Rainer duduk berhadapan dengan Duke Albrecht, tatapannya tetap tajam dan penuh perhitungan. Meskipun sang duke tampaknya menawarkan persekutuan, Rainer tahu bahwa seorang bangsawan seperti dia tidak akan memberikan dukungan tanpa keuntungan yang jelas.Di sisi lain, Elyse dan Marcus tetap waspada. Mereka tahu betapa berbahayanya berurusan dengan seorang politikus ulung seperti Albrecht.Duke Albrecht menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap Rainer dengan ekspresi penuh arti. “Jadi, apa pendapatmu tentang tawaranku?”Rainer tidak langsung menjawab. Ia tahu bahwa ini bukan sekadar keputusan untuk menerima atau menolak. Ini adalah permainan strategi, dan setiap kata yang ia ucapkan dapat digunakan untuk mengujinya.“Kau ingin aku menggulingkan Raja Arlen,” kata Rainer akhirnya. “Tapi aku tak percaya kau melakukannya hanya karena ingin perubahan.”Duke Albrecht tersenyum tipis. “Tentu saja. Aku bukan seorang idealis naif, Rainer. Aku seorang bangsawan yang melihat ke depan. Raja Arlen mula
Angin malam berembus dingin di perkemahan pasukan Rainer. Bendera dengan simbol perlawanan berkibar di berbagai sudut, menandakan tekad yang semakin membara di hati setiap pengikutnya.Di dalam tenda utama, Rainer, Elyse, Marcus, dan beberapa pemimpin pasukan berkumpul di sekitar meja kayu besar. Di atasnya terbentang peta kerajaan dengan berbagai tanda yang menunjukkan pergerakan pasukan serta titik-titik penting di ibu kota.Marcus menghela napas panjang sebelum berbicara. “Eksekusi para bangsawan yang dilakukan Raja Arlen telah mengguncang banyak pihak. Beberapa dari mereka mulai mencari cara untuk melarikan diri dari ibu kota.”Rainer mengangguk. “Ini sesuai dengan yang kita harapkan. Ketika penguasa mulai menekan terlalu keras, orang-orang akan mulai meragukan kepemimpinannya.”Elyse, yang sedari tadi memperhatikan peta dengan saksama, akhirnya membuka suara. “Tapi masalahnya, kita tidak bisa hanya mengandalkan ketidakpuasan para bangsawan. Kita butuh dukungan rakyat biasa. Merek
Rainer Alden terbangun di tengah kegelapan yang pekat. Bukan kegelapan seperti malam hari atau ketidakjelasan, melainkan kegelapan yang menyesakkan, seperti terperangkap dalam kekosongan abadi. Namun, sesuatu terasa berbeda. Kegelapan ini bukan akhir. Ada sesuatu yang lebih, sesuatu yang mengalir—energi, kehidupan."Apa...?" gumamnya, kebingungan. Suaranya terdengar asing, tidak seperti suara yang dia kenali. Lebih muda, lebih... jernih.Sejenak, dia teringat kecelakaan tragis yang merenggut nyawanya—sebuah mobil yang kehilangan kendali, menabrak pohon di malam yang hujan deras. Dalam sekejap, hidupnya berakhir. Namun, kini, dia merasa seperti terlahir kembali.Rainer membuka matanya perlahan. Dunia yang terbentang di hadapannya begitu asing. Langit yang cerah menyambutnya, penuh dengan nuansa warna yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Angin membawa aroma yang berbeda, lebih segar, lebih alami. Bukannya berada di ruang rumah sakit atau kamar rumahnya, ia kini terbaring di atas rerumpu
Setelah Elyse memberikan kabar buruk tentang pencarian pengkhianat oleh kerajaan, Rainer terdiam sejenak. Wajahnya yang biasanya penuh dengan rasa ingin tahu kini terlihat serius. Pengkhianatan. Itu adalah kata yang sudah sering ia dengar, tapi kali ini, itu bukan hanya kata-kata kosong dalam politik. Ini adalah kenyataan yang akan memengaruhi hidupnya.Elyse tampak gelisah, matanya yang lembut penuh dengan kecemasan. "Kau pasti tahu apa artinya itu, bukan? Jika mereka menganggap seseorang berbahaya, mereka tidak akan ragu untuk menindak tanpa ampun."Rainer mengangguk perlahan. Dalam hidup sebelumnya, ia telah menyaksikan bagaimana kekuasaan bisa menghancurkan siapa saja yang dianggap ancaman. Namun, situasi kali ini berbeda. Ia kini bukan lagi seorang jenius yang memegang kekuasaan, tetapi seseorang yang terlahir kembali dalam dunia yang penuh dengan ketidakadilan dan sistem kasta yang membatasi."Apa yang harus kita lakukan?" tanya Rainer, suara tenang meskipun pikirannya sedang be
Rainer duduk kembali di batu besar itu, memandang ke langit yang perlahan mulai gelap. Angin malam menerpa wajahnya, membawa wangi tanah dan pohon yang lembab setelah hujan ringan. Dunia baru ini terasa asing, namun ada sesuatu yang membuatnya merasa seolah ia baru saja memulai perjalanan besar. Sebuah perjalanan yang penuh ketidakpastian, dan meskipun ia seorang jenius, kali ini, itu tidak menjamin segalanya akan mudah."Jika hanya aku memiliki kekuatan untuk mengubahnya," gumam Rainer, lebih pada dirinya sendiri. "Tapi apa yang harus aku lakukan untuk mendapatkan kekuatan itu?"Hatinya bergejolak dengan pertanyaan-pertanyaan yang terus menghantuinya. Rainer menyadari bahwa, meskipun dirinya telah diberikan kehidupan kedua, ia masih berada di tengah dunia yang penuh dengan keajaiban yang tidak ia pahami sepenuhnya. Sihir, takdir, politik—semua itu hanyalah bagian dari teka-teki besar yang belum ia pecahkan.Ketika ia mulai menutup matanya dan mencoba merasakan atmosfer dunia baru ini
Hari itu semakin larut, dan dunia di sekitar Rainer mulai terbungkus dalam bayang-bayang malam. Rasa dingin mulai merayap ke dalam tulang, tetapi itu bukan hal yang paling mengganggunya. Apa yang ia rasakan lebih dari sekadar cuaca—ia merasakan beratnya takdir yang menantinya di dunia baru ini. Dunia yang penuh dengan sihir dan takdir yang tak bisa ia prediksi.Langkahnya ringan, tetapi pikirannya terus berputar. Ia melangkah melalui hutan lebat, melewati pepohonan yang tinggi dan rerumputan yang lembap. Di tengah hutan ini, Rainer merasa seolah dunia ini tidak pernah mengenalnya—semua yang ia ketahui dari kehidupan sebelumnya, semua yang ia pelajari, tampak tidak berguna di dunia yang penuh dengan misteri ini. Bahkan kecerdasannya, meskipun luar biasa, terasa seolah tidak cukup.Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar di belakangnya. Langkah itu cepat dan ragu, bukan langkah seseorang yang biasa berjalan melalui hutan di malam hari. Rainer berhenti sejenak, mencoba mendengar lebih je
Matahari baru saja terbit, dan udara pagi yang sejuk menerpa wajah Rainer dan Elyse saat mereka melanjutkan perjalanan menuju kota terdekat. Selama berhari-hari mereka berjalan di hutan, menghindari jalur utama, dan bersembunyi dari mata-mata kerajaan yang mungkin sedang mencari mereka. Setiap langkah yang mereka ambil lebih berat dari sebelumnya, bukan hanya karena medan yang sulit, tetapi juga karena perasaan bahwa setiap keputusan mereka bisa mengubah jalan hidup mereka.“Ada sesuatu yang aneh tentang dunia ini,” kata Elyse, suaranya penuh dengan kebingungan, matanya memandang ke arah pegunungan yang jauh di cakrawala. “Aku merasa kita seperti berada di dunia yang berbeda. Tidak hanya sihir, tapi segala sesuatunya terasa tidak pada tempatnya.”Rainer menoleh ke Elyse, wajahnya tetap tenang meskipun ada keraguan yang mendalam di dalam dirinya. Dunia ini memang asing, jauh dari apa yang ia kenal. Dan meskipun ia sudah mengetahui bahwa dunia ini penuh dengan sihir dan keajaiban, ia mu
Langit senja mulai meredupkan warnanya, dan kedai kopi yang mereka masuki semakin sepi. Hanya ada beberapa orang yang duduk di sudut-sudut ruangan, berbicara dengan suara pelan. Namun, bagi Rainer dan Elyse, dunia mereka seakan terhenti sejenak ketika pria bertubuh besar itu berbicara.Pria itu, yang memperkenalkan dirinya sebagai Darvin, memiliki pandangan tajam yang membuat Rainer merasa waspada. Bahkan di tengah keraguan dan kebingungannya, Rainer tidak bisa menahan rasa penasaran. Siapa pria ini? Dan apa yang dia inginkan dengan menawarkan bantuan di dunia yang begitu rumit ini?“Jadi, bagaimana?” Darvin melanjutkan, melihat ke arah mereka dengan senyum licik. “Apakah kalian berdua ingin mengetahui bagaimana cara mengakses kekuatan yang lebih besar, atau apakah kalian akan tetap berjalan di jalur yang penuh rintangan ini, tanpa arah dan tujuan?”Rainer menatapnya dengan dingin. “Kekuatan besar… apa yang sebenarnya kamu tawarkan, Darvin?”Darvin menyandarkan tubuhnya ke belakang, m
Angin malam berembus dingin di perkemahan pasukan Rainer. Bendera dengan simbol perlawanan berkibar di berbagai sudut, menandakan tekad yang semakin membara di hati setiap pengikutnya.Di dalam tenda utama, Rainer, Elyse, Marcus, dan beberapa pemimpin pasukan berkumpul di sekitar meja kayu besar. Di atasnya terbentang peta kerajaan dengan berbagai tanda yang menunjukkan pergerakan pasukan serta titik-titik penting di ibu kota.Marcus menghela napas panjang sebelum berbicara. “Eksekusi para bangsawan yang dilakukan Raja Arlen telah mengguncang banyak pihak. Beberapa dari mereka mulai mencari cara untuk melarikan diri dari ibu kota.”Rainer mengangguk. “Ini sesuai dengan yang kita harapkan. Ketika penguasa mulai menekan terlalu keras, orang-orang akan mulai meragukan kepemimpinannya.”Elyse, yang sedari tadi memperhatikan peta dengan saksama, akhirnya membuka suara. “Tapi masalahnya, kita tidak bisa hanya mengandalkan ketidakpuasan para bangsawan. Kita butuh dukungan rakyat biasa. Merek
Rainer duduk berhadapan dengan Duke Albrecht, tatapannya tetap tajam dan penuh perhitungan. Meskipun sang duke tampaknya menawarkan persekutuan, Rainer tahu bahwa seorang bangsawan seperti dia tidak akan memberikan dukungan tanpa keuntungan yang jelas.Di sisi lain, Elyse dan Marcus tetap waspada. Mereka tahu betapa berbahayanya berurusan dengan seorang politikus ulung seperti Albrecht.Duke Albrecht menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap Rainer dengan ekspresi penuh arti. “Jadi, apa pendapatmu tentang tawaranku?”Rainer tidak langsung menjawab. Ia tahu bahwa ini bukan sekadar keputusan untuk menerima atau menolak. Ini adalah permainan strategi, dan setiap kata yang ia ucapkan dapat digunakan untuk mengujinya.“Kau ingin aku menggulingkan Raja Arlen,” kata Rainer akhirnya. “Tapi aku tak percaya kau melakukannya hanya karena ingin perubahan.”Duke Albrecht tersenyum tipis. “Tentu saja. Aku bukan seorang idealis naif, Rainer. Aku seorang bangsawan yang melihat ke depan. Raja Arlen mula
Suasana di perkemahan Rainer masih tegang setelah penangkapan mata-mata dari kerajaan. Meski langkah balasan mereka berhasil mengguncang lawan, Rainer tahu bahwa ini hanya awal dari pertarungan yang lebih besar. Musuh tidak akan tinggal diam, dan saat ini mereka mungkin sudah menyiapkan langkah berikutnya.Di dalam ruang taktik, Rainer, Elyse, dan Marcus kembali berkumpul."Kita harus mengantisipasi gerakan selanjutnya dari kerajaan," ujar Elyse, nada suaranya serius. "Mereka sudah mencoba melemahkan kepercayaan pasukan kita, dan sekarang mereka tahu itu gagal. Langkah mereka berikutnya kemungkinan akan lebih agresif."Rainer mengangguk pelan. "Aku setuju. Dan itulah yang akan kita manfaatkan."Marcus mengangkat alis. "Apa maksudmu?"Rainer berdiri, berjalan ke meja besar di tengah ruangan yang dipenuhi peta dan laporan intelijen. Ia mengambil bidak kayu kecil, melambangkan posisi pasukannya, lalu menggesernya ke arah barat."Mereka berpikir kita masih dalam posisi bertahan. Tapi just
Rainer duduk di dalam ruang taktiknya, menatap peta yang terhampar di atas meja. Peristiwa yang baru saja terjadi dengan Tangan Hitam adalah bukti bahwa informasi adalah senjata paling ampuh di dunia ini. Namun, ia tahu bahwa ancaman tidak berhenti di sana.“Kita sudah menghancurkan mereka dari dalam,” kata Marcus, berdiri di seberang meja dengan tangan terlipat. “Tapi ini tidak akan berakhir di sini. Pihak yang lebih besar pasti sudah memperhatikan pergerakan kita.”Elyse mengangguk, ekspresi wajahnya penuh kecemasan. “Kerajaan pasti menyadari bahwa kita semakin kuat. Mereka tidak akan diam saja.”Rainer tersenyum kecil. “Itulah yang aku harapkan.”Ia mengambil bidak catur kayu di meja dan menggerakkannya. “Setiap kemenangan kecil akan mendorong lawan kita untuk bertindak. Dan ketika mereka bertindak, kita bisa membaca pola mereka.”Marcus mengerutkan kening. “Kau ingin mereka bergerak lebih cepat?”Rainer mengangguk. “Ya. Aku ingin melihat
Angin malam berembus kencang di atas benteng barat, membawa hawa peperangan yang semakin dekat. Dari kejauhan, cahaya obor berkedip-kedip di sepanjang dataran selatan, menandakan bahwa pasukan Lionel Drakos telah mulai bergerak.Rainer berdiri di atas menara pengawas, matanya tajam mengamati pergerakan musuh. Elyse berdiri di sampingnya, ekspresinya tegang."Kita tidak bisa menunggu lebih lama," katanya. "Jika mereka sampai ke desa-desa di perbatasan, kita akan kehilangan banyak pendukung."Rainer mengangguk, lalu berbalik ke arah Marcus dan para penasihat militernya yang sudah berkumpul di bawah menara."Kita akan melancarkan serangan sebelum mereka siap," Rainer berkata dengan suara mantap. "Tapi kita tidak akan bertindak seperti biasa. Kita akan membuat mereka berpikir bahwa kita lebih lemah dari yang sebenarnya."Marcus mengangkat alisnya. "Kau ingin menjebak mereka?"Rainer tersenyum tipis. "Bukan hanya menjebak. Aku ingin mereka percay
Langit masih gelap ketika suara derap langkah tergesa-gesa menggema di lorong-lorong benteng. Salah satu mata-mata yang ditugaskan Rainer untuk menyusup ke ibu kota Vildoria baru saja kembali, napasnya tersengal seolah ia telah berlari sepanjang malam.Rainer menunggu di ruang taktik, tangannya terlipat di depan dada, sementara Elyse dan Marcus berdiri di sampingnya."Ada berita?" tanya Rainer tanpa basa-basi.Mata-mata itu mengangguk, lalu mengeluarkan sebuah gulungan perkamen yang tampak lusuh dan berdebu."Ada pergerakan di dalam ibu kota Vildoria, tapi bukan hanya dari pihak kerajaan," lapor mata-mata itu. "Kelompok yang disebut 'Tangan Hitam' mulai bergerak, dan mereka bukan sekadar bayangan.""Tangan Hitam?" Elyse mengulang nama itu dengan alis berkerut.Rainer mengambil perkamen itu, membuka isinya, dan membaca dengan saksama."Mereka adalah kelompok yang bergerak di belakang layar," jelas mata-mata itu. "Mereka bukan bagian da
Malam di benteng utama terasa lebih hening dari biasanya. Meskipun pasukan Rainer telah meraih kemenangan besar melawan pasukan Vildoria, ia tahu bahwa kemenangan ini bukanlah akhir. Vildoria bukan satu-satunya ancaman yang harus ia hadapi.Di dalam ruang strateginya, Rainer menatap peta yang terbentang di atas meja. Di sekelilingnya, Elyse, Marcus, dan beberapa komandan utama berdiri menunggu arahannya."Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" tanya Marcus, matanya menatap Rainer dengan penuh harapan."Kita tidak bisa hanya bertahan," jawab Rainer. "Jika kita hanya menunggu serangan selanjutnya, cepat atau lambat mereka akan menemukan cara untuk menjatuhkan kita. Kita harus bergerak lebih dulu."Elyse mengangguk. "Kau ingin menyerang mereka langsung?""Bukan serangan langsung," kata Rainer sambil menggeser bidak-bidak di peta. "Kita akan melemahkan mereka dari dalam."Para komandan saling berpandangan, mencoba memahami maksud Rainer.
Malam setelah kemenangan di perbatasan barat, Rainer berdiri di dalam tendanya, menatap peta yang dipenuhi tanda-tanda strategis. Di satu sisi, ia merasa puas karena berhasil mengalahkan Lionel Drakos tanpa kehilangan terlalu banyak pasukan. Namun, jauh di dalam benaknya, ia tahu bahwa perang ini belum berakhir.Elyse masuk ke dalam tenda, membawa segulung laporan terbaru. "Kabar dari utara," katanya dengan suara tegang. "Gerakan militer mulai terlihat di perbatasan kerajaan Vildoria."Rainer mengangkat alisnya. "Vildoria akhirnya bergerak?""Sepertinya begitu," jawab Elyse. "Mereka mungkin melihat kelemahan kita setelah perang ini dan berpikir bahwa ini saat yang tepat untuk menyerang."Marcus, yang baru saja memasuki tenda, mendengus. "Mereka salah besar. Justru setelah kemenangan ini, moral pasukan kita sedang berada di puncaknya. Jika mereka berpikir kita lemah, mereka akan menyesalinya."Rainer berpikir sejenak. "Kita harus mengonfirmasi niat
Malam masih gelap saat beberapa bayangan bergerak cepat di gang-gang ibu kota Vildoria. Lima sosok berpakaian gelap, masing-masing dengan simbol kecil berbentuk mata di pergelangan tangan mereka, menyelinap melalui lorong-lorong sempit menuju sebuah gudang tua yang tersembunyi di antara bangunan usang.Di dalam, beberapa pria dan wanita bertopeng sudah berkumpul di sekitar meja panjang, peta dan dokumen tersebar di atasnya. Mereka adalah anggota Tangan Hitam—organisasi rahasia yang beroperasi di balik layar, mengendalikan informasi dan kekuatan dengan cara yang hanya mereka yang berkepentingan bisa pahami.Seorang pria bertopeng duduk di tengah, jari-jarinya mengetuk meja dengan ritme yang lambat. "Rainer mulai bergerak," katanya dengan suara tenang namun tajam.Salah satu anggota lain mengangguk. "Ya, dan dia sudah mengetahui keberadaan kita. Tidak lama lagi dia akan mencari cara untuk menghancurkan kita dari dalam."Pria bertopeng itu menghela napas. "Maka kita harus bergerak lebih