BRAAKK ....Pintu hotel tidak terkunci dan terbuka karena Ayu sudah tidak sabar ingin memergoki Ardian dengan Sasmitha. Ayu sontak terkejut melihat Ardian tengah memeluk Sasmitha. Ardian dan Sasmitha merasa salah tingkah, ia melihat kamar hotel sudah dihiasi kelopak mawar merah dan putih yang berserakan di atas ranjang, juga di lantai. Ardian merasa terkejut bukan main, bagaimana Ayu bisa mengetahui rencananya ini. "Tega kamu Mas!" ucap Ayu yang menangis tersedu. Ardian menggaruk kepalanya, sementara Sasmitha menjadi tidak enak hati melihat Ayu mengetahui semuanya. "Jangan salah paham Ayu, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, aku dan Sasmitha hanya ...""Hanya berdua? Apa sih mau kamu Mas? Aku di rumah mengurusi anak kita, tapi di luar kamu berkhianat seperti ini? Janji kamu mana Mas? Aku seperti ini karena siapa?" teriak Ayu, ia meluapkan semuanya, rasa pengorbanan dan cinta seakan tidak berarti setelah semua masalah yang dilalui bersama. "Ayu, dengarkan aku, kamu percaya kan d
Ayu mengajak Arkana jalan-jalan sore disekitar komplek perumahan, suasana sore hari cukup membuat Ayu merasa senang, mampu mengusir rasa bosan selama beberapa hari ini di rumah, sudah 3 hari tubuh Arkana terasa hangat, dan itu membuat Ayu harus menjadi ibu siaga setiap waktu, karena Arkana selalu menangis dengan tubuhnya yang sesekali panas. "Ayu!" panggil seseorang yang membuat Ayu menoleh ke arahnya. Ayu mengerutkan keningnya, seorang pria tengah berlari ke arahnya. "Maaf, kamu mengenalku?" tanya Ayu heran. Pria tersebut berkacak pinggang, pakaian yang dikenakannya hanya baju kaos dan celana pendek, dan sandal selop yang terlihat mahal. Ayu mengingat-ingat kembali wajah pria tersebut, tubuh yang tinggi, kulit yang putih dan rambutnya yang sedikit pirang, entah warna cat rambut, atau rambut asli. "Ay, Ayu!" panggil lagi pria itu. "Kok kamu tahu namaku sih? Aku enggak mengenal kamu loh!" jawab Ayu yang mulai merasa risih. "Aku Reno, aku teman satu kelas kamu di Amerika dulu, saa
Ayu sudah selesai menyiapkan bekal makanan untuk Ardian, hari ini Ardian terus membujuknya tersenyum, karena sedari tadi Ayu masih kesal dengan sikap Ardian yang tidak boleh membiarkan ia bekerja. Hari ini Saka datang, ia membawakan makanan buatan Dewi untuk Ayu dan Ardian, ia juga merindukan Arkana karena sudah hampir 2 minggu ia tidak menengok jagoan kecilnya. Ardian sudah berangkat, Ayu mengantarkan Ardian sampai di depan pintu pagar. "Jangan cemberut Sayang, aku pulang terlambat ya, soalnya Pak Daffa mengajak rapat di luar kantor!""Hem," jawab Ayu, lemas. Ardian mencium kening Ayu dan berlalu pergi ke kantor, tidak lama setelah mobil Ardian menghilang, suara deru motor berhenti membuat Ayu menoleh ke arah pagar."Pagi, dengan Mbak Ayu?" tanya pria yang memakai baju seragam dan membawa sebuket bunga mawar putih. "Ya, saya sendiri! Ada apa ya Pak?" tanya Ayu heran. "Ini, ada kiriman bunga mawar untuk Mbak, silakan tanda tangan!""Hah?" tanya Ayu, dengan rasa heran ia menurut
Malam hari Ayu duduk gelisah menanti Ardian yang belum sampai, ia merasa penasaran mengingat isi surat yang ia dapat, jika dirinya harus datang ke taman dekat komplek perumahannya. "Apa aku beritahu Mas saja ya!" ucapnya gelisah. Ardian terkejut saat dirinya turun dari mobil, ia melihat mobil mewah berwarna hitam terparkir di depan rumahnya. "Assalamualaikum Sayang, aku pulang!" teriak Ardian. Ayu yang mendengar suara Ardian segera menghampirinya, dan membulatkan bibirnya dengan satu jari telunjuk. "Walaikumsallam, ssst ... jangan keras-keras, Arkana sedang tidur. "Iya maaf, itu mobil siapa?" tanya Ardian yang ikut penasaran. Ayu menjadi gelisah, mau tidak mau ia memberikan surat yang ia dapatkan, dan beberapa hadiah yang lainnya. Ardian menghela napasnya, dan melonggarkan dasinya. "Sudah Sayang, biarkan saja, mungkin itu hanya kerjaan orang iseng!"Ayu mengangguk ragu, ia mengikuti langkah Ardian sampai di dalam kamar. Ardian membuka bajunya, saat ini ia merasa gerah, karena
Sudah lewat dua hari, mobil mewah yang diberikan untuk Ayu tidak di ambil oleh si pemiliknya, Ardian merasa curiga, ia tidak mengerti apa yang sedang di incar oleh sang pemilik atau sang penggemar rahasia Ayu. Ardian membuka pintu mobil tersebut, ia melihat seisi dalam mobil yang terlihat sangat bagus, namun kedua pasang matanya melihat sepucuk kertas, seperti sebuah foto di mana ada foto Ayu bersama seorang pria. "Siapa pria ini?" tanya Ardian. Ardian membalikkan foto itu, terdapat nomor ponsel yang tertulis, sehingga Ardian merasa yakin jika ini adalah nomor ponsel pria yang ada di foto itu. Ardian menghela napasnya, ia tersenyum melihat foto Ayu yang masih anak-anak, wajahnya tidak pernah berubah, senyum manis di bibirnya masih terlihat indah di foto itu. "Wajar jika banyak pria yang mengidolakan istriku!" tuturnya. Ardian menyimpan nomor ponsel itu, ia tidak akan memberitahu Ayu hal ini, ia berniat untuk mencari sendiri siapa sosok pria yang mengidolakan Ayu, sang istri. Ar
Sungguh pria berkacamata itu tidak bisa melupakan cinta pertamanya, gadis berdarah indonesia yang tidak sengaja mengisi hatinya kala dirinya sendiri tanpa kasih sayang dari orang-orang sekelilingnya. Pertemuan antara dirinya dengan Ardian, memperjelas semuanya jika saat ini ia sudah tidak memiliki ruang untuk mengambil hati Ayu. "Ardian, pria yang terlihat begitu menyayangi Ayu!" ucapnya sambil memandang ke arah pemandangan senja di balkon rumahnya. Reno berpindah menuju ke ruang tamu, ia berpikir keras bagaimana caranya untuk bisa berpindah hati kepada wanita lain, sedangkan luka di dalam hatinya masih segar, setelah menerima kenyataan bahwa Ayu adalah istri orang. ***Arkana sudah tertidur lelap, lima menit yang lalu Saka berkunjung dengan Sasmitha, dan membuat keceriaan di ruang tamu Ardian. Angin malam menyapa syahdu Ardian dan Ayu yang tengah berdua saja di atas ranjang, kecantikan Ayu tidak pernah berkurang, justru terus bertambah selama menjadi istrinya. "Apa kamu menyesal
Ardian mengusap pusara sang ibu, Siska memeluk Ayu karena ikut merasa sedih atas kepergian Oma, wanita paruh baya yang selalu mendidik Siska selama beberapa bulan tinggal di kampung halaman sang Daddy. Herdian tempak terduduk lesu, Mora sudah pergi lebih dulu akibat penyakit diabetes yang sudah dideritanya sejak lama. "Semoga amal dan ibadahmu diterima disisi-NYA.""Aamiin Ya Rabb!" sambung Ardian. Kesedihan Herdian begitu mendalam, namun kehadiran Arkana mampu mengobati hatinya yang sedih akan kepergian istri tercinta. "Dimana Roman?" tanya Ardian, sepanjang di acara pemakaman, tidak terlihat sosok Roman, sang adik kandung. "Roman siapa?" tanya Ayu heran. "Roman adikku, Sayang!""Oh!" ucap Ayu. Setelah Siska menghubungi Ardian, Ardian dan Ayu bergegas untuk pulang ke kampung halaman Ardian, rasa cemas menghantui mereka selama perjalanan, Ayu pun tidak sempat memberitahu kepada Ibunya juga Saka. Sesampainya di kampung halaman, Ardian segera berlari mencium jasad sang ibu yang
Roman frustasi, wajah Ardian saat ini sungguh menakutkan, di dalam bayangannya Ardian adalah sosok monster yang menyeramkan, namun itu semua berada di dalam benak pikiran Roman yang sudah kacau. Ardian menghela napasnya, sungguh ia tidak bisa membayangkan jika ibu dan bapak begitu lelah menghadapi adiknya yang tiba-tiba memiliki kelainan. "Tenanglah Roman, aku tidak akan menyakitimu, ikuti aku ya, astagfirullah ..., astagfirullah."Roman menggeleng, ia beringsut menaiki kasur lantai dan memeluk dua kakinya dalam posisi duduk. Lagi, Ardian mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Ia pun membuka lemari yang tidak terlalu besar, namun warna catnya sudah terlihat pudar. "Pakai bajumu, aku berjanji akan membawamu pergi dari rumah ini!" ucap Ardian, membuat Roman menatap kedua matanya lekat-lekat. "Benarkah?" tanya Roman. Ardian mengangguk, memberikan kepastian pada Roman, seperti anak kecil, wajah Roman kembali ceria, ia memakai baju dan celananya lalu menghadap cermin sambil bersiul.
Satya tersenyum saat Sekar sudah kembali sadar. Wanita itu menjadi bingung melihat keberadaanya di rumah sakit. "Aku di mana?" Selang darahnya masih terpasang pada lengannya. "Kau, mengapa kau malah menolongku! Asal kamu tahu, aku ingin mati! Aku tidak ingin hidup, tidak ada yang mengharapkanku! Kenapa lagi-lagi kau membantuku!"Wanita itu meronta-ronta kepada Satya, berusaha mencabut selang transfusinya. "Sadar Sekar! Apa bagusnya kamu menginginkan kematian? Nyatanya Tuhan memberimu kesempatan, semua manusia di takdirkan mati Sekar!""Tapi kenapa Tuhan tidak mengabulkan doaku, jika semua manusia di takdirkan mati!""Belum waktumu! Tuhan menyayangimu, dia ingin kamu bertaubat!""Untuk apa? Semua yang menyayangiku sudah pergi dan melupakan aku!""Kita tidak pernah tahu rencana Tuhan, hari ini kamu harus bisa membuktikan akan ada kebahagiaan untukmu!"Sekar terdiam, Satya menghapus air matanya perlahan. "Kenapa? Kenapa kau mau menolongku?""Karena aku peduli kepadamu!"Satya terseny
Langkah Sekar berhenti di kediaman Ardian, ia hanya bisa melihat betapa mewahnya rumah Ardian. Sungguh banyak sekali dosa yang telah ia lakukan pada pria itu. Dosa besar, menghianati cinta dan pernikahannya, juga mengandung anak perempuan yang nyatanya bukan anak biologis Ardian. Dadanya terasa sesak, ia melepas rompi yang di pakainya, jika dilihat semua yang pernah hadir dalam hidupnya kini perlahan meninggalkannya. Wanita ini menangis tersedu, ia mengingat semua memori cinta dan kasih sayang Ardian. Sikap acuh tak acuhnya kepada Siska, dan bodohnya lagi, ia tertipu akan investasi bodong yang sudah mengkuras seluruh aset miliknya. Hanya mobil ini satu-satunya harta Sekar untuk menghidupi kebutuhannya sehari-hari sebagai supir ojek online. "Ya Tuhan, aku kehilangan semua yang menyayangiku, aku terlalu tergiur harta dan kehidupan mewah yang tidak ada artinya, harus dengan siapa lagi aku mengadu! Aku sudah tidak bisa mengharapkan Ardian, apalagi Siska dia sudah bahagia dengan keluarga
Ardian berjalan tergesa-gesa mencari ruangan di mana Ayu di rawat. Siska melihat Roman tengah duduk menatap lurus dinding putih yang ada dihadapannya. Senyum Siska merekah setelah melihat pria itu. "Bagaimana keadaan istriku?" "Dokter belum keluar, tolong tunggu sebentar Bang!" Roman melirik ke arah Siska, yang terlihat terdiam. Ardian menjadi resah, kenapa begitu lama sekali Dokter memeriksa istrinya. "Kau sudah kembali? Bagaimana kabarmu? Roman memberanikan diri untuk bertanya kepada Siska, hatinya sungguh tidak karuan sedari tadi, ragu untuk mulai berbicara dengan Siska. "Aku baik Paman, Oh ya, aku ada sesuatu untuk Paman!" Roman mengerutkan keningnya, melihat Siska tengah sibuk mencari sesuatu yang berada di dalam tasnya. "Ini Paman, oleh-oleh dariku!" "Sarung?" "Ya, itu sarung batik dari Pekalongan, aku pas melihat itu teringat Paman, jadi aku beli saja!" Roman menjadi salah tingkah saat Siska mengatakan mengingat dirinya. Dan di saat yang bersamaan Ardia
"Jadi, bisa kau ceraikan Ayu? Aku ingin kita kembali" pinta Sekar. Ardian menggeleng, ia menatap Sekar dan membuang pandangannya. Ingatan masa-masa saat Sekar menghianatinya terulang kembali di memori ingatannya. Ardian sudah melupakan itu semua, dan berharap jika Sekar dapat mengerti perasaannya. "Tidak Sekar, aku bukanlah pria yang jahat, dulu sekali aku mengharapkan kamu kembali. Nyatanya tidak! Sekarang yang harus kau perjuangankan adalah Siska! Putrimu harus tahu jika ayah kandungnya berada di negara ini!""Aku tidak mau kembali pada laki-laki itu! Dia penghianat, aku tidak bisa!" jawab Sekar. "Pilihan ada dirimu Sekar! Setidaknya saat Siska menikah nanti, aku tidak berkewajiban untuk menjadi wali nikahnya!"Sekar kembali terdiam, yang dikatakan Ardian ada benarnya. Seharusnya ia berjuang untuk mendapatkan hak Siska sebagai seorang anak perempuan dari Aldi. "Hilangkan rasa nafsumu itu! Siska membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya!"Tidak ada jawaban dari bibir Sekar, seb
Sekar, wanita itu tampak geram, dari awal ia sudah membenci Ayu, dan tidak menyukai pernikahan Ardian bersama Ayu, ia menyesal tidak melanjutkan rencananya untuk mengambil Ardian dari Ayu, kesibukannya sebagai seorang pengusaha membuatnya buta harta dan tidak peduli lagi kepada Siska, putri kandungnya. Saat ini nasibnya berubah drastis, ia sudah tidak dikelilingi oleh kemewahan yang ia miliki, ia pun sudah menjadi seorang sopir taksi online yang harus menafkahi diri sendiri. Ingin sekali ia bertemu dengan Siska, putri yang sangat ia rindukan selama menjadi Sekar yang memulai hidup sederhana. Hati dan pikirannya kini tengah beradu, ia ingin memulainya kembali bersama Ardian, pria yang pernah mencintainya dengan tulus dan ikhlas. Setelah sekian lama ia mencari sosok Aldi, pria yang menghianatinya dan meninggalkannya saat ia tengah mengandung Siska. Sekar sudah tidak mau mencari sosok pria tersebut, baginya saat ini Ardian adalah pria terbaik yang pernah hadir di dalam hidupnya, kenang
Pagi ini Ayu merasakan tubuhnya begitu lelah, setiap pagi ia merasa malas untuk melakukan apapun. Ardian tengah bersiap untuk pergi ke kantor, ia pun melangkahkan kakinya menuju ranjang mereka, dan mendekati Ayu yang masih meringkuk dan tubuhnya tertutupi oleh selimut. "Sayang, kamu sakit?" tanya Ardian. "Hem, aku merasa mual, aku sedang malas, huekk ...!" jawab Ayu. Ardian terjengkit, suhu tubuh Ayu begitu hangat, wajahnya sedikit pucat. "Kita periksa saja ya!" ajak Ardian. "Tidak perlu, aku istirahat saja Mas, kamu kan harus bekerja!" jawab Ayu. Ardian tidak bisa memaksa istrinya itu, hari ini ia begitu sibuk sekali dengan urusan pekerjaannya di kantor. "Baiklah, tetapi jika kamu benar-benar ingin periksa, hubungi aku!" tukas Ardian. "Iya Sayang," jawab AyuArdian bergegas untuk pergi, ada rasa khawatir di benaknya karena harus meninggalkan Ayu. Siska saat ini sedang menjalani KKN di luar kota, sementara Arkana sedang berada di rumah neneknya. Ardian berlari menuruni anak
Roman hanya bisa pasrah, namun hidupnya harus terus berjalan sesuai keinginannya, usianya sudah begitu matang untuk memiliki sebuah keluarga. Namun, cintanya kepada Nafa tidak akan pernah pudar sampai detik ini, wajah cantik Nafa terus terbayang di ingatannya, dan sekilas wajah Nafa terlihat sama dengan Ayu di bagian mata, dan senyumnya yang begitu khas. "Ayu, wanita itu yang kemarin mencoba menolongku!" ucapnya. Roman tengah berdiri di balkon ruang tengah, ia tersenyum melihat pemandangan di sekitar teras rumah. "Keluarga yang sempurna!" celetuknya, yang ikut bahagia melihat kebahagiaan sang kakak. Ardian, Arkana dan Ayu tengah asik bermain di taman, mereka begitu ceria dan gembira, sangat serasi ketika Ardian memeluk Ayu dari belakang dan memberikan sebuket bunga mawar merah kesukaan Ayu. "Aku ikut bahagia, jika kau bahagia Bang!" ucap Roman. Roman berjalan menuju dapur, tadi pagi Ayu sudah mengajaknya untuk makan bersama, namun Roman belum merasakan lapar. Beranjak siang, Rom
Ardian dan keluarga kecilnya sudah sampai di rumah mereka, Roman begitu gembira, ia pun masuk lebih dulu dan terpesona melihat seisi rumah mewah sang kakak. "Maaf Roman, kau baru ku ajak ke rumahku!" ucap Ardian, walaupun Roman tidak menanggapi ungkapannya. Ayu mengusap pundak Ardian, ia sendiri merasa iba melihat sang suami yang harus bersabar merawat adik satu-satunya. "Daddy, Mommy, aku bawa Arkana ke kamar ya!" tutur Siska, yang terlihat sudah rindu dengan suasana rumahnya. "Baiklah, hati-hati menggendong Arkana!" timpal Ardian. Ayu pergi menuju dapur, ia mencoba membuat minuman untuk Ardian dan Roman. Ardian terlihat lelah, ia menyandarkan pundaknya di sofa. Sementara Roman sudah berlari ke kolam renang. "Hati-hati Roman, di sana licin!" teriak Ardian. Roman hanya mengangguk, ia merasa senang melihat kolam renang yang luas, tidak lama ia merendamkan kedua kakinya dan bermain air di kolam renang. Ardian melihat ke arah Ayu, ia tersenyum dan berjalan mendekati pujaan hatiny
Roman frustasi, wajah Ardian saat ini sungguh menakutkan, di dalam bayangannya Ardian adalah sosok monster yang menyeramkan, namun itu semua berada di dalam benak pikiran Roman yang sudah kacau. Ardian menghela napasnya, sungguh ia tidak bisa membayangkan jika ibu dan bapak begitu lelah menghadapi adiknya yang tiba-tiba memiliki kelainan. "Tenanglah Roman, aku tidak akan menyakitimu, ikuti aku ya, astagfirullah ..., astagfirullah."Roman menggeleng, ia beringsut menaiki kasur lantai dan memeluk dua kakinya dalam posisi duduk. Lagi, Ardian mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Ia pun membuka lemari yang tidak terlalu besar, namun warna catnya sudah terlihat pudar. "Pakai bajumu, aku berjanji akan membawamu pergi dari rumah ini!" ucap Ardian, membuat Roman menatap kedua matanya lekat-lekat. "Benarkah?" tanya Roman. Ardian mengangguk, memberikan kepastian pada Roman, seperti anak kecil, wajah Roman kembali ceria, ia memakai baju dan celananya lalu menghadap cermin sambil bersiul.