Bangun tidur Naya sudah tidak melihat Dewa, bahkan suaminya itu semalam penuh memeluknya, namun pagi ini justru Naya tidak menemukan suaminya di sampingnya.Naya segera melompat dari kasur untuk mencari suaminya, bagaimana jika suaminya kembali pusing dan ..Ah, pikirannya benar-benar membuatnya takut.Naya mencari ke penjuru ruangan yang ada di rumahnya namun tetap tidak menemukan keberadaan suaminya.Setelah lelah mencari akhirnya manusia yang dirinya cari justru datang dengan badan penuh keringat sedang berjalan ke arahnya.Naya melipat kedua tangannya di depan dada, menatap suaminya yang baru saja pulang jogging dengan keringat yang membasahi kaosnya. Naya sudah memasang wajah galaknya siap untuk mengomeli pria itu.“Bagus ya, baru enakan udah lari-lari.” Naya mengomel. Mendapatkan omelan dari istrinya, namun Dewa justru mengabaikannya, dan memilih berjalan meninggalkan istrinya.“Mas! Denger aku nggak sih!” Teriak Naya kesal.Mendengar teriakan istrinya Dewa berbalik dengan wajah
"Dewa sudah makan siang sama saya.” ujar wanita itu dengan senyum mengejeknya.Naya berhenti menatap wanita yang baru saja keluar dari ruangan suaminya dengan wajah penuh percaya dirinya. “Kenapa anda disini?” tanya Naya dengan wajah datarnya.Wanita itu tertawa kecil. “Apalagi, selain bertemu dengan Dewa,”Naya menghela nafas, Naya memilih mengabaikan mantan istri Dewa. Mengingat tujuan utamanya yaitu mengantarkan makan siang untuk suaminya.“Ingat! Dewa akan kembali dengan saya!”Langkah Naya terhenti kemudian menoleh menatap wanita di depannya ini dengan tertawa mengejek. “Percaya diri sekali anda!” Setelah mengatakan itu Naya kembali melanjutkan langkah kakinya untuk masuk ke dalam ruangan suaminya.Padahal dirinya sudah menjelaskan kalau dirinya tidak suka mantan istri Dewa masih ke kantor untuk menemui suaminya. Tapi sepertinya wanita itu tetap menemui Dewa bagaimanapun caranya, dan disini yang salah bukan hanya mantan istri Dewa namun suaminya juga salah karena tidak tegas den
Pagi ini Naya dan Dewa sudah bersiap-siap untuk datang keacara tujuh bulanan adik iparnya. Padahal undanganya pagi namun Naya telat bangun karena semalam dirinya memilih tidur di ruang tengah dengan menonton drama korea hingga beberapa episode, karena Naya kesal dengan suaminya yang kemaren memilih makajn siang dengan mantan istrinya tanpa memperdulikan perasaannya.Dan sialnya, sampai pagi ini suaminya tidak menjelaskan apapun ke Naya.Hingga berakhir dengan bangun telat, bahkan suaminya itu bangun lebih dulu tapi tidak ada keinginan untuk memhangun Naya sama sekali, justru memilih olah raga pagi.“Ini semua salah kamu, Mas.” Naya menyalahkan Dewa yang tidak membangunkannya justru memilih menunggunya hingga bangun sendiri.Dewa yang baru saja selesai berganti pakian kembali di hadapkan dengan omelan sang istri, padahal Dewa sudah membangunkan wanita itu beberapa kali. Namun pada dasarnya Naya itu kalau tidur kaya orang mati, jadi Dewa menyerah dan memilih untuk menunggu hingga wanita
Senyum manis di wajah cantiknya seketika pudar, matanya terpaku pada seorang wanita dengan rambut pirang sebahu yang tersenyum kearah mereka.“Nggak papa,” jawab Anita.Naya terpaksa tersenyum, karena wanita di depannya ini adalah mantan istri Dewa yang membuat Naya selalu merasa takut, kesal dan marah. Dirinya takut jika Dewa akan kembali dengan wanita itu karena Naya tau suaminya masih belum bisa move on dari mantan istrinya dan akan membuatnya menjadi janda. Apalagi Naya tau jika suaminya itu belum mencintainya jadi kapan saja bisa pergi darinya. Dulu Naya tidak mempermaslahkan jika Dewa akan kembali dengan mantan istrinya itu. Tapi, sekarang Naya tidak akan membiarkan begitu saja.Entah perasaan itu kapan datangnya, namun Naya baru menyadari bahwa dirinya takut kehilangan pria itu, bahkan merasa cemburu saat kemaren mendegar suaminya makan siang bersama dengan matan istrinya.“Ka-kanaya, Ya.” Savira seolah mengingat siapa dirinya, bahkan terlihat berpura-pura menyapanya padahal
“Lo nggak coba tanya?” tanya Citra membuat Naya menggeleng.Pertengkaran kali ini cukup lama bahkan Naya memutuskan untuk tidur di kamar tamu sejak malam itu, karena suaminya masih bungkam, dan kali ini Naya masih betah mendiamkan suaminya.Entah kapan sampai kapan Naya mendiamkan suaminya kali ini, tapi dirinya sudah benar-benar lelah dengan suaminya. Sebenarnya Naya merasa bersalah membiarkan Dewa mengurus dirinya sendiri karena Naya selalu menghindar dari Dewa.Bahkan sudah tiga hari Naya tidak menemui suaminya sama sekali. Selalu keluar kamar sebelum suaminya itu pergi dan kembali masuk mengunci kamar tamu hingga Dewa tidak bisa masuk.“Gue capek, Cit. Dua bulan pernikahan gue hanya diam menunggu dia cerita sendiri ke gue, tapi apa yang gue dapat dia selalu menghindar ketika gue tanya."“Tapi kalau lo nggak mencoba bicara sama pak Dewa, mau sampai kapan lo seperti ini?”Naya mendendikan bahunya dengan wajah lelah dan pasrahnya.”Gue yakin mas Dewa sama Savira pisah karena sesuatu, d
“Tapi beda,Nay.” ujar bundanya membuat Naya hanya memutar bola matanya malas.Apa yang beda? Sama bukan, sama-sama pernah menikah sebelumnya. Lalu apa yang di permasalahkan oleh bundanya sekarang. Atau karena Dewa duda pilihan ayahnya?“Udah ya, Bun. Nggak usah ngomongin orang.”“Kalau Dewa kan sudah terverifikasi kebaikannya, kalau dia kan belum,”Naya hanya bisa memutar bola matanya malas, bagaimana bisa bundanya seyakin itu bahwa Dewa adalah laki-laki yang baik, padahal anaknya saja sering di buat kesal dan menangis oleh laki-laki itu.“Sebelum ayah memilih Dewa sudah jelas ada seleksinya. Dan menurut ayah dan bunda, Dewa cocok untuk kamu.” imbuh bundanya lagi.Naya hanya bisa tersenyum miring, menarik nafas dalam-dalam, begitu yakinkah orang tuanya dengan Dewa?"Kenapa kamu nggak terima, bunda bilang suami kamu baik?”Naya hanya diam dan menghela nafas lelah, bahkan Naya tidak tahu harus menjawab apa sekarang.“Kamu berantem sama Dewa?” tuduh bundanya langsung membuat Naya menatap
Naya masih betah berada di pelukan suaminya malam ini, selama ini Naya selalu terpaku saat melihat Dewa tanpa atasan seperti ini, karena terdapat bekas luka di tubuh pria ini, tidak hanya satu tapi ada beberapa yang menurutnya bukan bekas luka kecil. Hal itu selalu menjadi perhatian Naya. “Kamu dulu suka berantem?” tanyanya mendongak menatap wajah suaminya. Dewa hanya mengelengkan kepalanya. “Terus ini kenapa?” tanya Naya menyentuh bekas luka yang ada di bahu dan lengan suaminya. “Kecelakaan, saat jadi tukang bangunan.” jawab Dewa. Namun Naya yang melihat itu justru menatapnya dengan mata berkaca-kaca seberat apa kehidupan Dewa dulu. Hingga banyak sekali bekas luka yang ada di badan suaminya, laki-laki yang selama ini terlihat angkuh, dingin dan tertutup ini ternyata menyimpan banyak hal yang Naya tidak tau. “Kalau yang ini?” tanya Naya beralih ke bagian perut bawah Dewa yang terdapat bekas luka yang cukup besar dan Naya menebak ini adalah bekas tusukan. Dewa diam, bekas luka itu
“Mas, nggak sadar? Kalau sudah tua?” tanya Naya menatap suaminya.“Saya baru 32 tahun, Kanaya.” balas suaminya tidak terima.Hal itu membuat Naya terkekeh, ternyata seorang Dewangga Aditama tidak menyukai jika dirinya menyinggung soal umur.“Mas,” panggil Naya menatap suaminya namun sepertinya suaminya justru membuang muka, hal itu kembali membuat Naya terkekeh, ternyata suaminya bisa ngambek juga.Naya menangkup wajah Dewa dengan kedua tangannya, hingga mau tidak mau sekarang Dewa menatap istrinya.“Walaupun kamu tua, aku tetap mau kok mas,” ujarnya tersenyum manis menatap suaminya.“Kamu nggak masalah kalau saya tua?” tanya Dewa lagi-lagi membuat Naya tersenyum, kenapa lucu sekali suaminya ini.“Hmm,” Naya seolah berfikir membuat Dewa hendak memalingkan muka, tetapi Naya lebih cepat kembali menahan kepala laki-laki itu agar tidak memalingkan mukanya.“Mau kamu setua apapun aku nggak masalah, karena sekarang kamu suami aku.”Setelah mendapat jawaban itu, Dewa melepaskan tangan Naya da
Spesial Kanaya. Kanaya berdiri di depan jendela besar ruang tamu, menatap hujan yang turun perlahan di luar. Mengingat bagaimana perjuangannya untuk bertahan di pernikahannya, Pernikahan mereka dimulai dengan cara yang tidak pernah dia inginkan. Terpaksa, mungkin itulah kata yang paling tepat. Pernikahan yang bukan atas dasar cinta, tetapi lebih karena tuntutan keluarga dan kewajiban yang tidak bisa dielakkan. Dewa, suaminya adalah mantan atasan yang dirinya benci dan dirinya benci waktu saat itu. Namun tuhan justru mempersatukannya dengan Dewa dalam ikatan pernikahan. Dewa adalah pria yang dingin, tertutup, dan jauh dari kata romantis. Dulu, Kanaya sering bertanya-tanya, apakah perasaan suaminya itu benar-benar ada, atau apakah dia hanya seorang pria yang terperangkap dalam rutinitas hidup yang membuatnya sulit untuk mengungkapkan apa pun—termasuk cinta. Namun, ketika Kanaya pertama kali bertemu dengan Dewa, hatinya sempat ragu, bahkan takut. Bagaimana bisa ia menikahi seorang
POV Dewangga Dewa duduk di ruang kerjanya, memandang keluar jendela besar yang menghadap ke kota. Senja mulai turun, dan langit yang tadinya biru cerah kini berubah menjadi jingga yang hangat. Ia menarik napas panjang, berusaha menenangkan pikirannya yang mulai dipenuhi berbagai macam perasaan. Rasanya, hidupnya memang tidak pernah berjalan semulus yang ia inginkan. Ada selalu saja masalah yang datang silih berganti, dan seakan tidak pernah habis. Namun, di balik semua itu, satu hal yang selalu menjadi pegangan Dewa adalah keberadaan Kanaya di sampingnya. Jika ia harus mengakui satu hal yang paling berharga dalam hidupnya, itu adalah Kanaya. Istrinya yang setia, sabar, dan penuh kasih, meskipun mereka sering kali terjebak dalam konflik-konflik yang tak terduga. Kanaya, yang selalu merasa cemas dan khawatir dengan segala yang terjadi, selalu berdiri teguh di sampingnya, mendukungnya dengan sepenuh hati. Dewa tahu, ia tidak selalu menjadi suami yang sempurna. Ada kalanya ia terlalu
Dewa dan Kanaya duduk di balkon rumah mereka, menikmati udara sore yang sejuk. Angin berhembus perlahan, membawa ketenangan setelah melalui hari-hari yang penuh ketegangan. Mereka baru saja menyelesaikan permasalahan besar dengan Soedrajat, dan meskipun situasi masih terbilang sensitif, rasa lega mulai mengalir pelan-pelan. Dewa memandangi istrinya dengan penuh perhatian, senyumnya sedikit lebih lebar dari biasanya. Hari ini adalah hari yang berbeda, hari di mana mereka bisa melangkah tanpa rasa takut, tanpa ancaman yang menggantung di atas kepala mereka.Kanaya menyandarkan kepalanya di bahu Dewa, merasa nyaman dalam pelukan suaminya. Setelah semua drama dan kekacauan yang mereka hadapi, kini mereka bisa menikmati kebersamaan dalam ketenangan. Semua yang terjadi dengan Soedrajat dan permasalahan yang mengikutinya seolah-olah menghilang begitu saja dari benaknya, meskipun ia tahu itu mungkin hanya sementara."Kamu baik-baik saja?" Dewa bertanya, tangannya melingkari tubuh Kanaya denga
Hari ini setelah meraka sama-sama tenang, Dewa mengajak Kanaya untuk datang kediaman Seodrajat, dia ingin segera menyelesaikan. Dewa memarkir mobil di depan rumah besar yang tampak megah namun suram. Rumah Soedrajat, dengan taman yang luas dan pagar tinggi, mencerminkan kekuasaan dan kontrol yang selama ini dia pegang. Namun, malam ini, rumah itu tampak berbeda bagi Dewa. Tidak ada lagi rasa hormat yang dia rasakan untuk pria itu. Yang ada hanya kebencian yang memuncak dan keinginan untuk mengakhiri semua permainan kotor yang sudah terlalu lama berlangsung.Di sebelahnya, Kanaya duduk dengan diam, tangannya menggenggam erat tangan Dewa. Wajahnya terlihat tegang, namun ia tahu bahwa ini adalah langkah yang harus diambil. Pasti semuanya tidak akan mudah karena yang dirinya hadapi adalah Seodrajat, apalagi setelah semua yang telah terjadi antara mereka."Ini keputusan yang tepat, kan, Mas?" tanya Kanaya dengan suara lembut, meskipun ada keraguan yang terbesit dalam kata-katanya. Apala
Ruangan kantor yang luas itu kini terasa dingin penuh dengan ketegangan. Dewa duduk di sofa kulit hitam, ekspresinya datar, hampir tidak menunjukkan perasaan apapun, tetapi matanya yang tajam memancarkan kekecewaan yang dalam. Di sebelahnya, Kanaya duduk dengan wajah menunduk tidak berani menatap suaminya. Hanya suara detak jam dinding yang berulang-ulang terdengar jelas dalam keheningan yang mencekam ini.“Kenapa nggak bilang sama saya?” Dewa akhirnya memecah keheningan, suaranya terdengar lebih berat dari biasanya, penuh ketegangan.Kanaya menarik napas dalam-dalam dan berusaha untuk tidak meneteskan air mata lagi. Dia tahu, dia telah melakukan kesalahan besar. Tidak hanya menyembunyikan pertemuan itu, tetapi juga melibatkan dirinya dalam urusan yang seharusnya tidak ia ambil. Biasanya, dia selalu bisa berbicara dengan Dewa tentang apapun, tidak ada yang disembunyikan. Tapi kali ini, rasa takut telah menahannya untuk tidak berkata apa-apa.“Biasanya kamu selalu membicarakan semuany
"Kamu tau kenapa saya mengajak kamu bertemu,"Kanaya menatap pria tua yang baru saja datang itu. "Silahkan duduk," "Saya pikir kamu tidak akan seberani ini untuk menemui saya," ujarnya sebelum mendudukan dirinya. "Saya heran kenapa kedua cucu saya memilih kamu sebagai pasangan hidup, padahal masih banyak wanita di luaran sana yang lebih daripada kamu." Ujarnya dengan wajah mengejeknua.Naya menarik minumannya untuk membasahi tenggorokan nya yang mendadak kering."Sebenarnya apa tujuan anda mengajak saya bertem?" tanya Naya langsung.Rasanya sudah tidak bisa jika harus berbasa-basi dengan pria di depannya ini. Seodrajat melipat tangannya di depan dada, menatap Kanaya kemudian tersenyum tipis."Ceraikan Dewangga." Sudah ia duga, jika laki-laki tua di depannya itu meminta dirinya untuk bercerai dengan Dewa. Naya terdiam sejenak berusaha tenang, agar tidak mudah terpengaruh."Saya tidak akan menceraikan suami saya." ucap Kanaya tenang."Saya tidak akan membiarkan cucu saya di pengaruhi
"Terus lo mau gimana, Nay?" tanya Citra yang sejak tadi hanya menyimak cerita sahabatnya itu.Citra hari ini memang sengaja berkunjung kerumah sahabatnya setelah mendengar sedikit tentang masalah yang menimpa sahabatnya itu.Naya hanya bisa menggeleng pelan, tidak tau harus menjawab bagaimana karena Dewa selalu mengatakan padanya untuk tidak terlalu memikirkan permasalahannya dengan Seodrajat. Bahkan pria itu berkali-kali menekankan semuanya akan baik-baik saja.Tapi bagaimana bisa, karena Seodrajat juga menganggunya lewat pesan singkat dengan berisi ancaman.Banyak sekali yang tengah Naya pikiran, yang paling mengganggu pikirannya mengenai keluarga Soedrajat yang tidak pernah lelah menganggu keluarga kecilnya. Apakah dia belum puas dengan apa yang mereka lakukan kepada suaminya, bahkan hingga membuat suaminya trauma dan menjalani hidup berat selama ini."Gue nggak tau,""Percaya sama Pak Dewa, Nay." "Gue selalu percaya sama suami gue, Cit. Tapi gue tetap saja khawatir, selama ini Ma
"Mas kamu nggak seneng kencan sama aku?" Naya mendekat kearah suaminya yang sejak tadi hanya menampilkan wajah datarnya saja, sangat terlihat tidak senang dengan kencan mereka bukan.Dewa menoleh menatap istrinya, "Senang."Jawaban singkat, padat dan tidak ikhlas itu membuat Naya menatap suaminya kesal, dan yang semakin membuat Naya semakin kesal suaminya itu justru asik berbalas pesan dengan Naufal. Walaupun mereka membahas pekerjaan tapi rasanya Naya tidak terima karena harusnya hari ini mereka Quality time.Kanaya sangat tau pekerjaan adalah istri kedua suaminya itu, tapi tidak bisakah suaminya itu bersikap adil?"Katanya hari ini kita kecan?" Naya mengambil ponsel suaminya dan menyembunyikan di belakang tubuhnya."Kanaya," panggil Dewangga pelan sembari meraih ponselnya namun gagal karena Naya sudah lebih dulu memasukan kedalam tasnya."Kamu nggak ikhlas kecan sama aku," ujar Naya sok ngambek, padahal mah biasa saja. Karena sejak awal niatnya hanya untuk mengerjai suaminya saja,
"Papa!" teriak Kai saat melihat papanya baru saja pulang.Naya tersenyum melihat Kai yang berlari dengan senyum merekah di wajahnya kemudian memeluk kaki papanya."Jangan lari, Nanti kalau jatuh gimana?" tanya Dewa sembari mengangkat Kai kegendongannya."Kai hati-hati kok, pa. Kata mama kalau jatuh sakit jadi harus hati-hati." jawabnya dengan suara khas anak kecil yang mengemaskan."Pah, tadi Kai berkebun di belakang rumah." seperti biasa Kai akan menceritakan semua aktivitasnya seharian ini ketika papanya pulang."Oh ya? sama siapa?""Mama." jawab Kai membuat Dewa menatap istrinya yang masih duduk di ruang tengah memperhatikan mereka berdua."Tadi nanam apa?" "Bunga, bunganya warna warni tau, Pah." jawabnya tertawa kecil, menampakkan daratan giginya."Kai sudah berkebun?" Kai mengangguk cepat dengan senyum merekah di wajahnya."Aku bosan, Mas. Jadi nanam beberapa jenis bunga di halaman belakang." sahut Naya yang sedari tadi hanya diam memperhatikan interaksi antara papa dan anak itu