Jika waktu bisa dihentikan mungkin satu hal yang diinginkan Eleanore saat ini adalah kebersamaan sang ibu. Selama dua puluh tahun dia baru mengetahui kebenaran mengenai ibu kandungnya. Dia dipertemukan dengan Celeste hanya dua bulan saja dan itu tak cukup bagi Eleanore. Kemarin Celeste dinyatakan dalam kondisi kritis dan diharuskan diopname di rumah sakit, tetapi wanita itu menolak sebelum dia jatuh pingsan. Eleanore merasakan kesedihan mendalam melihat ibu tercintanya sekarang yang terbaring di tempat tidur dengan alat medis di tubuh."Elea ... aku datang.""Jason ... kapan kau datang?" Eleanore terkejut sembari menghapus air matanya.Eleanore tak menyadari jika sedari tadi ada sahabatnya yang berdiri di ambang pintu melihatnya dengan rasa bersalah. Seharusnya dia mempertemukan Eleanore dan Celeste lebih lama agar mereka bisa merasakan kedekatan."Kemarin malam dan aku langsung ke sini saat ayah Ius memberiku kabar mengenai dirimu," kata Jason menghampiri Eleanore dan duduk di sampi
Celeste nama yang singkat diberikan orang tuanya sebelum ditinggalkan selamanya. Celeste kecil diasuh oleh bibi dan sang kakak Ruby. Mereka hidup dalam kesederhaan di sebuah hunian yang diperuntukkan bagi kaum papa. Lingkungan bersih, tidak kumuh dan tentram sengaja dibangun di tanah milik raja. Sang raja memberi ijinnya.Celeste adalah gadis manis berusia delapan belas tahun yang disukai pemuda di tempat tinggalnya. Dia gadis yang ramah dan penolong. Sang kakak menginginkan Celeste kuliah agar kelak gadis itu bisa bekerja di kota dengan gaji yang baik."Ruby ... aku akan pergi bekerja di kota. Jika kau mengijinkanku," ujarnya di suatu siang."Kau harus pergi kuliah bukannya bekerja, Celes," sahut Ruby sembari menyiapkan masakan. "Tentu aku akan pergi kuliah, tapi ijinkan aku untuk bekerja juga. Aku tak bisa berdiam diri saja seperti ini. Aku berterima kasih padamu karena kau membiayai kuliahku dari hasil kerjamu, tetapi sebentar lagi kau akan memiliki suami. Kau tak bisa terus menja
Celeste sudah bekerja hampir dua minggu di kelab malam tersebut dan selama itu tak ada yang menganggunya. Benar kata sang manajer jika pelanggan di sini dilarang menggoda pelayan wanita maupun pria karena akan dikenai sangsi. Setidaknya dia tak perlu cemas setiap bekerja.Celeste ditempatkan di bagian kasir meski kadang-kadang dia menjadi pramusaji jika kelab malam ramai di waktu tertentu. Jika sudah seperti itu maka dia memperoleh komisi lembur yang cukup lumayan."Ada komisi bonus lembur untukmu. Kalau kau mau tambahan lebih kau bisa bekerja di hari Minggu."Jam kerja Celeste enam hari dimulai pukul dua siang sampai dua belas malam hari. Celeste tidak mau bekerja di hari Minggu karena dia perlu istirahat dan belajar. Dia ingin lulus lebih cepat dan segera menemukan pekerjaan yang diinginkan."Kau tak pergi bekerja hari ini, Rose?" tanya Celeste pada hari Minggu pagi.Berbeda dengan Rose, gadis itu pergi bekerja setiap hari. Mereka menyewa satu kamar untuk ditinggali dua orang karena
["Aku membencimu, Celeste."]Sebuah pesan dari ponsel dibaca Celeste dengan penuh tanda tanya. Tiada kabar apapun tiba-tiba saja sang sahabat berkirim pesan. Celeste mencoba menghubungi lagi, tetapi tidak ada yang mengangkat."Ada apa, Celests?" tanya rekan kerjanya yang melihat dia termangu sambil memandang layar ponsel."Ah tidak apa-apa. Temanku berkirim pesan," ucapnya seraya mengganti pakaian.Celeste masih penasaran akan isi pesan Rose. Dia tak yakin sepenuhnya jika yang mengirim adalah sang sahabatnya sendiri. Selama ini Rose tak pernah ada masalah dengan dirinya kecuali satu hal mengenai kekasih Rose. Namun Celeste yakin bukan itu, dia percaya ada sesuatu yang terjadi pada Rose. Celeste ingin mencari rumah sang kekasih Rose, sayangnya dia tak tahu alamat tempat tinggal Rose sekarang."Kau sudah dengar ada gosip yang menyebar di kalangan orang kaya," bisik rekan kerja Celeste di sebelah."Gosip apa? Aku tidak mendengar apapun sejak kemarin," sahut Celeste memang tidak tahu apap
Celeste dilanda gelisah pasalnya dia bermimpi bertemu Rose yang pucat pasi sedang duduk di sebuah rumah dan tatapan Rose penuh kesedihan. Celeste terpaksa bangun dini hari karena mimpi itu begitu merisaukan. "Apa aku melapor ke kantor polisi?" "Tapi apa alasannya?" Celeste sungguh bingung. Di satu sisi dia mencemaskan keadaan Rose, tetapi di sisi lainnya Rose tak mau lagi menemuinya dan keberadaan sang sahabat pun tidak tahu. "Biar aku coba hubungi sekali lagi." Celeste menekan tombol dan menghubungi Rose. Lagi, sambungan itu tidak diangkat oleh sang sahabat. Mati tidak ada bunyi apapun. Celeste menghembuskan napas dan memilih bangun untuk membuat sarapan. Celeste segera menuju dapur yang ada di luar kamar, memasak sarapan dan membuat segelas kopi. Jika mengingat kopi yang dibelinya, dia teringat akan pria bernama Naval. Entah kenapa dia tiba-tiba tersenyum mengingat pertemuannya dengan pria tersebut. Ada perasaan aneh di dalam pikirannya. Jantungnya pun berdebar bila menatap p
"Kau yang telah membunuh Rose!"Tamparan dari kakak Rose mengejutkan Celeste. Dia tak siap dengan hal ini dan membuatnya syok hingga terdiam meski kakak dari sahabatnya itu terus memaki dan mengumpat kasar."Maaf Christine. Aku tidak membunuhnya," isak Celeste gemetaran."Jika kau tak mengajak dan memaksanya ikut denganmu bekerja di kota. Dia masih hidup saat ini," tuduh wanita bernama Christine sambil mengangkat ujung jarinya."Kata Rose, kau yang memaksanya untuk menemanimu di kota. Kau keterlaluan, Celeste. Kurang baik apa kami kepadamu?""Rose yang mengajakku ke kota mencari pekerjaan bukan aku, Christine! Kau salah paham tentangku!"Celeste tak terima dengan tuduhan Christine padanya. Bukan dia yang memaksa Rose, tetapi gadis itulah yang terus berupaya membujuk agar dia bisa bekerja di kota demi kebutuhan hidup. Naval dan Ludric tak turut ikut campur terlebih dulu. Mereka membiarkan wanita itu meluapkan emosinya karena kematian Rose."Kau pandai menyangkal rupanya. Adik dan kaka
Celeste terperanjat membacanya. Ada apa dengan Rose? Apa pria itu menyakitinya? Celeste mencari jawabannya melalui tulisan di surat Rose, tetapi tak ada lagi tanda yang diberikan sahabatnya tersebut."Sebenarnya apa yang terjadi padamu, Rose?"Tak puas dengan isi suratnya, Celeste mencari tahu melalui ponsel Rose dan berharap bisa menemukan jawaban yang bisa menjadi bukti jika kematian Rose bukanlah tabrak lari biasa melainkan ada sesuatu. Celeste membuka satu persatu album foto di ponsel Rose. Hanya ada foto sang sahabat beserta barang-barang mewah tak ada petunjuk apapun. Celeste berpindah menuju memo yang biasanya dipakai Rose untuk mencatat."Banyak sekali yang kau tulis, Rose.""Kau memang pelupa sejak dulu," gumam Celeste mengenang sang sahabat.Tak terhitung jumlah catatan yang ditulis Rose. Sang sahabat dijuluki pelupa karena seringnya gadis itu melupakan hal yang sepele sekalipun. Beberapa catatan hanya diisi oleh tulisan tidak penting.Celeste mencari catatan penting yang m
Dua minggu sudah sejak kematian Rose. Celeste merasakan sepi di rumah sewanya. Tak ada lagi canda tawa ataupun tangis bersama saat menonton film. Celeste merindukan semua hal yang pernah dia lakukan dengan Rose.Kali ini ketika kampus libur, Celeste menyempatkan diri untuk ke makam Rose. Dia tumpahkan semua keluh kesah dan cerita pekerjaan di kelab malam. Dia pun memberitahu jika sebentar lagi dirinya akan lulus kuliah dan segera meninggalkan kelab malam."Ah Rose. Andai saja waktu itu kau langsung menemuiku bukannya berkirim pesan. Apa kau masih di sini bersamaku?"Satu hal yang disesali Celeste hingga sekarang adalah dia tak meminta bantuan pada pihak kepolisian mencari keberadaan Rose. Bukankah dia bisa saja membuat laporan palsu mengenai kaburnya sang sahahat?Sejak awal Celeste tak mau kalau Rose memiliki hubungan dengan pria-pria di kelab malam. Dia tahu sifat sang sahabat yang senang akan uang dan kemewahan, tetapi dia tak menyangka jika Rose benar-benar melanggar peraturan kel
"Selamat pagi, Nona Eleanore."Seorang wanita menyambut kedatangan Eleanore dengan ramah lalu mengiringi langkah sang nona menuju suatu ruangan. Eleanore berjalan tampak anggun, dress yang dipakainya menarik pandangan semua orang bukan karena mahal, tetapi pakaian itu hasil rancangan dirinya sendiri.Sudah dua tahun ini Eleanore menekuni bidang fashion dan sesekali mengajari anak-anak panti asuhan belajar bermain Cello juga piano. Eleanore benar-benar berubah, dia menjelma menjadi wanita yang kuat dan pekerja keras."Apa agenda pekerjaanku hari ini, Anne?" tanya Eleanore sembari duduk di kursi kerjanya."Sampai esok lusa, tidak ada agenda penting, Nona. Semua sudah teratasi. Agenda padat di tanggal 1 bertepatan dengan tahun baru.""Syukurlah aku bisa istirahat. Aku lelah dan ingin merebahkan tubuhku di kasur, Anne," kata Eleanore menghirup napas panjang lalu menggeliat melepas lelah."Ya anda perlu mengistirahatkan tubuh anda, Nona. Hampir satu bulan ini banyak kegiatan yang menghabis
Eleanore jatuh tersungkur di hadapan dokter yang menangani Ken. Pria yang dia acuhkan dan dia diamkan selama satu tahun ini mengalami luka dalam cukup parah hingga membutuhkan donor darah rhesus negatif, darah yang sulit dicari dan rumah sakit kehabisan stok."Darah saya sama seperti tuan Ken, Nona. Biar saya yang mendonorkan darah," kata Justin mengajukan diri.Beruntung sekali Ken bisa terselamatkan berkat donor darah dari Justin sang pengawal Eleanore. Namun meskipun darah sudah didapat, Ken tidak akan siuman dalam waktu sebentar. Ken dinyatakan mengalami koma dan para dokter tidak bisa memastikan kapan pria itu terjaga."Lakukan apa saja untuk keponakanku. Berapa biayapun akan kami bayarkan!""Maaf, Raja. Bukannya kami tidak bisa menyelamatkan Tuan Ken, tetapi luka dalam yang menyentuh organ vitalnya membuat Tuan Ken tak sadarkan diri," ungkap Dokter Jamie memberi penerangan.Henryco pun terlihat syok mendengarkan penuturan sang dokter. Mereka tak menyangka jika dua peluru di tubu
Hampir satu tahun setengah Ken bolak balik dari kediamannya ke tempat tinggal Eleanore di desa terpencil. Tak masalah bagi Ken asal dia bisa melihat kesembuhan sang istri meski Eleanore hanya sepatah dua kata mengajaknya berbicara. Toh ... bagi Ken itu adalah kemajuan luar biasa.Seperti saat ini ketika waktu berkunjung Ken di hari Kamis hingga Minggu, Eleanore menunggu di depan pintu dan berharap pria itu membawa makanan dari kota atau cokelat yang dibeli Belinda di luar negeri. Di hari itu Eleanore tak bisa diganggu oleh apapun."Ayah senang kau akhirnya mau menerima Ken sebagai menantumu, Naval. Lihatlah putrimu, dia kembali jatuh cinta dengan suaminya.""Terima kasih sudah berdamai dengan masa lalu, Ken," ucap Jaquavius melihat Eleanore dari tangga. Kadang dia turut menemani Eleanore menunggu Ken."Berdamai itu susah, Yah. Aku masih belajar dan awalnya memang berat, tetapi melihat ketulusan Ken akhirnya aku menyadari tak ada manusia yang luput dari kesalahan."Jaquavius dan Naval
"Kau akan pulang, Jas? Kapan kau akan kembali ke sini?""Bulan depan. Tunggu aku di sini. Jika kau mau dibelikan sesuatu, telepon saja aku dan akan kukirim segera."Percakapan Jason dan Eleanore di depan gerbang membuat Ken tersisih dari pikiran sang istri. Seberusaha apapun dia mencoba untuk mendekati atau sekedar duduk saja di sebelahnya, Eleanore tetap mengacuhkannya seakan-akan dirinya tak ada."Tidak usah. Aku senang jika kau sering mengunjungiku," ucap Eleanore penuh semangat, tetapi tidak dengan Ken. Dia mencelos dan tak berdaya."Oke sekarang aku pergi ya. Jaga kesehatanmu," kata Jason memeluk Eleanore erat untuk terakhir kalinya. Dia mungkin akan kembali ke sini dalam waktu yang tidak ditentukan. Jason tak mau menganggu Ken yang sedang berusaha memperbaiki hubungannya dengan Eleanore."Ken, ingat apa yang sudah aku sampaikan padamu. Jika kau melakukannya lagi maka kan kubawa Eleanore ke tempat kau tak pernah menemukannya," ujar Jason memberi peringatan ultimatum.Ken hanya me
Tinggal dua bab lagi menuju tamat. Mau happy Ending atau Sad Ending? "Kau sedang apa di sini?""Kenapa kau membawa pria ini?"Naval maupun yang lainnya tidak menyangka sama sekali jika malam ini mereka kedatangan dua orang pria. Jaquavius memandang geram salah satu pria yang berdiri di ambang pintu dan ingin mengusir pergi."Coba jelaskan pada kami, Jas. Kau tahu dari mana mengenai tempat ini? Atau jangan katakan kalau kau meminta tolong pada ayahmu yang mafia itu," tuding Naval pada Jason yang datang malam itu.Keterdiaman Jason serta anggukan kepalanya membuat Naval menggeram kesal sekaligus marah. Keluarga Jason Georgeus selalu menemukan orang yang bersembunyi bahkan di tanah sekalipun."Usir mereka dari sini, Smith. Panggil pengawal jika mereka tak mau pergi," usir Jaquavius secara kasar.Pria di samping Jason yang sedari tadi hanya terdiam akhirnya bersuara dengan lirih. Jaquavius dan Naval memalingkan wajah mereka sedangkan Smith hampir menelepon pengawal, tetapi Jason menggele
Sudah hampir dua bulan ini Ken tak bisa menemukan keberadaan Eleanore. Tak seorang pun dapat mencari ke mana perginya sang istri. Bagi Ken, Eleanore tetaplah istrinya sebab dia tak pernah memberi tanda tangan di berkas penceraian tersebut."Kau ada di mana, El? Aku menyesali tindakanku."Meski dia sudah berulang kali ke kastil, tak ada yang bisa dia cari di sana. Naval maupun Jaquavius pun tidak mau memberitahu keberadaan Eleanore. Ken tahu jika keluarga Ulmer menyembunyikan sang istri dan sialnya mereka bekerja sama dengan sang ayah. "Mereka menghukumku dengan cara seperti ini."Ken sadar selama ini apa yang dia pikirkan mengenai sang kakak adalah salah besar. Dia terlalu menyayangi Ludric hingga rasa posesif terhadap sang kakak membawa dirinya salah menilai.Ketika semua terungkap dan pelan-pelan dia bisa menerima kenyataan tentang jati diri Ludric yang sebenarnya. Saat masa kanak-kanak, dia hanya berpikir betapa baik dan sayangnya sang kakak tanpa tahu perilaku kejahatan yang dila
Eleanore merasa hidupnya tiada arti. Dia kehilangan bayi di usia kandungan muda, kehilangan ibu yang baru saja ditemui, menerima kenyataan jika sang kakak Naval adalah ayah kandungnya selama ini dan yang paling menyakitkan adalah pria yang dicintai menyiksa sang ibu di penjara."Bagaimana aku bisa hidup, Bu? Aku sudah mencintai orang yang salah.""Apa yang harus aku lakukan?""Andai aku tak menikahi pria itu, apa aku masih bisa melihatmu lebih lama?"Eleanore selalu memendam semua masalah di dalam pikirannya, tak pernah bisa mengungkapkan apapun yang ingin dikatakan dan tak bisa meluapkan emosi melalui kata-kata. Eleanore terlihat bahagia dan seolah tak memiliki hal sulit, tetapi kenyataan dia menyimpan masalah-masalahnya mulai dari kecil. Tanpa disadari dirinya akan berdampak pada kejiwaannya.Dihempas begitu banyak masalah yang melukai perasaannya dan tak bisa mengutarakan isi hatinya membuat Eleanore memilih diam hingga jiwanya terganggu dan mengalami depresi akut."Apa yang terja
"Aku tak percaya."Ken menyangkal semua perkataan paman dan ayahnya mengenai kakak tercinta. Di mata Ken sendiri sang kakak adalah idola dan sosok yang sempurna. Kakak yang bertutur lembut dan berperilaku baik. Ken amat menyayangi Ludric yang memberinya kasih sayang setelah kematian sang ibu dan ayahnya yang sibuk bekerja. Ludric menuruti semua keinginan Ken meski caranya salah."Kau masih belum percaya dengan perkataan ayah dan pamanmu, Ken?""Bukti sudah ada mengenai kejahatan kakakmu. Lalu apa lagi yang ingin kau lakukan?" Henryco ikut menimpali perkataan sang adik.Ken membaca berulang kali berkas mengenai semua kasus tentang Ludric. Mulai dari masa kecil hingga menjelang kematiannya. Ludric tak bisa ditangkap hanya diinterogasi lalu dibebaskan. "Kau selalu menganggap Ludric sosok yang baik di matamu, Ken. Kau tak pernah melihat sosok lain dalam diri kakakmu. Dia tak segan melakukan keinginannya dengan cara licik," ujar Mario memberitahu kebenarannya."Jika Ludric berbuat salah,
Di lembaga pemasyarakatan Naval mengunjungi Kevin. Dia ingin menyapa sekaligus sekedar berbincang-bincang mengenai masa lalu mereka. Kevin divonis seumur hidup setelah melakukan pembunuhan Ludric beberapa tahun lalu."Apa kabarmu, Kevin?" tanya Naval sembari menuangkan segelas bir dan rokok untuk orang yang dia anggap teman dulu."Ya beginilah keadaanku," ujar Kevin menyunggingkan senyum.Naval meminum birnya lalu menyalakan rokok. Hal yang sama dilakukan Kevin. Kedua pria itu saling memandang hujan deras melalui kaca jendela lapas. Naval meminta ada ruangan khusus untuknya bersama Kevin."Kenapa kau baru mengakui kesalahanmu setelah dua puluh tahun berlalu?" tanya Naval tanpa menatap Kevin."Aku sudah lelah harus hidup dalam lumpur dosa dan bersembunyi dari masa lalu," aku Kevin dengan jujur."Tapi kau tak lelah ketika membunuh Ludric, bukan? Kudengar dari pihak pengadilan, kau memang sengaja merencanakan pembunuhan tersebut lalu menyalakan Celeste?""Aku terpaksa melakukannya, Naval