Ayu membaca isi pesan dari Dika, ia sudah tidak ingin menyembunyikan semuanya dari Ardian, sehingga ia meminta izin kepada Ardian. "Mas, bagaimana boleh aku bertemu dengan Kak Dika?" tanya Ayu. Ayu hanya akan menuruti perkataan Ardian, jika Ardian mengatakan tidak, maka ia tidak akan menemui Dika. "Temui saja!" jawab Ardian cepat, Ayu menoleh ke arah Ardian, pria disampingnya itu memang tidak menyuakai Dika, namun jawaban Ardian barusan membuat Ayu bertanya-tanya di dalam hati. "Tumben, biasanya Mas akan marah, jika aku bertemu dengan dia!""Kali ini aku mencoba menjaga egoku, tapi kamu tetap dalam pengawasanku!" ucapnya dengan tegas. Ayu mengangguk, ia terus memandangi suaminya yang terlihat tampan di pagi hari ini. "Setelah ini Mas akan apa?" tanya Ayu. "Aku harus pergi Sayang, ada sesuatu yang harus kuselesaikan!""Apa itu?" tanya Ayu heran, karena melihat Ardian seperti buru-buru. "Nanti aku ceritakan, saat ini waktunya sudah mendesak, aku harus pergi, kalau kau ingin pergi
Ayu sudah tiba di sebuah apartemen, Dika mengajaknya untuk bertemu disana. "Ada apa ya? Sampai-sampai harus bertemu disini?" tanyanya yang ragu. Sebelum Ayu melangkah masuk, Ardian menghubunginya. "Sayang? Kamu dimana?" tanya Ardian. "Aku di apartemen, Kak Dika mengajak aku untuk bertemu disini!"'Apa, apartemen?' bisik Ardian. "Kamu kirim alamatnya ya Sayang, aku ingin menyusul!" pungkasnya. Ayu menuruti permintaan Ardian, ia mengirim alamat tempat dimana Dika mengajaknya bertemu. Ayu melangkah masuk dengan ragu, nyatanya apartemen seluas ini begitu sepi dan sunyi, hanya beberapa lalu lalang, penghuni apartemen pergi. Dika tersenyum melihat Ayu datang sendirian, ia menyambut Ayu dengan hangat, dan mencium punggung tangan Ayu. "Selamat datang Ayu, ini apartemen milikku, mari aku antar kamu untuk berkeliling!" ajaknya. Ayu hanya menurut, perangai Dika membuatnya curiga, sikap dan tatapannya membuat Ayu takut dan was-was."Bagaimana Arkana?" tanya Dika, mencoba mengusir rasa ta
Ayu berlari ke luar gedung, disana ia mencoba menghubungi polisi sesuai perintah Ardian, namun seseorang menepuk pundaknya dan membuat Ayu terpaku melihatnya. "Senang bertemu denganmu!" ucap Runia, seketika melebarkan senyumnya. Ayu tidak habis pikir, mengapa Runia dapat bebas padahal pemberitaan salah satu stasiun televisi pada tiga minggu yang lalu Runia terkena kurungan penjara dengan waktu yang cukup lama. "Runia? Ke ... kenapa kau ada disini?" tanya Ayu tidak percaya. "Aku bebas Ayu, aku bebas karena seseorang membebaskan aku!" jawab Runia santai. Gadis berambut panjang dan memakai jas panjang berwarna hitam itu masuk ke dalam sebuah apartemen. "Kamu mau kemana?" tanya Ayu cepat. "Aku ingin pulang, ini tempat tinggalku sebelum aku diangkat oleh kedua orang tua Kak Dika!" jawab Runia. Ayu terdiam, ia sendiri merasa tidak asing setelah mengamati sekeliling luar apartemen. Ayu kehilangan jejak Runia, sepertinya Runia masuk ke dalam. Tidak lama, Saka pun tiba dan panik melihat
Runia sudah selesai dimakamkan, sementara Dika menyerahkan diri kepada Polisi, keluarga Dika benar-benar kecewa dengan sikap Dika. Wajah Dika muram saat melihat Ayu dengan Ardian, ia hanya memandang Ayu dengan tatapan penuh makna.Ardian mengajak Ayu pulang, ia sudah merindukan Arkana, kini kehidupannya sudah kembali seperti semula. Ayu hanya bisa berdoa semoga Runia bisa tenang disisi-NYA, sementara ia berdoa agar Dika bisa menjadi manusia yang baik setelah semuanya terjadi.Arkana sudah dijemput oleh Ayu dan Ardian, Ayu tidak ingin berlama-lama, ia ingin merebahkan tubuhnya di atas ranjang bersama dua jagoan hidupnya. ***Arkana tertidur lelap, sementara Ardian menyisir rambut Ayu yang panjang, wajah tampan Ardian membuat Ayu tidak bosan memandangnya. "Kamu, kok melihat aku begitu?" tanya Ardian. "Semakin tua, Mas semakin ganteng!" ucap Ayu. Ardian tersenyum, dan membuat hati Ayu terus meleleh melihat pesona sang suami yang hanya bertelanjang dada dan memakai celana pendek. "Bag
Jarum jam bergerak, setiap detik terdengar bunyinya, membuat hati Ayu semakin gelisah, tidak tahu harus berbuat apa mengingat Sasmitha menghubungi Ardian dan mengajaknya untuk bertemu di hotel. Saat ini Arkana sedang bermain di dalam box bayi, wajah cerianya sesekali menghibur rasa gelisah di hati Ayu. "Kemana ya Daddy kamu, dia sedang apa saat ini ya? Tidak mungkin kan jika ..."Tiba-tiba, Ayu mendengar suara mobil masuk ke dalam pekarangan rumah Ardian, Ayu menghela napasnya, ia berharap Ardiannya pulang dengan selamat, sementara saat ini terlihat Saka yang datang membawa beberapa tentengan plastik. Ayu menggendong Arkana menggunakan gendongan bayi, Arkana terlihat senang bukan main, Ayu pun mengajak Arkana untuk bertemu Saka. "Assalamualaikum, hai jagoan Uncle?" sapa Saka dengan sumringah. Semenjak Arkana lahir, Saka seperti memiliki seorang teman, ia terkadang selalu membantu Ayu, jika Ardian sibuk dengan pekerjaannya. Saka membawa banyak mainan untuk Arkana, sementara saat in
BRAAKK ....Pintu hotel tidak terkunci dan terbuka karena Ayu sudah tidak sabar ingin memergoki Ardian dengan Sasmitha. Ayu sontak terkejut melihat Ardian tengah memeluk Sasmitha. Ardian dan Sasmitha merasa salah tingkah, ia melihat kamar hotel sudah dihiasi kelopak mawar merah dan putih yang berserakan di atas ranjang, juga di lantai. Ardian merasa terkejut bukan main, bagaimana Ayu bisa mengetahui rencananya ini. "Tega kamu Mas!" ucap Ayu yang menangis tersedu. Ardian menggaruk kepalanya, sementara Sasmitha menjadi tidak enak hati melihat Ayu mengetahui semuanya. "Jangan salah paham Ayu, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, aku dan Sasmitha hanya ...""Hanya berdua? Apa sih mau kamu Mas? Aku di rumah mengurusi anak kita, tapi di luar kamu berkhianat seperti ini? Janji kamu mana Mas? Aku seperti ini karena siapa?" teriak Ayu, ia meluapkan semuanya, rasa pengorbanan dan cinta seakan tidak berarti setelah semua masalah yang dilalui bersama. "Ayu, dengarkan aku, kamu percaya kan d
Ayu mengajak Arkana jalan-jalan sore disekitar komplek perumahan, suasana sore hari cukup membuat Ayu merasa senang, mampu mengusir rasa bosan selama beberapa hari ini di rumah, sudah 3 hari tubuh Arkana terasa hangat, dan itu membuat Ayu harus menjadi ibu siaga setiap waktu, karena Arkana selalu menangis dengan tubuhnya yang sesekali panas. "Ayu!" panggil seseorang yang membuat Ayu menoleh ke arahnya. Ayu mengerutkan keningnya, seorang pria tengah berlari ke arahnya. "Maaf, kamu mengenalku?" tanya Ayu heran. Pria tersebut berkacak pinggang, pakaian yang dikenakannya hanya baju kaos dan celana pendek, dan sandal selop yang terlihat mahal. Ayu mengingat-ingat kembali wajah pria tersebut, tubuh yang tinggi, kulit yang putih dan rambutnya yang sedikit pirang, entah warna cat rambut, atau rambut asli. "Ay, Ayu!" panggil lagi pria itu. "Kok kamu tahu namaku sih? Aku enggak mengenal kamu loh!" jawab Ayu yang mulai merasa risih. "Aku Reno, aku teman satu kelas kamu di Amerika dulu, saa
Ayu sudah selesai menyiapkan bekal makanan untuk Ardian, hari ini Ardian terus membujuknya tersenyum, karena sedari tadi Ayu masih kesal dengan sikap Ardian yang tidak boleh membiarkan ia bekerja. Hari ini Saka datang, ia membawakan makanan buatan Dewi untuk Ayu dan Ardian, ia juga merindukan Arkana karena sudah hampir 2 minggu ia tidak menengok jagoan kecilnya. Ardian sudah berangkat, Ayu mengantarkan Ardian sampai di depan pintu pagar. "Jangan cemberut Sayang, aku pulang terlambat ya, soalnya Pak Daffa mengajak rapat di luar kantor!""Hem," jawab Ayu, lemas. Ardian mencium kening Ayu dan berlalu pergi ke kantor, tidak lama setelah mobil Ardian menghilang, suara deru motor berhenti membuat Ayu menoleh ke arah pagar."Pagi, dengan Mbak Ayu?" tanya pria yang memakai baju seragam dan membawa sebuket bunga mawar putih. "Ya, saya sendiri! Ada apa ya Pak?" tanya Ayu heran. "Ini, ada kiriman bunga mawar untuk Mbak, silakan tanda tangan!""Hah?" tanya Ayu, dengan rasa heran ia menurut
Satya tersenyum saat Sekar sudah kembali sadar. Wanita itu menjadi bingung melihat keberadaanya di rumah sakit. "Aku di mana?" Selang darahnya masih terpasang pada lengannya. "Kau, mengapa kau malah menolongku! Asal kamu tahu, aku ingin mati! Aku tidak ingin hidup, tidak ada yang mengharapkanku! Kenapa lagi-lagi kau membantuku!"Wanita itu meronta-ronta kepada Satya, berusaha mencabut selang transfusinya. "Sadar Sekar! Apa bagusnya kamu menginginkan kematian? Nyatanya Tuhan memberimu kesempatan, semua manusia di takdirkan mati Sekar!""Tapi kenapa Tuhan tidak mengabulkan doaku, jika semua manusia di takdirkan mati!""Belum waktumu! Tuhan menyayangimu, dia ingin kamu bertaubat!""Untuk apa? Semua yang menyayangiku sudah pergi dan melupakan aku!""Kita tidak pernah tahu rencana Tuhan, hari ini kamu harus bisa membuktikan akan ada kebahagiaan untukmu!"Sekar terdiam, Satya menghapus air matanya perlahan. "Kenapa? Kenapa kau mau menolongku?""Karena aku peduli kepadamu!"Satya terseny
Langkah Sekar berhenti di kediaman Ardian, ia hanya bisa melihat betapa mewahnya rumah Ardian. Sungguh banyak sekali dosa yang telah ia lakukan pada pria itu. Dosa besar, menghianati cinta dan pernikahannya, juga mengandung anak perempuan yang nyatanya bukan anak biologis Ardian. Dadanya terasa sesak, ia melepas rompi yang di pakainya, jika dilihat semua yang pernah hadir dalam hidupnya kini perlahan meninggalkannya. Wanita ini menangis tersedu, ia mengingat semua memori cinta dan kasih sayang Ardian. Sikap acuh tak acuhnya kepada Siska, dan bodohnya lagi, ia tertipu akan investasi bodong yang sudah mengkuras seluruh aset miliknya. Hanya mobil ini satu-satunya harta Sekar untuk menghidupi kebutuhannya sehari-hari sebagai supir ojek online. "Ya Tuhan, aku kehilangan semua yang menyayangiku, aku terlalu tergiur harta dan kehidupan mewah yang tidak ada artinya, harus dengan siapa lagi aku mengadu! Aku sudah tidak bisa mengharapkan Ardian, apalagi Siska dia sudah bahagia dengan keluarga
Ardian berjalan tergesa-gesa mencari ruangan di mana Ayu di rawat. Siska melihat Roman tengah duduk menatap lurus dinding putih yang ada dihadapannya. Senyum Siska merekah setelah melihat pria itu. "Bagaimana keadaan istriku?" "Dokter belum keluar, tolong tunggu sebentar Bang!" Roman melirik ke arah Siska, yang terlihat terdiam. Ardian menjadi resah, kenapa begitu lama sekali Dokter memeriksa istrinya. "Kau sudah kembali? Bagaimana kabarmu? Roman memberanikan diri untuk bertanya kepada Siska, hatinya sungguh tidak karuan sedari tadi, ragu untuk mulai berbicara dengan Siska. "Aku baik Paman, Oh ya, aku ada sesuatu untuk Paman!" Roman mengerutkan keningnya, melihat Siska tengah sibuk mencari sesuatu yang berada di dalam tasnya. "Ini Paman, oleh-oleh dariku!" "Sarung?" "Ya, itu sarung batik dari Pekalongan, aku pas melihat itu teringat Paman, jadi aku beli saja!" Roman menjadi salah tingkah saat Siska mengatakan mengingat dirinya. Dan di saat yang bersamaan Ardia
"Jadi, bisa kau ceraikan Ayu? Aku ingin kita kembali" pinta Sekar. Ardian menggeleng, ia menatap Sekar dan membuang pandangannya. Ingatan masa-masa saat Sekar menghianatinya terulang kembali di memori ingatannya. Ardian sudah melupakan itu semua, dan berharap jika Sekar dapat mengerti perasaannya. "Tidak Sekar, aku bukanlah pria yang jahat, dulu sekali aku mengharapkan kamu kembali. Nyatanya tidak! Sekarang yang harus kau perjuangankan adalah Siska! Putrimu harus tahu jika ayah kandungnya berada di negara ini!""Aku tidak mau kembali pada laki-laki itu! Dia penghianat, aku tidak bisa!" jawab Sekar. "Pilihan ada dirimu Sekar! Setidaknya saat Siska menikah nanti, aku tidak berkewajiban untuk menjadi wali nikahnya!"Sekar kembali terdiam, yang dikatakan Ardian ada benarnya. Seharusnya ia berjuang untuk mendapatkan hak Siska sebagai seorang anak perempuan dari Aldi. "Hilangkan rasa nafsumu itu! Siska membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya!"Tidak ada jawaban dari bibir Sekar, seb
Sekar, wanita itu tampak geram, dari awal ia sudah membenci Ayu, dan tidak menyukai pernikahan Ardian bersama Ayu, ia menyesal tidak melanjutkan rencananya untuk mengambil Ardian dari Ayu, kesibukannya sebagai seorang pengusaha membuatnya buta harta dan tidak peduli lagi kepada Siska, putri kandungnya. Saat ini nasibnya berubah drastis, ia sudah tidak dikelilingi oleh kemewahan yang ia miliki, ia pun sudah menjadi seorang sopir taksi online yang harus menafkahi diri sendiri. Ingin sekali ia bertemu dengan Siska, putri yang sangat ia rindukan selama menjadi Sekar yang memulai hidup sederhana. Hati dan pikirannya kini tengah beradu, ia ingin memulainya kembali bersama Ardian, pria yang pernah mencintainya dengan tulus dan ikhlas. Setelah sekian lama ia mencari sosok Aldi, pria yang menghianatinya dan meninggalkannya saat ia tengah mengandung Siska. Sekar sudah tidak mau mencari sosok pria tersebut, baginya saat ini Ardian adalah pria terbaik yang pernah hadir di dalam hidupnya, kenang
Pagi ini Ayu merasakan tubuhnya begitu lelah, setiap pagi ia merasa malas untuk melakukan apapun. Ardian tengah bersiap untuk pergi ke kantor, ia pun melangkahkan kakinya menuju ranjang mereka, dan mendekati Ayu yang masih meringkuk dan tubuhnya tertutupi oleh selimut. "Sayang, kamu sakit?" tanya Ardian. "Hem, aku merasa mual, aku sedang malas, huekk ...!" jawab Ayu. Ardian terjengkit, suhu tubuh Ayu begitu hangat, wajahnya sedikit pucat. "Kita periksa saja ya!" ajak Ardian. "Tidak perlu, aku istirahat saja Mas, kamu kan harus bekerja!" jawab Ayu. Ardian tidak bisa memaksa istrinya itu, hari ini ia begitu sibuk sekali dengan urusan pekerjaannya di kantor. "Baiklah, tetapi jika kamu benar-benar ingin periksa, hubungi aku!" tukas Ardian. "Iya Sayang," jawab AyuArdian bergegas untuk pergi, ada rasa khawatir di benaknya karena harus meninggalkan Ayu. Siska saat ini sedang menjalani KKN di luar kota, sementara Arkana sedang berada di rumah neneknya. Ardian berlari menuruni anak
Roman hanya bisa pasrah, namun hidupnya harus terus berjalan sesuai keinginannya, usianya sudah begitu matang untuk memiliki sebuah keluarga. Namun, cintanya kepada Nafa tidak akan pernah pudar sampai detik ini, wajah cantik Nafa terus terbayang di ingatannya, dan sekilas wajah Nafa terlihat sama dengan Ayu di bagian mata, dan senyumnya yang begitu khas. "Ayu, wanita itu yang kemarin mencoba menolongku!" ucapnya. Roman tengah berdiri di balkon ruang tengah, ia tersenyum melihat pemandangan di sekitar teras rumah. "Keluarga yang sempurna!" celetuknya, yang ikut bahagia melihat kebahagiaan sang kakak. Ardian, Arkana dan Ayu tengah asik bermain di taman, mereka begitu ceria dan gembira, sangat serasi ketika Ardian memeluk Ayu dari belakang dan memberikan sebuket bunga mawar merah kesukaan Ayu. "Aku ikut bahagia, jika kau bahagia Bang!" ucap Roman. Roman berjalan menuju dapur, tadi pagi Ayu sudah mengajaknya untuk makan bersama, namun Roman belum merasakan lapar. Beranjak siang, Rom
Ardian dan keluarga kecilnya sudah sampai di rumah mereka, Roman begitu gembira, ia pun masuk lebih dulu dan terpesona melihat seisi rumah mewah sang kakak. "Maaf Roman, kau baru ku ajak ke rumahku!" ucap Ardian, walaupun Roman tidak menanggapi ungkapannya. Ayu mengusap pundak Ardian, ia sendiri merasa iba melihat sang suami yang harus bersabar merawat adik satu-satunya. "Daddy, Mommy, aku bawa Arkana ke kamar ya!" tutur Siska, yang terlihat sudah rindu dengan suasana rumahnya. "Baiklah, hati-hati menggendong Arkana!" timpal Ardian. Ayu pergi menuju dapur, ia mencoba membuat minuman untuk Ardian dan Roman. Ardian terlihat lelah, ia menyandarkan pundaknya di sofa. Sementara Roman sudah berlari ke kolam renang. "Hati-hati Roman, di sana licin!" teriak Ardian. Roman hanya mengangguk, ia merasa senang melihat kolam renang yang luas, tidak lama ia merendamkan kedua kakinya dan bermain air di kolam renang. Ardian melihat ke arah Ayu, ia tersenyum dan berjalan mendekati pujaan hatiny
Roman frustasi, wajah Ardian saat ini sungguh menakutkan, di dalam bayangannya Ardian adalah sosok monster yang menyeramkan, namun itu semua berada di dalam benak pikiran Roman yang sudah kacau. Ardian menghela napasnya, sungguh ia tidak bisa membayangkan jika ibu dan bapak begitu lelah menghadapi adiknya yang tiba-tiba memiliki kelainan. "Tenanglah Roman, aku tidak akan menyakitimu, ikuti aku ya, astagfirullah ..., astagfirullah."Roman menggeleng, ia beringsut menaiki kasur lantai dan memeluk dua kakinya dalam posisi duduk. Lagi, Ardian mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Ia pun membuka lemari yang tidak terlalu besar, namun warna catnya sudah terlihat pudar. "Pakai bajumu, aku berjanji akan membawamu pergi dari rumah ini!" ucap Ardian, membuat Roman menatap kedua matanya lekat-lekat. "Benarkah?" tanya Roman. Ardian mengangguk, memberikan kepastian pada Roman, seperti anak kecil, wajah Roman kembali ceria, ia memakai baju dan celananya lalu menghadap cermin sambil bersiul.