"Tenangin diri Lo aja, tunggu gue buatin minuman buat Lo,"
"Thanks ya," Nafisah langsung menerima gelas yang berisikan lemon hangat. Rasanya asam sekali seperti kisah cintanya.
"Maaf ya cuma bisa ngasih lemon hangat. Keaseman ya?"
Nafisah melihat ke arah sahabatnya itu, dia selalu ada untuk Nafisah. Bukan seperti Dylan yang selalu mencari pencarian lain. Entah kenapa cuma sahabatnya ini yang lebih peduli dengan dirinya dibandingkan dengan kekasihnya itu. Sebenarnya yang jadi pacarnya itu sahabatnya atau Dylan, sih?
Tetapi tak lama air matanya mulai menetes. Demi apapun, kali ini pertahanan Nafisah sudah roboh!
"Eh..kenapa lagi kok nangis?! Ya ampun gue salah ya. Atau keaseman lemon hangatnya?!" Nafisah meletakkan gelasnya di meja. Lalu menutup wajahnya dengan tangan, saat ini Nafisah merasa menjadi seorang wanita yang dikhianati oleh pacarnya sendiri. Tetapi sahabatnya berusaha menenangkan Nafisah.
"Dylan..," Nafisah masih
Lalu pemuda itu mulai merapikan rambut Nafisah yang mulai berantakan."Lo nggak usah nangisin dia lagi. Dan Lo tuh cantik cocok cari cowok yang lebih baik dari Dylan. Dia tuh lebih cewek lain dibandingkan sama Lo,"Rico mengambil tisu lalu mengelap airmata dari Nafisah. Rico sudah tahu apa saja hal yang terjadi Nafisah menangis. Wajar saja kalau mereka dekat karena mereka saling bertemu satu sama lain.Rico memang selalu tahu kenapa Nafisah tiba - tiba menangis itu hanya karena ulah dari Dylan.Sedangkan sekarang hidung Nafisah lah yang mulai tersumbat. Melihat Nafisah yang kesulitan bernapas, Rico jadi tidak tega. Rico kembali mengambil tisu lalu melipatnya menjadi dua.Lalu langsung menekan satu hidung dari Nafisah agar ingusnya bisa keluar. Rico pun melakukan hal yang sama di hidung lainnya.Preeeet! Preepet!Melihat kebiasaan Nafisah, sepertinya Rico sudah terbiasa melakukan hal ini. Sebab Nafisah pun
Saat sampai di rumah Shayra, Dylan langsung masuk ke rumah Shayra. Pikirannya saat ini sudah kalut kemana - mana. Tak bisa memikirkan apapun selain Nafisah, sekarang hanya Nafisah saja yang ingin ditemui. Dari tempat parkir, ia berlari menuju ruangan Shayra. Perasaannya mengatakan kalau Nafisah ada disini."Nafisah dimana?" kata Dylan tanpa menyapa gadis yang berambut sebahu itu."Nafisah nggak ada disini, salah alamat Lo Dylan," kata seorang cowok yang sedang bersama Shayra."Bro, disini gue baik - baik mau cari istri gue, Nafisah," tegas Dylan."Lo kalau nggak percaya, cek aja sendiri. Nafisah nggak ada disini!" kata Cowok itu yang masih menegaskan kepada Dylan."Nggak percaya gue, minggir gue mau masuk aja lah. Naf! Nafisah keluar sayang!" teriak Dylan yang seolah tidak percaya dengan ucapan pria itu.Deny menarik tangan Dylan untuk mengajaknya keluar. "Lo bisa nggak sih, sopan sedikit kek, udah tamu ng
Deny adalah sepupu dari Shayra, dia mengenal Dylan dibanding siapapun. Ia tidak akan suka jika ada orang manapun yang bisa menyakiti Shayra. Tetapi jika itu terjadi, jangan harap dia akan tinggal diam."Nggak, Sha, kamu tuh nggak boleh ngebiarin dia gitu aja. Bisa nggak sih, sedikit aja kamu ngelawan? Apa kamu nggak sakit tadi?!" Deny melihat - lihat bagian tubuh mana yang terluka.Lalu Deny pun berdiri, dan meminta Dylan agar cepat keluar dari ruangan Shayra."Pergi Lo, sekarang juga! Gue bilang pergi!" hardik Deny, tetapi sayangnya hal itu ditahan oleh Shayra.Dylan masih kesal sekali dengan sikap Deny yang seolah menyuruhnya pergi. Saat ingin pergi, Dylan minta maaf karena sudah menyakitinya. "Sha, maafin gue ya gue nggak sengaja tadi," katanya dengan suara yang berbeda."Gue udah bilang dari tadi, Nafisah memang nggak kesini. Gue sama Nafisah udah lama nggak chating sama sekali. Gue nggak tahu sekarang dia dimana"
"Jadi ambil buku yang mana?" Asia yang mulai melirik ke arah Nanda.Nanda tidak tahu ingin memilih yang mana semua buku baginya bagus. Sedangkan pilihan buku itu ada pada Asia. Asia yang sejak tadi mulai berjarak dari Nanda, kini diminta untuk lebih dekat. Sekarang dia pun tahu bagaimana rasanya digenggam oleh Nanda. Tetapi sejak genggaman itu terasa, berbeda rasanya dengan masa lalu.Ahh..tangan Nanda begitu khas hingga masih terasa asing bagi Asia. Asia tahu seharusnya dia mulai membuka hatinya untuk Nanda. Dan ingat Dylan itu suami orang, nggak baik direbut.Sial!Kenapa, sih, bayang - bayang Dylan selalu saja muncul! Bisa nggak sih, hiatus sebentar?"...bagusan ini apa ini?" tanya Nanda. Sekian pertanyaan dari Nanda akhirnya membuat Asia tersadar."Ehh..kenapa?"Nanda melirik ke arah Asia, langsung mencubit pipi Asia dengan halus. Gemas saja rasanya, gadis itu akhirnya merasakan kesakitan."Tuh
"Menurut kamu ini bagus nggak?"Saat mendengar pertanyaan Nanda, ia mulai menoleh ke arah pemuda itu. Tetapi dia justru dikejutkan dengan beberapa buku yang sudah tersusun rapi di meja itu. Ada banyak jenis komiknya mulai dari romance, thriller hingga Action."Menurut kamu gimana?" Nanda mulai mengajak Asia untuk berbicara."Ria sukanya apa, ya? Kamu tahu, nggak?""Aku aja nggak tahu, justru minta pendapat kamu," Nanda hanya bisa menggelengkan kepala saja saat ditanyai oleh Asia.Sedangkan Asia mulai mengambil sebuah buku yang berada di rak itu. "Gimana kalau beli komik remaja aja atau teenlit gimana?"Walaupun Asia tidak begitu menyukai komik, tetapi untung adiknya yang selalu memberitahu Asia. Jadi, setidaknya Asia bisa sedikit bercerita tentang komik - komik apa saja yang bagus dibaca.Ia masih ingat dulu waktu sama Dylan, mereka berdua sering berbincang-bincang di rumah. Bahkan tak jarang, adik Asia pun ikut berk
Rico berusaha menenangkan Nafisah. Sedangkan Nafisah masih memakai pakaian yang sama dress biru selutut masih rapi. Hanya ada bekas tangisan saja di pipi Nafisah.Cantik kayak Barbie.Saat melihat wajah dari Nafisah, tidak sengaja senyuman mulai terukir di dalamnya. Hari ini adalah hari yang melelahkan bagi mereka berdua. Seharusnya hari ini adalah hari membahagiakan bagi Nafisah. Tetapi itu mustahil, justru Dylan lah yang menjadi dalang dibalik semua ini."Jangan nangis, kasian matanya jadi jelek," kata Rico. Rico dan Nafisah sudah kenal sejak lama. Bahkan mereka pun selalu satu bangku di SMA Tinaka Gunawan yang berada di Sulawesi Utara. Tetapi karena orangtua mereka dipindahkan ke Jakarta, akhirnya mereka berdua mulai merantau disini.Walaupun mengambil jurusan yang berbeda bukan berarti mereka tidak saling mendukung. Melainkan Rico mengambil jurusan Desain, sedangkan Nafisah mengambil jurusan Hukum. Tetapi uniknya, satu kesamaan
Sampai saat ini, hanya mata Nafisah saja yang terpejam tetapi tidak untuk otaknya. Otaknya masih berpikir tentang ucapan yang diberikan oleh sahabatnya, Rico.Apa maksud Rico tadi?Nafisah mengetahui kalau Rico suka dengan dirinya. Janganlah pada Dylan, sampai saat ini dia sudah tahu seperti apa perubahan fisik yang ada di diri Rico. Apalagi perilaku Rico akhir - akhir ini menjadi berbeda selama hubungan mereka?Terkadang cowok memang bisa saja memiliki sikap seperti itu yang baik hingga manis. Wajar saja, bukan? Apalagi Rico memilih seorang adik perempuan yang masih balita. Hal itu bisa saja membuat Rico lebih protektif saat bertemu dengan seorang wanita. Apalagi Nafisah adalah salah satu teman yang masih dekat dirinya hingga saat ini.Tapi jika dipikirebih jauh, perbuatannya semakin aneh. Rico seperti memberikan perhatian kepada seseorang kekasih dan bukan sebaga
"Kok bangun, sih?""Gue capek, Ric!" racau Nafisah, padahal Rico berharap jawaban yang sebenarnya."Udah..udah, gue tahu kok kalau Lo capek," katanya perlahan."Gue mau pulang ajalah,""Kalau Lo pulang ke rumah Dylan, adanya Lo makin sakit hati nanti. Saran gue Lo tinggal disini atau di rumah Shayra sampai Lo merasa tenang,"Nafisah berusaha mencari cara lain agar dirinya dan Rico tidak perlu berdekatan. Ya ampun, bisa nggak sih, Ric, Lo nggak usah perhatian gini!"Gue mau sendiri, gue mau nenangin diri""Kalau Lo mau, Lo tinggal aja diatas. Gue bisa tinggal di bawah kok,"Tetapi jawaban Nafisah malah berbeda. "Gue mau pulang ajalah ke Lampung,""Lo gila atau gimana, sih? Setidaknya Lo sama gue merantau disini. Dan gue juga nggak akan biarin, lho, pergi gitu aja," kata Rico yang tidak akan bisa membiarkan sahabatnya pergi sendiri.Sedangkan gadis itu hanya mendengus saja. Rico berusaha menenangka