Home / All / EGO / BAB 2

Share

BAB 2

Author: Mae Takata
last update Last Updated: 2021-06-04 17:11:55

Selalu dibuat kagum oleh pilar yang berdiri kokoh. Tegak pada sisi lemari, tempat tersusunnya piala penghargaan. Mural dengan lukisan seorang gadis yang tidak dapat didefinisikan pasti. Pemilik bola mata yang indah, seorang wanita Heterochromia. Coklat disisi kanan dan biru disisi kiri. Setiap 2-3 tahun sekali, sekret selalu direnovasi untuk diberi aksen baru. Diberlakukan jika berganti pimpinan pengurus.

Namun, hanya mural pada dinding pilar itu yang tidak pernah diganti. Lebih tepatnya menolak untuk diganti. Seperti perempuan pada umumnya, yang selalu menolakuntuk diduakan, digantikan, apalagi dilupakan. Berbagai hal kebetulan terkesan mistis. Setiap toko bangunan tiba-tiba kehabisan stok cat. Tragedi cedera melanda orang yang berusaha menggantinya. Mural itu selalu menghipnotis setiap orang yang pertama kali melihatnya. Mungkin terpana oleh rambut panjang yang tergerai. Atau aksen batik yang tertanggal pada setengah badannya. Tampak sangat estetik, anggun, dan tradisional. Bila malam, mata itu seakan bicara bersama penyaksinya. Pancaran binar matanya menyala.

Konon katanya, mural itu sudah ada sejak sekret pertama kali direnovasi. Tidak ada yang tahu tahun pastinya, yang diketahui hanya pelukisnya yaitu alumni angkatan 80-an. Bayangkan saja betapa lusuh warnanya. Meskipun begitu, ia tetap indah dibanding tiga pilar lainnya yang sudah berkali-kali diganti. Keanehan yang sering terjadipun menuai berbagai kontroversi. Ada yang mengaitkan dengan hal gaib. Ada juga yang menganggap sebagai sugesti belaka. Beda kepala beda argumen.

"Elzora..." Suara sayup dari pintu sekret.

"Siapa?" sahut Elzora terperanjat.

"Ini gue Ardan," muncul tergesa-gesa, melempar sepatu yang lusuh ke atas rak bambu.

"Astaga Dan, kebiasaan kayak jalangkung!"

"Takut ya? Haha, mana yang katanya gentle girl?" ledek Ardan.

Ialah Ardan. Sahabat satu organisasi yang berbeda fakultas. Mahasiswa yang khas dengan rambut gondrong sebahu, berkumis tipis, berkulit eksotis, bertubuh kurus, dan cukup ambisius. Kadang serius mengejar selempang dengan pujian ditambah lulus tercepat. Walaupun nilai dan otaknya tidak sinkron dengan ambisinya. Apalagi jika virus rebahan kumat. Ambisinya semata-mata karena tekanan dari keluarga. Ibunya ingin anak badung itu berubah. Mengikuti langkah abang dan kakak perempuannya. Menjadi lulusan terbaik hingga mendapat beasiswa S2 ke luar negeri. Sebetulnya ia sudah lelah, tapi omelan ibunya memaksanya tak mudah menyerah. Terlebih jika dibandingkan dengan abangnya.

Dibandingkan memang menyebalkan. Walau kadang perbandingan itu mampu jadi amunisi untuk lebih kuat berjuang. Manusia terlalu sering berekspektasi. Sampai lupa bahwa banyak potensi yang bisa digali. Ambisius dan optimis tidak salah. Asalkan diikuti niat dan usaha yang setara. Ardan memilih organisasi seni sebab kecintaannya terhadap musik dan keinginan untuk bebas berekspresi. Sempat terlintas dalam hati dan pikirannya untuk berkuliah di Institut Seni. Namun, akibat terlalu mudah dipengaruhi info ngawur. Anak yang tak berpendirian itu mengurungkan niatnya.

"Kuliah di kampus seni itu mudah masuknya susah keluarnya."

Ungkapan itulah yang mengurungkan niatnya. Lalu memutuskan masuk kampus biasa dan bertemu sosok gadis aneh itu. Sama-sama mahasiswa penyandang gelar jomblo akut. Bedanya, Elzora selalu terkesan cuek dan serius. Sedangkan Ardan, hidup dipenuhi dengan lawakan. Sosok laki-laki yang paling takut galau sebab patah hati. Itulah sebab ia lebih memilih untuk sendiri. Fokus dengan kuliahnya yang berantakan. Sama seperti rambutnya yang mirip sapu ijuk itu. Bahkan pom-pom para cheerleader tampak lebih rapi. Sungguh kasihan, hidupnya seperti hanya untuk dibanding-bandingkan.

"Zo, gue kesel banget sama dosen hari ini, masa udah ngerjain laporan dari sore sampe subuh masih aja dikeluarin dari kelas cuma karena telat 10 menit," gerutunya tergesa-gesa.

"Nggak salah kok kan emang telat, terus dosen lo ngomong apa?"

"Anda selalu datang telat, tugas juga selalu kumpulnya telat, makanya bangun tidur itu jam 5, biar ndak telat!" Meniru cara bicara dosen berlogat Jawa.

"Hah, ya tinggal jawab aja... Buk! jam 5 saya bukan belum bangun tapi belum tidur, itu juga karena ngerjain tugas dari Ibu! bilang aja gitu."

"Sedep banget lo ngomonng Zo, andaikan ngomong begitu dan nilai kagak auto E mungkin gue udah ngomong beneran dah," ucap Ardan gusar.

Menjadi mahasiswa memang serba salah. Kebenaran selalu berpihak pada pengajar, sedangkan mahasiswa sekedar rakyat jelata pengais recehan nilai. Rumit, semasa SMA membayangkan berbagai hal menyenangkan dalam dunia perkuliahan. Ternyata keindahan itu halu. Mendapatkannya sama saja seperti menang lotre. Drama dunia perkuliahan tidak seindah Naughty Kiss, Pitch Perfect, dan film drama lainnya. Drama sesungguhnya adalah...

Kejar-kejaran bareng dosen...

Bolak balik kos-kosan ke kampus buat revisi atau sekedar tanda tangan KRS...

Cinlok bareng laptop, perpustakan, dan bermesraan bersama tumpukan tugas dan laporan....

Begitulah realitanya. Keruwetan itulah yang membuat Elzora memilih organisasi seni untuk diikuti. Lagipula seni adalah hidupnya sejak kecil. Melukis, bermusik, bernyanyi, drama, dan sastra. Sebelum kakek tiada, Elzora selalu rutin bermain musik dan menulis puisi bersamanya.

"Seni adalah bagian dari perjalanan hidup, ketika pikiran dan kenyataan terlalu pahit untuk ditelan biarkan warna-warni seni menawarkan manis kehidupan."

Begitulah kutipan dari Elzora, gadis unik yang sering dibilang aneh dan apa adanya. Selain seni, ia adalah gadis pecinta alam. Hampir setiap kota di Indonesia telah disinggahi. Beberapa negara di Asia dan Eropa juga sempat dijelajahi. Ketika hati dan pikirannya mulai kalut disanalah ia mulai berpetualang. Menjadi solusi melepaskan beban hidup, membuang kenangan selagi diperjalanan. Demi menuntaskan rasa penasaran perihal Art style. Ia berencana pergi seorang diri sekedar untuk menggali jawaban. Meski telah berkelana kemana-mana kadang ia rindu rumah. Hanya kadang-kadang, jika sedang rindu masakan tante. Orang tua yang entah, membuatnya enggan di rumah. Tempat ternyaman hanya kamar indekos dan sekret.

"Besok gue nggak ada kuliah jalan yuk! Temenin cari buku," pinta Ardan.

"Tumben ngajak jalan ke toko buku," menatap curiga.

"Kita udah semester tua emang lo nggak ada persiapan buat skripsian?"

"Oh, kirain mau cari cewek pinter yang suka nongkrong di toko buku." Ledek Elzora sambil perlahan meraba loker mencari music box.

"Dihh mana mau gue sama cewek kutu buku." Balasnya bergidik.

"Mana mau tu cewek sama lo, Itu yang bener! Dasar sok cakep jomblo akut belagu."

"Nggak usah bawa-bawa status dong, jadi mau nggak atau lo mau mudik?"

"Dih, siapa yang mau mudik!" Bentaknya.

"Wihh selow neng, ya udah kita ke toko buku aja cari buku metode penelitian oke?" Ardan membujuk dengan kedipan mata sambil memainkan rambut gondrongnya, tergerai melayang diterpa kipas angin, berusaha merayu.

"Liat sikon nanti aja deh." Balasnya cuek, lanjut melakukan senam wajah.

Sejak awal masa orientasi kampus Ardan anak aneh yang sering mencuri perhatian Elzora sebab ulah konyolnya. Persahabatan itu semakin erat setelah mengikuti organisasi yang sama. Minat terhadap seni yang mengakrabkan keduanya. Ardan sempat menjadi korban bully oleh kakak tingkat di Fakultas. Dipaksa jalan jongkok keliling lapangan sambil memegang papan nama bertuliskan I am loser.

Elzora tidak sengaja lewat sepulangnya dari orientasi di Fakultas. Dengan berani ia selidiki dan ternyata anak laki-laki aneh itu menjadi korban bullying. Hanya perihal dianggap caper dan lupa membawa slayer. Tanpa basa-basi

Elzora melaporkan hal itu ke pihak kampus. Mahasiswa yang berlagak senior itu mendapat bumerang. Mereka yang berbadan bongsor itu diminta membuka baju dan squat jump.

"Kami janji akan menjadi senior yang baik..."

Sejak kejadian konyol itu, aksi perpeloncoan oleh senior dihentikan. Kilas balik selesai dan kembali melebur dalam tanda tanya.

"Jadi pengen banget tanya tentang makna dari gambar ini sama pelukisnya," menatap bola mata gadis yang menempel pada dinding pilar.

"Kenapa si kepo banget? Bang Danu itu punya jiwa seni yang tinggi makanya karyanya nggak ada yang kaleng-kaleng," balas Ardan sambil mengunyah permen karet.

"Karena jiwa seni itulah aku mau tau apa maksud Bang Danu buat mural ini." Ardan acuh lalu berdiri dan mulai melakukan straching sebelum olah gerak.

"Lo tau kan? Udah puluhan tahun mural ini dibuat dan jadi satu-satunya yang nggak pernah diganti. Bedah sekret tahun lalu tiba-tiba cat habis, udah keliling tetep nggak ada. Kayaknya ada sesuatu dibalik mural ini Dan," jelas Elzora sambil mengelilingi Art style dengan tatapan tajam. Melihat Ardan asyik sendiri, lekas ia tekan tombol off pada music box yang sedang mengiringi gerak Ardan.

"Kenapa si Zo?" tertegun menatap kesal. "Jadi orang jangan parno gitu Zo, itu cuma Art style!" Elzora membalas dengan tatapan kesal

Menciptakan tantangan demi kepuasan pribadi. Ego gadis itu telah mengakar. Rasa penasaran semakin menggebu untuk mencari tahu sebab dari pesona Art style.

Mae Takata

Kemanakah Elzora akan pergi? Siapakah sosok pelukis Art Style sesungguhnya? Kepada siapa hati Elzora akan tertambat? Nantikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut pada BAB selanjutnya :) Happy Reading and STAY TUNE!

| Like

Related chapters

  • EGO   BAB 3

    Rasa penasaran benar-benar ingin diselesaikan. Selepas menghubungi alumni angakatan 80-an. Elzora tidak menemukan banyak informasi. Namun, satu hal yang ia tahu bahwa pelukisnya adalah Bang Danu. Alumni yang telah menjadi seorang wartawan. Mengetahui hal itu, bergerak cepat mencari tahu melalui berbagai media berita. Sayangnya... Mendapatkan kontak seorang wartawan bukan perkara mudah. Apalagi jika tidak ada bukti anggota keluarga atau orang terdekat. Seorang wartawan memuat berbagai kasus dan tidak jarang oknum kriminalitas mengincar nyawanya. Berita terakhir ada pada sebuah koran Jakarta, ditulis oleh Danu Pramdana. Memuat kasus turis asing yang berhubungan dengan belasan perempuan. Tanpa ikatan pernikahan, pergi meninggalkan mereka beserta buah hatinya. Nasib para perempuan itu terlantar dengan anak tanpa ayah dan berstatus istri tanpa suami. Kasus yang diangkat oleh Bang Danu memang luar biasa. Tentunya Bang Danu adalah wartawan beken. Ga

    Last Updated : 2021-06-04
  • EGO   BAB 4

    Hujan mengguyur sekujur tubuh. Tubuh yang semula panas sebab ego yang membara. Mengikis batu yang enggan dikikis air, sebab terlalu keras oleh ambisi untuk mengubah takdir. Selepas turun dari gunung batu, waktu begitu membingungkan. Elzora bertanya pada sudut kamar tempat berkumpulnya carrier, sepatu, dan aksesoris lama kesayangan yang sebagian telah pudar warnanya. Tiba-tiba dilema mengingat orang tua yang entah bagaimana kabarnya. Nasib tugas perkuliahan yang lebih sering diabaikan ketimbang dikerjakan. Dikejar sosok mengerikan spesies mantan. Masih setia sendiri dalam singgasana ternyaman. Ingin pulang tapi takut bukan mendapat senang malah terkekang. Telah cukup beban hidup, telah sangat mengenyangkan. Rumit untuk diikuti tapi bimbang untuk ditinggalkan. Gemericik hujan pukul lima sore menenangkan kegalauan. Ditambah secangkir teh tawar hijau yang masih panas. Aroma petrikor yang kian waktu kian mengobat rindu menjadi candu. Nyeri sendi sesekali kumat di

    Last Updated : 2021-06-04
  • EGO   BAB 5

    "Kacau udah jam 9 lewat!" Terperanjat ketika melihat jam dinding. Dengan hanya mencuci muka dan gosok gigi, diambilnya jaket dan celana jin hitam. Untungnya semua barang yang akan dibawa sudah tersusun rapi di dalam ransel 25 liter. "Halo? Tutt... Tuttt..." Jaringan berusaha menyambungkan panggilan, ponsel dijepit kepala dan pundak. Sementara tangan berusaha mengikat tali sepatu. "Ah, kebiasaan ni anak pasti masih molor," Elzora menggerutu. Tak ingin banyak membuang waktu. Ia berjalan keluar gang mencari angkutan umum. Di ujung perempatan jalan terlihat kendaraan roda tiga mendekat. Melaju bersama sopir berkumis tebal. Tiba-tiba perjalanan terhenti seraya suara mesin bobrok berbunyi. "Lah... Kenapa berenti mang?" tanya Elzora.&n

    Last Updated : 2021-06-04
  • EGO   FEATURING FIKRI

    Pemuda itu segera menyadari kehadiran gadis yang semula acuh padanya."Gimana kakinya, udah mendingan?" tanya si pemuda asing."Aku nggak apa-apa kok," balas Elzora cuek."Oh gitu... Aku pikir cewek tomboi itu beda ternyata sama ya? Gengsinya gede banget haha." Sindirnya."Maksdunya?""Kamu masih kuat bediri di situ! Atau aku harus pergi dulu, baru kamu mau duduk disini?""Maaf ya..." Gadis itu menunduk, perasaannya tak menentu antara gengsi dan malu."Maaf buat apa?""Buat kejadian di stasiun, sampe kejadian disitu barusan," menunjuk tempatnya semula duduk."Oh... Jadi akhirnya kamu milih duduk deket aku, daripada deket om itu ya?""Udahlah, intinya aku boleh duduk disini nggak!?" Elzora mulai kesal."Nggak!" Balasnya cepat."Oh... Oke," memutar badan melangkah pergi."Hey aku becanda!" Meraih lengan Elzora yang hampir beranjak. Gadis itu tampak menahan diri dari perasaan geram. Perlahan dudu

    Last Updated : 2021-08-01
  • EGO   BAB 6

    Pemuda itu segera menyadari kehadiran gadis yang semula acuh padanya. "Gimana kakinya, udah mendingan?" tanya si pemuda asing. "Aku nggak apa-apa kok," balas Elzora cuek. "Oh gitu... Aku pikir cewek tomboi itu beda ternyata sama ya? Gengsinya gede banget haha." Sindirnya. "Maksdunya?" "Kamu masih kuat bediri di situ! Atau aku harus pergi dulu, baru kamu mau duduk disini?" "Maaf ya..." Gadis itu menunduk, perasaannya tak menentu antara gengsi dan malu. "Maaf buat apa?" "Buat kejadian di stasiun, sampe kejadian disitu barusan," menunjuk tempatnya semula duduk. "Oh... Jadi akhirnya kamu milih duduk deket aku, daripada deket om itu ya?" "

    Last Updated : 2021-08-03
  • EGO   BAB 7

    "Suara lo bagus ya..." Fikri berusaha memuji. Melangkah pada satu arah jalan yang sama. Memperhatikan gadis yang semula sangat asing dan dingin. "Masa sih?" Elzora menolak sanjungan. Jejaknya mengayun perlahan. Diiringi melodi para pemusik jalanan yang suaranya perlahan sayup. "Serius, kalo nggak bagus mana mungkin penontonnya tepuk tangan," "Jadi orang jangan terlalu mudah percaya dengan apa yang terlihat, tepuk tangan bukan berarti bagus. Mungkin itu sekedar cara mereka menghargai tanpa benar-benar menyukai." Seketika obrolan berhenti. Semua kata-kata Elzora berputar mengelilingi otak Fikri. Setiap detik yang biasa ia gunakan mengambil gambar berubah. Seakan menemukan kesenangan baru selain dari lensa kamera. "Gue mau jadi saksi," serunya dengan kembali menggenggam kamera. Mengambil beberapa objek sekitarnya. "Saksi apa?" "Semisal malaikat tanya, apakah suara Elzora bagus? Gue bakal jadi saksi pertama yang bilangiya

    Last Updated : 2021-08-04
  • EGO   BAB 8

    Tawa yang baru akan di mulai, berhenti. Suara petir semakin kencang menyambar. Tampaknya langit cemburu dengan kemesraan Fikri dan Elzora. Atau justru, langit ikut bersuka cita? Beberapa tetes perlahan turun kembali menciptakan aroma kenangan. Tak disangka, takdir benar-benar mempertemukan dua sejoli yang sehobi. Bahkan mungkin juga satu frekuensi. Tuhan selalu punya rencana sendiri untuk memberi kejutan pada hamba-Nya. Beranjak bersama tanpa rencana, gadis yang semula dingin perlahan hangat. Sehangat sinar senja yang baru saja mereka saksikan bersama. "Sampai ketemu besok Zo," sahut pemuda dengan pelindung kepala bergambar batman. "Oke, besok berangkat sore." Balas gadis itu dari depan mulut pintu lobby. Seruannya menjadi tanda bahwa ia siap berangkat bersama. Menuju jalan yang sama untuk tujuan yang berbeda. "Selamat malam kakak," sapa Resepsionis yang sama, seorang laki-laki kurus dengan tahi lalat menempel di hidungnya. Rambutnya kriting, berkuli

    Last Updated : 2021-08-08
  • EGO   BAB 9

    Semilir angin malam di tengah lautan, sungguh nyaman. Perasaan tenang yang belum pernah sesempurna malam itu. Ombak tenang, bintang pun cemerlang. Secemerlang sorot mata Elzora hingga diam tak bergeming."Ombaknya tenang, tumben." Ucapan Fikri adalah pertanyaan yang entah ditujukan untuk siapa."Sering naik kapal ya?" Elzora baru menjawab setelah tertegun beberapa menit."Lumayan, hampir satu atau bulan sekali." Balas Fikri."Serius? itu mah bukan lumayan tapi sering banget, tugas lo emang harus pergi terus begini ya?""Enggak Zo, malahan dosen gue selalu bilang.., kamu akan jadi ahli fotografi yang hebat ketika bisa menyulap tempat biasa jadi luar biasa." Jelasnya."Terus kenapa sering banget kelayapan? Padahal cuma buat nyari objek bagus dan sekedar bikin time lapse aja kan?""Karena suka.""Suka?""Buat gue, fotografi itu hobi, seni sekaligus jati diri. Embel-embel kata hebat bukan gue banget!""Kalo c

    Last Updated : 2021-08-09

Latest chapter

  • EGO   BAB 23

    Dipetiknya dawai dari kunci A minor. Lirik-lirik yang sendu pengantar rindu. Tumpukan buku, jurnal, makalah, dan catatan yang isinya lebih banyak sketsa ketimbang tulisan. Ujian terakhir di semester ganjil akan segera selesai esok hari. Namun, ujian hidup tak kunjung berakhir. Ponselnya sesekali menyala, ada pesan yang tak kunjung diberi balasan. Mama dan Papa, dua orang yang dirasa tak pernah sungguh memberi kasih kepadanya. Masih menikmati nada-nada yang sedang dimainkan. Seseorang menyalakan klakson berulang dari gerbang depan. Sudah dapat dipastikan, orang yang selalu membawa keributan ditengan keheningan sudah pasti Ardan.Tinnnnnn tinnnnn tinnnnnnnnn!!!!!!!"Apaan sih Dan, berisikkkk!""Gue masuk ya Zo..."Deru mesin motornya lebih mirip suara bajaj bobrok. Entah kapan terakhir kali motor itu diservis. Tanpa salam dan permisi segera ia duduk meneguk minuman dan kue kering di atas meja. Napasnya tersengal-sengal."Ada

  • EGO   BAB 22

    "Zoraaaaa Zoraa..." Teriak Ardan dari gerbang depan."Iyaa bentar... Tumben banget lo nggak telat." ucapnya sambil mengikat tali sepatu ketsnya di depan pintu."Hari ini ujian dari dosen nyebelin yang sering gue ceritain ke lo. Mati gue kalo sampe telat terus dikeluarin lagi.""Oh, Ibu Jawa itu...""Namanya Bu Ratih!""Eyang Ratih?""Bu Ratih Zo, dia belum setua itu mau lo panggil Eyang. Udah ayo buruan!"Setengah perjalanan sebuah mobil mewah mencegat di ujung jalan keluar dari gang. Mobil itu milik Andrean. Tak ada bosannya ia menganggu padahal sudah dianggap benalu dari masa lalu. Tak pernah bosan mengejar orang yang hatinya telah ia buat terlantar.Tinnn tinnnn tinn...."Woy minggir gue telat nih..," teriak Ardan."Gue nggak ada urusan sama lo! Kalo mau pergi ya pergi sana..." Serunya."Zo, gimana nih cecunguk!" Sahut Ardan mengadu."Udah duluan aja Dan, nggak apa-apa,"

  • EGO   BAB 21

    Di ruang sembilu ku titip rinduKepada tuan yang entah dimana kini ia berlabuhAkan ada waktu untuk biduk patah kembali tegakMenunggu meski entah sampai jantung tak berdetakHarusnya yang datang terlambat tak perlu pergi dengan cepat. Tapi kenyataan tidak ada yang bisa memastikan. Jika kumpulan bonsai di teras depan mampu katakan. Tentu, Elzora tak akan kesepian. Bisik-bisik gerimis pun hanya turun sesekali. Padahal ia tahu, kehadirannya menjadi alasan gadis itu mampu meredam amarah. Secangkir kopi jadi teman ngobrol yang paling mengasyikan, meskipun sendirian. Tanpa permisi, terdengar suara klakson dari gerbang depan. Memecah fokus dari suara lagu Be Who You Are. Mengejutkan Elzora yang sedang fokus menikmasi lembayung senja.Tinnnnnnn tinnnnnn tinnn... "Pakettt..." Sahut kurir mengintip dari celah jeruji gerbang depan.

  • EGO   BAB 20

    Pepohonan rindang berdiri kokoh. Gadis itu bersandar kepadanya. Hembusan angin menerpa helai rambutnya yang tergerai. Membaca sebuah novel romansa tahun 90-an. Earphone di telinga membuatnya tak peduli berisik dan lalu lalang orang bertebaran. Seakan punya hidupnya sendiri tanpa peduli orang sekitarnya. Ketenangan sederhana itu seketika pecah. Si laki-laki yang tampangnya menyebalkan sebab merasa jadi manusia paling tampan.Diraihnya earphone di telinga sebelah kanan Elzora. Tanpa permisi tangannya hampir pula merangkul. Untungnya gadis dengan baju berkaos hitam itu segera menyadari kehadirannya."Apa-apaan nih!" Menepis tangan yang hampir merangkulnya. Sebelah earphone dari telinga laki-laki itupun terlepas."Apa kabar Zo? Aku cuma kangen, memang nggak boleh ya...""Eng..nggak!" Membalik badannya lalu lekas pergi. Pergelangan tangannya diraih dengan cepat."Nanti dulu, aku mau ngomong," seru Andrean."Apa lagi Ndre!?" balasnya ketus. Membua

  • EGO   BAB 19

    "Terima kasih sudah menjadikan Elzora bagian dari keluarga ini, Eyang.""Semoga kamu ndak kapok main kemari ya El."Perpisahan untuk yang ke sekian kalinya. Pelukan hangat untuk yang terakhir kalinya. Namun, Elzora yakin bahwa ia harus kembali ke tempat itu. Mendapatkan pelukan yang sama dari orang yang sama. Hanya sebuah lukisan yang mampu ia tingalkan disana. Karya Elzora lekas dipajang dan terpampang jelas di ruang tamu. Eyang Ratih sangat mengaharapkan Gadis itu. Elzora diantar menuju bandara. Benar-benar semacam perpisahan keluarga."Kamu harus kembali El, atau aku yang akan menyusul kamu." ucap Morgan sebelum gadis itu beranjak."In sya allah, Gan.""Eyang akan sangat kecewa kalau kamu ndak kembali El," ucap Eyang Ratih teramat lirih. Ia raih tubuh mungil Elzora masuk dalam dekapannya. Menangis diatas pundak Elzora, tumpah ruah semuanya. Hal paling menyebalkan adalah perpisahan. Apalagi disaat sudah terlanjur dibuat nyaman. Eyang Rat

  • EGO   BAB 18

    "Kamu belum tidur?" sahutnya dari depan muka jendela balkon. "Eh iya nih, kamu juga belum tidur mas?" balas Elzora yang sedang berdiri menatap bintang. "Panggil Morgan atau Agan aja! Barusan aku dari luar beli sesuatu, eh dari bawah liat kamu masih di balkon, makanya aku samperin," ujarnya. "Lagi cari angin aja!" balas Elzora murung. "Oh, atau kamu mau salat yaa? Aku simpen alat salat loh, soalnya suka ada temen arisan Eyang yang salat disini." "Emm kebetulan aku lagi datang bulan jadi nggak salat. Kamu tahu aku muslim?" tanya Elzora. "Dari cara kamu nanyain menu makan malam, aku bisa nebak, Eyang aja yang kurang peka. Malah bilang kamu vegetarian." "Aku nggak enak ngomong langsung di depan Eyang," ucapnya lirih. "Kenapa harus nggak enak? Kamu nggak akan di usir Zora hahaa, justru Eyang akan sangat senang dapat tamu spesial. Keluarga kami ini cinta damai dan sangat menghargai toleransi kok, kamu nggak perlu khawatir ya!

  • EGO   BAB 17

    Perempuan yang selalu haus tantangan. Tentu tidak menolak jika hanya diajak lomba melukis. Elzora merasa beruntung bisa melukis bersama seniman. Tangannya gemetar takut salah menempatkan dan memadukan warna. Setangkai bunga mawar yang diguyur hujan menjadi andalan Elzora. Sama seperti lukisan pertama yang diajarkan mendiang Kakek padanya."Wahhh, lukisan kamu cantik sama seperti pelukisnya." Ujar Eyang Ratih memuji."Nggak sebagus lukisan Eyang.""Ah, nggak mungkin. Selera seni jaman sekarang sudah nggak seperti zaman Eyang El.""El?" "Lihat kamu dan namamu, buat Eyang rindu Elsa, adik Morgan. Apa Morgan sudah cerita?" tanya Eyang Ratih."Iya sudah, Morgan banyak cerita tentang Elsa dan Mamanya. Barusan di taman belakang," balas Elzora."Morgan pernah bilang sama Eyang, Gan sudah kehilangan dua bidadari, masih tersi

  • EGO   BAB 16

    "Adik aku suka pantai, apa kamu juga suka?""Iya, aku sering main pasir dan melukis bareng kakek kalo main di pantai."Dari pertanyaan itu Elzora sudah menebak. Itu adalah kode, dan perasaannya mengatakan ia akan di bawa ke pantai. Ia hanya berharap ada pantai yang mungkin belum pernah ia kunjungi. Mobilnya tiba-tiba berhenti pada sebuah taman. Awalnya ia mengira itu taman, ternyata itu hanya halaman depan. Di dalamnya ada sebuah rumah dengan arsitektur yang sangat elegan dan tradisional. Banyak aksen batik dan keris. Dipenuhi beraneka ragam tanaman rambat maupun tanaman pot. Beberapa bonsai disana mirip seperti yang ada di indekos Elzora. Tempat itu sangat sejuk. Rumahnya tampak sederhana, tidak terlalu besar, tapi elegan. Tampak sangat terawat dengan baik. Mobil diparkir pada garasi yang lumayan luas. Banyak benda dan beberapa tempat ditulis dengan aksara Jawa."Ini rumah, taman, atau penginapan?" tanya Elzora."Mari masuk," Morgan hanya menjawab dengan

  • EGO   BAB 15

    Gemerincing gelang kaki delman lewat dengan sopan. Sudah hampir setahun gadis itu tak mengunjungi daerah istimewa itu. Kali ini yang ia harapkan bukan kesenangan melihat pemandangan. Bukan sekedar jalan-jalan atau memburu buah tangan. Hanya ada satu harapan yang ingin segera ia pastikan. Pertemuan dengan sosok pencipta art style. Berhari-hari memburu wartawan itu, tapi tak berujung temu. Elzora bingung apakah harus sesulit ini. Hanya untuk menemui kakak tingkat organisasi. Rasanya meski terpaut usia tiga puluh tahun lebih diatasnya, itu bukan hambatan. Semacam memang takdir yang enggan mempertemukan mereka. Yogya, harus menjadi titik pertemuan. Gadis itu sudah tidak punya banyak waktu lagi. Tugas akademik sudah menumpuk. Hidupnya bukan hanya untuk menjawab satu pertanyaan itu saja. Ada pertanyaan lain yang harus diselesaikan. Ujian akhir semester.Di depan derertan ruko tak berpenghuni, Elzora jalan kaki. Langkahnya berhenti pada sebuah gerobak es durian. Setelah pes

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status