Suara ledakan menggema di dalam gua bawah tanah.Rainer mundur selangkah saat debu berhamburan di udara. Cahaya biru dari perangkap sihir yang ia aktifkan membentuk pola rumit di tanah, mengurung sosok bertopeng emas dalam lingkaran bercahaya.Namun, bukannya panik, sosok itu justru tertawa pelan. âKau cukup cerdas. Tapi apakah kau benar-benar berpikir perangkap seperti ini cukup untuk menahan kami?âRainer tak menjawab. Matanya menyipit, memerhatikan pergerakan lawannya. Terlalu tenang. Ini bukan sekadar penyihir biasa.Elyse bergerak cepat ke sisinya, belatinya sudah siap. âKita habisi dia sekarang.âNamun sebelum mereka bisa bergerak, kabut semakin menebal. Udara berubah berat, seolah ada sesuatu yang menarik energi dari sekitar mereka.Sosok itu mengangkat tangannya. âJika kau ingin menantang kami, maka bersiaplah menghadapi kekuatan yang telah menjaga dunia ini selama berabad-abad.âRainer hanya tersenyum kecil. âSudah kuduga.âDengan satu gerakan tangan, lingkaran sihir di lanta
Gema pertempuran masih tersisa di udara, meski keheningan kini menyelimuti gua bawah tanah.Rainer berdiri di tengah ruangan, napasnya sedikit berat. Jejak sihir yang baru saja ia gunakan masih berkilauan di lantai, menghilang sedikit demi sedikit seperti embun yang menguap. Di sekelilingnya, tubuh-tubuh penyihir bertopeng telah lenyap, terbakar oleh kekuatan ritual pemurnian yang ia ciptakan.Elyse mengamati simbol-simbol kuno yang terpahat di dinding gua. Matanya menyipit. "Ini bukan sekadar tempat pertemuan biasa, Rainer. Tempat ini⊠lebih tua dari yang kita duga."Rainer melangkah mendekat, menyentuh salah satu ukiran di dinding. Goresan-goresan itu bukan hanya sekadar tulisan sihir biasa. Ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang terasa seperti bagian dari sebuah teka-teki yang lebih besar."Lambang iniâŠ" Rainer bergumam. "Aku pernah melihatnya sebelumnya."Elyse menoleh. "Di mana?""Di perpustakaan bawah tanah di Akademi Arcadia," jawab Rainer, suaranya penuh pertimbangan. "Itu
Denting langkah mereka bergema di lorong sempit yang menuju ke dalam Benteng Ardentia.Udara di dalam terasa lebih dingin dibandingkan di luar. Cahaya obor yang berkedip-kedip di sepanjang dinding batu menciptakan bayangan yang bergerak seperti sosok-sosok hantu. Rainer dan Elyse berjalan pelan, memastikan setiap langkah mereka tidak menimbulkan suara berlebihan.Di depan, lorong bercabang menjadi dua.Elyse menoleh ke arah Rainer. "Ke mana?" bisiknya.Rainer mengamati ukiran kecil di sudut tembok. Sebuah tanda, samar tapi jelas bagi yang tahu cara membacanya. Itu adalah simbol navigasi kuno yang digunakan oleh para arsitek istana di masa lalu."Ke kanan," katanya pelan.Mereka bergerak mengikuti lorong itu, mendekati jantung benteng tempat arsip rahasia Ordo Maledicta kemungkinan besar disimpan.Di pusat Benteng Ardentia, sebuah ruangan tersembunyi menyimpan dokumen yang telah ada selama berabad-abad.Rainer menempelkan telinganya ke pintu kayu besar di hadapannya. Tidak ada suara da
Darah menetes dari luka di bahu Rainer, jatuh ke lantai batu katedral yang dingin.Ia menekan lukanya dengan tangan kiri, mencoba menahan rasa sakit yang berdenyut. Elyse berdiri di sampingnya, napasnya memburu. Di depan mereka, lorong-lorong panjang Katedral Ravenheim membentang seperti labirin, diterangi cahaya lilin yang berkelap-kelip."Ini jebakan," bisik Elyse.Rainer mengangguk pelan. "Tapi kita tidak punya pilihan lain selain terus maju."Langkah kaki terdengar di belakang mereka. Suara itu berirama, terukur. Bukan lari, bukan terburu-buru. Seperti seseorang yang tahu pasti bahwa buruannya tidak akan bisa kabur.Elyse menggenggam belatinya erat. "Kita tidak bisa bertarung dalam kondisi seperti ini.""Kita tidak akan bertarung." Rainer menarik napas dalam. "Kita akan mengalahkan mereka sebelum pedang diayunkan."Elyse menatapnya sejenak, lalu mengangguk. "Baik. Aku percaya padamu."Mereka bergerak lebih dalam ke dalam katedral, menjauh dari suara langkah kaki yang semakin dekat
Suara benturan keras menggema dari atas, mengguncang dinding batu di sekitar mereka. Debu jatuh dari langit-langit gua, menandakan bahwa orang-orang di atas sedang mencari jalan masuk dengan paksa.âKita harus keluar dari sini sekarang,â kata Elyse dengan nada mendesak. Ia menggenggam belatinya lebih erat, matanya waspada terhadap setiap pergerakan di dalam ruangan.Rainer masih berdiri di depan altar bercahaya, pikirannya berpacu dengan cepat. Informasi yang mengalir ke dalam kepalanya terasa seperti lautan luas yang belum bisa ia pahami sepenuhnya. Tapi satu hal yang ia tahu pastiâini bukan sekadar tempat pemujaan.âGerbang kebenaranâŠâ gumamnya, mengulang kata-kata yang ia dengar sebelumnya.Elyse menoleh. âApa maksudnya? Apa yang kau lihat tadi?âRainer menghela napas, berusaha menyusun kata-kata. âOrdo Maledicta bukan hanya sekadar kelompok rahasia yang mengendalikan bangsawan. Mereka memiliki sesuatu yang lebih besarâsebuah kekuatan yang bisa membalikkan tatanan dunia ini.âMata
Suara gemuruh semakin mendekat. Udara di dalam ruangan mendadak berat, seperti ada sesuatu yang menekan tubuh mereka dari segala arah. Cahaya biru di dinding mulai bergetar, seakan tidak mampu menahan energi yang mulai membanjiri tempat ini.Elyse menggenggam belatinya lebih erat, napasnya sedikit tertahan. âAku tidak suka perasaan ini,â gumamnya.Rainer menatap sekeliling, mencoba mencari sumber suara tersebut. âKita mungkin telah membangunkan sesuatu yang seharusnya tetap tertidur.âTiba-tiba, dari celah di dinding, sosok hitam besar mulai merangkak keluar. Bentuknya seperti manusia, tetapi tubuhnya terdiri dari asap pekat yang terus bergerak. Mata merahnya bersinar tajam, memancarkan kebencian yang menusuk.Elyse mundur selangkah. âAku yakin makhluk itu bukan teman.âRainer tetap tenang. Ia memfokuskan pikirannya, mencoba memahami apa sebenarnya entitas ini. Jika benar tempat ini menyimpan rahasia Ordo Maledicta, maka kemungkinan besar makhluk ini adalah bagian dari masa lalu merek
Udara di dalam lorong terasa lebih berat daripada ruangan sebelumnya. Dindingnya terbuat dari batu hitam yang tampak berusia ribuan tahun, dan di sepanjang jalannya, lilin biru berkelap-kelip seperti mata yang mengawasi mereka. Setiap langkah yang mereka ambil menggema, seakan ada sesuatu yang berjalan bersama mereka di dalam kegelapan.Elyse menghela napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan kegugupan yang mulai merayap. âAku tidak suka tempat ini.âRainer menatap ke depan dengan mata tajam. âAku juga tidak, tapi kita tidak punya pilihan.âDi ujung lorong, pintu besar berukir lambang yang sama dengan yang mereka lihat sebelumnya berdiri kokoh. Ada sesuatu yang terasa berbedaâseperti ada sesuatu yang menunggu di baliknya.Rainer menempelkan telapak tangannya pada ukiran di tengah pintu. Seketika, cahaya biru menyala terang, membentuk pola rumit yang bergerak seperti aliran air.Tiba-tiba, suara lirih terdengar di sekeliling mereka."Siapa yang berani menginjakkan kaki di tanah terlaran
Langkah kaki menggema di lorong yang gelap. Rainer dan Elyse saling bertukar pandang, insting mereka segera menegang. Suara langkah itu tidak tergesa-gesa, tapi ada ketenangan berbahaya di dalamnyaâseperti seorang pemburu yang sudah yakin bahwa mangsanya tidak bisa melarikan diri.Elyse mencengkeram belatinya lebih erat. "Kurasa kita baru saja masuk ke dalam daftar buronan paling dicari."Rainer menyelipkan buku kuno itu ke dalam mantelnya. "Lebih cepat dari yang kuduga. Kita harus keluar dari sini sebelum mereka menutup semua jalan keluar."Tiba-tiba, suara langkah itu berhenti. Hening.Elyse menahan napas, matanya menatap tajam ke ujung lorong. "Kenapa mereka berhenti?"Rainer juga merasakan keanehan yang sama. Kalau ini penyergapan, mereka seharusnya sudah menyerang.Detik berikutnya, udara di sekitar mereka berubah. Suhu turun drastis, seolah sesuatu menyerap semua panas di ruangan. Dinding batu yang sebelumnya gelap kini berkilauan tipis, seperti tertutup lapisan es.Rainer menyi
Kilatan cahaya menyelimuti seluruh ruang dalam Menara Caelus. Cahaya dari Prisma Keempat memancar, menyatu dengan tiga fragmen sebelumnya yang telah Rainer kumpulkan. Suara bisikan kuno membahana, menyampaikan pesan yang tak dapat ditangkap oleh telinga biasaâmelainkan oleh jiwa yang bersedia menerima kebenaran seutuhnya.Rainer berdiri di tengah pusaran cahaya itu, matanya terbuka lebar, menyerap seluruh memori dan kebenaran yang tersimpan selama ribuan tahun. Sosok Aeron, bayangan dari masa lalu, perlahan menghilangâsenyumnya pudar, meninggalkan beban yang tak kasat mata.Elyse mendekat, wajahnya penuh kecemasan. âApa yang kau lihat?âRainer tidak langsung menjawab. Tangannya gemetar. Di matanya tergambar peperangan yang belum pernah diceritakan, pengkhianatan oleh mereka yang dicatat sebagai pahlawan, dan dunia yang dibentuk bukan dari harapan, melainkan dari ketakutan para pendiri.âAku melihat... dunia yang kita kenal bukan hasil dari kebijaksanaan. Tapi hasil dari keputusan terb
Angin dingin dari utara membawa kabar buruk.Pagi itu, Rainer berdiri di atas puncak benteng pengamatan, memandangi pusaran cahaya yang membelah langit dari kejauhan. Fenomena itu muncul mendadakâtidak satu pun dari alat-alat sihir mereka bisa mendeteksi energi semacam itu sebelumnya. Tapi satu hal jelas: titik pusatnya adalah Menara Caelus, struktur kuno dari Zaman Awal yang selama ini hanya dianggap reruntuhan tak berfungsi.Kini, menara itu bersinar. Hidup kembali.âMenara keempat telah bangkit,â gumam Rainer.Di belakangnya, Elyse datang membawa gulungan tua yang diambil dari arsip Perpustakaan Tengah. âAda yang menarik,â katanya sambil membuka gulungan di meja observasi. âMenurut peta zaman kuno, Menara Caelus bukan hanya tempat sihirâmelainkan tempat penyimpanan memori dunia.âRainer menoleh, alisnya terangkat. âMemori dunia?âElyse mengangguk. âSesuatu yang disebut âRekam Astralâ. Sebuah sistem penyimpanan sihir yang bisa merekam kejadian dan pengetahuan dari masa lalu. Jika be
Dunia berubah, tapi perubahan sejati tidak pernah datang tanpa konsekuensi.Sepekan setelah kepulangan Rainer dari Perpustakaan Tengah, gelombang informasi mulai merembes ke setiap pelosok kerajaan. Terjemahan parsial Simfoni Tertinggal telah disalin dan disebarkan ke berbagai sekolah sihir rakyat dan tempat-tempat belajar kecil yang tersembunyi di balik bayang-bayang kota besar.Di awalnya, banyak yang menertawakan dokumen itu. Mereka menyebutnya propaganda seorang anak dari kasta rendah yang menginginkan kekuasaan melalui pengetahuan. Namun semakin banyak yang membaca, semakin banyak pula yang mulai bertanya-tanya.âKalau sihir bukan bakat keturunan, mengapa kami tidak bisa mempelajarinya?ââKenapa hanya keluarga bangsawan yang punya akses ke sekolah sihir tingkat tinggi?âPertanyaan-pertanyaan itu menyebar lebih cepat daripada yang diperkirakan siapa pun.Dan dari balik dinding istana, para bangsawan mulai merasakan tekanan.Di ruang utama Dewan Tertinggi Bangsawan, sebuah pertemua
Hujan turun pelan di atas atap markas, membasahi kaca jendela tempat Rainer bersandar. Di tangan kirinya, liontin yang memuat tiga fragmen kini berpendar anehâperpaduan antara cahaya dan kegelapan, seolah dua kekuatan bertentangan sedang saling menekan, mencari bentuk akhir dari sebuah kebenaran.Elyse melangkah masuk tanpa suara, membawa dua cangkir teh. Ia menyerahkan satu pada Rainer sebelum ikut bersandar di sisi jendela. Diam.âApa kau pernah merasa,â kata Elyse akhirnya, âbahwa dunia ini... lebih tua dari yang kita tahu?âRainer tersenyum kecil. âTidak hanya lebih tua. Tapi juga lebih terluka.âIa mengangkat liontin. âSetiap fragmen membawa ingatan. Yang pertama memberi petunjuk tentang asal usul sistem kasta. Yang kedua memperlihatkan eksperimen sihir terhadap manusia biasa. Tapi yang ketiga...ââ...membawa kehampaan,â sambung Elyse pelan. âAku merasakannya saat kita berada di altar itu.ââDan lebih dari itu.â Rainer berbalik, berjalan ke meja penuh dokumen. Ia mengambil satu g
Langit malam menyelimuti dunia dengan kelam yang lebih pekat dari biasanya. Di luar ibu kota, jauh dari mata para penguasa dan rakyat biasa, Menara Bayangan berdiri di atas bukit batu yang tandus, dikelilingi reruntuhan peradaban lama yang telah lama dilupakan. Di dalam menara itu, sihir lamaâsihir yang bahkan tidak dikenali oleh Akademi Sihir Pusatâmasih hidup.Di tengah lingkaran sihir yang berpendar redup, pria berjubah ungu tua itu membuka matanya. Mereka bersinar hijau pucat, bukan karena sihir, tapi karena kekosongan yang menghuni raganya. Ia bukan lagi manusia biasa. Namanya telah lama dihapus dari sejarah, digantikan dengan satu julukan: Nihros, sang Pemelihara Kekosongan.âFragmen ketiga telah terbangun,â gumam Nihros. Suaranya nyaris seperti bisikan di antara celah kenyataan. âDan si bocah itu... mulai mengganggu alur.âDi sekelilingnya, entitas-entitas tak bernamaâmakhluk yang dulunya manusia, tapi telah dirusak oleh sihir gelap dari
Ruangan Majelis Tertinggi tidak seperti aula biasa di kerajaanâia tidak hanya dibangun dari marmer dan batu mulia, tapi dari keheningan yang dalam dan rasa takut yang menggantung. Di tempat inilah hukum kerajaan diciptakan, strategi perang dirancang, dan takdir rakyat ditentukan.Pagi itu, ratusan kursi di tribun atas dipenuhi para bangsawan, penyihir agung, akademisi, dan bahkan utusan luar negeri. Mereka semua datang karena undangan langka: seseorang dari kalangan bawah, tanpa darah bangsawan, tanpa gelar, akan berbicara di hadapan Majelis.Rainer berdiri di tengah podium, mengenakan jubah hitam dengan garis emas yang dirancang Elyse dan para pendukungnyaâsebuah simbol antara perlawanan dan martabat. Di belakangnya, Elyse berdiri tegak, mata tajamnya menyapu ruangan.Suara bel logam berdentang tiga kali, menandakan awal sesi. Di kursi utama, High Consul Avarelâpemimpin tertinggi Majelisâmengangguk ke arah Rainer.âRainer dari distrik bawah, pemegang fra
Langit di atas ibu kota kerajaan Arkwen tampak kelabu. Awan gelap menggantung rendah, seolah menandakan badai besar akan segera datang. Namun badai yang mendekat bukan sekadar cuacaâmelainkan konflik yang akan mengguncang seluruh struktur kekuasaan kerajaan.Rainer dan timnya baru saja kembali dari ekspedisi ke Utara, membawa satu kebenaran baru dan satu fragmen simfoni tambahan. Tapi bukan hanya kekuatan yang mereka bawa pulang, melainkan juga informasi yang bisa mengguncang fondasi dunia: bahwa sistem yang saat ini berdiri adalah hasil dari siklus berulang yang dipaksakan oleh kekuatan kuno, dan bahwa pemilik simfoni sejati berpotensi menjadi kunci pembebas atau penghancur dari siklus itu.âBerita tentang pergerakan kita telah bocor,â kata Kysha sambil menyerahkan gulungan surat kepada Rainer. âTiga dari lima keluarga bangsawan besar mengirim utusan ke menara dewan sihir. Mereka menyebutnya sebagai âTanda Pertama dari Kerusakan.âââKarena kita mengambil fragme
Hutan Frostveil, wilayah utara kerajaan yang dinginnya mampu membekukan tulang bahkan sebelum musim salju datang. Kabut tebal menggantung di antara pohon-pohon cemara tinggi, dan hanya suara ranting patah atau langkah lembut di salju yang memberi tanda bahwa kehidupan masih ada di tempat itu.Di sinilah Rainer, Elyse, Marcus, dan Kysha menelusuri jejak pengkhianat dari tim merekaâSeth, anggota pencatat sihir yang ternyata telah menyusup atas perintah pihak luar. Peta menuju fragmen ketiga kini berada di tangannya, dan jika dia berhasil menyerahkannya ke tangan sekte atau faksi bangsawan tertentu, pertarungan untuk perubahan bisa berakhir sebelum dimulai.âKita hanya berjarak satu hari perjalanan dari kuil tua yang disebutkan di fragmen kedua,â bisik Kysha sambil menunjuk peta yang telah mereka salin ulang. âTapi jalur yang diambil Seth... bukan jalur langsung. Dia menuju celah pegununganâada sesuatu di sana yang dia sembunyikan.âRainer menatap langit yang mulai
Hujan deras mengguyur pelabuhan selatan Kerajaan Galvane. Kapal ekspedisi akademi telah bersandar di dermaga, dan suara ombak yang menghantam kayu menambah ketegangan suasana. Rainer berdiri di dek kapal, mengenakan jubah tebal berlapis pelindung sihir. Di belakangnya, Elyse, Marcus, dan beberapa anggota tim elite akademi bersiap turun.Wilayah yang mereka tuju adalah reruntuhan Virellis, kota kuno yang terkubur oleh tanah longsor dua abad lalu. Berdasarkan kode dalam simfoni pertama, fragmen kedua tersembunyi di bawah tanah, dilindungi oleh mekanisme sihir yang hanya bisa dipecahkan oleh harmoni energi tertentuâsesuatu yang hanya bisa dideteksi jika seseorang memiliki resonansi dengan fragmen pertama.âAku merasakannya,â bisik Rainer sambil menekan telapak tangannya ke dada, tempat ia mengenakan liontin kristal kecil dari fragmen pertama. âAda sesuatu yang memanggil⊠seperti gema di ujung lorong panjang.âElyse menatapnya, mata peraknya penuh waspada. âPastikan