Dia pun berdiri di tengah-tengah keduanya.
"Katakan padaku sekarang! Kenapa kalian malah seperti anak kecil seperti ini?" sentak Amelia berapi-api.
"Aku hanya ingin menolong kamu, Amelia," sahut Adrian.
"Aku enggak perlu di tolong saiapa pun, Adrian," ucap Amelia dengan isak yang tertahan. Lalu dia berjalan mendekati Romy yang masih tersungkur di lantai. "Kamu? Apa yang ingin kamu katakan!" Sorot mata Amelia begitu tajam. Seakan kemarahan telah menguasai dirinya saat ini.
"Kalian apa enggak malu sih?"
"Maafkan aku, Mel," ucap Adrian menarik lengan Amelia dan merangkulnya. Sembari terus berbisik, "maafkan aku, Mel. Please maafkan aku."
Romy hanya bisa terdiam melihat keintiman mereka. Dia semakin murka, bahwa kenyataan yang ada di depan matanya. Kedekatan antara Adrian dan Amelia tak lagi terbantahkan. Apalagi cara Adrian memperlakukan Amelia.
"Jadi, kau telah menipu aku, Mel."
Sontak kaliamat yang keluar dari bibir Romy membuat
Wanita itu mengangguk pelan dengan senyum hangat."Di mana?""Kamu pikirkan saja sendiri!"Lalu sang wanita beranjak pergi, meninggalkan Romy yang masih terperangah mendengar setiap kalimat yang dia lontarkan."Tunggu!" Teriakan Romy terdengar kencang. Membuat wanita itu menghentikan langkahnya. Dia pun tersungging. Menganggap bahwa Romy akan masuk perangkap yang akan dia ciptakan untuknya.Romy berjalan cepat mengejarnya. Kini dia tepat berdiri di hadapan wanita itu. Sembari mencoba mengingat di mana mereka pernah bertemu."Aku mengejarmu, karena teringat kalimat yang tadi kamu ucapkan.""Banyak kalimat yang telah aku ucapkan untuk kamu, Rom. Yang mana?""Tentang membalas rasa sakit hati!" ucap Romy sembari terpaku, dengan sebelah alis yang terangkat tinggi.Sang wanita pun tersungging, merasa menang satu angka. Karena pada akhirnya Romy tertarik pada kata-kata yang terlontar dari mulutnya. Yang sengaja dia ucapkan untu
Sella terus berjalan menuju kamar hotelnya. Sampai di belokan kamar. Dia bertemu dengan Adrian dan Amelia. Betapa perih hatinya saat melihat Adrian menggenggam erat tangan Amelia seakan tak mau dilepaskan."Kalian berdua telah buat banyak hati yang terluka malam ini.""Apa maksud kamu, Sell?" Suara Adrian terdengar meninggi. Tatap matanya tajam mengamati Sella."Terutama kau, Amelia. Setelah kau berselingkuh dengan lelaki muda itu. Kini kau juga merebut Adrian dari aku. Sekarang kau sudah puas menyakiti hati aku?" teriak Sella melampiaskan semua kekesalan dia pada Amelia. Tak hanya itu saja. Dia pun menuding dengan berulang kali ke arah Amelia yang hanya bisa tertunduk.Hati Amelia saat ini benar-benar hancur. Lemah dan seolah tak berdaya. Tak ada keinginan untuk meladeni Sella, yang bagai radio rusak.Amelia pun pergi berlalu meninggalkan mereka berdua. Saat melintasi Sella. Tak pernah disangka. Gadis itu menjambak keras rambut Amelia hingga tubuh
"Karena kamu seorang wanita yang layak untuk dicintai dan diperjuangkan." Suara Adrian terdengar lembut. Membuat Amelia mengangkat wajahnya yang tertunduk. Lalu menoleh pada Adrian yang tersenyum hangat untuknya."Apa aku selayak itu Adrian?""Sangat layak, Amelia Pratiwi."Dia pun menyandarkan kepalanya di bahu Adrian."Terkadang aku sudah tak ingin untuk menikah lagi. Semua terasa sulit buat aku. Kadang aku merasa nyaman dalam kesendirian, tapi ada saat aku juga membutuhkan kehadiran seseorang. Yang bisa membuat aku tenang, nyaman, saat bersamanya. Tak ada pertengkaran yang berarti. Hanya ada saling mencintai dengan penuh keikhlasan, Adrian. Apakah masih ada lelaki seperti itu untukku?"Adrian mengusapkan tangannya di kepala Amelia."Semua ada dalam hati kamu, Mel. Berasal dari keinginan untuk membuka hatimu lagi. Untuk hadirnya seseorang. Mungkin aku bisa kamu seleksi juga," sahut Adrian terkekeh.Buughhh!Lengan Adrian kemb
Raut wajah Romy tertekuk dalam. Dahinya terus berkerut dengan rahang yang mengeras. Dia masih berjalan mondar mandir gelisah. Pertemuan dengan Amelia sungguh tak pernah dia sangka.Hotel yang berada dalam satu kawasan dengan hotel tempat Amelia menginap. Membuat Romy semakin tidak tenang. Keinginan dalm hatinya untuk terus bertemu dengan Amelia. Perasaan yang kian melesak, membuat Romy ingin mnecari Amelia di hotel itu."Gara-gara Adrian sialan. Dia mengacaukan rencana aku. Harusnya sekarang aku sudah saling bicara dan menyelesaikan semua permasalahan yang ada. Tapi, gara-gara si brengsek itu ...!" Sura Romy terdengar menggeram.Tak berapa lama. Terdengar suara ponselnya yang berdering. Romy hanya melihat sepintas. Sebuah nomer baru masuk. Membuat Romy bertanya-tanya, "nomer siapa ini?"Sengaja Romy tak mengangkatnya. Karena merasatak mengenalnya. Lagian malam-malam begini. Sampai dia kembali mendengar sebuah notifikasi dari pesan WA masuk.Ting!
Tampak Romy memikirkan semua perkataan wanita tadi. "Aku pikirkan dulu, Santi." "Silakan. Tapi jangan lama-lama." "Maksud kamu? Harus malam ini juga aku menjawabnya?" "Kalau bisa, Rom. Aku juga enggak memaksa kok." Romy berpikir sejenak. Sembari mencoba menebak apa yang ada dalam pikiran Santi. Wanita yang terlihatnya tenang dan penuh wibawa. Akan tetapi Romy bisa tahu bahwa dia sebenarnya berhatiular. Sehingga dia pun harus berhati-hati. Tak ingin masuk dalam perangkap yang sudah di susun wanita ini. Romy terus menatap wanita yang duduk di hadapannya. Sembari menikmati rokok putih yang berada di sela jemari tangannya. Dia begitu menikmati rokok itu, tanpa mempedulikan Romy yang masih berusaha menebak, rencana apa yang telah disusun olehnya. "Kenapa memandang aku dengan penuh curiga seperti itu Rom?" "Aneh aja melihat kamu. Seorang wanita cantik dan sukese, tapi masih sendiri." Deg! Santi merasa jantungn
"Enggak pengen ngopi?"Amelia mengangkat wajahnya. Mengarahkan pandangan pada Adrian yang baru keluar dari kamar mandi."Ngopi?" ulang Amelia."Iya, lagian perut aku laper lagi nih.""Oke deh. Emang di kafe mana?""Kita jalan aja dulu!"Amelia pun mengangguk. Seraya menyambar jaket yang ada di atas tas. Keduanya pun segera keluar dari kamar."Aku tadi lihat di depan hotel ada cafe yang cocok buat nyangkruk.""Oke.""Perasaan akmu udah baikan?""Mengenai apa?""Ya siapa lagi kalau bukan Romy, Mel?""Sudah mendingan. Aku bersyukur enggak jadi menikah sama dia, Adrian. Setidaknya aku enggak mau juga jadi yang kedua untuk selamanya.""Syukurlah, kalau kamu sudah bisa menrima semuanya. Tinggal kau masukkan aku dalam daftar seleksi kamu. Jangan lupa itu!"Seketika Amelia tertawa terbahak-bahak."Kau bisa dapatkan yang jauh lebih baik dari aku, Adrian. Aku ini wanita penuh dosa. Tak pan
Saat dua hati yang dulu saling mencinta. Kini berpisah bukan karena tak mencinta. Dulu, berharap untuk bisa saling menyatu, berbagi kasih dan hidup berdua selamanya. Kenyataan Ilahi berkata lain. "Ini semua sakit, Mel!" "Aku pun juga merasakan hal yang sama! Sakit, aku juga Romy." "Tapi, kenapa kau tak permudah semua ini? Kita bisa lari, menghilang dari mereka. Aku sanggup jalani semua itu, Mel! Kamu yang ... tidak!!!" "Kurasa kamu mengerti apa alasan aku lakukan semua ini, Rom. Salsa, anugerah cinta untuk kamu. Jangan pernah sakiti dia. Jadikan dia selalu yang pertama di hatimu, bukan hanya untuk saat ini saja. Tapi untuk selamanya! Detik ini juga, lupakan semua tentang kita. Belajar untuk mencintainya, Romy. Lepaskan cintaku perlahan, walau sakit. Aku pun sama!" Saat janji mulai tak bisa ditepati lagi. Bukan karena ingkar atau tak setia. Namun, terlebih untuk tak saling menyakiti dan tersakiti. Bertahan merasakan semua kesakitan atau k
"Ki-ta menikah?" Adrian pun mengangguk. "Bagaimana?" ulang Adrian. Sorot mata yang tajam menatap pada Amelia. Lalu dia berbisik lembut, "Aku serius!" "Bisakah kau memberi aku waktu? Karena aku tak bisa memutuskannya sendiri Adrian. Kau tahu 'kan? Aku harus meminta persetujuan Dita." "Aku akan menunggu. Dengan sabar Amelia. Asalkan kau tak mengkhianati aku." "Apa maksud kamu Adrian?" "Kau tak melanjutkan lagi hubungan kamu dengan Romy." Mendengar Adrian yang memberikan pengertiannya, semakin membuat Amelia terpikat dengan kematangan Adrian. Spontan Amelia memeluknya. Merasakan kehangatan tubuh Adrian dan debar lembut di dada lelaki tamapn itu. "Terima kasih, Adrian. Mau menerima aku dengan segala kekurangan aku ini." "Aku pun penuh kekurangan. Yang kau tak pernah sangka sebelumnya Mel." Amelia mulai melonggarkan pelukannya. "Tidurlah, Mel. Besok kita pulang!" Senyum hangat mengembang di wa