Gadis itu berbicara dengan David akrab sekali di lobby, dan Ibram pun mengerutkan dahinya. Ia heran melihat senyum dan tawa yang keluar dari Katya yang terlihat tulus dan santai. Apa jangan-jangan mereka telah saling mengenal? Brissa menggamit lengan Ibram. "Kita mau makan di mana?" tanyanya lembut. "Hmm?" Ibram masih menatap lekat sosok Katya dan David. "Bagaimana kalau di hotel Grand Heaven?" Itu adalah sebuah Hotel bintang lima yang sangat terkenal. "Steak-nya enak banget di situ. Ok!" sahut Brissa antusias. Sebenarnya ia tidak mempermasalahkan mau makan di mana saja, asalkan dengan Ibram. "Kita ajak David juga," cetus Ibram kemudian, membuat Brissa terdiam kecewa. Gagal sudah makan siang berdua dengan Ibram! "Ibram, kamu mau makan siang di luar juga?" sahut David heran ketika Ibram menyapanya di lobby. Tidak biasanya lelaki ini mau makan siang di luar. Biasanya Ibram makan di ruangannya, karena dia memang terkenal workaholic. "Ya, Adel mengajak makan di Grand Heaven. A
Sudah tahu kan, kalau cewek yang sedang PMS itu tingkat kebaperannya bertambah menjadi 100 kali lipat?Itulah yang dirasakan Katya sekarang. Sekarang Katya sedang menahan dongkol karena ucapan Pak David tentang perasaannya pada dirinya, yang malah membuat gadis itu ini jadi ingin melahap makanan sebanyak-banyaknya.Tiba-tiba Katya merasakan sepasang tangan kecil dan lembut menutup matanya dari arah belakangnya. "Coba tebak, siapa aku?" suara imut dan cempreng khas anak-anak itu membuat Katya tersenyum. "Siapa ya?? Ooh iya... pasti Princess Jasmine!" tebak Katya berlagak sok yakin. Ia sengaja menyebut salah satu tokoh kartun itu karena pernah melihat tulisan karakternya di sepatu Adel.Suara cekikikan ceria pun terdengar. "Masa Jasmine sih! Itu kan cuma film kartun," protesnya. Adel melepaskan kedua tangannya dari mata Katya tapi tetap tidak beranjak dari belakang tubuh gadis itu. Katya memegang kedua tangan Adel dan mendongak menatap mata anak kecil itu yang berada di atasnya.An
Ibram menangkap kedua tangan Katya yang hendak mendorong dada bidangnya agar menjauh. Tanpa melepaskan ciumannya, kedua tangan Katya ditariknya ke atas, ke puncak kepala gadis itu. Uh, Katya semakin terlihat sangat seksi dengan kedua lengan terangkat seperti itu. Tubuh Ibram pun semakin mendesak dan menekan tubuh Katya, membuat gadis itu bisa merasakan sesuatu yang keras menekannya di bawah sana. Meski belum sepenuhnya tersadar, gadis itu berusaha menyentak tangannya yang telah dikunci Ibram di kepalanya, namun sia-sia karena lelaki itu menggenggamnya dengan begitu erat. Karena terpojok dan sulit bergerak, yang bisa ia lakukan hanya berupaya untuk menggeleng-gelengkan kepala ke kiri dan kanan dengan tujuan melepaskan diri dari serbuan bibir lelaki itu yang rupanya telah membuat otaknya ikut korslet. Ibram pun akhirnya melepaskan bibirnya, membuat Katya sedikit bernapas lega. Namun itu rupanya hanya sesaat. Di saat Katya mengira akhirnya akal sehat telah dimiliki oleh lelak
David menarik napas panjang, berusaha menenangkan pikirannya yang penuh amarah. Tatapannya lekat tertuju pada Katya yang berdiri dengan wajah gugup, seolah pertanyaan barusan adalah tamparan yang tak ia duga. "Katya," suara David terdengar lebih lembut, namun sorot matanya tetap tajam, "apa tadi Ibram menciummu?" Gadis itu terdiam sejenak, darahnya berdesir cepat, seperti ombak yang menghantam tebing. Jantungnya berdegup tak keruan, mencoba merangkai jawaban tanpa terlihat goyah. "Pak David, kenapa bertanya seperti itu?" katanya, suaranya pelan namun penuh rasa waspada. David mendongak, kedua matanya terpejam sejenak sebelum tawa pendek keluar dari bibirnya. Bukan tawa bahagia, tapi itu tawa getir yang membawa luka tersembunyi. "Tentu saja dia menciummu," gumannya lebih kepada dirinya sendiri, namun cukup keras untuk didengar Katya. “Apa?” Katya melotot, mencoba menyangkal. "Tidak, itu tidak seperti yang Pak David pikirkan!" David segera memotongnya dengan nada rendah namun m
Sore itu, Katya mengunjungi Sienna di rumah sakit. Ia berusaha keras mengesampingkan insiden ciuman tak terduga yang terjadi sebelumnya. Bukan saatnya memikirkan hal itu, sekarang yang terpenting adalah kesehatan adiknya. Tapi… pikirannya terus melayang kembali ke sana, membuat kepalanya pening. "Aku dan Bibir Murahanku," sebuah novel karya Katya Lovina. Katya mendengus sebal. "Hebat, bisa-bisa jadi best seller tuh!" gumannya dengan nada sarkastik. Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Namun pikirannya terus melantur ke arah yang tak menentu. Semakin lama, bayangan Ibram dan David justru semakin memenuhi kepalanya, mengusik dengan caranya masing-masing. Dengan gelisah, Katya mempercepat proses berdandannya, berharap bisa segera mengenyahkan kedua pria itu dari pikirannya, setidaknya untuk sisa hari ini. *** Katya membuka pintu kamar rumah sakit tanpa mengetuk, membuat Sienna terlonjak kaget. "Ih, kukira dokter Daniel!" seru Sienna dengan nada s
"Apa??!! Ke rumah Pak Ibram? Tapi... bukannya Bapak yang bilang kalau saya baru mulai bekerja besok?" Katya membelalakkan mata, suara tingginya memantul di ruang mobil yang sempit . Dia bahkan nyaris menjatuhkan tas kecil yang diletakkannya di pangkuan. "Adel ingin kamu menemaninya tidur malam ini," jawab Ibram tenang, dengan kedua tangannya yang masih di kemudi. "Setelah dia terlelap, aku akan mengantarmu pulang." Katya menggigit bibirnya. Jawaban Ibram itu singkat tapi penuh perintah. Tidak ada ruang untuk menolak. Tapi... kenapa kalau Adel yang meminta dirinya, ia seolah kehilangan kekuatan untuk berkata tidak? Mungkin karena anak itu. Ya, anak itu. Ia selalu merasa kasihan pada Adel. Katya menghela napas dan mengalihkan tatapan ke luar jendela, membiarkan percakapan ini akhirnya menguap begitu saja. Beberapa menit kemudian, mereka telah sampai di depan sebuah gerbang pagar tinggi yang begitu besar dan panjang, seolah menghalangi pandangan ke segala arah. Dari
“Adel? Ini Paman.” Gadis kecil dengan rambut hitam legam menoleh dari mejanya. Mata bulatnya langsung berbinar ketika melihat sosok yang berdiri di pintu. “Kakak!” serunya gembira, seraya berlari kecil dan langsung menghambur ke pelukan Katya. Katya tertawa sambil memeluk tubuh mungil itu erat-erat, merasa seolah seluruh kekhawatiran dunia memudar hanya dengan satu pelukan hangat dan tulus dari seorang anak kecil. Adel lalu mencium kedua pipinya, membuat Katya semakin tersentuh. Ibram memiringkan kepalanya, seiring dengan senyum kecil yang kini terukir di wajahnya. Ia selalu terheran-heran dengan reaksi gembira keponakannya bila bertemu Katya. “Hei, Paman juga ada di sini lho. Mana pelukan buat Paman?” sindir Ibram yang pura-pura kesal. "Oh iya, lupa!" Adel terkikik sebelum beralih memeluk Ibram dengan penuh semangat, mencium pipinya dengan suara kecupan keras yang membuat Ibram tertawa. “Kalau sampai lupa lagi, Paman kelitikin sampai besok pagi!” ancamnya sambil
Meskipun tubuh Katya terasa lemah dalam gendongan Ibram, jemarinya tetap melingkari leher lelaki itu. Seolah memberi isyarat bahwa ia belum ingin berpisah. Hangat tubuh Ibram yang memabukkan, sensasi panas-dingin yang menjalari kulitnya, serta kerasnya otot maskulin yang menyatu dengan kelembutan tubuhnya menciptakan gelombang gairah yang tak tertahankan.Ciuman yang baru saja mereka bagi masih membekas, membuat logikanya berteriak untuk berhenti, tetapi tubuhnya menuntut sebaliknya.Ibram membawa Katya dalam gendongan ala pengantin, langkahnya mantap menapaki tangga menuju lantai dua. Mereka kini berada di ambang pintu sebuah kamar yang hanya beberapa meter dari kamar Adel.“Kamar siapa ini?” Suara Katya serak, berbisik di antara napas yang memburu. Matanya yang berkabut berusaha tetap terjaga dalam pusaran pikirannya.“Kamarku.” Suara Ibram terdengar rendah seperti gumanan. Bibirnya menyentuh telinga Katya, dan napas panasnya yang menyapu lembut membuat gadis itu gemetar.“Tapi… b
"Lebih cepat, Toni!" bentak Ibram gusar. Toni pun semakin mempercepat laju mobilnya, menyelip sana-sini mencari celah di antara lalu-lalang kendaraan yang masih memenuhi jalanan. Alarm dari alat penyadap yang ditempelkan pada anting-anting Katya telah berbunyi. Wanita itu dalam bahaya. Ibram benar-benar kecolongan untuk yang kedua kalinya, saat ia mendapati istri dan keponakannya telah menghilang entah kemana. Polisi sudah bertindak dan dikerahkan untuk mencari Katya dan Adel, dengan mengikuti sinyal yang dipancarkan alat penyadap itu. "BRENGSEK! BAJINGAN! LELAKI BIADAB!" Ibram terus memaki sambil memukul dasbor di depannya. "Kali ini kau benar-benar akan kubunuh!" "Pak, orang-orang kita sudah berada dekat dengan Kean, mungkin mereka akan sampai duluan di tempat itu," lapor Toni setelah ia mendapatkan info dari wireless earphone di telinganya. "Serang dia jika Katya dan Adel berada dalam bahaya," perintah Ibram. Beberapa belas menit kemudian, Ibram dan Toni telah s
Ibram, David dan Toni duduk di depan meja bar, sementara Katya, Brissa dan Zizi berada di meja restoran di seberang mereka. "Halo, temanku ini baru saja menikah, tolong berikan minuman yang terbaik dan termahal di sini," ucap David pada bartender yang menghampiri mereka. "Tidak, Dave," tolak Ibram tegas. "Aku harus menyetir pulang nanti." David berdecak kesal. "Ibram, kamu benar-benar tidak menyenangkan! Bukankah Toni yang akan mengantarmu pulang nanti?" "Tidak. Toni akan mengantarmu, Brie dan Zizi. Aku hanya ingin menjaga Katya," tegasnya. David mendesah dan tertawa pelan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu benar-benar telah berubah, Ibram. Apa itu karena Katya?" Ibram tersenyum. "Aku sekarang seorang suami, Dave. Akulah yang bertanggung jawab atas keselamatan istriku," tukasnya. David mengangkat gelas berisi minuman keras untuk bersulang pada Ibram. "Untuk suami paling beruntung di dunia," ucap David, ada rasa bangga atas perubahan positif pada sahabatnya itu, nam
Katya terlihat sangat cantik dalam balutan gaun panjang putih dan sederhana. Gaun itu berlengan panjang dengan deretan kancing berlian di sepanjang siku hingga pergelangan tangan, menutup hingga batas bawah lehernya, dan terulur jauh menutupi kaki. Meskipun terkesan sopan dan menutup, namun karena jatuh mengikuti bentuk tubuh Katya, tetap saja terlihat sangat sangat seksi. Ibram bolak-balik menatap Katya sambil menggeleng-gelengkan kepala, tidak rela jika garis tubuh kekasihnya itu dinikmati oleh beberapa pasang mata pria brengsek dan dijadikan fantasi liar mereka. "Nggak ada gaun yang lebih sopan?" tanya Ibram sambil mengerutkan wajah tidak suka pada stylist yang bertugas mengatur kostum pengantin mereka. Wanita berambut bob berkacamata itu hanya bisa menggaruk-garuk kepala bingung. Katya telah bergonta-ganti baju lima kali, dan ini adalah pakaian tersopan yang mereka punya. "Maafkan saya, Pak Ibram... tapi kami tidak memiliki gaun yang lebih tertutup lagi. Masalahnya adalah
Ibram melepaskan ciumannya dan memeluk tubuh Katya, untuk memberikan kesempatan pada gadis itu agar bisa mengatur napasnya. "Katya, menikahlah denganku," ucap Ibram lembut. "Dulu aku pernah melamarmu dan kamu menolaknya karena merasa belum ada cinta di hatiku, bukan?" Ibram mengingat saat-saat dirinya dan Katya berada di rumah pantai miliknya. "Apa sekarang kamu masih juga belum yakin jika aku mencintaimu?" ada nada murung di suara Ibram. "Diriku yang sekarang dan diriku yang dulu sudah jatuh begitu dalam padamu, Katya." lelaki itu pun melepaskan pelukannya untuk menatap lekat Katya yang terdiam membisu. "Jadilah istriku, pendamping hidupku, dan pelindungmu seumur hidup," ucapnya dengan suara parau, sarat akan emosi yang membuncah di dalam dada. "Aku mencintaimu, Katya Lovina. Wanita tercantik di dunia yang beraroma vanilla." Dan Katya pun merasa dadanya meledak dalam kebahagiaan. Tentu saja ia sangat yakin sekarang kalau Ibram benar-benar mencintainya, bukan karena obs
Ibram terbaring di sebelah Katya, berusaha meredakan rasa sakit hebat yang menyerang kepala dan membuatnya kesulitan untuk bernafas. Ingatan-ingatan yang datang padanya bagai ribuan paku yang menghujam deras ke dalam otaknya, membuatnya gemetar menahan rasa sakit yang hampir tak tertahankan. Namun Ibram berusaha untuk menerima dan tidak menolak seluruh pesan dari pikirannya itu, meskipun acak dan berupa kilasan-kilasan cepat bagaikan kilat yang menyambar-nyambar dirinya. Jessi yang menyelingkuhi Gamal. Gamal yang meninggal akibat kanker nasofaring. Kuliahnya yang sempat kacau karena ia sangat berduka. Adel yang masih kecil namun sudah ditinggalkan ayahnya selamanya dan ibunya yang entah kemana. Mengasuh Adel. Mendirikan One Million. Mengakuisisi beberapa perusahaan. Menemukan Katya Lovina. Dan jatuh cinta padanya. Dengan napas yang masih memburu, ia pun menatap ke arah samping. Katya. Gadis itu berbaring di sisinya, dan membalas tatapannya dengan wajah bingung. "Pak Ibram
'APAA??? Dia mengira ada sesuatu antara aku dan Toni??' Katya menepis kasar tangan Ibram dari bahunya. "Pak Ibram, apa maksudmu bertanya seperti itu?" "Kau selingkuh dengan Toni, kan? Mengakulah! Toni memang jauh lebih muda dariku dan kau pasti merasa lebih cocok dengan lelaki yang tidak terlalu jauh perbedaan usianya denganmu!" ucap Ibram ketus. "Hah! Entah apa yang sudah kalian berdua lakukan di belakangku, menjijikkan sekali." "Apa anda sudah puas menghinaku? Sepertinya memang percuma, apa pun yang kukatakan, anda pasti tidak akan pernah percaya bukan? Aku akan selalu jelek di matamu," tukas Katya pelan. Ia sudah benar-benar lelah sekarang. "Anda sudah menuduhku hanya mengincar uangmu, dan kini menuduhku selingkuh dengan orang kepercayaanmu? Selanjutnya apa lagi? Apa lagi yang anda tuduhkan? Begitu sulitkah bagimu menerima bahwa aku benar-benar mencintaimu dengan tulus tanpa ada maksud apa pun?" tanya Katya dengan suara yang mulai parau karena menahan tangis. "Jika memang
Ibram terdiam, namun tubuhnya tetap saja memunggungi Katya. 'Hahh... gadis ini benar-benar keras kepala! Sepertinya dia hanya ingin menggangguku saja.''Meskipun... yah, tidak bisa disalahkan juga karena diriku yang dulu sangat bodoh karena telah memberikan harapan pada gadis ini.' Seketika ada setitik rasa kasihan terbit di dada Ibram saat mengingat ekspresi wajahnya pada acara pertunangan melalui Youtube tadi. Pantas saja gadis ini salah paham, karena Ibram memang bersikap seakan benar-benar mencintainya! 'Apa itu benar? Apa aku pernah mencintainya? AKU?? IBRAM MAHESA??' Perlahan Ibram pun membalikkan badannya menatap Katya. "Apa kau yakin dengan semua ucapanmu itu?" cetus Ibram. "Tidak akan ikut campur urusanku, tidak mengharapkan apa pun dariku, dan hanya merawatku hingga sembuh lalu pergi dari hadapanku?" Ibram mengulang ucapan Katya tadi. Katya mengangguk mantap. "Ya. Aku sangat yakin dengan semua ucapanku, Ibram." Hmm... menarik. "Baiklah. Kau boleh melakukannya. Tapi
Katya menangis dalam kesendirian di teras rumah sakit yang sepi. Ia ingin sekali menjerit kuat-kuat, memuntahkan segala kesedihan yang terus menimpanya bertubi-tubi. Setelah ayahnya, Sienna, dan sekarang Ibram pun juga telah meninggalkannya. Bukan meninggalkan secara harfiah karena tubuhnya masih berada di dunia fana ini, hanya saja ingatannya pada Katya yang telah pergi. Ibram mengalami amnesia retrograde karena cedera akibat benturan keras di kepalanya, dan ingatannya hanya sampai saat ia kuliah di Amerika bersama David... Ia tidak mengingat apa pun setelah itu. Bahkan saat ia diberitahu bahwa Gamal, kakaknya yang telah meninggal, Ibram pun sangat terkejut dan masih tidak percaya. Lalu ketika Katya mengatakan bahwa mereka telah bertunangan, Ibram hanya terdiam dan menatap gadis itu dengan tatapan kosong. Seketika itu juga Katya mengerti, bahwa lelaki itu telah hilang. Lelaki yang ia cintai dan mencintainya. Ibram yang Katya cintai telah pergi, tergantikan oleh Ibram lai
Katya berada di dalam ambulans yang membawa Ibram menuju rumah sakit. Sejak tadi air matanya tidak dapat berhenti mengalir, melihat tubuh kekasihnya yang diam tak bergerak serta darah segar yang terus mengalir dari kepalanya. Wajah dan tubuh Katya telah penuh bersimbah darah, namun ia sudah tidak peduli lagi. Ia hanya ingin Ibram selamat. Katya sangat takut kehilangan lelaki yang begitu dicintainya. Ia telah kehilangan ayahnya dan juga adiknya Sienna, dan ia tidak akan sanggup untuk bernafas lagi jika ia juga kehilangan Ibram. Tidak! Lebih baik ia ikut ke alam yang sama dengan mereka, karena di dunia ini sudah tidak akan ada cinta lagi untuknya. Katya segera menelepon Zizi, Toni, dan David dari ponsel Ibram. Namun hanya ponsel David yang sulit dihubungi. Lagipula, ini semua karena David! Karena pesan dari David yang membingungkan itu, membuat Katya terperangkap sebagai umpan untuk menjebak Ibram. Apakah ponsel David telah di hack? Ibram harus segera dioperasi, kare