Beranda / Fantasi / Dunia Baru Sagara / 4. Bertarung Melawan Badar

Share

4. Bertarung Melawan Badar

Penulis: Senchaaa
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-14 12:59:43

Sekeras apa pun Tyana dan Omen berpikir, mereka sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiran Sagara. Ada apa dengan anak itu, mengapa semua perubahan yang terjadi padanya benar-benar di luar nalar? Sebelum hilang ingatan, Sagara mana berani melawan bahkan menantang Badar. Ditatap dari jauh saja Sagara sudah ciut dan menunduk dalam, lantas kenapa tiba-tiba di jadi seperti ini?

“Ini tidak bisa dibiarkan, aku harus melapor pada ayahku supaya si Badar enggak macam-macam sama kamu nanti, Ga.”

“Tidak usah Tya, aku akan baik-baik saja.”

“Jangan gila kamu, Saga! Kamu teh lupa ya kalau si Badar orangnya sangat gendeng? Dia bisa membahayakan nyawa kamu kalau kamu menyanggupi untuk bertarung sama dia sepulang sekolah nanti.”

“Orang sepertinya memang harus dilawan, jika terus dibiarkan maka dia akan semakin bertindak semena-mena. Menganggap dirinya paling hebat dan merajakan dirinya sendiri, bukankah kamu sendiri sering menjadi korbannya Men?”

“Iya, saya paham betul kalau manusia kayak si Badar emang mesti dilawan. Tapi bukan kamu orangnya, Ga, bukan kamu yang bisa melawan si monster Badar. Kita ini kaum lemah, satu-satunya yang memiliki sedikit kekuasaan Cuma Tyana. Dia masih bisa selamat karena dukungan di belakangnya kuat. Sedang saya dan kamu? aduh ... mengkhawatirkan Saga, kamu lupa, dulu pas Tyana sakit kamu sama saya pernah dimasukkan ke tong sampah besar terus kita digelindingin gitu aja. Saya mah ogah kalau harus mengalami hal semacam itu lagi, Ga.”

“Apa yang kamu takutkan tidak akan terjadi, Men, percaya sama aku.”

“Mana bisa aku percaya sama ide gila kamu, terlebih kondisi kamu masih sakit. Otak kamu masih mengalami gangguan, kepentok apa sih kamu Ga ... Ga, pusing saya mah, ah!”

“Omongan Omen bener, Ga, kali ini kamu harus ngalah. Masih ada waktu, kalau kamu mau aku bisa nganter kamu ketemu si Badar dan kita minta maaf bareng.”

“Nah, setuju tuh, ide bagus!” kata Omen masih sibuk mengupas kulit kacang, saat ini ketiga sahabat itu sedang ada di kantin sekolah.

Suasana di sana awalnya tenang-tenang saja, orang yang datang tidak begitu banyak. Perlahan kehebohan mulai terjadi saat sekumpulan siswa datang, mereka berjalan mengekori tiga gadis hits yang dinobatkan paling cantik di SMA Tribakti. Perhatian Tyana, Sagara, dan Omen pun beralih pada orang-orang itu. Tampak anak lelaki berebut menarikan kursi untuk tiga gadis tadi. Sagara menatap penuh keheranan namun tak lama karena ia segera fokus pada kedua sahabatnya lagi.

“Hmm ... beda ya kalau ada anak hits masuk kantin, suasana mendadak kayak pasar,” tukas Omen masih setia memperhatikan kegiatan orang-orang itu, “Anjir, beruntung banget si Bejo disenyumin Mona. Saya juga mau atulahhh.”

“Lebay, heran deh, kok mereka mau-maunya ya dijadiin kacung sama si Mona dan temen-temennya?”

“Ya, jelas maulah, Tya, saya juga mau kalau ada kesempatan mah. Tapi da saya mah apa atuh, Mona ngelirik saya aja enggak pernah, mana bisa saya meraihnya. Sedih pisan asli.”

“Jangan mulai deh kamu, Men, enggak usah ikut-ikutan manusia-manusia bego itu! Meratukan cewek sok cantik tapi hatinya busuk.”

“Iri bilang Tyaaa,” ejek Omen yang memang sudah tahu kalau hubungan Tyana dan Mona tidak akur sejak awal, entah apa yang terjadi pada dua gadis itu—yang jelas sejak Omen mengenal Tyana di bangku kelas 10, diketahui Tyana sudah tidak menyukai Mona. Anehnya, Mona tidak pernah menunjukkan kebencian apa pun pada Tyana. Biasa saja, layaknya hubungan teman yang tidak akrab.

“Ngapain aku iri sama orang kayak gitu?”

“Pasti iri atuh, secara Mona itu definisi putri dari negeri dongeng yang sebenarnya. Coba lihat deh, dia cantik, ramah, anggun, putih, senyumnya manis banget kayak permen gulali. Cowok mana di sekolah ini yang enggak naksir sama dia? Saya rasa enggak ada, si Saga aja diam-diam suka tuh sama Mona.”

Tyana langsung beralih menatap Saga dengan tatapan interogasi, “Serius kamu suka sama Mona?” tanya Tyana dengan kilat tidak suka yang tajam.

“Aku enggak tahu, iyakah aku suka dia?” tanya balik Saga yang memang tidak tahu menahu tentang perasaan itu. Jangankan mengingat siapa orang yang dia suka, mengingat dirinya sendiri saja Saga kesulitan.

“Iyaaa, waktu itu kamu cerita sama saya. Kamu bilang mau ngungkapin isi hati kamu sama dia tapi saya larang. Maaf-maaf nih, bukannya saya mau menjegal kisah cinta sahabat sendiri tapi saya Cuma mau menyelamatkan kamu dari rasa malu waktu itu. Coba bayangin, akan seheboh apa Tribakti kalau penduduknya tahu siswa yang dianggap paling cupu seantero sekolah menyatakan cinta pada putri most wanted di Tribakti. Aduh kiamat udah, ngeri saya mah membayangkannya juga.”

“Kalian berdua sama aja, menilai seseorang dari penampilan luar doang,” ketus Tyana yang ekspresinya berubah drastis, satu alis Sagara naik, agaknya anak itu cukup kaget dengan perubahan sikap Tyana yang langsung ketus dan dingin kepadanya dan Omen. Sagara merasa tidak enak hati tapi Omen terlihat biasa saja.

Antepin aja, Ga, si Tya emang suka gitu kalau menyangkut Mona. Apa pun yang kita bahas dia suka mendadak bad mood, musuhan dari SMP mereka tuh.”

Kisah perseteruan tentang Tyana dan Mona sepertinya cukup menarik, tapi Sagara merasa tidak perlu mengetahui hal itu untuk saat ini. Ada hal lain yang lebih penting untuk dipikirkan. Dia harus mempersiapkan diri untuk melawan Badar nanti sore, sepertinya orang itu bukan tipikal lawan yang mudah ditumbangkan. Dia merasa waswas tapi tidak gentar.

Debar di dadanya mengalirkan adrenalin yang tidak biasa, semacam semangat tempur yang merindukan kemenangan di akhir pertarungan. Seakan dia memang sudah terbiasa dengan hal ini. Menghadapi pertengkaran dan perkelahian terkesan seperti hal yang sering Sagara lakukan di masa lalunya. Akan tetapi perasaan itu jelas berbanding terbalik dengan latar belakang Sagara yang diceritakan orang tua dan teman-temannya. Berdasarkan cerita mereka, sosok Sagara ini mustahil bisa memenangkan perkelahian.

Dia dinilai sebagai pecundang di sekolah karena tidak memiliki ketrampilan menonjol di bidang apa pun. Omen bilang, Sagara bisa masuk ke SMA Tribakti karena sebuah keajaiban. Pasalnya selama dua tahun lebih lelaki itu mengenal Sagara memang tidak ada tanda-tanda bahwa Sagara pandai dalam satu bidang tertentu. Kemampuan kognitif dan afektifnya biasa saja dan justru terkesan kurang. Sebab itulah Sagara sering ditempatkan sebagai siswa-siswa terbelakang di kelas maupun di sekolah.

Meski demikian, hati kecil Sagara tetap tak bisa menerima fakta menyedihkan tentang hidupnya. Dia bersikeras bahwa dirinya tidak seburuk itu, dia tidak selemah itu, dan tidak sebodoh itu. Dia akan membuktikannya pada Tyana dan Omen, bahwa dirinya ... bukan orang yang pantas direndahkan apalagi dianggap sebagai sampah. Sagara akan membuktikannya, lihat saja!

***

Head to head, itu pertarungan yang dijanjikan Badar di awal. Sayangnya, omongan pecundang memang tidak bisa dipegang kebenarannya. Badar tidak datang sendiri ke tempat yang akan menjadi arena pertarungan antara dirinya dan Sagara. Ada sekitar enam orang di belakang pemuda tegap tinggi dan sedikit tambun itu. Tiga di antaranya mengenakan seragam sekolah dengan atribut yang sama dengan Badar, tiga sisanya berpenampilan seperti preman pasar.

Masing-masing tangan mereka memegang kayu, tongkat baseball, bahkan ada yang membawa rantai motor yang sengaja diputar-putar untuk menekan mental lawan. Sagara masih berdiri di tempatnya dan mengamati orang-orang itu, tatapannya datar dan ia menarik sudut bibir membentuk smirk. Dari ekspresi yang ditunjukkan Sagara dia tidak terlalu kaget dengan kebohongan Badar, seakan sudah memprediksi bahwa tipuan memalukan ini akan dilakukan preman pasar itu.

“Hei, Cupu! Ngapain lo bengong di sana? Lagi berdoa sebelum pergi ke neraka? Ya udah, sok, gue kasih waktu buat lo kirim-kirim salam ke malaikat. Siapa tahu nanti disampaikan ke orang tua lo, kan?”

“Ha ha ha, gila sih ini Bos, dunia udah mau kiamat kayaknya, ya. Si Cupu enggak ada takut-takutnya sama kita. Lihat deh gayanya, sengak banget!”

“Udah, biarin aja, itung-itung kita ngasih hadiah ke dia. Sedikit kebahagiaan sebelum penderitaan menuju ajalnya. Kata pak Ustaz kita harus tetap sedekah bukan, apa pun bentuknya. Semoga aja kebaikan gue ini menjadi amal ibadah buat gue.”

“Aminkan barudak!!!”

“Aamiinn!!!”

“Ha ha ha ha.”

“Petarung sejati tidak pernah mempermainkan keimanan dan keyakinan dalam pertarungan mereka. Dari sini saja sudah terlihat, kualitas diri kalian yang benar-benar nol. Jangankan manusia, Tuhan saja kalian olok-olok. Terbakar di nekara bahkan tidak cukup untuk menghukum manusia miskin adab seperti kalian.”

“Woah! Tepuk tangan sia teh barudak,” cetus Badar dialiri senyum dan nada ejekan. Enam kawan Badar bertepuk tangan sesuai perintah, bukan untuk memuji atau mengagumi pernyataan bijak Sagara melainkan sebaliknya.

Badar melangkah maju mengikis jarak agar lebih dekat dengan mangsanya. Dia memindai penampilan Sagara dari atas sampai bawah, pakaian yang tadi pagi dihujani air bekas cucian pel sudah mengering. Menyisakan noda dan kotoran yang ikut mengering di sana. Seharusnya itu menjadi pemandangan menyedihkan, Badar kira Sagara akan meratapi nasib mengenaskannya pagi ini. Tadinya Badar yang ingin memberi kejutan pada anak itu namun siapa sangka, kini justru dirinyalah yang terkejut dengan segala perubahan yang terjadi pada Sagara.

“Gue enggak tahu apa yang terjadi sama lo, tapi kalau boleh jujur gue suka lo yang sekarang. Si Cupu yang pemberani, sebuah kontradiksi yang menggelitik namun cukup menghibur. Intinya gue seneng.”

“Kehidupan itu berputar, semua orang bisa berubah jika mereka mau dan ada kesempatan. Sebagai manusia biasa seharusnya kamu tidak pongah, tidak selamanya kamu berada di atas. Orang yang tidak siap untuk jatuh akan hancur dalam sekejap ketika ada yang menariknya paksa.”

Badar berdecih, ia kemudian melepas tawanya sambil melentangkan tangan. Mendongak menatap langit sore yang sudah agak gelap tertutup awan hitam. Dari cuaca yang kentara, hujan akan turun tak lama lagi. Orang-orang itu masih ada di atas sana, di sebuah atap gedung kosong yang pembangunannya berhenti di tengah jalan karena masalah sengketa tanah.

Badar terus tertawa sambil mengitari Sagara, dengan gerakan cepat tangannya hendak menyerang bagian belakang Sagara namun gagal karena Sagara langsung menghindar. Badar terus melakukan serangan tanpa henti dengan lengan kosong, Sagara mengimbanginya dengan pertahanan yang benar-benar kuat. Puluhan pukulan yang diluncurkan Badar sejauh ini belum ada satu pun yang mengenai badan atau wajah lelaki itu. Badar mundur sebentar, merasa serangannya sangat tumpul karena tak kunjung menembus perlawanan Sagara.

Lelaki setengah tambun itu memberi isyarat pada anak buahnya dan kompak enam orang tadi menyerang Sagara secara bersama-sama. Bunyi ayunan senjata yang dibawa anak buah Badar terdengar begitu keras menghantam angin. Bayangkan saja, gerakannya sampai menimbulkan suara sekeras itu, jika dihantamkan pada tubuh seseorang mungkin orang itu akan langsung menggelepar tak berdaya dengan luka dalam yang luar biasa. Bisa saja tulang-tulangnya patah atau remuk.

Buk! Buk! Buk!

Tangan kosong Sagara meninju lelaki yang sebelumnya membawa rantai motor, punggung Sagara sempat terkena pecutan rantai itu sampai akhirnya Saga menarik rantai tersebut lalu ia hempaskan hingga terjatuh ke dasar gedung. Satu anak buah Badar kehilangan senjatanya. Tubuh orang itu ambruk usai mendapat tendangan pamungkas Sagara di bagian alat vitalnya.

Serangan tidak pernah berhenti dan selalu berdatangan dari berbagai arah secara bersamaan. Sagara melakukan hindar hadap, yaitu dengan memindahkan kaki sehingga posisinya menghadap lawan. Kemudian kaki Sagara berpindah lagi sehingga posisinya menyampingi lawan, hal itu berguna ketika si kepala pelontos hendak memukulkan tongkat baseball ke arah Sagara.

Bugh!

Tinju keras Saga berhasil mengguncang isi perut si kepala pelontos, lambungnya menjerit kesakitan, tubuh lelaki itu limbung dan akhirnya tumbang sambil berguling-guling merayakan kekalahannya. Satu persatu anak buah Badar berjatuhan karena serangan tak terkalahkan Sagara, mata Badar melotot besar. Kepalanya tiba-tiba pening ketika melihat Sagara memutar badannya lalu melayang di udara sampai kakinya menghantam anak buah Badar yang berpakaian preman tepat di wajahnya. Gigi orang itu rontok, darahnya menyembur banyak dari mulut si preman.

“Sialan! Itu anak kesurupan apa? Kenapa dia jadi sejago itu?” panik Badar, amarahnya memuncak namun kakinya melemas. Sagara terlihat seperti petarung andal yang sudah malang melintang di dunia persilatan. Ini gila!

Suasana semakin mencekam, awan hitam sudah sepenuhnya membalut langit. Guntur menyambar bumi secara beruntun, tik ... tik ... tik ... tetesan hujan yang semula jarang beranjak intens. Guyurnya semakin deras dari detik ke detik, pertarungan ini belum selesai. Badar tidak terima jika dia harus kalah dari si Cupu tidak berguna itu. Ia mengambil tongkat baseball yang sudah terlepas dari genggaman pemiliknya, berlari cepat dari arah belakang Sagara. Baru lelaki itu akan menoleh dan ....

Bugh!

Badar memukul kepala Sagara sekeras mungkin hingga menyebabkan tongkat baseball itu patah. Gelegar petir menyambar bumi dengan mengerikan, tangan Badar bergetar melihat Sagara yang beranjak kehilangan kemampuannya untuk berdiri. Tubuh Saga limbung, dia sempoyongan sampai akhirnya Saga jatuh tergeletak dengan kondisi kepala bagian belakang mengeluarkan banyak darah. Badar menginstruksi anak buahnya yang sudah tumbang untuk bangun, mereka melarikan diri secepat mungkin tanpa peduli jika Sagara akan mati karena kehabisan darah.

Sagara kesakitan luar biasa, kepalanya berdenyut di tengah guyuran hujan yang membuat darahnya menggenang banyak. Kilat bayangan aneh terputar di benak Saga dan itu menambah rasa sakit yang ia rasa hingga sepuluh kali lipat. Bayangan-bayangan aneh dan kilat kejadian asing itu terus menghantam Saga. Terlalu sering hingga Saga tak kuasa menahan bebannya alhasil mata lelaki itu pun memejam. Total, Sagara tak sadarkan diri.

Bersambung

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Kikiw
bener2 misterius, menarik banget...
goodnovel comment avatar
Aprilia Novita
keren banget sih ceritanya ini bikin ga sabar nunggu kelanjutannya gmna,,apalagi kenal sama penulisnya ga nyangka bnget dia bisa tulis cerita genre kayk gini....semangaaaat thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dunia Baru Sagara   5. Janji Sagara

    Sagara membuka matanya, mendapati dirinya mengambang di tengah udara. Dia terbelalak, sangat terkejut dengan situasi aneh yang dialaminya saat ini.“D-di mana ini?” tanya Sagara dengan bingung.“Mimpi?” batinnya lagi.Sagara menjatuhkan pandangannya ke bawah, lautan luas terbentang di sana. Terlihat sebuah kapal mewah dengan sejumlah orang berdiri di sana, pemandangan yang begitu familier untuk Sagara.“Serang mereka!”Kerumunan orang dari dua sisi kapal bertemu di tengah, saling beradu pedang dan ada pula yang meluncurkan busur panah. Satu persatu orang-orang itu berjatuhan, terbunuh mengenaskan di tangan lawan. Arah pandang Sagara mengikuti pelarian sosok yang paling mencolok di matanya. Pria itu memegangi dada atas bagian kanan yang mengeluarkan banyak darah, dia berdiri di ujung kapal sambil menatap tajam lawannya. Tidak ada celah untuk menghindar apalagi melarikan diri.“Kau harus mati!” u

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-09
  • Dunia Baru Sagara   6. Kembali Lebih Kuat

    “Saga, sebaiknya kita jangan lewat sini,” bisik Omen saat Saga mengajaknya melewati koridor kelas IPS 1. Jalur itu adalah jalan paling cepat menuju lapangan olahraga.“Kata Tya kita harus cepat-cepat ke lapangan, sebentar lagi pelajaran olahraga akan dimulai,” kata Saga mengingatkan.“Saya ngerti kamu takut telat tapi lebih baik kita cari aman saja. Kamu enggak lihat anak-anak IPS 1 lagi berkumpul di luar kelas? Kalau mereka lihat kita sengaja melintas di sana, kita bukan hanya akan telat tapi kemungkinan enggak akan bisa ikutan olahraga sama sekali,” tegas Omen dengan raut khawatir.Saga melihat ke arah depan, pada lima anak laki-laki yang sedang ketawa-ketiwi di jam pelajaran kosong, entah menertawakan apa. Sebenarnya masih ada jalan lain untuk tiba di lapangan olahraga, hanya saja jalannya cukup memutar dan memerlukan waktu yang lebih banyak.“Kamu masih takut sama mereka?”“Jelas saya takut,

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-10
  • Dunia Baru Sagara   7. Keanehan di Tribakti

    Saga keluar dari ruang kesiswaan dengan raut masam, dia merasa sedikit keberatan dengan hukuman yang dijatuhkan guru kesiswaan padanya. Saga sudah menjelaskan bahwa akar masalah ini berasal dari Ayus dan kawan-kawan. Ia melawan hanya untuk melindungi diri, sayangnya pihak kesiswaan tak menerima pembelaan itu. Semua yang terlibat pertengkaran di depan kelas IPS 1 tadi wajib dikenakan sanksi untuk memberi efek jera.Hukuman yang Saga dapat adalah membersihkan toilet pria di lantai satu. Toilet yang paling sering digunakan dan paling cepat kotor setiap harinya. Dia memegang alat pel sedangkan Omen sudah siap menyikat wc."Tidak seharusnya kita melakukan ini," keluh Saga, entah mengapa harga dirinya menolak mentah-mentah diperla

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-10
  • Dunia Baru Sagara   8. Pangeran Sekolah

    Saga pikir peringatannya sudah cukup keras untuk menekan keberanian Ayus terhadapnya. Ternyata dia keliru, siswa berjiwa preman itu belum kapok dan tidak ingin tunduk begitu saja pada Saga. Ia dan dua teman barunya—bukan korban pukul Saga sebelumnya—mendatangi toilet di lantai satu. Menggebrak pintu sampai membuat Saga dan Omen terkejut.“Ups, sori, gue ngagetin kalian, ya?” kata Ayus dengan wajah tanpa dosa.“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Saga maju menghadap Ayus dengan beraninya.“Cuma pengin berkunjung aja dan memeriksa pekerjaan kalian, siapa tahu ada yang mangkir dari hukuman. Kita datang untuk mendisiplinkannya.”“Kalau pun ada yang harus didisiplinkan di sini, maka kamulah orangnya. Ini bukan waktu yang tepat untuk saling mengunjungi, selesaikan saja hukumanmu sendiri!”“Wah, bener kata lo, Yus, dia emang enggak waras,” celetuk salah seorang kawan Ayus—ters

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-11
  • Dunia Baru Sagara   9. Bintang Baru

    Sagara, Omen, dan Tyana sedang dalam perjalanan menuju kelas. Sebentar lagi waktu istirahat tiba, pelajaran olahraga selesai lebih awal karena gurunya ada kepentingan mendadak. Mereka diperbolehkan masuk kelas setelah semua siswa kebagian praktik memasukkan bola ke ring. Ketua kelas yang bertugas mengawasi kegiatan itu. Setelah semuanya berakhir penduduk IPS 3 dipersilakan kembali ke kelas dan tentu saja tidak semua siswa patuh. Kebanyakan dari mereka langsung berpencar ke segala tempat meski bel istirahat belum resmi berkumandang.“Sagara!” panggil seseorang dari arah belakang, lelaki itu menghentikan langkah dan menoleh.Seorang gadis berlari kecil dan memberikan sebotol minuman jeruk dingin pada Saga, “Buat kamu, pasti capek kan tadi abis dihukum.”Sagara hendak menerima minuman itu namun tangannya terjegal tangan Tyana, “Apa, nih, maksudnya? Kenapa kamu ngasih minuman buat Saga?” tanya Tyana curiga.“Enggak ad

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-11
  • Dunia Baru Sagara   10. Olok-olok dan Tantangan

    Tujuan kepala sekolah menghimpun anak-anak kelas XI adalah untuk mengumumkan bahwa SMA Tribakti akan mengadakan acara Open House untuk pertama kalinya. Berita ini mengejutkan mengingat sejak awal berdiri SMA Tribakti tidak pernah mengadakan Open House untuk menarik minat orang tua siswa untuk menyekolahkan anak-anaknya di sana. Tanpa promosi saja sudah banyak yang berbondong-bondong datang ke Tribakti, begitu pikir siswa-siswanya. Mereka menganggap acara ini tidak begitu penting tapi keputusan lembaga sudah ditetapkan dan tak ada yang bisa menggugat apalagi mencegahnya. Pengumuman kepala sekolah perihal open house tidak berlangsung lama, mungkin hanya setengah jam. Kemudian forum diambil alih oleh anggota OSIS yang mengumumkan masa pendaftaran rekrutmen OSIS sudah dimulai sejak hari ini. "Saga mending kamu pikir-pikir lagi deh tentang keputusan kamu ini," ujar Tyana mengingatkan, mereka sudah akrab lagi dan melupakan perang dingin singkat yang sempat

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-11
  • Dunia Baru Sagara   11. Pertanda Baik

    “Yang lurus Saga, yang lurus, arahkan bolanya tepat ke tengah ring!” Omen berteriak emosi sambil memungut bola yang memantul jauh meninggalkan area lapangan. “Coba sekali lagi, Ga, fokus ke ringnya. Posisi badan dan kaki juga mesti bener, nah tangan kiri kamu di bawah terus nanti dorong pakai tangan kanan. Pantulkan bolanya ke papan dulu dengan kecepatan yang pas biar bola bisa langsung mengarah ke ring,” tutur Tyana melatih dengan sabar, gadis tomboi ini pernah ikut klub bola basket saat di SMP dulu, sedikit banyak dia masih mengingat teknik dasarnya. Saga mencoba mendrible bola sekali lagi, dia melempar bola itu sesuai instruksi Tyana, sayangnya si bundar tak kunjung menjebol ring. “Arghh ... mampus! Udah mampus aja, kamu, Saga!” teriak Omen frustrasi, sudah dua jam mereka berlatih di lapang outdoor yang ada di kawasan tempat tinggal Sagara. Mereka sempat meminta izin pada pihak desa untuk berlatih di sana dan petugas desa mengizinkan. “Kal

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-12
  • Dunia Baru Sagara   12. Malam Aneh dan Kucing Ajaib

    Saga kembali ke rumah tepat waktu sesuai kesepakatannya dengan Wira. Begitu tiba di halaman depan, orang tuanya tampak kebingungan seperti tengah mencari sesuatu. Bukan hanya mereka saja, tapi mang Asep—tukang ojek yang waktu itu menolong Sagara—juga terlihat sibuk mencari seseorang bernama Ningsih. “Ada apa, Bu?” tanya Saga usai mencium tangan Euis. “Ningsih hilang, ibu dan bapak sedang membantu mang Asep mencarinya.” “Ningsih itu siapa?” “Dia anak perempuan mang Asep, kondisinya sedikit berbeda dengan kita. Mang Asep sudah mencari ke mana-mana tapi Ningsih tak kunjung ketemu. Ibu khawatir dia mengilang kayak kamu waktu itu, mungkin nyasar jauh karena selama ini Ningsih enggak pernah ke mana-mana,” jelas Euis detail sekali. “Ningsih juga tidak bisa bicara, hal itu pasti akan mempersulitnya untuk menemukan jalan pulang,” tambah Wira. “Seperti apa sosok Ningsih? Apa ada gambarnya biar aku bantu mencari,” tawar Sagara ingin balas budi pa

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-13

Bab terbaru

  • Dunia Baru Sagara   131| Harapan Terakhir

    “Kau marah?” ungkap Gara setelah duduk di samping Larasati yang sedang menatap hamparan laut yang sebelumnya mereka sebrangi demi tiba di tempat ini.“Menurutmu?” ketus Laras.“Aku tahu kau kesal, Laras. Tapi aku tidak bisa mengabaikan orang yang sedang membutuhkan pertolongan kita. Kau tahu, di dunia lamaku, saat aku menghadapi kesulitan, saat aku dirundung oleh bajingan-bajingan gila, tidak banyak yang mengulurkan tangannya untuk membantuku. Kebanyakan dari mereka malah menertawakan dan menghardikku. Aku dipojokkan, mereka menginjak-injak harga diriku tanpa perasaan, seolah aku memang pantas hidup menderita di mana pun aku berada. Kau tahu seberapa frustrasinya aku saat itu?”Laras masih diam, menyimak tanpa niat menoleh pada Gara. Perasaannya sudah mulai tersentuh dengan cerita itu, namun gengsinya menahan Laras untuk tetap bersikap dingin.“Aku kesakitan, aku putus asa, dan benar-benar ingin menyerah. Rasanya seperti ingin mati. Aku bertanya kepada diriku sendiri, dosa apa yang k

  • Dunia Baru Sagara   130| Perdebatan Kecil

    “Perempuan bercadar motif edelweiss dan bermata biru. Hm, bagaimana bisa kita menemukan orang dengan petunjuk seminim itu?” gumam Kumbara sambil mengikuti kedua temannya, melangkah dari satu batu ke batu lainnya.Saat ini mereka tengah menyeberangi sungai yang menjadi pembatas antara kerajaan Purwodadi dengan Giri Asih. Setelah sebelumnya mereka bertiga sempat istirahat untuk shalat zuhur, dan makan perbekalan yang diberikan oleh istri pendekar Karsayasa.“Pasti ada jalan, kau tenang saja,” ungkap Gara.“Aku juga penasaran dengan sosok pendekar Edelweiss. Sehebat apa dia sampai bisa menjadi satu-satunya pendekar wanita terpilih,” tukas Larasati diwarnai dengan raut wajah cemburu.“Sudahlah, ini bukan waktu yang tepat untuk iri dengki, Larasati. Kau juga sudah hebat, syukuri saja apa yang kau miliki saat ini. Jangan pernah bermimpi untuk melampaui orang lain demi ambisimu.”Aliran air di sungai itu cukup tenang, mereka bisa menyeberang dengan santai tanpa takut terbawa arus. Meskipun t

  • Dunia Baru Sagara   129| Edelweiss

    Meja makan menjadi ramai oleh tawa, Gara dan para penghuni kediaman pendekar Karsayasa sedang sarapan. Di ruangan itu terdapat meja panjang dengan kursi-kursi yang mengelilinginya. Istri pendekar Karsayasa sengaja menyiapkan sajian istimewa untuk menjamu para tamunya yang sebentar lagi akan meninggalkan Purwodadi. Waktu singgah Gara di kerajaan itu memang jauh lebih singkat dari dugaan.Di satu sisi dia bersyukur karena dengan begitu ia bisa mempersingkat waktu uji kehebatan. Targetnya adalah menyelesaikan tujuh tahapan uji kehebatan sebelum purnama kedua belas. Setiap hari, pria itu selalu dilanda khawatir—takut upayanya melebihi batas waktu yang ditentukan. Kembali saat semua keraguan dan kewaswasan menyerangnya, Gara terus menerus menggumamkan bahwa tugasnya hanyalah berusaha sebaik mungkin. Perkara hasil, biarkan itu menjadi ketetapan Yang Maha Mengetahui.“Ahh, ini makanan terenak yang aku makan setelah kurang lebih empat hari terombang-ambing di laut lepas,” ungkap Kumbara yang

  • Dunia Baru Sagara   128| Sudah Lulus?

    Baru saja tiba di pulau, Gara disambut oleh sekelompok orang asing bersenjata yang lagi dan lagi membuat ketiganya siaga.“Belum genap satu jam kita melewati badai aneh, sekarang ujian apa lagi ini ya Allah?” tukas Kumbara tak habis pikir.Sesulit ini perjuangan mereka untuk mengantarkan Gara menjadi pendekar terhebat.“Sepertinya mereka penduduk setempat,” kata Larasati memindai penampilan para prajurit yang menghadang mereka.Sebenarnya barisan prajurit itu tidak benar-benar menghadang. Mereka hanya berdiri tegap dengan persenjataan lengkap seraya membentuk pagar seolah tengah menanti kehadiran seseorang.“Kau tahu dari mana?” tanya Gara.“Lihatlah tanda pengenal yang menggantung di masing-masing sabuk mereka. Semuanya menunjukkan lambang kerajaan Purwodadi, bisa dipastikan mereka adalah utusan kerajaan.”Beberapa orang membuka barisan bersamaan dengan bunyi tapak kuda yang kian mendekat. Seorang pria gagah berambut panjang melompat turun dari kuda yang ditungganginya. Pria itu men

  • Dunia Baru Sagara   127| Melawan Monster

    Kemunculan Gara dari pusaran air tak melemahkan amarah monster laut damai. Ia terus memukul-mukul permukaan air melalui tentakel raksasanya. Situasi di sana kacau sekali. Tiba-tiba saja, awan mendung berkumpul membentuk formasi yang menyeramkan. Kilat petir menyambar dan bermunculan di langit gelap. Angin bertiup dengan kecepatan tinggi, menciptakan gulungan ombak besar dan membuat laut bergelombang hebat.Gara baru menyadari keberadaan monster itu, dia pun terkejut karena kini dirinya tengah melayang di udara dengan tameng air yang mengelilinginya. Sungguh di luar nalar, ia merasa seluruh tubuhnya kembali bugar. Persis seperti yang pernah dialaminya ketika melawan pendekar Galasakti sebelumnya.Padahal tadi banyak luka yang diperoleh akibat pertempuran sengitnya dengan panglima Arash. Sagara ingat, dirinya nyaris hilang kesadaran akibat kobaran api yang hampir membakar seluruh tubuhnya. Lantas apa yang terjadi sekarang? Makhluk aneh apa yang ada di depannya itu?

  • Dunia Baru Sagara   126| Badai Tak Terduga

    “Besar juga keberanianmu, pendekar Gara. Kukira kau akan melarikan diri seperti kedua temanmu tadi,” kata Panglima Arash, pria bertopeng yang akhirnya kini mendarat di kapal nelayan.Panglima Arash sengaja melarang pasukannya untuk turun tangan kali ini. Dia ingin head to head, atau menghabisi musuh bebuyutannya ini dengan tangannya sendiri. Kali ini, Arash ingin memastikan bahwa urat nadi pendekar Gara benar-benar terputus dengan tebasan tangannya. Arash sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan menghadiahkan penggalan kepala Gara kepada yang mulia Batara. Calon pemimpin Ambarwangi dari fraksi Barat.“Untuk apa aku melarikan diri di saat aku ingin sekali bertemu denganmu, Panglima Arash,” kata Gara berani sekali. Dia juga gamblang menyebutkan nama Arash dan itu cukup membuat sang panglima terkejut.“Rupanya kau sudah tahu siapa aku,” kata Arash mengakui ketelikan Gara kali ini.“Tentu saja, aku

  • Dunia Baru Sagara   125| Aku Tidak Akan Kalah

    Menjelang tengah malam, Gara masih belum memejamkan mata sama sekali. Entah mengapa rasa kantuk serta merta hilang dan tak terasa barang sedikit. Dia sudah berusaha mengubah posisi—menghadap kanan, kiri, telentang, tengkurap. Semua sudah ia coba namun tetap tak mendapat titik nyaman. Dia sendiri tidak mengerti mengapa bisa mengalami hal itu. Di saat semua orang tertidur dengan pulasnya, Gara justru gelisah seorang diri.Merasa upayanya tidur tidak akan berhasil, pemuda itu pun memutuskan keluar ruangan. Lebih baik ia menghirup udara segar di luar, siapa tahu perasaannya bisa membaik. Derap langkah Gara terdengar begitu jelas, bersahutan dengan gemuruh angin dan suara ombak laut. Gara berjalan ke arah dek kapal. Ia berdiri di sana sambil matanya menyusuri sekitar. Pria itu yakin tak ada satu pun yang terjaga selain dirinya. Namun, Gara merasa seseorang tengah memperhatikan gerak-geriknya dari kejauhan.Pria itu menarik napas panjang, kemudian menahannya beberapa d

  • Dunia Baru Sagara   124| Laut Damai?

    “Akhirnya, kita tiba,” kata Larasati bersamaan dengan senyum mengembang.Lega sekali rasanya bisa tiba di tempat tujuan dengan selamat setelah kurang lebih empat hari mengarungi hamparan laut mega luas dari kerajaan Kentamani ke kerajaan Purwodadi.“Kau tampak bahagia sekali, Laras, bahkan senyummu lebih lebar dibanding ketika aku berhasil mengalahkan pendekar Galasakti. Sejauh yang aku ingat, dalam perjalanan kali ini juga kau jauh lebih tenang,” kata Gara yang berdiri di samping perempuan itu.Mereka berdua sedang berdiri di bagian depan kapal, memandang laut dengan gradasi warna biru dan hijau yang terpadu indah, ditemani refleksi langit yang kini berubah menjelang jingga.“Entahlah, aku hanya menyukai perjalanan kali ini dibanding perjalanan sebelumnya. Apa kau tidak bisa merasakan ketenangan yang dibawa laut ini pada kita?”“Maksudmu?”“Sudah bukan rahasia lagi jika kerajaan Purwodadi terkenal dengan kawasan lautnya yang sangat luas. Selain terkenal dengan kekayaan maritimnya, l

  • Dunia Baru Sagara   123| Ambisi Panglima Arash

    Selepas menemui tuannya, panglima Arash meninggalkan area istana dan berkunjung ke markasnya. Ia meluapkan emosi dengan memanah, puluhan anak panah melesat kencang menembus sasaran yang jauh di depan sana. Tidak ada yang melenceng, semuanya menancap tepat di area merah. Kemampuannya dalam hal ini memang tidak perlu diragukan. Dia sangat mumpuni dalam bertarung, memanah, berkuda, dan merakit senjata tajam. Wajar jika kini dia menyandang gelar sebagai panglima perang yang paling disegani di fraksi barat. Fraksi yang menjadi dalang dari carut marutnya pemerintahan di kerajaan Ambarwangi dan yang telah mencelakai raja Majapati.Saat panglima Arash fokus meluapkan emosi, kedatangan seorang prajurit menghentikan kegiatan itu. Panglima Arash seperti sudah tahu maksud dan tujuan prajurit itu. Ya, memang sebelumnya dirinya yang meminta bawahannya itu untuk menyelidiki sesuatu. Panglima Arash menyimpan peralatan memanahnya, turun dari podium panah dan mengajak bawahannya itu untuk mengobrol di

DMCA.com Protection Status