Suasana sedikit mencair saat keempat remaja itu tiba di pasar malam. Mereka melupakan sejenak perasaan tak nyaman yang sempat singgah di hati masing-masing. larut dalam euforia keramaian orang-orang di sana. Menaiki berbagai wahana khas pasar malam seperti bianglala, kora-kora, ombak banyu, dan yang paling seru adalah ketika mereka masuk ke rumah hantu. Omen beberapa kali memeluk Sagara sambil jerit-jerit ketika jelmaan aneka dedemit muncul di hadapannya.
Bahkan ada salah satu pocong yang kena bogem Omen karena dia lompat ke hadapan laki-laki itu secara tiba-tiba. Si pocong sampai terjungkal dan harus bangun dibantu Sagara dan Tyana. Omen meminta maaf sambil memejam karena wajah pocong itu sangat menyeramkan. Sagara hanya bisa tertawa lepas saja melihat tingkah sahabat gilanya itu.
Keseruan demi keseruan terus mereka cetak sepanjang dua jam berkeliling di pasar malam. Ketika lelah menyapa, keempatnya memutuskan istirahat sejenak di tempat tukang bakso. Tentu bukan seka
Suasana hening di kelas XI IPS 3 sangat mendominasi saat ulangan harian pelajaran sejarah dilangsungkan. Guru mondar-mandir ke setiap sudut kelas demi memastikan seluruh siswa mengerjakan soal ulangan dengan jujur. Tepat satu pekan sejak hari penangkapan Badar, Tribakti kembali normal seolah tak pernah terjadi masalah apa-apa. Wati juga sudah kembali, malah sekarang dia lebih leluasa dalam bertingkah karena tak lagi dikekang Badar. Sepertinya orang yang paling bahagia atas ditahannya Badar adalah Wati.Kerta ulangan Sagara sudah terisi penuh hanya dalam watu lima menit setelah ulangan itu dimulai. Saat teman-temannya baru mengisi soal esai nomor 2 atau 3, Sagara telah berhasil menjawab semuanya. Total ada sepuluh pertanyaan yang memerlukan penjabaran rinci. Entah dengan cara apa Saga mengerjakannya sampai bisa secepat itu.Saga mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya, memikirkan dengan cara apa ia harus keluar dari kelas itu. Saga ingin memulai investigasi kasus Badar hari
Sabtu dini hari setelah Sagara bersenang-senang bersama ketiga kawannya, pemuda itu tidak bisa tidur nyenyak—memikirkan Omen yang bisa mendapat mimpi tentang kejadian buruk yang menimpa Saga. Kemudian Braga masuk ke kamar, menghampiri Sagara yang tengah kebingungan. Dia bertanya Sagara sedang memikirkan apa dan anak itu pun menceritakan semuanya.“Aku tahu ada yang aneh dengan kawan cerewetmu itu. Dia terlihat tidak tahu apa-apa dan lemah namun sebenarnya tidak begitu.”“Kau yakin?” Saga bersila di atas tempat tidur sedangkan Braga duduk di lantai.“Sangat, mustahil ada yang mampu melawan efek linglung dari cakaranku. Hanya orang-orang hebat yang punya ambisi hebat yang bisa terbebas dari efeknya.”“Apa menurutmu Omen orang yang berbahaya?”“Tidak juga, dia sama sepertimu. Disakiti di masa lalu sampai menyimpan dendam pada seseorang. Tujuannya masuk Tribakti untuk membalaskan rasa sakitnya
Sagara tidak pernah tahu bahwa di Tribakti ada tempat semacam ini. Ruang kedap suara yang setiap sudutnya hanya diisi kegelapan. Bagaimana tidak gelap, ruangan itu dibangun tepat di bawah tanah. Untuk memasukinya Sagara dan Omen harus menggeser penutup gorong-gorong yang berat dan kotor. Tidak akan ada yang menyangka bahwa gorong-gorong yang dikira sarang tikus itu justru menyimpan rahasia besar seorang Sulaiman. Si Kacung tak berdaya yang begitu mudah dianiaya.“Tempat apa ini?” tanya Sagara sambil menyibak sarang laba-laba yang menghalangi jalannya.Omen memimpin di depan, ia kemudian menekan sakelar dan semakin tercenganglah Sagara. Rupanya ruangan itu bukan ruangan biasa, beberapa komputer berderet di meja. Peralatannya sungguh lengkap, seperti ruangan gamers yang beberapa waktu lalu dikenalkan Omen pada Sagara.“Kamu sudah memastikan lubangnya tertutup dengan benar, Ga?” tanya Omen, tangannya sibuk mengaktifkan beberapa komp
“Apa yang terjadi?” tanya Damian ketika mendapat laporan ada penyusup masuk ke ruang OSIS. Salah satu anggota yang piket hari ini menemukan beberapa barang yang tidak disimpan pada tempatnya. Belum lagi ada beberapa rak yang sedikit terbuka dan kertasnya menyembul tidak rapi. “Kayaknya ada yang masuk ruangan ini tanpa izin deh, Kak. Tadi pas kami masuk sini ruangannya memang masih rapi tapi ada beberapa posisi barang yang tidak sesuai dengan tempatnya. Aku yakin ada yang mindahin.” “Ada barang yang hilang?” Damian memastikan, mengecek beberapa properti dan barang berharga yang dimiliki anggota OSIS. “Kami sudah memeriksanya dan barang semua aman, Kak.” Damian termenung sejenak, “Oke, kita lihat CCTV, ayo kalian ikut saya!” Damian dan dua orang anggota yang menghubunginya tadi bergegas menuju ruang penjaga keamanan. Di jalan mereka sempat berpapasan dengan Sagara dan Omen. Mereka hanya saling menyapa tapi tidak banyak bertanya karena Sa
Sore hari menjelang waktu magrib, Sagara dan Omen langsung berlarian keluar gedung sekolah ketika waktu pulang tiba. Dalam hati mereka bersyukur karena hari ini tidak ada rapat OSIS. Tyana yang hendak pergi dengan teman-teman perempuannya melihat dua orang itu berlarian. Dia menautkan kedua alis, Saga dan Omen seperti sedang mengejar waktu agar tak ketinggalan diskon belanja. Ya, tingkah mereka persis seperti para pengejar sale. “Apa yang kamu lihat, Tya?” tanya teman Tyana saat gadis itu mematung di depan pintu mobil yang terbuka.“Ah, tidak,” jawab Tyana langsung masuk ke mobil, diikuti temannya dan mereka pun melesat ke tempat tujuan.“Tya,” panggil Dini menyadarkan Tyana dari lamunan.“Ya, kenapa, Din?”“Kamu kenapa dari tadi melamun terus?”“Iya nih si Tya, kurang nyaman ya jalan sama kita?” tanya teman sekelas Tyana yang lain. Ada sekitar tiga gadis di mo
Ayus memeriksa ulang pesan yang dikirim Big Boss padanya, setelah memastikan berulang kali ia yakin sudah berada di tempat yang tepat. Alamatnya sesuai dengan yang dikirim sang Big Boss.Di depannya sekarang ada bangunan bekas stadion tua yang sudah tak terpakai lagi. Awalnya Ayus kebingungan bagaimana cara memasuki tempat itu karena sekelilingnya ditumbuhi ilalang tinggi. Suasana gelap malam hari dan minimnya penerangan di sana membuat Ayus ragu untuk menerobos tempat yang belum dia ketahui ada apa di balik ilalang tinggi itu.Ting!Sebuah pesan kembali masuk, Ayus membacanya secepat mungkin.Big Boss:Lewat jalur utara, ada pintu masuk yang lebih aman. Terus maju sampai lo menemukan kursi merah dan sebuah rompi.Ayus mengikuti pesan sang Big Boss dengan terpaksa. Dari lubuk hati terdalam ia agak ragu mengikuti perintah bosnya ini. Bagaimana tidak, tempat yang ia kunjungi sekarang sangat menger
Ayus mulai curiga orang yang menghubunginya datang ke sana bukan Big Boss. Ia sudah mencium gelagat aneh ini sejak awal, Big Boss tidak menjawab panggilannya malah terus mengirim pesan berikut perintah anehnya.“Jangan bilang kalian yang berpura-pura menjadi Big Boss?”Sagara dan Omen saling pandang, mereka bertukar senyum—memperlihatkan betapa lucunya ekspresi Ayus yang terjebak tipu daya mereka.“Kamu paham dia ngomong apa, Men?” Saga pura-pura tidak memahami pertanyaan Ayus.“Enggak euy, lo ngomong apaan sih, Yus? Big Boss siapa? Saya sama Saga tahunya Big Boss buku. Kalau cari buku ada kan di koperasi Tribakti tuh bejibun.”“Enggak usah pura-pura anj—argh!” Ayus berteriak keras, tubuhnya tersengat listrik tegangan rendah di bagian perut dan dada. Sensasi kesemutan yang ngilu menyerang tubuhnya sekarang.“Rompi apa ini anjing!” frustrasi Ayus kesulitan membuang rompi
Ayus terlihat kaget, dia tidak menyangka Sagara bisa mengetahui hal ini. Padahal rahasia ini sudah dijaga dengan sebaik mungkin sampai polisi saja tidak bisa melacaknya.“Big Boss, dia yang menghubungi gue buat menjebak si Badar.”“Apa tujuannya melakukan itu?”“Gue enggak tahu.”Omen menekan tombol tegangan listrik, tubuh Ayus kejang-kejang lagi seperti penderita ayan kalau sedang kambuh.“Stop, Men, please! Argh!”“Makanya jawab yang jujur!” tekan Omen emosi.“Ayus, aku sudah memperingatkanmu sebelumnya. Kalau sekali saja kau berdusta dan membodohiku maka nyawamu taruhannya. Aku dan Sulaiman tidak bercanda. Kau tahu, rompi ini didesain khusus dengan tegangan listrik paling tinggi. Penderitaan yang kau alami sejak tadi tidak ada apa-apanya dibanding puncak yang akan kau dapat nanti—jika kau tidak bisa diajak kerja sama. Bukan hanya kulitmu yang aka
Meja makan menjadi ramai oleh tawa, Gara dan para penghuni kediaman pendekar Karsayasa sedang sarapan. Di ruangan itu terdapat meja panjang dengan kursi-kursi yang mengelilinginya. Istri pendekar Karsayasa sengaja menyiapkan sajian istimewa untuk menjamu para tamunya yang sebentar lagi akan meninggalkan Purwodadi. Waktu singgah Gara di kerajaan itu memang jauh lebih singkat dari dugaan.Di satu sisi dia bersyukur karena dengan begitu ia bisa mempersingkat waktu uji kehebatan. Targetnya adalah menyelesaikan tujuh tahapan uji kehebatan sebelum purnama kedua belas. Setiap hari, pria itu selalu dilanda khawatir—takut upayanya melebihi batas waktu yang ditentukan. Kembali saat semua keraguan dan kewaswasan menyerangnya, Gara terus menerus menggumamkan bahwa tugasnya hanyalah berusaha sebaik mungkin. Perkara hasil, biarkan itu menjadi ketetapan Yang Maha Mengetahui.“Ahh, ini makanan terenak yang aku makan setelah kurang lebih empat hari terombang-ambing di laut lepas,” ungkap Kumbara yang
Baru saja tiba di pulau, Gara disambut oleh sekelompok orang asing bersenjata yang lagi dan lagi membuat ketiganya siaga.“Belum genap satu jam kita melewati badai aneh, sekarang ujian apa lagi ini ya Allah?” tukas Kumbara tak habis pikir.Sesulit ini perjuangan mereka untuk mengantarkan Gara menjadi pendekar terhebat.“Sepertinya mereka penduduk setempat,” kata Larasati memindai penampilan para prajurit yang menghadang mereka.Sebenarnya barisan prajurit itu tidak benar-benar menghadang. Mereka hanya berdiri tegap dengan persenjataan lengkap seraya membentuk pagar seolah tengah menanti kehadiran seseorang.“Kau tahu dari mana?” tanya Gara.“Lihatlah tanda pengenal yang menggantung di masing-masing sabuk mereka. Semuanya menunjukkan lambang kerajaan Purwodadi, bisa dipastikan mereka adalah utusan kerajaan.”Beberapa orang membuka barisan bersamaan dengan bunyi tapak kuda yang kian mendekat. Seorang pria gagah berambut panjang melompat turun dari kuda yang ditungganginya. Pria itu men
Kemunculan Gara dari pusaran air tak melemahkan amarah monster laut damai. Ia terus memukul-mukul permukaan air melalui tentakel raksasanya. Situasi di sana kacau sekali. Tiba-tiba saja, awan mendung berkumpul membentuk formasi yang menyeramkan. Kilat petir menyambar dan bermunculan di langit gelap. Angin bertiup dengan kecepatan tinggi, menciptakan gulungan ombak besar dan membuat laut bergelombang hebat.Gara baru menyadari keberadaan monster itu, dia pun terkejut karena kini dirinya tengah melayang di udara dengan tameng air yang mengelilinginya. Sungguh di luar nalar, ia merasa seluruh tubuhnya kembali bugar. Persis seperti yang pernah dialaminya ketika melawan pendekar Galasakti sebelumnya.Padahal tadi banyak luka yang diperoleh akibat pertempuran sengitnya dengan panglima Arash. Sagara ingat, dirinya nyaris hilang kesadaran akibat kobaran api yang hampir membakar seluruh tubuhnya. Lantas apa yang terjadi sekarang? Makhluk aneh apa yang ada di depannya itu?
“Besar juga keberanianmu, pendekar Gara. Kukira kau akan melarikan diri seperti kedua temanmu tadi,” kata Panglima Arash, pria bertopeng yang akhirnya kini mendarat di kapal nelayan.Panglima Arash sengaja melarang pasukannya untuk turun tangan kali ini. Dia ingin head to head, atau menghabisi musuh bebuyutannya ini dengan tangannya sendiri. Kali ini, Arash ingin memastikan bahwa urat nadi pendekar Gara benar-benar terputus dengan tebasan tangannya. Arash sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan menghadiahkan penggalan kepala Gara kepada yang mulia Batara. Calon pemimpin Ambarwangi dari fraksi Barat.“Untuk apa aku melarikan diri di saat aku ingin sekali bertemu denganmu, Panglima Arash,” kata Gara berani sekali. Dia juga gamblang menyebutkan nama Arash dan itu cukup membuat sang panglima terkejut.“Rupanya kau sudah tahu siapa aku,” kata Arash mengakui ketelikan Gara kali ini.“Tentu saja, aku
Menjelang tengah malam, Gara masih belum memejamkan mata sama sekali. Entah mengapa rasa kantuk serta merta hilang dan tak terasa barang sedikit. Dia sudah berusaha mengubah posisi—menghadap kanan, kiri, telentang, tengkurap. Semua sudah ia coba namun tetap tak mendapat titik nyaman. Dia sendiri tidak mengerti mengapa bisa mengalami hal itu. Di saat semua orang tertidur dengan pulasnya, Gara justru gelisah seorang diri.Merasa upayanya tidur tidak akan berhasil, pemuda itu pun memutuskan keluar ruangan. Lebih baik ia menghirup udara segar di luar, siapa tahu perasaannya bisa membaik. Derap langkah Gara terdengar begitu jelas, bersahutan dengan gemuruh angin dan suara ombak laut. Gara berjalan ke arah dek kapal. Ia berdiri di sana sambil matanya menyusuri sekitar. Pria itu yakin tak ada satu pun yang terjaga selain dirinya. Namun, Gara merasa seseorang tengah memperhatikan gerak-geriknya dari kejauhan.Pria itu menarik napas panjang, kemudian menahannya beberapa d
“Akhirnya, kita tiba,” kata Larasati bersamaan dengan senyum mengembang.Lega sekali rasanya bisa tiba di tempat tujuan dengan selamat setelah kurang lebih empat hari mengarungi hamparan laut mega luas dari kerajaan Kentamani ke kerajaan Purwodadi.“Kau tampak bahagia sekali, Laras, bahkan senyummu lebih lebar dibanding ketika aku berhasil mengalahkan pendekar Galasakti. Sejauh yang aku ingat, dalam perjalanan kali ini juga kau jauh lebih tenang,” kata Gara yang berdiri di samping perempuan itu.Mereka berdua sedang berdiri di bagian depan kapal, memandang laut dengan gradasi warna biru dan hijau yang terpadu indah, ditemani refleksi langit yang kini berubah menjelang jingga.“Entahlah, aku hanya menyukai perjalanan kali ini dibanding perjalanan sebelumnya. Apa kau tidak bisa merasakan ketenangan yang dibawa laut ini pada kita?”“Maksudmu?”“Sudah bukan rahasia lagi jika kerajaan Purwodadi terkenal dengan kawasan lautnya yang sangat luas. Selain terkenal dengan kekayaan maritimnya, l
Selepas menemui tuannya, panglima Arash meninggalkan area istana dan berkunjung ke markasnya. Ia meluapkan emosi dengan memanah, puluhan anak panah melesat kencang menembus sasaran yang jauh di depan sana. Tidak ada yang melenceng, semuanya menancap tepat di area merah. Kemampuannya dalam hal ini memang tidak perlu diragukan. Dia sangat mumpuni dalam bertarung, memanah, berkuda, dan merakit senjata tajam. Wajar jika kini dia menyandang gelar sebagai panglima perang yang paling disegani di fraksi barat. Fraksi yang menjadi dalang dari carut marutnya pemerintahan di kerajaan Ambarwangi dan yang telah mencelakai raja Majapati.Saat panglima Arash fokus meluapkan emosi, kedatangan seorang prajurit menghentikan kegiatan itu. Panglima Arash seperti sudah tahu maksud dan tujuan prajurit itu. Ya, memang sebelumnya dirinya yang meminta bawahannya itu untuk menyelidiki sesuatu. Panglima Arash menyimpan peralatan memanahnya, turun dari podium panah dan mengajak bawahannya itu untuk mengobrol di
Seorang prajurit berjalan tergesa melewati koridor kerajaan. Seorang penjaga mengabarkan kedatangannya pada sang ketua yang kini tengah menghuni sebuah ruangan yang dulu dihuni raja Majapati.“Panglima Arash memohon izin menghadap Yang Mulia,” pekik penjaga pintu itu, menyebut ketua mereka dengan sebutan “Yang Mulia” seakan orang itu benar-benar sudah resmi menyandang gelar tersebut.Setelah diperintahkan masuk, kemudian panglima Arash masuk ruangan tersebut. Membungkuk penuh hormat, kemudian dipersilakan duduk oleh sang ketua.“Bagaimana perkembangannya?” tanya sang ketua to the point, seperti sudah tahu hal apa yang akan diinformasikan oleh panglima Arash.“Saya sudah mengerahkan seluruh prajurit melakukan pencarian di hutan Ciwasari selama empat belas hari. Kami susuri semua pelosok hutan bahkan sampai ke gua-gua yang jarang dijamah manusia, namun tidak ditemukan tanda-tanda keberadaan raja Majapati, Tuan.”“Kesimpulannya kau dan pasukanmu gagal lagi?”Panglima Arash kembali tertun
“Mang Basir sudah lama menetap di Kentamani?” tanya Gara yang duduk tepat di samping pak kusir yang tengah berkuda. Sementara Kumbara dan Larasati duduk di kursi belakang bersama barang bawaan mereka.“Oh saya mah dari lahir di sini, Den. Warga asli.”“Berati Mang Basir tahu dong seluk beluk Kentamani ini.”“Ya jelas, Den, makanya mamang nawarin buat nganterin kalian ke perbatasan Kentamani-Purwodadu juga. Mang Basir tahu jalan tercepat menuju sana supaya aden dan teman-teman tidak kemalaman. Kentamani saat malam hari sangat tidak ramah untuk dijelajahi,” tutur mang Basir diselingi kekehan renyah namun mengingatkan ketiga orang itu pada tragedi awal mereka menginjakkan kaki di kerajaan Kentamani.“Ah, mamang bikin saya inget kenangan kelam. Lembah sawer horor banget Mang, sumpah. Itu isinya demit semua, ya?” timpal Kumbara.“Bisa dibilang begitu, Den. Sebenarnya dulu Lembah Sawer tidak semenyeramkan itu, namun setelah banyak oknum yang bersekutu dengan iblis untuk mendapat keuntungan