa selama kelas bahkan sekarang istirahat pun tidak ada satu pun orang yang berbicara pada Dinda, yang menyapanya pun tidak ada.
“Ya sudah gue duluan ya, nanti gue bawain minuman”
“Oke, thanks ya Sam. “ Samuel kemudian meninggalkan Alin bersama Dinda. Mereka sekarang tinggal berdua di kelas.
“Din, gue mau nanya dong boleh gak? “
“Boleh, nanya aja” jawab Dinda dengan santai.
“Lo pasti tau kan, ketua osis disini siapa dan kelas berapa? “ basa basi Alin, karena dari awal mereka kenalan sampai sekarang Dinda hanya diam, dia fokus pada pelajaran. Bahkan sedang istirahat pun dia malah menulis meneruskan tugas Bu Riska tadi.
“Namanya Pandu, dia sekelas sama kita.” Singkat, padat, dan jelas, itulah jawaban Dinda.
Alin hanya bisa mengangguk dan tersenyum, ia bingung harus jawab atau menanyakan hal apa lagi. Tapi Alin sedikit familiar dengan nama Pandu.
Tiba tiba Freya dan geng nya datang dan dia berjalan ke arah Alin dan Dinda.
Ngapain nih nenek lampir, masa baru hari pertama gue di sini, dia mau buat masalah sih sama gue. Ujar Alin dalam hati.
“Heh, beliin gue minum dong ke kantin. “ Ujar Freya, serasa melempar uang ke arah Dinda. Sontak Alin terkejut melihat kejadian itu.
Dinda dengan wajah yang datar, ia memungut uang yang di lempar Freya di lantai. Alin kesal, kenapa Dinda terima ia di perlalukan seperti itu.
“Heh! Emang lo siapa nya dia? Emaknya? Seenak jidat lu nyuruh nyuruh, ngelempar uang ke muka dia lagi! “ Ujar Alin seraya berdiri berhadapan dengan Freya.
“Wah, nih anak baru songong juga ya. “ Ujar Vina geng Freya, dengan melipat tangan di depan dada dan mengangkat satu alisnya.
Freya tersenyum miring, melihat Alin membela Dinda.
“Lo gak usah sok jadi jagoan! Jangan ikut campur urusan gue deh. Kalau lo gak mau nyesel nantinya. “ Mendengar ucapan Freya, Alin rasanya ingin mencakar mukanya dan nyentil tuh mulut nenek lampir.
Tiba tiba Dinda memegang tangan Alin dan tersenyum. “ Sudah Al, aku gak apa apa kok. “ Dinda berada di antara Alin dan Freya, ia pun berdiri dan berjalan keluar dari kelas, menuju kantin.
Alin menatap punggung Dinda yang kini perlahan menjauh dari pandangannya. Alin menahan emosi nya, disini ia hanya anak baru yang tidak tahu apa apa.
Alin menatap Freya dengan dengan tatapan yang tajam seperti mata elang. Freya masih berada di hadapannya.
Liat aja lo nanti, lo gak akan bisa semena mena lagi nanti.
“Apa lo! Ngajak ribut sama gue HAH!” Freya mendorong bahu Alin.
Tangan kanan Alin spontan melayang, ia akan menampar Freya, kali ini ia sudah tidak bisa menahan amarahnya.
DEG!
Belum sampai tangan Alin mendarat di pipi Freya, namun seseorang menahan tangan Alin. Ia membalikkan badan dan melihat seorang cowok tinggi yang tampan, yang tengah menahan lengannya.
Dia adalah Pandu ketua osis yang di bilang oleh Dinda tadi.
“Peraturan di sekolah, tidak boleh ada kekerasan. “ ujar Pandu seraya melepaskan lengan Alin.
Pandu sedikit tersenyum saat melihatnya.
“Tuh dengerin kata Pandu, Al. “
“Di sekolah tuh gak boleh ada kekerasan, ini kan sekolahan bukan jalanan. “ Ujar Freya. Padahal Pandu si ketos sudah tahu Freya seperti apa.
“Eh yang duluan lo ya, benar benar bermuka dua lu ya. “ Kemudian Alin membalikkan badan dan berjalan meninggalkan kelas. Alin berjalan cepat, ia tidak ingin melihat muka Freya, ia sangat muak.
Pandu melihat Alin pergi dan ia sedikit tersenyum saat melihatnya.
Bugh!
Alin menabrak dada bidang seseorang. Alin mengangkat wajah nya dengan perlahan dan ternyata...
“Aelah, elu Sam, gue kira siapa. “
“Lo kenapa Al? “ Selang 3 detik.
“Gak mungkin dong, ini hari pertama lo masuk sekolah, masa lo sudah bikin masalah sih. “ Lanjutan Samuel seraya tertawa kecil.
“Ehh bukan gue yang duluan yang bikin masalahnya. “
“Tuh si nenek lampir yang duluan. Sok sok an baik lagi depan ketos, jijik gue liatnya. “
“Pandu? “ Samuel tiba tiba tertawa kencang. Kedua alis Alin mengkerut sembari menatap Samuel yang tengah tertawa. Tidak ada yang lucu tapi kenapa dia tertawa?.
“Ya sudah lah, balik ke kelas yuk. Bentar lagi bel nih. “
“Apaan sih lo ga jelas banget, tiba tiba ketawa. “ Alin masih penasaran, kenapa Samuel tertawa? Apa ada yang lucu? Perasaan Alin sedang tidak melawak.
Alin menghiraukan itu dan ia berjalan bersama Samuel menuju kelas nya.
“Dindaaa. “ Teriak Alin, ia melihat Dinda di coridor sekolah tengah memegang minuman yang di pesan Freya.
Dinda tersenyum dan melambaikan tangan. Samuel dan Alin pun menghampiri Dinda yang berada di depannya.
“Ayo bareng ke kelas nya. “ Dinda mengangguk dan berjalan beriringan di samping Alin.
“Aduh ada yang lagi sok jagoan nih. ““Orang lemah kok sok sok an ngebully sih. ““Dah tahu kali ya kalau si Ana gak bakalan ngelawan, jadi terus aja ngebully anak polos ini, DASAR CUPU!. “ ujar Alin ketika melihat tangan Syifa terus menerus menarik rambut Ana. Ana yang terlihat begitu kesakitan hanya bisa pasrah dan tidak bisa melawan.Ana sudah seperti boneka bagi Syifa, ia akan terus menerus menyiksa Ana. Tanpa tahu apa alasan Syifa melakukan hal seperti itu.Syifa langsung membalikkan badan dan melepaskan tangannya dari rambut Ana.“Maksud lo apa HAH?! “ Syifa berjalan dengan perlahan menghampiri Alin yang berada tidak jauh darinya. Syifa menatap Alin dengan tatapan yang sinis, ia mengerutkan kedua alisnya.“LO JANGAN SOK IKUT CAMPUR URUSAN GUE!“ Ujar Syifa dengan nada yang marah. Kemudian Syifa mendorong bahu Alin dengan kedua tangannya.Plak! Satu
Angin malam yang bertiup lembut itu terasa mengelus kulit putih gadis cantik yang tengah memandangi langit. Pemandangan diatas bukit ini sungguh indah, disertai alunan musik yang begitu merdu menambah keindahan malam.Suasana Cafe Langit ini adalah suasana yang paling favorit bagi setiap orang.Alin terus menerus memandangi langit, ia terus menatap melihat indahnya bintang yang bersinar. Hanya ditempat ini ia bisa melupakan sejenak masalah yang ada di dalam hidupnya yang terus datang silih berganti. Disini ia mendapatkan ketenangan dan kenyamanan yang tidak ia dapatkan dari siapa pun.“Kenapa sih Sam, kehidupan gue begitu rumit. Padahal keinginan gue sepele, gue cuma minta perhatian bokap sama nyokap gue lagi. Apa itu sulit?”“Kalau saja saat itu bokap gue gak ngelakuin hal yang menjijikan, mungkin hidup gue gak akan seperti sekarang Sam. “ Keluh Alin pada Samuel, sekarang ia menatap kembali langit dengan pandan
Alin hanya bisa pasrah, ia mengikuti apa yang Ayah nya suruh. Sekarang ia ingin sedikit menuruti apa titah Ayahnya.Alin pikir dengan begini ia akan bertemu dengan Ayahnya setiap hari dan hubungannya akan lebih membaik. Urusan ia dengan Freya... Entahlah ia tidak ingin memikirkannya sekarang, ia terlalu lelah.Alin sedang duduk di kursi taman yang ada di dekat rumahnya.Ia termenung. Memang, Alin yang sekarang sudah berbeda jauh dengan Alin yang dulu.Sekarang yang di perlukan Alin hanya memikirkan dirinya sendiri, tanpa harus memikirkan orang lain sekali pun itu orang tuanya sendiri.Ibu kemana? Kenapa Ibu gak pernah temui Alin. Alin kangen sekali Bu. Alin iri dengan anak anak yang lain. Mereka setiap hari bertemu dengan Ibunya, sedangkan Alin? Menanyakan kabar pun Ibu tidak pernah. Alin yang malang, ia setiap hari Alin selalu berkunjung ke taman tersebut, selain Cafe Langit.Tiba tiba hujan datang menyapa. Hanya geri
Tittt... Tittt... Tittt...Alin membuka jendela rumah nya, terlihat mobil hitam ternyata itu adalah mobil Anton. Kemudian Alin membuka pintu dan keluar menghampiri Anton.“Ayah gak mau masuk dulu? “Ujar Alin.“Nggak, Ayah gak bisa lama lama. Ayo cepat, suruh Pak Ujang bawakan koper koper kamu. “Alin mengangguk, kemudian ia mengambil tas kecilnya di dalam kamarnya.Alin menatap sekeliling kamarnya, ia dengan berat hati harus meninggalkan kamar kesayangan nya. Alin sudah berpesan pada Bi Asih.Bi, kalau Alin sudah tinggal di rumah Ayah. Tolong rawat kamar Alin ya Bi, jangan ada barang hilang satu pun dari kamar Alin dan jangan ada yang berubah posisinya. Posisi yang sudah Ibu atur dulu, Alin tidak mau merubahnya sedikit pun. Foto dan boneka ini jangan ada yang berubah ya Bi.Semalam, saat Alin dan Bi Asih sedang memasukkan baju – baju Alin ke dalam koper. Alin dan Bi Asih Asyik berbincang
Alin tersenyum manis pada semua siswa dan siswi yang ada di kelas nya itu dan ia sekali lagi memperhatikan sekeliling, ia memperhatikan wajah calon teman nya itu. Kemudian Alin melihat Freya yang berada di bangku belakang barisan kedua, ia sedang menatap Alin dengan sinis. Alin mengabaikan nya, ini hari pertama ia sekolah. Alin tidak mau merusaknya, hari ini pun mood Alin sedang bagus sekali. Ia senang bisa satu sekolah dengan Samuel tapi tidak dengan Freya. “Ayo Alin, silahkan duduk. Disana ada 2 bangku kosong, kamu bebas bisa duduk dengan siapa saja. “ Ujar Bu Riska seraya tersenyum pada Alin. “Baik Bu, terimakasih. “ Alin tersenyum dan menundukkan kepalanya ke arah Bu Riska. Alin melihat ada seorang cewek yang ia perhatikan, sedari tadi cewek itu terus menerus menunduk. Alin memilih duduk dengan gadis itu, Padahal sebelah kursi Samuel itu kosong, tapi Alin lebih memilih bersamanya. Alin melihat ke arah Samuel, yang terhalang oleh 2 meja di sebelah
Tittt... Tittt... Tittt...Alin membuka jendela rumah nya, terlihat mobil hitam ternyata itu adalah mobil Anton. Kemudian Alin membuka pintu dan keluar menghampiri Anton.“Ayah gak mau masuk dulu? “Ujar Alin.“Nggak, Ayah gak bisa lama lama. Ayo cepat, suruh Pak Ujang bawakan koper koper kamu. “Alin mengangguk, kemudian ia mengambil tas kecilnya di dalam kamarnya.Alin menatap sekeliling kamarnya, ia dengan berat hati harus meninggalkan kamar kesayangan nya. Alin sudah berpesan pada Bi Asih.Bi, kalau Alin sudah tinggal di rumah Ayah. Tolong rawat kamar Alin ya Bi, jangan ada barang hilang satu pun dari kamar Alin dan jangan ada yang berubah posisinya. Posisi yang sudah Ibu atur dulu, Alin tidak mau merubahnya sedikit pun. Foto dan boneka ini jangan ada yang berubah ya Bi.Semalam, saat Alin dan Bi Asih sedang memasukkan baju – baju Alin ke dalam koper. Alin dan Bi Asih Asyik berbincang
Alin hanya bisa pasrah, ia mengikuti apa yang Ayah nya suruh. Sekarang ia ingin sedikit menuruti apa titah Ayahnya.Alin pikir dengan begini ia akan bertemu dengan Ayahnya setiap hari dan hubungannya akan lebih membaik. Urusan ia dengan Freya... Entahlah ia tidak ingin memikirkannya sekarang, ia terlalu lelah.Alin sedang duduk di kursi taman yang ada di dekat rumahnya.Ia termenung. Memang, Alin yang sekarang sudah berbeda jauh dengan Alin yang dulu.Sekarang yang di perlukan Alin hanya memikirkan dirinya sendiri, tanpa harus memikirkan orang lain sekali pun itu orang tuanya sendiri.Ibu kemana? Kenapa Ibu gak pernah temui Alin. Alin kangen sekali Bu. Alin iri dengan anak anak yang lain. Mereka setiap hari bertemu dengan Ibunya, sedangkan Alin? Menanyakan kabar pun Ibu tidak pernah. Alin yang malang, ia setiap hari Alin selalu berkunjung ke taman tersebut, selain Cafe Langit.Tiba tiba hujan datang menyapa. Hanya geri
Angin malam yang bertiup lembut itu terasa mengelus kulit putih gadis cantik yang tengah memandangi langit. Pemandangan diatas bukit ini sungguh indah, disertai alunan musik yang begitu merdu menambah keindahan malam.Suasana Cafe Langit ini adalah suasana yang paling favorit bagi setiap orang.Alin terus menerus memandangi langit, ia terus menatap melihat indahnya bintang yang bersinar. Hanya ditempat ini ia bisa melupakan sejenak masalah yang ada di dalam hidupnya yang terus datang silih berganti. Disini ia mendapatkan ketenangan dan kenyamanan yang tidak ia dapatkan dari siapa pun.“Kenapa sih Sam, kehidupan gue begitu rumit. Padahal keinginan gue sepele, gue cuma minta perhatian bokap sama nyokap gue lagi. Apa itu sulit?”“Kalau saja saat itu bokap gue gak ngelakuin hal yang menjijikan, mungkin hidup gue gak akan seperti sekarang Sam. “ Keluh Alin pada Samuel, sekarang ia menatap kembali langit dengan pandan
“Aduh ada yang lagi sok jagoan nih. ““Orang lemah kok sok sok an ngebully sih. ““Dah tahu kali ya kalau si Ana gak bakalan ngelawan, jadi terus aja ngebully anak polos ini, DASAR CUPU!. “ ujar Alin ketika melihat tangan Syifa terus menerus menarik rambut Ana. Ana yang terlihat begitu kesakitan hanya bisa pasrah dan tidak bisa melawan.Ana sudah seperti boneka bagi Syifa, ia akan terus menerus menyiksa Ana. Tanpa tahu apa alasan Syifa melakukan hal seperti itu.Syifa langsung membalikkan badan dan melepaskan tangannya dari rambut Ana.“Maksud lo apa HAH?! “ Syifa berjalan dengan perlahan menghampiri Alin yang berada tidak jauh darinya. Syifa menatap Alin dengan tatapan yang sinis, ia mengerutkan kedua alisnya.“LO JANGAN SOK IKUT CAMPUR URUSAN GUE!“ Ujar Syifa dengan nada yang marah. Kemudian Syifa mendorong bahu Alin dengan kedua tangannya.Plak! Satu