“Doi? Apa itu?”
“Hm, kumat begonya,” kesal Omen, “Doi itu gebetan atau orang spesial buat kamu. Tyana spesial kan buat kamu?”
“Iya,” jawab Sagara tanpa ragu, sontak Tyana tersedak makanannya sendiri. Ia buru-buru mengambil air mineral dan meneguknya sesegera mungkin.
“Wanjir! Pengakuan macam apa ini?” heboh Omen sampai nasi yang ada di mulutnya tumpah-tumpah. Saga berkata seperti itu setelah Omen menyuap nasi soalnya.
“Aku menjawab apa adanya, kamu bertanya apakah Tyana spesial buatku? Maka jawabannya ya, dia spesial. Kamu juga spesial. Kalian temanku sudah pasti kalian spesial.”
Senyum Tyana mendatar, ternyata Sagara masih menganggapnya teman tidak lebih dari itu.
“Ini kunyuk satu memang susah diajak serius. Maksud saya bukan spesial sebagai teman tapi lebih dari itu. Saya tidak masalah kok kalau kalian menjalin hubungan asmara, serius deh. Asal jangan kacangin sa
Sagara melakukan cara terbaik dan tercepat untuk tiba di kediamannya demi menemui Ningsih. Lelaki itu tidak yakin apakah Ningsih mau menemaninya atau tidak, yang jelas Sagara harus memastikannya sendiri agar dia bisa tidur nyenyak. Sagara ini memang tipikal orang yang tidak tenang sebelum memenuhi janji. Saat di Ambarwangi dulu, dia rela berjalan menembus hutan sejauh 1 KM hanya untuk mencarikan bunga langka untuk hadiah ulang tahun Larasati. Kawan seperguruan tercantik yang dia punya, sayangnya hanya perempuan itu yang tidak takluk pada mantra cinta pendekar Gara.Alih-alih suka, Larasati malah memiliki perasaan benci pada Sagara. Dia menilai Sagara terlalu sombong ketika diberi gelar pendekar nomor satu di Ambarwangi. Secara ilmu batiniah, pria itu belum pantas menyandang gelar setinggi itu. Ah, entah mengapa ketika memikirkan Ningsih malah bayangan Larasati yang muncul. Apa kabarnya perempuan galak itu? Apakah dia selamat dari peperangan tempo hari?Drrgg!Su
Tok! Tok! Tok!Sagara celingukan agar ketukannya terhadap jendela kamar Ningsih tidak mengganggu ketenangan orang-orang. Ia berani melakukan itu karena mendengar masih ada suara lalu lalang di kamar Ningsih.Tok! Tok! Tok!Ketuk Sagara lagi lebih hati-hati, “Ningsih,” panggilnya pelan. Upaya penuh ketegangan itu membuahkan hasil. Jendela kamar Ningsih terbuka dan muncullah sosok gadis manis bersurai hitam legam yang panjang. Saat malam hari rambut itu digerai begitu saja, Ningsih sudah mengenakan piama tidur panjang warna hijau tosca.“Saga,” gumam Ningsih dalam hati.Sagara melambai sambil memasang senyum lebar, “Hai,” sapanya.“Kamu ngapain di sini malam-malam?” tanya Ningsih tanpa suara namun tangannya bergerak memberi isyarat.“Aku mau minta maaf sama kamu soal janjiku pagi tadi. Aku berjanji untuk menemanimu ke suatu tempat tapi aku malah pulang telat. Tadi di sekolah sibuk ba
Badar tertunduk frustrasi sambil sesekali memukulkan kepalanya ke tembok. Sulit ia duga, keputusannya kembali ke Tribakti setelah cuti lama justru menjadi jurang menuju neraka yang sebenarnya. Lelaki itu yakin para musuhnya di luar sana sedang berpesta karena kini Badar resmi dipenjara dengan status masih tersangka.Hari ini dia baru mendapat kabar bahwa Wati dibebaskan karena terbukti tidak bersalah. Sedangkan dirinya tak terselamatkan karena pihak kepolisian tetap bersikukuh bahwa Badar adalah pengedar utama narkoba di Tribakti.Preman XII IPS 3 itu diperiksa semalaman dan diinterogasi habis-habisan. Badar terlalu lelah berontak sehingga dia lebih memilih diam dan mengabaikan semua pertanyaan polisi. Tidak peduli jika mereka mengancam akan memukulinya dia tidak bersikap kooperatif.Selama kurang lebih lima hari empat malam ia ditahan tak satu pun keluarga yang beritikad menjenguknya. Sepertinya mereka memang sudah tidak peduli pada nasib anak itu. Mau Badar di
“Kau harus mau bekerja sama denganku dalam menghancurkan Tribakti,” tukas Sagara singkat, padat, lugas.Badar tercenung sebentar, kemudian kedua pundaknya terlihat bergetar seperti sedang menahan tawa. Tak lama setelah itu tawa yang tertahan dia keluarkan sekeras mungkin. Ya, itu adalah bukti rasa geli Badar terhadap ucapan Sagara barusan.“Astaga Sagara ... lo ini sebenarnya kerasukan apa, hah? Dari awal kemunculan lo sejak hilang sikap lo jadi semakin hancur. Gue rasa bukan hanya otak lo yang amnesia. Tapi sistem saraf dalam diri lo udah rusak semua!”(Kampret ini Bocah, dia menganggap ucapanku bercanda rupanya.)“Tawaranku terdengar lucu bagimu?”“Ya! Lebih dari lucu, gue bisa ngakak sampai nanti subuh kayaknya, ha ha ha. Parah banget lo, ada gunanya juga kedatangan lo ke sini. Minimal gue bisa ketawa karena kerecehan lo, Sampah.”Badar masih lanjut menertawakan Sagara sampai keluar
“Konspirasi?” cicit Badar.Sebenarnya dia tidak ingin meyakini semua ucapan Sagara yang terkesan gila. Anehnya hati kecil lelaki itu menuntun untuknya membenarkan semua perkataan Sagara. Di tengah kekalutan dan rasa kecewa mendalam yang Badar sembunyikan, dia digempur dilema tentang keputusan apa yang harus ia pilih sekarang. Menyambut baik uluran tangan musuh yang selama ini ia anggap menjijikkan atau mempertahankan gengsinya dan hidup di penjara entah sampai kapan.“Ya, aku yakin ada konspirasi yang melibatkan orang-orang penting Tribakti dari kasus narkoba ini. Dalang utamanya ada di sekolah itu tapi aku tidak tahu siapa dia. Kata teman-temanku, kau sudah dua tahun tinggal kelas. Selain itu, jaringan pertemananmu juga luas. Kau berkawan dengan beberapa anak Gapus dan Gunar, bukan? Sepertinya kau sangat tahu tentang sekolah itu. Aku perlu orang sepertimu untuk melancarkan aksi ini.”“Lo sedang meminta pertolongan atau
Setelah mengunjungi Badar dan membuat beberapa kesepakatan dengan anak itu, Sagara bergegas pulang untuk menemui Ningsih. Ya, ini hari Sabtu, hari yang dijanjikan Sagara untuk mengajak gadis itu jalan-jalan ke pasar malam. Bentuk penebusan dosa karena Senin lalu dia melupakan janjinya pada gadis menarik itu.Dia sudah berusaha mengenyahkan ketertarikan pada pribadi Ningsih yang sederhana namun begitu memikat hatinya. Sayangnya Sagara gagal, sulit mengabaikan dan pura-pura tidak merasakan apa-apa pada Ningsih. Jadi biarlah perasaannya mengalir dengan alami. Toh tidak ada salahnya juga karena saat ini dia sedang bersemayam di tubuh remaja yang seusia Ningsih. Tak akan ada yang berani menyangsinya karena menyukai gadis yang umurnya berbeda jauh dengan pendekar Gara.Sebelum masuk ke gang menuju rumahnya, Sagara sempat mampir ke minimarket dan membeli cokelat ukuran sedang. Dia ingin memberikan makanan manis itu pada Ningsih. Kata orang, perempuan di dunia ini sangat menyu
Suasana sedikit mencair saat keempat remaja itu tiba di pasar malam. Mereka melupakan sejenak perasaan tak nyaman yang sempat singgah di hati masing-masing. larut dalam euforia keramaian orang-orang di sana. Menaiki berbagai wahana khas pasar malam seperti bianglala, kora-kora, ombak banyu, dan yang paling seru adalah ketika mereka masuk ke rumah hantu. Omen beberapa kali memeluk Sagara sambil jerit-jerit ketika jelmaan aneka dedemit muncul di hadapannya.Bahkan ada salah satu pocong yang kena bogem Omen karena dia lompat ke hadapan laki-laki itu secara tiba-tiba. Si pocong sampai terjungkal dan harus bangun dibantu Sagara dan Tyana. Omen meminta maaf sambil memejam karena wajah pocong itu sangat menyeramkan. Sagara hanya bisa tertawa lepas saja melihat tingkah sahabat gilanya itu.Keseruan demi keseruan terus mereka cetak sepanjang dua jam berkeliling di pasar malam. Ketika lelah menyapa, keempatnya memutuskan istirahat sejenak di tempat tukang bakso. Tentu bukan seka
Suasana hening di kelas XI IPS 3 sangat mendominasi saat ulangan harian pelajaran sejarah dilangsungkan. Guru mondar-mandir ke setiap sudut kelas demi memastikan seluruh siswa mengerjakan soal ulangan dengan jujur. Tepat satu pekan sejak hari penangkapan Badar, Tribakti kembali normal seolah tak pernah terjadi masalah apa-apa. Wati juga sudah kembali, malah sekarang dia lebih leluasa dalam bertingkah karena tak lagi dikekang Badar. Sepertinya orang yang paling bahagia atas ditahannya Badar adalah Wati.Kerta ulangan Sagara sudah terisi penuh hanya dalam watu lima menit setelah ulangan itu dimulai. Saat teman-temannya baru mengisi soal esai nomor 2 atau 3, Sagara telah berhasil menjawab semuanya. Total ada sepuluh pertanyaan yang memerlukan penjabaran rinci. Entah dengan cara apa Saga mengerjakannya sampai bisa secepat itu.Saga mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya, memikirkan dengan cara apa ia harus keluar dari kelas itu. Saga ingin memulai investigasi kasus Badar hari
Meja makan menjadi ramai oleh tawa, Gara dan para penghuni kediaman pendekar Karsayasa sedang sarapan. Di ruangan itu terdapat meja panjang dengan kursi-kursi yang mengelilinginya. Istri pendekar Karsayasa sengaja menyiapkan sajian istimewa untuk menjamu para tamunya yang sebentar lagi akan meninggalkan Purwodadi. Waktu singgah Gara di kerajaan itu memang jauh lebih singkat dari dugaan.Di satu sisi dia bersyukur karena dengan begitu ia bisa mempersingkat waktu uji kehebatan. Targetnya adalah menyelesaikan tujuh tahapan uji kehebatan sebelum purnama kedua belas. Setiap hari, pria itu selalu dilanda khawatir—takut upayanya melebihi batas waktu yang ditentukan. Kembali saat semua keraguan dan kewaswasan menyerangnya, Gara terus menerus menggumamkan bahwa tugasnya hanyalah berusaha sebaik mungkin. Perkara hasil, biarkan itu menjadi ketetapan Yang Maha Mengetahui.“Ahh, ini makanan terenak yang aku makan setelah kurang lebih empat hari terombang-ambing di laut lepas,” ungkap Kumbara yang
Baru saja tiba di pulau, Gara disambut oleh sekelompok orang asing bersenjata yang lagi dan lagi membuat ketiganya siaga.“Belum genap satu jam kita melewati badai aneh, sekarang ujian apa lagi ini ya Allah?” tukas Kumbara tak habis pikir.Sesulit ini perjuangan mereka untuk mengantarkan Gara menjadi pendekar terhebat.“Sepertinya mereka penduduk setempat,” kata Larasati memindai penampilan para prajurit yang menghadang mereka.Sebenarnya barisan prajurit itu tidak benar-benar menghadang. Mereka hanya berdiri tegap dengan persenjataan lengkap seraya membentuk pagar seolah tengah menanti kehadiran seseorang.“Kau tahu dari mana?” tanya Gara.“Lihatlah tanda pengenal yang menggantung di masing-masing sabuk mereka. Semuanya menunjukkan lambang kerajaan Purwodadi, bisa dipastikan mereka adalah utusan kerajaan.”Beberapa orang membuka barisan bersamaan dengan bunyi tapak kuda yang kian mendekat. Seorang pria gagah berambut panjang melompat turun dari kuda yang ditungganginya. Pria itu men
Kemunculan Gara dari pusaran air tak melemahkan amarah monster laut damai. Ia terus memukul-mukul permukaan air melalui tentakel raksasanya. Situasi di sana kacau sekali. Tiba-tiba saja, awan mendung berkumpul membentuk formasi yang menyeramkan. Kilat petir menyambar dan bermunculan di langit gelap. Angin bertiup dengan kecepatan tinggi, menciptakan gulungan ombak besar dan membuat laut bergelombang hebat.Gara baru menyadari keberadaan monster itu, dia pun terkejut karena kini dirinya tengah melayang di udara dengan tameng air yang mengelilinginya. Sungguh di luar nalar, ia merasa seluruh tubuhnya kembali bugar. Persis seperti yang pernah dialaminya ketika melawan pendekar Galasakti sebelumnya.Padahal tadi banyak luka yang diperoleh akibat pertempuran sengitnya dengan panglima Arash. Sagara ingat, dirinya nyaris hilang kesadaran akibat kobaran api yang hampir membakar seluruh tubuhnya. Lantas apa yang terjadi sekarang? Makhluk aneh apa yang ada di depannya itu?
“Besar juga keberanianmu, pendekar Gara. Kukira kau akan melarikan diri seperti kedua temanmu tadi,” kata Panglima Arash, pria bertopeng yang akhirnya kini mendarat di kapal nelayan.Panglima Arash sengaja melarang pasukannya untuk turun tangan kali ini. Dia ingin head to head, atau menghabisi musuh bebuyutannya ini dengan tangannya sendiri. Kali ini, Arash ingin memastikan bahwa urat nadi pendekar Gara benar-benar terputus dengan tebasan tangannya. Arash sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan menghadiahkan penggalan kepala Gara kepada yang mulia Batara. Calon pemimpin Ambarwangi dari fraksi Barat.“Untuk apa aku melarikan diri di saat aku ingin sekali bertemu denganmu, Panglima Arash,” kata Gara berani sekali. Dia juga gamblang menyebutkan nama Arash dan itu cukup membuat sang panglima terkejut.“Rupanya kau sudah tahu siapa aku,” kata Arash mengakui ketelikan Gara kali ini.“Tentu saja, aku
Menjelang tengah malam, Gara masih belum memejamkan mata sama sekali. Entah mengapa rasa kantuk serta merta hilang dan tak terasa barang sedikit. Dia sudah berusaha mengubah posisi—menghadap kanan, kiri, telentang, tengkurap. Semua sudah ia coba namun tetap tak mendapat titik nyaman. Dia sendiri tidak mengerti mengapa bisa mengalami hal itu. Di saat semua orang tertidur dengan pulasnya, Gara justru gelisah seorang diri.Merasa upayanya tidur tidak akan berhasil, pemuda itu pun memutuskan keluar ruangan. Lebih baik ia menghirup udara segar di luar, siapa tahu perasaannya bisa membaik. Derap langkah Gara terdengar begitu jelas, bersahutan dengan gemuruh angin dan suara ombak laut. Gara berjalan ke arah dek kapal. Ia berdiri di sana sambil matanya menyusuri sekitar. Pria itu yakin tak ada satu pun yang terjaga selain dirinya. Namun, Gara merasa seseorang tengah memperhatikan gerak-geriknya dari kejauhan.Pria itu menarik napas panjang, kemudian menahannya beberapa d
“Akhirnya, kita tiba,” kata Larasati bersamaan dengan senyum mengembang.Lega sekali rasanya bisa tiba di tempat tujuan dengan selamat setelah kurang lebih empat hari mengarungi hamparan laut mega luas dari kerajaan Kentamani ke kerajaan Purwodadi.“Kau tampak bahagia sekali, Laras, bahkan senyummu lebih lebar dibanding ketika aku berhasil mengalahkan pendekar Galasakti. Sejauh yang aku ingat, dalam perjalanan kali ini juga kau jauh lebih tenang,” kata Gara yang berdiri di samping perempuan itu.Mereka berdua sedang berdiri di bagian depan kapal, memandang laut dengan gradasi warna biru dan hijau yang terpadu indah, ditemani refleksi langit yang kini berubah menjelang jingga.“Entahlah, aku hanya menyukai perjalanan kali ini dibanding perjalanan sebelumnya. Apa kau tidak bisa merasakan ketenangan yang dibawa laut ini pada kita?”“Maksudmu?”“Sudah bukan rahasia lagi jika kerajaan Purwodadi terkenal dengan kawasan lautnya yang sangat luas. Selain terkenal dengan kekayaan maritimnya, l
Selepas menemui tuannya, panglima Arash meninggalkan area istana dan berkunjung ke markasnya. Ia meluapkan emosi dengan memanah, puluhan anak panah melesat kencang menembus sasaran yang jauh di depan sana. Tidak ada yang melenceng, semuanya menancap tepat di area merah. Kemampuannya dalam hal ini memang tidak perlu diragukan. Dia sangat mumpuni dalam bertarung, memanah, berkuda, dan merakit senjata tajam. Wajar jika kini dia menyandang gelar sebagai panglima perang yang paling disegani di fraksi barat. Fraksi yang menjadi dalang dari carut marutnya pemerintahan di kerajaan Ambarwangi dan yang telah mencelakai raja Majapati.Saat panglima Arash fokus meluapkan emosi, kedatangan seorang prajurit menghentikan kegiatan itu. Panglima Arash seperti sudah tahu maksud dan tujuan prajurit itu. Ya, memang sebelumnya dirinya yang meminta bawahannya itu untuk menyelidiki sesuatu. Panglima Arash menyimpan peralatan memanahnya, turun dari podium panah dan mengajak bawahannya itu untuk mengobrol di
Seorang prajurit berjalan tergesa melewati koridor kerajaan. Seorang penjaga mengabarkan kedatangannya pada sang ketua yang kini tengah menghuni sebuah ruangan yang dulu dihuni raja Majapati.“Panglima Arash memohon izin menghadap Yang Mulia,” pekik penjaga pintu itu, menyebut ketua mereka dengan sebutan “Yang Mulia” seakan orang itu benar-benar sudah resmi menyandang gelar tersebut.Setelah diperintahkan masuk, kemudian panglima Arash masuk ruangan tersebut. Membungkuk penuh hormat, kemudian dipersilakan duduk oleh sang ketua.“Bagaimana perkembangannya?” tanya sang ketua to the point, seperti sudah tahu hal apa yang akan diinformasikan oleh panglima Arash.“Saya sudah mengerahkan seluruh prajurit melakukan pencarian di hutan Ciwasari selama empat belas hari. Kami susuri semua pelosok hutan bahkan sampai ke gua-gua yang jarang dijamah manusia, namun tidak ditemukan tanda-tanda keberadaan raja Majapati, Tuan.”“Kesimpulannya kau dan pasukanmu gagal lagi?”Panglima Arash kembali tertun
“Mang Basir sudah lama menetap di Kentamani?” tanya Gara yang duduk tepat di samping pak kusir yang tengah berkuda. Sementara Kumbara dan Larasati duduk di kursi belakang bersama barang bawaan mereka.“Oh saya mah dari lahir di sini, Den. Warga asli.”“Berati Mang Basir tahu dong seluk beluk Kentamani ini.”“Ya jelas, Den, makanya mamang nawarin buat nganterin kalian ke perbatasan Kentamani-Purwodadu juga. Mang Basir tahu jalan tercepat menuju sana supaya aden dan teman-teman tidak kemalaman. Kentamani saat malam hari sangat tidak ramah untuk dijelajahi,” tutur mang Basir diselingi kekehan renyah namun mengingatkan ketiga orang itu pada tragedi awal mereka menginjakkan kaki di kerajaan Kentamani.“Ah, mamang bikin saya inget kenangan kelam. Lembah sawer horor banget Mang, sumpah. Itu isinya demit semua, ya?” timpal Kumbara.“Bisa dibilang begitu, Den. Sebenarnya dulu Lembah Sawer tidak semenyeramkan itu, namun setelah banyak oknum yang bersekutu dengan iblis untuk mendapat keuntungan