Jantung Damian bukan hanya tersentak, dia bahkan sampai tak mampu berucap apa pun selama beberapa detik ketika mendapati Sagara dan Omen ada di hadapannya. Bagaimana bisa mereka memasuki apartemen Damian yang dijaga sangat ketat oleh anak buahnya? Ah tidak, daripada itu Damian lebih penasaran mengapa Sagara bisa ada di hadapannya? Sementara tadi, jelas-jelas Damian melihat anak itu sedang tertunduk pasrah di ruang sidang.
“Sagara, bagaimana bisa kamu ....”
Damian bangkit dari duduknya, ingin memastikan apakah orang itu benar-benar Sagara atau bukan. Damian sampai tak habis pikir, otak cerdasnya dipermainkan sedemikian rupa saat ini. Entah ini nyata atau hanya khayalannya saja. Apa yang dia alami kini seperti ilmu sihir yang hanya dimiliki oleh para penyihir di negeri dongeng.
“Kenapa pak ketua, kamu terkejut melihatku ada di sini?”
“Kamu benar-benar Sagara?”
Sagara tertawa sumbang, senang sekali dia melihat ekspr
Bugh!Damian meninju wajah Sagara dan langsung dibalas pukulan yang sama oleh Saga. Mereka terlibat aksi saling jotos. Omen hanya memperhatikan di kursinya, ia yakin Sagara bisa menangani Damian dengan mudah. Secara, Sagara adalah pendekar yang sangat tangguh di Ambarwangi selain itu dia juga pernah mengalahkan berbagai monster menyeramkan di hutan larangan. Seharusnya cecunguk sekelas Damian tidak berarti apa-apa untuk Sagara.Brak! Bruk! Bugh!Tubuh Damian terpental ke sana kemari saat Sagara menggunakan sebagian tenaganya untuk melawan lelaki bajingan itu. Mulut Damian mengeluarkan darah segar, wajahnya juga sudah bonyok karena pukulan tanpa ampun yang diberikan Saga. Merasa tak punya kesempatan untuk memang, Damian akhirnya melarikan diri keluar dari apartemen untuk mencari bantuan. Dia terus menghubungi nomor Mr. Jay sepanjang pelarian namun panggilannya tak kunjung dijawab. Damian benar-benar sudah dibuang sesuai dengan janji Mr. Jay. Dulu, Mr. Jay pernah
Sagara bernapas lega usai semua kejahatan Damian terbongkar, dia bisa memastikan bahwa Damian tidak akan bisa menghindar dari hukuman yang diberikan padanya. Setelah kemarin dia dikalahkan secara telak oleh Sagara dan Omen, Damian ditahan di sebuah penjara paling mengerikan yang ada di negeri ini. Kejahatan yang dia lakukan tergolong dalam jenis kejahatan yang sangat berat. Apalagi ini berkenaan dengan kegiatan produksi dan distribusi narkoba, Damian bukan hanya berperan sebagai bandar tapi tingkatannya lebih tinggi dari itu. Sagara juga mendapat kabar bahwa kemungkinan orang itu akan dieksekusi mati. Kabar baik yang Sagara dapat bukan hanya soal itu, dia juga mendengar bahwa polisi internasional berhasil menangkap Mr. Jay yang berniat melarikan diri ke Rusia. Mafia itu tertangkap di bandara saat transit di salah satu negara. Jaringan mafia Mr. Jay sudah carut marut dan berpencar. Sebagian dari mereka masih ada yang buron dan sebagian lagi telah diamankan. Oknum-oknum di kep
“Ternyata dunia sangat sempit, ibu tidak menyangka kalau kamu adalah teman dari Sulaiman,” ungkap seorang ibu yang dulu pernah Sagara tolong. Sagara yakin betul bahwa ibu itu adalah orang yang tempo hari kecopetan dan Sagara berhasil mengembalikan tas si ibu dengan selamat tanpa kurang satu hal pun. “Aku lebih tidak menyangka saat tahu kalau ibu adalah orang tua Omen—ah maksudku Sulaiman.” Perempuan paruh baya itu mengembangkan senyum, saat ini ia sedang menjamu para tamu putranya di ruang makan yang sangat besar. Badar dan Tyana bahkan masih berusaha menyadarkan diri mereka, mencoba melakukan berbagai hal agar mereka yakin bahwa ini bukanlah mimpi. Masa iya Omen punya rumah sebesar istana? Bukankah Omen itu hanya anak pegawai kantoran biasa? “Wajar kalau kamu merasa begitu, Sulaiman memang jarang pulang ke sini. Setelah bertahun-tahun sejak kakak sepupunya meninggal, dia memutuskan tinggal bersama tante yang sudah ia anggap seperti ibu kandungnya sendiri. Makanya banyak teman Sula
Sagara Wirantama terpaksa menggantikan posisi pendekar Gara untuk mengalahkan musuh yang mengancam keselamatan raja Majapati. Rupanya penyakit yang diidap sang raja bukanlah penyakit biasa. Tak ada satu pun obat yang mampu menyembuhkannya kecuali bunga naga karsa. Bunga ajaib yang terdapat di pedalaman hutan larangan yang konon dilindungi oleh makhluk sakti nan kejam. Sagara yang tidak tahu apa-apa harus menghadapi mara bahaya dalam pertualangan mencari bunga naga karsa. Dia rela mempertaruhkan jiwa dan raganya demi kesembuhan sang Raja, masa depan Ambarwangi, dan yang paling utama adalah agar Sagara bisa kembali ke dunianya yang sudah lama ditinggalkan. *** Hola, teman-teman, ketemu lagi sama aku. Berhubung Season 1 Sagara sudah selesai mari kita lanjutkan pertualangan ini di Season 2 ya. Kita akan fokus di negeri Ambarwangi yang sering banget tuh disebutin pas Season 1. Gambarannya juga sudah sedikit diungkapkan ya pas season awal, di season 2 ini pasti kalian bakal lebih jauh lag
Larasati menatap nanar tubuh pria yang masih terbujur di atas tempat tidur. Matanya memejam rapat, hanya deru napas tenang yang terhela sejak tiga bulan lalu. Tak ada lagi tanda-tanda lain yang menunjukkan bahwa dia masih hidup. Berbagai cara telah dilakukan untuk membangunkan pria itu dari tidur panjangnya. Tabib-tabib andal didatangkan dari berbagai negeri semata-mata untuk tetap menghidupkan harapan agar dia segera siuman. Larasati dan teman-teman di perguruannya sudah kehabisan akal. Kekacauan terjadi di mana-mana sejak peperangan itu terjadi. Para pembelot semakin menggila, kejahatan mereka terus menjadi-jadi dan merasa leluasa karena satu-satunya petarung yang disegani dianggap telah gugur dan tak berdaya. Tentu saja Larasati tak pernah membiarkan para pembelot berulah di depan matanya. Ia dan teman-teman seperguruannya masih melakukan perlawanan meski tak sekuat sebelumnya.“Aku tahu kau suka bercanda, tapi sumpah Gara leluconmu kali ini sama sekali tidak lucu. Seratus hari ber
Larasati dan Kumbara tidak tahu harus bagaimana menyikapi kondisi ini, baru saja merasa lega karena Sagara sadar setelah tiga bulan tak sadarkan diri namun ternyata masalah baru muncul. Pria yang menghuni raga pendekar Gara bukanlah sosok yang mereka kenal. Entah dari mana datangnya sosok itu, yang pasti mereka yakin Sagara yang sekarang bukan dari Ambarwangi. Dia layaknya makhluk yang datang dari dunia yang berbeda. Lihat saja bagaimana tingkah Sagara sekarang, dia sedang mengedarkan pandangan di halaman depan rumah. Menatap heran pepohonan tinggi yang mengelilingi bangunan kayu yang menyerupai pendopo itu. Sementara Larasati dan Kumbara berdiri memperhatikan Gara sambil diskusi serius. “Kau bilang apa tadi Laras, jiwa Gara tertukar dengan pemuda bernama Sagara Wirantama?” Kumbara memastikan. “Iya, aku pernah mendengar cerita serupa dari guru Mada.” “Cerita apa, yang mana? Kenapa aku tidak tahu, perasaan aku tidak pernah melewatkan kelas guru Mada sekali pun.” Kumbara merasa keti
Setelah selesai makan dan istirahat sebentar, Larasati dan Kumbara benar-benar melakukan niatan mereka untuk bercerita sejujurnya pada Sagara. Ketiga orang itu masih duduk di atas dipan, bersila melingkari alat makan yang isinya sudah tandas berpindah ke perut Sagara. Larasati yang paling vokal dalam momen ini, dia menjelaskan asal-usul dan alasan mengapa raga pendekar Gara bisa terbaring koma selama seratus hari. Sagara terkejut bukan main, ia masih enggan percaya bahwa dunia yang dihuninya saat ini bukan dunia tempat dia tinggal. Rasanya tidak masuk akal saja, bagaimana mungkin dia bisa terdampar hingga lintas dimensi?Semua cerita yang disampaikan Larasati dan Kumbara tidak ada yang bisa diterima akal sehatnya. Namun jika Sagara berpikir lagi, tempat ini memang sungguh aneh. Karena tidak kunjung percaya cerita Larasati, Kumbara sampai berinisiatif untuk mengajak Sagara jalan-jalan keliling desa. Namun Larasati melarangnya karena merasa Sagara belum siap untuk berkeliaran di luar. A
“Lebarkan lagi kakimu, Gara! Sudah kubilang pasang kuda-kuda yang benar agar tumpuan tubuhmu kokoh!” teriak Kumbara setengah geram karena Gara benar-benar lamban saat menerima pelajaran darinya. “Aku tidak bisa! Mau berapa kali pun kau mengajariku, aku tetap tidak akan mampu untuk menjadi pendekar Gara yang sangat hebat itu! Di duniaku ... aku tidak pernah berlatih silat atau jenis bela diri lainnya. Aku ini seorang pecundang di sekolah!” balas Gara terpancing emosi karena sejak tadi dia sudah ingin menyerah namun Kumbara dan Larasati terus mendesaknya. “Selamban-lambannya pecundang, dia pasti bisa mempelajari dasar bela diri dengan mudah. Kau benar-benar menguji kesabaranku. Bukalah sedikit pikiranmu! Jangan hanya memikirkan dirimu sendiri. Banyak nyawa yang sedang dipertaruhkan saat ini. Sampai kapan kau akan terus mengeluh dan menyangkal takdir, hah?!” sentak Kumbara sengit. Kumbara yang biasanya senang bercanda dan selalu tampil riang kini mulai menunjukkan emosi yang agak melua