"Bukannya aku ini sudah berusaha menjadi istri yang baik buat kamu, Mas. Kamu perlakukan aku semena-mena pun aku diam. Sekarang, apa aku juga harus diam? Saat Adrian mencari calon istrinya, yang hilang bersama kamu, Mas. Jawab!"
Salsa semakin berani menentang Romy.
"Masih diam juga, Mas? Apa kamu sudah merasa hebat? Bisa mengajak Amelia keluar dan menurutmu itu berhasil memisahkan mereka?"
"Diam!" bentak Romy naik pitam. "Itu bukan urusan kau, Sa! Aku hanya menanyakan, kenapa kamu membantu Adrian? Dan lagi, buat apa kamu mendatangi Santi ... haaa?"
"Itu juga bukan urusan kamu, Mas Romy. Aku hanya ingin memastikan, kalau seorang Santi yang pengusaha kaya raya. Terpandang, ternyata kelakuannya bejat. Menghasut suami orang untuk balikan sama mantannya. Apa aku salah?"
"Salah! Karena kau sudah tau bagaimana hubungan kita ini!" hardik Romy semakin berang.
"Jangan menghardik aku seenaknya, Mas. Aku pun bisa berangkat ke Semarang dan mengadu sama M
"Mas Adrian enggak minta diantar pulang. Dia minta diantar ke apartemen. Entah ke tempatnya siapa?"Deg!Jantungnya berdegup keras."A-apartemen?""Iya, Mbak Amel."Pikiran Amelia langsung melayang pada apartemen Romy."Apa Adrian mencari aku, Rin? Sewaktu aku pergi sama Romy?""Iya, Mbak. Pulangnya hampir bersamaan dengan Mbak Amnleia juga kok."Tatap mata Amelia seketika nanar. Dia merasa Adrian mengetahui di mana keberadaannya saat tadi malam.'Pasti dia sudah berpikir yang enggak-enggak. Kalau dia tahu apa yag telah terjadi. Pasti Adrian tak mau lagi menerima aku. Yang telah kotor dan hina ini.'Amelia tertunduk dalam. Dia larut dalam perasaan bersalahnya."Oh iya, Mbak. Mas Adrian juga turunin sepatu bdari dalam mobil.""Se-sepatu? Punya aku, Rin?""Iya, yang merah. Yang biasa Mbak pake."Dada Amelia semakin berdebar-debar tak karuan. Hatinya menjadi gelisah. Dia tak
Kali ini, keduanya sama-sama terdiam. Hingga sekian detik. Membuat Amelia dan Salsa saling berpikir apa yang harus dikatakan. Terlebih Amelia, yang merasa seperti seorang penjahat. Yang telah melakukan sebuah kesalahan besar."Tante, Salsa mau bicara. Dari hati ke hati.""Ehhh ... bi-bicara apa?" Suara Amelia terdengar sangat lemah."Tante, sakit? Apa Mas Romy telah melakukan sesuatu yang membuat Tante jadi sakit?"Tanpa mengindahkan perasaan Amelia. Salsa terus nyerocos dengan banyak pertanyaan."Kenapa Tante masih juga diam? Aku butuh kepastian dari Tante. Apa yang sebenarnya terjadi kemarin itu, Te? Apa?!"Amelia tak mampu lagi menahan isak tangisnya. Dia pun menutup telepon dari Salsa. Tak sampai satu menit berselang. Kembali terdengar suara telepon yang berdering.Kriiing kriiing kriiing!Dada Amelia kembali bergetar. Dia tak sanggup mendengarkan segala macam pertanyaan yang menohok hatinya dari Salsa.Namu
Sudah lima hari. Adrian belum juga menampakkan batang hidungnya. Dengan alasan masih di berada Jakarta. Amelia merasa ada yang tak wajar. Dia merasakan kalau Adrian mulai berubah."Apa yang terjadi sama kamu Adrian? Apa, kamu mendengar sesuatu tentang kejadian itu?"Amelia semakin gelisah. Dia beranjak dari tempat tidur."Aku harus menemui Adrian! Harus!"Tok tok tok!Belum selesai dia mengganti pakaian. Rini memanggilnya pelan dari luar kamar."Ada apa Rin?""Ada tamu Mbak.""Tamu?"Dengan gerakan cepat, Amelia membuka pintu kamar."Tamu siapa, Rin?""Istrinya Mas Romy, Mbak.""Salsa?"Rini mengangguk pelan. Sejenak Amelia terdiam. Dia berpikir untuk apa Salsa menemuinya.'Apa dia masih akan membahas masalah itu lagi?'Amelia menyisir rambutnya. Sedikit memberi polesan bedak dan lipstik pada wajahnya yang masih pucat.Sambil menarik napas dalam-dalam. Ameli
"Mas Adrian ada di dalam, Mbak."Hati Amelia berdesir lembut. Entah mengapa hatinya yakin Adrian menyimpan suatu masalah. Yang disembunyikan dari dirinya."Boleh saya masuk?""Silakan Mbak Amel. Mari saya antar!""Makasih, Pak."Saat menapaki lantai dua. Hati Amelia berdesir. Entah karena apa? Ada ketakutan tersendiri terhadap apa yang berputar di pikiran Amelia saat ini. Yaitu Adrian meminta hubungan mereka berakhir.Tok tok tok!"Siapa?"Amelia memilih tetap diam. Lalu, dia membuka pintu perlahan. Amelia melongok dan melihat Adrian yang tengah rebahan juga melihat ke arahnya."Amel?!""Iya, Adrian.""Ka-kamu diantar siapa? Bukannya badan kamu masih lemes?""Udah mendingan kok. Aku kepikiran kamu."Saat Amelia mendekat dan duduk di sebelah Adrian. Dia terkejut saat melihat kondisi wajah lelaki tampan itu."Wa-wajah kamu kenapa Adrian?" Seraya cemas dia mengusap perlahan wajah san
Romy yang kesal dan marah. Membanting pintu dengan kencang. Membuat Salsa semakin terluka. Bagai teriris belati, perih dan sakit. Atas semua perlakuan Romy terhadapnya. Yang ternyata tak pernah berubah sedikit pun.Tiba-tiba Salsa merasakan kepalanya berdenyut. Perutnya mual seketika."Aku seperti masuk angin begini sih?"Buru-buru dia mengambil minyak angin di kotak P3K. Setelah mengusap bagian leher, dada dan perut. Salsa berusaha untuk berisitirahat."Kenapa badan aku jadi dingin kayak gini?"Segera Salsa menarik selimut dan segera tidur. Namun, sudah dua jam berlalu. Salsa semakin merasakan tubuhnya tak karuan."Kayaknya aku mau sakit ini. Aku minta tolong siapa?" bisiknya sedih.Menuggu Romy pulang, tak mungkin dia akan antar dirinya ke dokter atau ke rumah sakit. Tapi, Salsa semakin merasa mual dan pening.Buru-buru dia berlari ke kamar mandi. Memuntahkan semua isi perutnya, yang terasa di aduk-aduk. Saat hend
"Kenapa Adrian mempertahankannya? Sebagai lelaki pasti dia tahu apa yang telah terjadi hari itu."Tampak Romy geram. Apa yang dia harapkan tak juga sesuai harapan. Adrian yang dia harapkan bakal memutuskan hubungannya dengan Amelia. Ternyata tak seperti keinginan."Karena cinta dia ternyata jauh lebih besar dari yang kau bayangkan. Dan yang aku bayangkan juga. Aku tak menyangka dia bersikukuh melanjutkan pernikahannya dengan Amelia," sahut Santi, berkaca-kaca."Bagaimana perasaan kamu, San?""Tak usah kau tanyakan lagi, Rom! Dia lelaki yang sangat aku inginkan dalam hidup. Tapi, mungkin sudah takdirku seperti ini! Dia bukan untukku.""Dan kamu menyerah?""Tak bisa aku memaksa 'kan? Kita juga harus realistis Rom. Aku sudah mati-matian sekuat tenaga berusaha untuk memilikinya. Yang ada apa? Dia tak mencintaiku."Romy menghela napas panjang."Aku juga enggak mau hidup sepertimu, Rom. Tanpa cinta hidup dalam satu atap.
Pagi buta bergegas Amelia menuju kamar mandi. Dengan tangan yang bergetar dia mengambil test pack yang selalu ada dalam perlengkapan kamar mandi.Tak bisa dipungkiri Amelia. Ada sebuah rasa ketakutan yang kini melesak menembus ruang jiwanya. Perlahan dia mulai membuka bungkus test pack. Lalu, mulai mencelupkan ujungnya pada air seni.Detak jantungnya yang semakin berdegup kencang. Semakin membuat dadanya berdebar-debar. Amelia mengibas pelan test pack yang dipegang di ujung jari.Kedua mata Amelia membulat lebar. Pandangannya menjadi nanar sekatika."D-dua garis ... apa benar ini dua garis?" Amelia kembali memicingkan mata. Sambil membersihkan test pack dengan air. Kembali dia menatap tajam, dengan hati yang berdebar-debar. "A-aku hamil beneran? Apa iya aku ini hamil?"Spontan Amelia melempar test pack di lantai. Dia menangis tersedu-sedu. Sembari memukul perutnya."Kenapa? Kenapa aku sampai hamil seperti ini? Kenapaaa ...?"Amelia te
Tak lama, Adrian sudah berdiri di hadapannya. Dengan senyum yang mengembang lebar."Ada apa pengantinku? Kok kayak ada hal yang urgent sekali?"Kini mereka berdua duduk sejajar, di pinggiran kasur. Adrian merasa ada yang aneh dengan sikap Amelia. Dari raut wajahnya yang kusut dan suntuk. Adrian menebak pasti ada suatu permasalahan.Lalu, Amelia memberikan hasil test pack pada Adrian."Apa maksud kamu, Mel? Ini apa?"Amelia menahan perasaan yang menyesakkan jiwanya."Kamu bisa buka Adrian. Lalu lihatlah hasilnya."Cukup lama dia terdiam. Hanya memandangi test pack yang diberikan oleh Amelia."Bukalah Adrian!"Jemari tangan Adrian bergetar. Dia tahu pasti ada sesuatu di dalamnya. Setelah mengambil ujung test pack. Pandangan matanya tertuju pada garis dua berwarna merah."Garis dua?""Iya, Adrian," ucap Amelia. Dia masih berusaha menahan kesedihannya. Saat ini hati Amelia benar-benar kacau. "Maafkan aku, Adria