"Enggak pengen ngopi?"
Amelia mengangkat wajahnya. Mengarahkan pandangan pada Adrian yang baru keluar dari kamar mandi.
"Ngopi?" ulang Amelia.
"Iya, lagian perut aku laper lagi nih."
"Oke deh. Emang di kafe mana?"
"Kita jalan aja dulu!"
Amelia pun mengangguk. Seraya menyambar jaket yang ada di atas tas. Keduanya pun segera keluar dari kamar.
"Aku tadi lihat di depan hotel ada cafe yang cocok buat nyangkruk."
"Oke."
"Perasaan akmu udah baikan?"
"Mengenai apa?"
"Ya siapa lagi kalau bukan Romy, Mel?"
"Sudah mendingan. Aku bersyukur enggak jadi menikah sama dia, Adrian. Setidaknya aku enggak mau juga jadi yang kedua untuk selamanya."
"Syukurlah, kalau kamu sudah bisa menrima semuanya. Tinggal kau masukkan aku dalam daftar seleksi kamu. Jangan lupa itu!"
Seketika Amelia tertawa terbahak-bahak.
"Kau bisa dapatkan yang jauh lebih baik dari aku, Adrian. Aku ini wanita penuh dosa. Tak pan
Saat dua hati yang dulu saling mencinta. Kini berpisah bukan karena tak mencinta. Dulu, berharap untuk bisa saling menyatu, berbagi kasih dan hidup berdua selamanya. Kenyataan Ilahi berkata lain. "Ini semua sakit, Mel!" "Aku pun juga merasakan hal yang sama! Sakit, aku juga Romy." "Tapi, kenapa kau tak permudah semua ini? Kita bisa lari, menghilang dari mereka. Aku sanggup jalani semua itu, Mel! Kamu yang ... tidak!!!" "Kurasa kamu mengerti apa alasan aku lakukan semua ini, Rom. Salsa, anugerah cinta untuk kamu. Jangan pernah sakiti dia. Jadikan dia selalu yang pertama di hatimu, bukan hanya untuk saat ini saja. Tapi untuk selamanya! Detik ini juga, lupakan semua tentang kita. Belajar untuk mencintainya, Romy. Lepaskan cintaku perlahan, walau sakit. Aku pun sama!" Saat janji mulai tak bisa ditepati lagi. Bukan karena ingkar atau tak setia. Namun, terlebih untuk tak saling menyakiti dan tersakiti. Bertahan merasakan semua kesakitan atau k
"Ki-ta menikah?" Adrian pun mengangguk. "Bagaimana?" ulang Adrian. Sorot mata yang tajam menatap pada Amelia. Lalu dia berbisik lembut, "Aku serius!" "Bisakah kau memberi aku waktu? Karena aku tak bisa memutuskannya sendiri Adrian. Kau tahu 'kan? Aku harus meminta persetujuan Dita." "Aku akan menunggu. Dengan sabar Amelia. Asalkan kau tak mengkhianati aku." "Apa maksud kamu Adrian?" "Kau tak melanjutkan lagi hubungan kamu dengan Romy." Mendengar Adrian yang memberikan pengertiannya, semakin membuat Amelia terpikat dengan kematangan Adrian. Spontan Amelia memeluknya. Merasakan kehangatan tubuh Adrian dan debar lembut di dada lelaki tamapn itu. "Terima kasih, Adrian. Mau menerima aku dengan segala kekurangan aku ini." "Aku pun penuh kekurangan. Yang kau tak pernah sangka sebelumnya Mel." Amelia mulai melonggarkan pelukannya. "Tidurlah, Mel. Besok kita pulang!" Senyum hangat mengembang di wa
Ting!Terdengar notifikasi pesan masuk pada ponsel Salsa. Dia mengernyit saat melihat nomer asing yang belum tersimpan di kontaknya. Sembari melihat beberapa gambar yang masuk. Membuat tatap matanya membulat lebar. Hatinya berdesir lirih. Begitu terkejutnya Salsa atas foto-foto yang masuk dalam pesan itu."Apa ini?" Dengan suara yang bergetar.Jemari tangan bergerak menggeser beberapa foto yang terpampang. Semakin membuat Salsa meradang. Seketika hatinya hancur berkeping-keping. Saat melihat foto Romy dan Amelia berpelukan."Haaahhh? Kamu, Mas? Ke Jakarta hanya untuk bertemu dengan Amelia?"Terdapat beberapa foto yang terlihat sangat mesra antara keduanya."Tapi, siapa pengirim gambar ini?"Salsa langsung menelepon nomer asing itu. Namun sayang nomer yang dia telepon tak terdengar nada panggil sama sekali."Sepertinya nomer ini memang enggak bisa ditelepon. Tapi, aneh. Siapa dia yang mengirim foto-foto ini? Kenapa dia kenal aku
"Hahhhh, sialan! Siapa yang berani membuat foto ini?" Lalu dia teringat akan Santi. Yang pada saat itu muncul tiba-tiba di tempat itu. "Apa dia yang mengambil foto aku dan Amelia? Tapi, untuk tujuan apa?" Suara Romy tertahan. Dia merasa aneh atas semua kejadian ini. "Ada Santi dan foto-foto itu? Tapi--" Romy mondar mandir di kamarnya. Tampak dia gelisah. Bagimana pun, jika foto itu tersebar ke media sosial. Pasti nama Amelia yang akan tercemar. Dia akan dihujat banyak orang karena sebagai perebut suami orang. Romy terus memikirkan siapa pengirim foto-foto itu. Dari mana sang pengirim bisa tahu nomer Salsa. Buru-buru dia meraih ponsel yang berada di dekatnya. Lalu dia menelepon seseorang. "Aku harus menelepon wanita aneh ini." Terdengar nada panggilan keluar. Namun tak diangkat. Membuat Romy harus mengulangnya lagi. Masih saja tetap tak diangkat. Jemarinya bergerak cepat mencari sebuah pesan dari seseorang. "Dapat juga.
Santi berbalik mengarahkan pandangan pada Romy. Tatap matanya tajam bagai menembus relung hati. Lalu dia menggeleng dengan tegas."Ada saatnya kau akan meminta bantuan aku, Rom. Mungkin saat ini kau masih mengagungkan CINTA. Kita lihat saja sampai berapa lama kau agungkan rasa cintamu itu pada Amelia!"_oOo_Terlihat pagi ini, Salsa sangat sibuk. Dia membersihkan rumah dan memasak beberapa menu kesukaan sang ibu dan Romy. Kali ini Salsa ingin apartemennya terlihat sempurna di mata sang ibu."Ibu mungkin travelnya sampai sini jam sebelasan. Kalau Mas Romy jam sembilan pasti sudah sampai. Ada waktu untuk membuat Mas Romy istirahat."Walau kiriman foto-foto itu sempat membuat dirinya terluka. Namun begitu banyak maaf Salsa untuk Romy. Sepintas dia seperti melupakan. Walau sulit untuk dilupakan.Setelah semua terlihat bersih dan rapi. Salsa menyiapkan air dalam lemari es untuk Romy. Air yang diberi oleh Tante Molly. Dia pun 
"Mas, aku minta tolong juga. Selama Ibu di sini. Pulanglah ke rumah. Jangan menginap di lain tempat." "Apa maksud kamu ini?" "Takut aku Mas Romy akan menginap di tempat lain." Tak ada sahutan atau tanggapan dari Romy. Dia hanya diam. Sembari menghabiskan makanannya. Setelah selesai. Romy meninggalkan meja makan. Berjalan menuju kamar. "Tolong jangan ganggu. Aku mau tidur." "Baik, Mas. tapi, kalau ibu datang gimana?" "Bilang aku masih capek." Tanpa menunggu tanggapan Salsa. Romy menutup pintu kamar. Salsa hanya tersenyum. Baginya dia sudah cukup membuat hatinya senang pagi ini. Walau mungkin sikap Romy yang manis, hanya bertujuan agar Salsa tak membocorkan soal foto itu. "Apa pun alasan kamu Mas Romy. Aku tetap senang dengan sikap yang kau tunjukkan hari ini. Setidaknya kau mau meminum air dari Tante Moll." Cukup lama Salsa menunggu kedatangan sang ibu. Sampai akhirnya dia ketiduran di sofa. Hingga bunyi
"Iya, ke dokter kandungan. Untuk memeriksakan kalian berdua. Siapa yang tidak sehat di antara kalian ini!" Suara Sulastri terdengar tegas dan kencang."Haaaahhh! Dokter kandungan ...?" Kembali mereka berdua terbelalak."Kenapa kalian jadi terkejut kayak gini?""Ehhh ... ehhh, maksud kami berdua. Untuk apa ke dokter kandungan segala Bu?" Salsa berusaha menetralisir keadaan."Iya, Bu. Saya rasa enggak perlu. Toh pernikahan kita juga masih baru.""Waktu enam bulan itu enggak baru!" tegas Sulastri kesal. Melihat mereka berdua yang menganggap remeh urusan mempunyai anak."Ba-baiklah Bu. Nanti kita akan ke dokter kandungan. Kalau Mas Romy sudah santai pekerjaannya."Sulastri mengalihkan pandangannya pada Romy. Lalu mengusap bahu kokoh anak menantunya. Sembari berucap, "Kamu juga jangan terlalu capek. Harus jaga kesehatan dan stamina.""Iya, Bu."Setelah mereka ngobrol panjang lebar. Romy berpamitan untuk segera mandi. Dan ingi
"Bukan ... karena kalian tidur terpisah?" Kali ini Sulastri mengarahkan pandangannya pada Salsa. Yang terlihat gelagapan dan mengalihkan perhatian. Agar mimik wajahnya tak terbaca oleh sang ibu."Kok pertanyaan Ibu enggak kamu jawab Salsa?""Ohhh, ya enggak mungkin Bu kita tidurnya sendiri-sendiri.""Ya, sudah kalau gitu. Ibu ikutan senang.""Ibu, mandi aja dulu!"Bergegas Salsa meninggalkan kamar. Dia merasa angin panas yang sedari tadi berhembus ke arah wajahnya. Perlahan sirna. Sejenak Salsa menyandarkan tubuhnya di pintu kamar Romy."Nanti malam gimana? Aku enggak mungkin tidur sama Ibu. Pasti dia menyuruh aku temani Mas Romy."Sembari membersihkan dan membereskan tempat tidur Romy. Salsa tampak berpikir keras. Dia kehabisan akal untuk membicarakan hal ini pada Romy."Hahhhh, semoga Mas Romy enggak marah. Kalau aku bilang akan tidur di kamar ini juga."Terdengar suara sang ibu yang tiba-tiba memanggil dirinya. Belum