Share

94. Ketahuan

Author: Black Aurora
last update Last Updated: 2024-12-17 08:49:19
"Maafkan saya, Pak Iqbal!" sesal Nia dalam ledakan suara tangisnya yang tak berhenti dari tadi.

Gadis itu menelepon Iqbal kebetulan setelah Sanjaka menutup sambungan teleponnya dengan Iqbal.

"Saya terpaksa menandatangani surat pernyataan itu dengan pilihan jika tidak tanda tangan, mereka akan memenjarakan Anda," tuturnya dengan suara serak penuh tangis.

"S-saya benar-benar minta maaf, Pak. Semua ini salah saya. Seharusnya waktu itu saya tidak mencium Pak Iqbal.... Maafkan saya!" ucapnya berulang-kali meminta maaf pada Iqbal dalam isaknya.

Iqbal hanya bisa menghela napas setelah mematikan sambungan teleponnya dengan Nia.

'Wah, gila juga si Ibram! Luar biasa sekali tipu muslihatnya untuk membuat Direksi yang semula mendukung dan kini malah berbalik ikut menyerangnya!'

Mereka memainkan kartu lewat Nia, dengan memaksa gadis itu menandatangani surat pernyataan bahwa Iqbal telah memaksanya melakukan perbuatan tidak senonoh, hanya dengan menggunakan bukti secarik foto.

'Hmm... apa aku
Black Aurora

hari ini boom bab lagi ya❤️

| 2
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rey Val
maantap thuorr saya suka saya suka...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Duda dan Janda Bertetangga    95. Ayo Kita Jual Semuanya

    Kintan masih diam termangu di sofa dengan ponsel Iqbal dalam genggaman tangannya, saat lelaki itu masuk kembali ke dalam rumah setelah selesai membuang sampah. Iqbal mengerutkan dahinya melihat Kintan yang melamun dengan tatapan kosong terarah padanya. "Sayang? Kamu kenapa?" tanya Iqbal khawatir. Ia hendak duduk di samping Kintan, namun wanita itu cepat-cepat berdiri dan malah berjalan mendekatinya. "Iqbal, apa benar kamu dipecat?" tanya Kintan langsung dengan menatap mata coklat cemerlang itu lekat-lekat. Iqbal terkesiap. Sesaat ia bingung dari mana Kintan bisa tahu, lalu tatapannya pun tertumbuk pada ponselnya yang berada di dalam genggaman Kintan. SIAL!! Siapa yang memberitahu Kintan??! "Jawab, Iqbal!! Apa kamu dipecat??" desak Kintan dengan suara yang lebih keras dari sebelumnya, namun dengan wajah yang mengernyit seperti ingin menangis. Iqbal pun menghela napas pelan. "Itu benar. Aku memang diberhentikan dari kantor," jawabnya akhirnya. "Kenapa?" "Seseorang yang tidak me

    Last Updated : 2024-12-17
  • Duda dan Janda Bertetangga    96. Serangan Kedua

    "Hmm... ya, oke. Aku maafkan. Tapi aku hanya menerima bentuk rasa terima kasihmu di atas ranjang. Sekarang masuk ke kamar dan tunggu aku di sana," perintah Iqbal dengan mata coklat cemerlangnya yang bersinar-sinar diliputi gejolak hasrat.Kintan tertegun dan merona malu mendengar ucapan Iqbal yang tanpa basa-basi itu. "Iqbal, ini masih siang!" bisiknya, padahal di situ tidak ada siapa pun selain mereka berdua. "Malu, ah!"Iqbal mendekap dagu Kintan dengan tangannya, lalu memagut bibir wanita itu dengan keras dan menuntut. Saat lidah Iqbal menerobos paksa mulut Kintan, suara lenguhan puas pun terdengar dari bibir lelaki itu.Kintan sedikit gelagapan dengan ciuman Iqbal kali ini yang begitu cepat, keras dan berapi-api karena biasanya Iqbal memulai semua dengan lembut. Ia memalingkan wajahnya sejenak untuk menarik napas, namun lagi-lagi Iqbal menangkup dagunya dan menarik wajah wanita itu untuk dilumat habis."Huummmpp!!" teriak Kintan dengan mulut yang masih terbungkam oleh Iqbal. Ia m

    Last Updated : 2024-12-17
  • Duda dan Janda Bertetangga    97. Berangkat

    Kintan masih terbaring telungkup di atas ranjang setelah percintaan panasnya yang begitu panjang dan melelahkan dengan Iqbal. Lelaki itu telah membuka ikatan di tangan dan matanya setelah mereka menuntaskan sesi romantis sekaligus erotis tadi.Dengan mata sayu yang setengah terpejam, ia mendengar suara gemericik air dari kamar mandi.Uhm... apa Iqbal sudah mandi? Tumben dia tidak mengajak mandi bareng?Tapi Kintan sedikit lega juga, karena kadang-kadang Iqbal suka meminta jatah lagi saat mereka mandi bareng, tidak peduli meski Kintan merengek karena kelelahan. Paling tidak sekarang ia akan aman, pikir Kintan.Tubuhnya selalu serasa remuk-redam dan sangat lemas setiap kali habis bercinta dengan Iqbal. Lelaki itu seakan tidak pernah puas dan tidak pernah merasa letih sedikitpun, meskipun mereka telah berkali-kali melakukannya.Kintan agak bergidik juga membayangkan jika mereka telah menikah nanti dan sudah tinggal serumah. Apakah Iqbal akan melahap tubuhnya terus-menerus? Uh, lelaki it

    Last Updated : 2024-12-17
  • Duda dan Janda Bertetangga    98. Tiba

    Kintan, Rani dan Arga akhirnya sampai juga di Bandara Internasional Lombok pada sore hari. Cuaca yang cerah menyambut kedatangan mereka, membuat Rani sumringah bahagia."Aaah... Lombok! Kamii dataaang!!" serunya riang sambil menghirup dalam-dalam udara kota dan tersenyum lebar. "Menyenangkan sekali! Naik pesawat kelas bisnis, datang ke daerah eksotis, dan menginap di hotel bintang lima. Waah, Pak Ibram Mahesa memang luar biasa memanjakan bakat yang ia bina!" tukasnya terkagum-kagum sambil melirik Kintan yang diam saja dan masih sibuk menghidupkan ponselnya."Kok sinyalnya ilang-ilang, ya??" keluh Kintan sambil mengangkat tinggi-tinggi ponselnya untuk mencari sinyal.Rani memutar bola mata melihat kelakuan wanita itu. "Elah, Kintan! Baru juga nyampe udah nggak sabar aja mau telpon Iqbal? Dasar calon pengantin nggak sabaran!"Kintan mengabaikan ejekan Rani itu dan ketika sinyal yang ia cari terlihat penuh di ponselnya, barulah senyum manis tercetak di bibirnya. "Ran, aku telepon Iqbal

    Last Updated : 2024-12-17
  • Duda dan Janda Bertetangga    99. Lancang

    Arga masih asik menatap wajah cantik Kintan sambil melamun, ketika ponselnya berdering mengagetkannya. Ia pun segera menekan tombol terima saat melihat Ibram Mahesa yang meneleponnya."Halo, Pak Ibram," sapa Arga."Kalian sudah tiba di resort?" suara dingin dan berat khas Ibram pun terdengar."Ya, kami sudah sampai.""Sedang apa dia?"DIA yang dimaksud oleh Ibram adalah Kintan."Dia sedang bermain-main di kolam bersama Rani, pak," sahut Arga sambil terus memperhatikan Kintan dan Rani yang sedang asik selfie berdua di depan kolam dengan berbagai macam pose.Ibram pun terdiam untuk sesaat. "Apa dia menyukai resort itu?" tanya Ibram lagi."Ya, dia terlihat gembira.""Fotokan dia diam-diam, dan kirimkan segera padaku!" perintah Ibram tegas, kemudian tanpa berkata apapun lagi, bosnya itu pun memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak.Arga mendengus. CEO-nya ini aneh sekali! Lagaknya lebih mirip lelaki yang jatuh cinta dibandingkan sepupu. Apa jangan-jangan Ibram juga menyukai Kintan??

    Last Updated : 2024-12-17
  • Duda dan Janda Bertetangga    100. Kejutan

    Sore hari, Kintan sedang bersiap-siap di kamarnya.Malam ini adalah acara pembukaan Asosiasi Pelukis Wanita ASEAN atau The ASEAN Woman's Painters Association untuk yang pertama kalinya, dan lokasi yang dipilih adalah Lombok, Indonesia.Tidak bisa digambarkan betapa berdebarnya dirinya, sebagai salah satu perwakilan pelukis wanita dari Indonesia dan satu-satunya dari agensi One Millon. Uh, berat banget bebannya. Yang pasti sih, harus bisa membawa diri nanti di sana. God, mudah-mudahan aja dia nggak malu-maluin.Ia mematut diri di depan kaca. Kintan mengenakan kebaya brokat modern warna nude dengan selendang polos senada yang dijahit di bahu dan tersampir ke samping lengan, terus ke belakang tubuh dan hinggap dipinggangnya. Ada aksen bunga kecil di tempat selendang itu terjahit pada bahu dan pinggangnya.Celana khaki yang membalut pas kaki jenjangnya membuat tubuhya terlihat semampai, dan heels simpel bertali membuat penampilannya manis sekaligus seksi.Rambutnya ia sanggul sederhana

    Last Updated : 2024-12-17
  • Duda dan Janda Bertetangga    101. Teman Kencan

    "Hai, Kintan," Arga menyapanya dengan ramah dari arah belakangnya.'Jangan menoleh, Kintan. Jangan menoleh, jangan menoleh!!! Cepat pergi ke kamarmu dan kunci pintunya rapat-rapat!'Suara hati Kintan yang terus saja bergaung di otaknya itu otomatis membuat Kintan pusing, karena sekarang ia pun bingung harus bagaimana.Tapi ya nggak mungkin juga kan, Kintan langsung kabur begitu saja!Akhirnya dengan perlahan dan dengan senyum kaku di wajahnya, Kintan pun membalikkan badan dan menatap Arga.Sorot dari manik gelap Arga pun terpaku pada wanita yang terlihat sangat memukau di hadapannya itu. Dengan tatapan memuja, ia menatap lekat Kintan yang ayu bagai bidadari. Kintan berdandan sangat cantik hari ini, juga memakai kebaya sewarna kulit yang membalut pas tubuh rampingnya.Arga menahan napas saat tatapannya kembali berlabuh pada bagian dada yang melekuk lembut, penuh dan sangat sensual di matanya, membuat Arga berusaha keras menahan hasratnya untuk menarik tubuh wanita itu masuk ke dalam k

    Last Updated : 2024-12-17
  • Duda dan Janda Bertetangga    102. Dilema Arga

    "Apa kabarmu?" tanya wanita itu sambil tersenyum pada Arga setelah melepas pelukan di antara mereka. Noor Sabina memiliki mata hijau yang bercahaya, sewarna dengan tunik dan celana panjang yang ia kenakan. Seuntai syal tenun khas Lombok menjuntai di lehernya, menjulur di kedua sisi tubuhnya. Ia menggelung rambutnya yang coklat terang dengan tusuk sanggul modern yang cantik. Arga tersenyum dengan lesung pipinya. "Kabarku sangat baik, Sabine. Bagaimana kabarmu? Kukira sekarang kamu sedang sibuk di New York dan tidak dapat hadir di sini." Wanita itu pun mendesah pelan. "Fred memaksaku mengambil cuti dari galeri untuk ke Indonesia sekaligus liburan," sahutnya sambil tertawa. Fred Baker adalah suaminya yang asli Amerika. "Oh iya, kenalkan ini Kintan Larasati dari agensiku, dia sekaligus pemilik The Kinlar's Gallery di Singapore." Akhirnya Arga pun mengenalkan Kintan setelah berbasa-basi beberapa saat. Noor Sabina menjabat hangat tangan Kintan yang terulur padanya, lalu menatap Kintan

    Last Updated : 2024-12-17

Latest chapter

  • Duda dan Janda Bertetangga    127. My Personal Asisstant

    Kintan benar-benar bingung dan kaget menatap pria tampan yang kini sedang menggendongnya, bahkan ia sampai lupa dengan kakinya yang sedang sakit dan terkilir. Sedang apa Iqbal di sini? "Ssst... Bukankah itu Iqbal Bimasakti? CEO FlashJet yang baru saja mengumumkan identitasnya?" bisik pelan seseorang. "Apa yang dia lakukan di sini?" ucap yang lain. "Kenapa dia menggendong Kintan Larasati? Jangan-jangan mereka saling mengenal?" "Ehm, ternyata dia jauh lebih tampan daripada di televisi ya.." Suara-suara kasak kusuk yang terdengar di sekeliling mereka, membuat rona merah menjalar di wajah Kintan. Terlebih karena Iqbal menatapnya begitu intens dan tak melepas pandangannya dari wajah Kintan sedetik pun "Pak Iqbal? Anda kemari?" Iqbal dan Kintan menoleh pada suara ceria yang menegur Iqbal. Kintan kembali mendapatkan kejutan, karena yang barusan menyapa Iqbal adalah... Katya! Tanpa sadar, Kintan menelan ludah dan mencengkram bagian dada baju Iqbal. Seketika ia mengingat perkataan lela

  • Duda dan Janda Bertetangga    126. Gathering

    Seharusnya Kintan menampar wajah tampan itu. Atau paling tidak, mendorong tubuh Iqbal dan segera pergi sejauh mungkin dari sini. Tapi yang malah dilakukan oleh tubuhnya adalah menerima bibir pink pucat itu yang bergerak dengan bebas untuk menyesap bibirnya. "Kintan bodoh!" rutuk hatinya, ketika lagi-lagi ia terbuai saat lidah Iqbal yang basah dan hangat itu berhasil menerobos masuk ke dalam mulutnya. Dan kedua tangan yang seharusnya bersikap tegas terhadap perbuatan lelaki itu, kini malah berada di kepala Iqbal, dengan jari Kintan yang terbenam di dalam rambut lebat lelaki itu. Terdengar suara erangan lirih penuh suka cita dari mulut Iqbal, saat jemari Kintan meremas lembut rambutnya, karena wanita itu semakin larut dalam permainan lidah mereka. Tanpa melepaskan ciuman mereka, Iqbal mengangkat pinggang Kintan dan memindahkan tubuh ramping itu dari kursi penumpang ke atas tubuhnya. Kintan sedikit kaget saat Iqbal mengangkat tubuhnya dengan sangat gampang, namun lelaki itu ta

  • Duda dan Janda Bertetangga    125. Ciuman Strawberry Cheesecake

    Kini mata Kintan pun benar-benar terbelalak sempurna. "Kamu... ada di depan rumahku?" gumannya tak percaya. Kintan melirik jam di dinding ruang makan.Jam 01.30? Apa yang Iqbal lakukan di malam buta begini di depan rumahnya?"Keluarlah. Aku ada di dalam mobil."Kintan menggigit bibirnya karena bingung. Apakah dia harus keluar menemui Iqbal?"Kalau kamu tidak keluar juga, akan kusampaikan kepada Katya tentang Ibram yang menyukaimu," ancam Iqbal."Ck. Kamu tidak akan berani melakukannya," tukas Kintan dengan yakin."Benarkah? Asal kamu tahu kalau Katya Lovina dan aku telah saling mengenal. Bahkan aku pun memiliki nomor ponselnya," sahut Iqbal dengan santai."Aku mengenalnya, Kintan. Dan hanya masalah waktu saja hingga aku memberitahukan semua ini kepada Katya. Kecuali jika kamu keluar dan menemuiku sekarang," tukasnya ringan, seakan yang baru ia ucapkan itu bukanlah sebuah ancaman."Lalu apa maumu Iqbal? Untuk apa aku harus menemuimu?""Untuk menagih," sahut Iqbal cepat."Menagih?""999

  • Duda dan Janda Bertetangga    124. Telepon Tengah Malam

    Tunggu sebentar, sepertinya ada yang salah di sini. Hatinya terasa bergetar karena melihat tatapan teduh Arga yang ditujukan padanya??!! Rasanya sekarang Kintan ingin sekali membenturkan kepalanya kembali ke lantai, biar sekalian aja benjolnya nambah satu lagi! Kintan pun memaki-maki otaknya dalam hati. Jangan-jangan karena amnesia yang nggak sembuh-sembuh, membuat otaknya mulai agak geser! Huufft... tarik napas, Kintan. Nggak perlu terlalu dipikirkan. Nggak ada perasaan lebih dari seorang tetangga biasa dan rekan kerja di One Million yang nggak perlu kamu rasakan pada Arga. Nggak ada! Uhm... Tapi... kenapa Arga menatapnya seperti itu? Entah kenapa Kintan merasa sekilas tatapan Arga mirip sekali dengan Iqbal, meskipun warna mata mereka sangat jauh berbeda. Arga berwarna hitam seperti Kintan, sedangkan Iqbal berwarna coklat terang yang cemerlang. Tapi Iqbal juga menatapnya seperti Arga, teduh dan... mendebarkan. Haaah... kayaknya mulai Kintan berhalusinasi. Apa itu akibat dari

  • Duda dan Janda Bertetangga    123. Kolektor

    Jam 7 malam.Kepala Kintan pusing dan penat seharian ini. Benjol yang makin terasa berdenyut dan juga kekhawatirannya pada masalah agensi One Million milik Ibram, membuat wanita itu mencari-cari obat migrain di dalam laci obat.Setelah menenggak obat putih itu, Kintan pun merebahkan kepalanya di sandaran sofa. Pikirannya melayang pada perkataan Ibram di kantor tadi.Hufff... bagaimana mungkin Iqbal setega itu meminta Katya, istri sepupunya itu untuk menjadi brand ambassador FlashJet sebagai ganti klaim kepemilikannya atas One Million?Apa sebenarnya yang ia mau dari Katya?Uh, Kintan akan benar-benar marah padanya jika lelaki itu ternyata hanya berniat untuk menyakiti istri sepupunya itu!Awas saja kamu, Iqbal!Tiba-tiba Kintan mendengar suara pintu pagarnya dibuka dari luar. Seketika ia pun mengangkat kepalanya yang sedang rebahan. Siapa yang masuk?Arga muncul di depan pintu rumah Kintan yang terbuka dengan senyum manis berlesung pipinya. "Hai, Kintan."Kintan berdiri dan membalas

  • Duda dan Janda Bertetangga    122. Out Of The Box

    Kintan langsung terbangun saat ia mendengar suara dering ponsel. Dengan mata masih mengantuk, ia berusaha meraih ponselnya dari atas nakas. Eh? Khalil anak sulungnya menelepon? Baru saja Kintan mau menjawabnya, tapi ternyata keburu putus. 'Uh. Memangnya jam berapa sih sekarang?'Dan matanya pun melotot saat melihat jam bulat di dinding kamarnya yang sudah menunjukkan pukul 3 sore!! Waktunya anak-anaknya pulang sekolah. Gawat!!Kintan pun menjerit frustasi dan buru-buru bangun dari tempat tidurnya. Namun dasar ceroboh, karena terlalu panik, akhirnya kakinya malah terbelit selimut tebal dan membuatnya hilang keseimbangan, lalu terjatuh berdebam di lantai yang keras."ADDUUUUHH!!" jerit Kintan kesakitan sambil mengusap-usap keningnya yang sempat terbentur. Sialan! Bakal benjol deh ini!Dengan sedikit pusing, ia berdiri dan menatap wajahnya di cermin besar. 'Ampun... rambut awut-awutan, muka kusut, jidat benjol... Nggak ada manis-manisnya! Ah, sudahlah...'Kintan pun buru-buru mengambi

  • Duda dan Janda Bertetangga    121. Pantas Mendapatkan 1000 Tamparan

    Kintan sudah berada di dalam mobil milik Iqbal menuju pulang ke rumahnya. Akhirnya mobil Kintan yang mengeluarkan asap itu diurus dan dijemput oleh salah satu karyawan Iqbal yang akan membawanya ke bengkel. Keheningan mewarnai perjalanan mereka di dalam mobil, mereka masih sama-sama terdiam seakan bingung mau membicarakan apa. "Kamu... baik-baik saja, kan? Dua minggu ini?" akhirnya Iqbal pun membuka suara. Kintan pun memaki Iqbal dalam hati. 'Pertanyaan yang ngeselin! Ngapain dia nanya begitu, cobaa?? Habis nyakitin, ninggalin lagi!! Gimana mau baik-baik saja, haa??!!' SARAAPP!!! Berlawanan dengan isi hatinya yang rasanya kepengen nyakar-nyakar wajah ganteng Iqbal, Kintan hanya memalingkan wajahnya ke jendela samping dan mengangguk pelan. Iqbal pun mendesah dalam hati. 'Harusnya tidak seperti ini. Harusnya aku sudah tidak boleh menemui Kintan lagi!! Dasar Iqbal blo'on.' "Kenapa kamu mengikuti aku?" tanya Kintan tiba-tiba, membuat Iqbal gelagapan dengan pertanyaan tembak langsun

  • Duda dan Janda Bertetangga    120. Kamu Hot Banget

    "Kamu baik-baik saja?" Kintan tersenyum pada Arga yang menemaninya menuju parkiran mobil. Pasti Arga bertanya seperti itu karena melihat wajahnya yang kusut tanpa gairah. "Aku baik-baik saja, Arga." "Tinggalkan saja mobilmu di sini dan naiklah ke mobilku, Kintan. Nanti akan kusuruh supir kantor untuk mengambil mobilmu." Kintan menggeleng. "Tidak, terima kasih. Lagipula tujuanku bukan ke kantor, tapi pulang ke rumah." "Kamu yakin mau menyetir sendiri?" tanya Arga lagi, memastikan. "Iya, Arga. Aku yakin." Arga menatap Kintan cukup lama, membuat wanita itu jengah. "Baiklah, kalau begitu naiklah ke mobilmu, aku akan mengikutimu dari belakang hingga sampai ke rumah." Kintan ingin menolaknya, tapi akhirnya ia hanya membiarkan saja Arga mengantarnya. Dering suara ponsel Arga mengagetkan mereka berdua. Segera lelaki itu mengangkatnya, dan terlihat ada yang berubah dari ekspresinya. "Kintan, maaf aku tidak bisa mengantarmu," ucapnya sambil mendesah. "Prissy menelepon dan menga

  • Duda dan Janda Bertetangga    119. Buram

    “Tetaplah di sini." Kintan menatap tangan kokoh yang memegang lengannya dengan erat, dan ia benar-benar bingung harus bersikap bagaimana. Apa dia tetap di sini saja mengikuti kemauan Iqbal? Ataukah ia hempaskan saja tangan itu dan berlalu pergi dengan cuek seakan tidak terjadi apa-apa? Meskipun... saat ini Kintan bisa merasakan degup jantungnya yang berdetak tak normal karena terlalu kencang... "Kintan, ayo." Arga yang tadi berjalan di depan Kintan, kini berbalik arah dan memanggilnya. Lelaki itu menatap tangan Iqbal yang memegangi tangan Kintan, dan ia merasa ingin sekali melepaskan tautan itu, serta membawa Kintan pergi jauh dari sini. Arga bahkan tidak peduli jika Iqbal akan menghajarnya habis-habisan seperti waktu mereka berada di Lombok, asalkan Kintan memang benar-benar melepaskan tangan lelaki itu. Namun pertanyaannya adalah, apakah Kintan benar-benar ingin melepasnya? Untuk beberapa saat yang terasa begitu lama, Kintan pun akhirnya mendesah. "Lepaskan tanganku, Iqbal,

DMCA.com Protection Status