Dini terpaku di tempatnya. Gadis itu diam sejenak sebelum menoleh. Masih terkejut dengan pertanyaan Vera. Dia ragu untuk sekedar mengaku. Karena gadis itu yakin kepergian Alex juga karena ingin melindunginya.
Dini kemudian menarik napas dan mengembuskannya secara perlahan. Lalu dia menoleh untuk menghadap sang ketua jurusan lagi. Mulutnya terbuka namun belum ada kata yang terucap. Gadis itu kembali diperingatkan dengan siapa yang menyebarkan berita bohong tentang kekasihnya."Maaf, Miss. Saya juga kurang tahu." Gadis itu terpaksa berdusta. Dia tak ingin pengorbanan Alex menjadi sia-sia. Setidaknya sebelum dia bertemu siapa yang menyebarkan dan melaporkan hubungan mereka."Baiklah kalau begitu. Ya sudah, kamu boleh pergi," balas Vera."Makasih, Miss." Dini segera membuka pintu dan keluar meninggalkan ruangan sang ketua jurusan. Gadis itu pun kembali masuk ke kelasnya bersama Sinta."Jadi kenapa kamu lama dari ruangannya Miss Vera, Din?" tanya sang sahabat saat merDini terdiam mendengar ucapan dari Ridho. Memang benar bahwa Alex pergi tanpa pamit bahkan hanya meninggalkan sebuah surat saja. Kini sebagai mahasiswa di semester akhir yang sebentar lagi harus mengurus skripsi, Dini dihadapkan dengan beban kerinduan pada kekasih yang merupakan dosennya sendiri.Gadis itu menunduk setelah mendengar penuturan sang sahabat. Ridho yang baru saja berdebat dengan Sinta pun berhenti berargumen dan beralih menatap Dini."Din ...." panggil Sinta. Gadis itu memberikan tatapan tajam pada laki-laki di sebelahnya. Seolah memberi tahu bahwa dialah yang salah. Sedangkan Ridho membalas dengan tak kalah tajam."Sorry, Din. Bukan maksudku mau nyakitin kamu, tapi ini karena aku juga sayang sama kamu," timpal laki-laki itu mencoba menenangkan Dini yang sedih.Gadis di hadapan mereka berdua menggeleng cepat. "Nggak, kok. Kamu nggak perlu minta maaf. Kamu nggak salah, kamu bener, Dho. Memang Mas Alex pergi tanpa pamit dulu. Tapi ... setidaknya dia menin
Sontak saja Ridho dan Sinta saling berpandangan. Keduanya dapat melihat wajah masing-masing yang memerah. Terutama Ridho yang memiliki kulit putih bersih bak idol Korea. Sinta pun secara tiba-tiba merasakan degupan jantung yang tak seperti biasanya."Gimana? Katanya yang penting aku bahagia," ucap Dini lagi dengan entengnya."Ya nggak jadian juga kali, Din," protes Ridho kembali menatap wajah Dini. Samar-samar tampak kekecewaan di wajah Sinta."A-aku sih juga nggak mau jadian apa pacaran sama Ridho. Bapak kan melarangku buat pacaran," cicit Sinta membela dirinya agar tidak kalah dengan laki-laki yang duduk bersamanya."Maksudmu langsung nikah, Sin?" tanya Ridho kembali menatap Sinta. Dini yang hendak menanyakan hal yang sama pun memilih diam."Iya. Kenapa? Udah deh, ah! Dini juga mintanya aneh-aneh. Ogah aku sama oppa-oppa gadungan ini," ejek Sinta lagi sembari menjulurkan lidahnya."Gadungan-gadungan. Ngomong sama orang sinting memang nggak pernah nyambung,"
Dini menoleh dengan wajah terkejutnya. Gadis itu membalas tatapan sang ibu yang lurus mengarah kepadanya. Susah payah dia menelan ludah."Ngapain kamu di situ? Ya Allah ... Lewat mana lagi? Cepat balik!" seru Minarti sembari berkacak pinggang di balkon kamar Dini.'Haduh. Kenapa Ibu sampai masuk ke kamar segala, sih? Mana tadi aku lupa ngunci pintu lagi,' batin Dini."Cepat balik!" perintah sang ibu dengan wajah marahnya."I-iya, Bu." Dini hanya bisa bercicit membalasnya.Gadis itu segera membereskan laptop serta buku-bukunya. Memasukkan benda-benda tersebut ke dalam ransel. Lalu setelah dirasa sudah masuk semua yang diperlukan, Dini menggeser baik meja maupun selimut ke pojokan. Segera saja gadis itu mengambil ancang-ancang."Heh. Cepat turun!" ucap sang ibu masih dengan wajah kesal."Ibu minggir dulu," balas Dini sembari memberikan isyarat dengan tangannya."Kenapa Ibu mesti minggir?" Minarti kembali bertanya."Ibu minggir aja, ya. Bentar. Ke te
Alex tersadar dari lamunannya. Pria itu pun tersenyum."Papi kenapa diem?" tanya Xena keheranan."Nggak. Papi nggak papa. Memangnya kenapa kalau sekolah di sini saja?" tanya Alex."Nggak mau, ah. Xena mau SD-nya di rumah kita yang dulu. Di sana aku bisa main sama Mami Dini. Papi kan juga udah janji mau menikah sama Mami Dini," tuntut anak kecil itu sembari melipat kedua tangannya. Bibirnya pun mengerut dengan kedua alis yang saling bertaut.Alex menghela napas berat. Pria itu menatap sang ibu dan Nining hanya menaikkan kedua alisnya."Xena. Dengarkan Papi," tutur pria itu pada putri kecilnya."Kalau kamu mau Mami Dini menjadi mamimu, maka kamu harus bersabar dulu. Sekarang belajarlah dan berlatihlah untuk kelulusan kamu," imbuhnya dengan nada lembut.Xena menatap wajah ayahnya yang tampak lelah. "Apa nanti Mami Dini akan datang di acara wisuda TK?" tanya gadis kecil itu penuh harap."Entahlah. Yang pasti, kamu tetap harus belajar dengan giat," hibur Alex semb
Siang itu Dini sedang menyelesaikan skripsinya. Tinggal menjilid dan meminta tanda tangan dari para dosen penguji saja. Dini pun tak ingin berlama-lama. Dia ingin segera beristirahat sejenak sebelum hari wisuda tiba. Mempersiapkan diri dan hatinya supaya menjadi lebih dewasa.Setelah selesai meminta tanda tangan dan juga telah mengurus segala hal untuk wisuda, gadis itu segera pulang. Dia pulang pada sore hari. Sang ibu pun sudah berada di rumah. Sedangkan sang ayah masih berada di kantornya."Assalamualaikum, Bu," sapa Dini pada sang ibu. "Waalaikumussalam," balas Minarti.Sang putri pun seperti biasa akan segera naik ke lantai dua. Minarti merasa kasihan padanya. Seharusnya Dini berbahagia ketika sudah tinggal menerima kelulusannya saja."Dini," panggil wanita itu sembari berjalan mendekati tangga.Dini segera menghentikan langkahnya. Gadis itu menoleh menatap sang ibu. "Ada apa, Bu?""Ini. Tadi paketmu datang," jawab wanita itu sembari menyerahkan seb
Dini masih mengetuk pintu kamar sang tetangga. Setelah berulang kali, tak kunjung ada sahutan dari dalam. Bahkan kamar itu terlihat gelap dari luar. Di kamar sebelah juga gelap. Hanya ada lampu penerangan luar saja yang dinyalakan. Dini pun sepertinya harus kembali kecewa. Sang kekasih tak ada di tempatnya."Ternyata Mas Alex belum pulang ... Terus kamu ke mana, Mas? Kenapa bilang mau menemuiku? Kamu juga tahu aku baru lulus sidang," gumamnya dengan rasa kecewa yang tampak dari wajahnya."Din, Dini! Kamu kenapa bisa di situ?" panggil sang ayah yang baru saja pulang bekerja. Pria paruh baya itu menghentikan motornya sejenak untuk melihat putrinya yang berdiri di balkon kamar rumah kosong di sebelahnya.Sontak saja gadis itu menoleh dan melihat ke bawah. Sang ayah masih menunggu jawaban darinya. Pria itu bertanya-tanya bagaimana sang anak bisa berada di sana."Aku ... Nggak kok, Pak. Aku cuma iseng aja," jawab Dini.Budi segera turun dari motornya. Pria itu mengham
Mentari kembali menyapa di atas langit pada sebuah desa modern. Dini sudah bersiap dan sedang mengenakan kebaya hadiah dari sang pacar. Setelah berminggu-minggu mengurus segala hal, kini hari yang dia tunggu telah tiba.Dini sedang mematut diri di depan cermin kamar. Gadis itu tampak cantik dengan kebaya biru muda itu. Kebayanya pun pas sekali di tubuhnya yang langsing namun berisi di beberapa bagian tertentu. Dengan kelihaiannya, Dini memoleskan riasan pada wajahnya. Di hari yang spesial itu dia ingin tampil natural dengan riasan yang tak terlalu mencolok.Rambutnya pun dia ikat dan digelung rapi. Jepit-jepit kecil menghiasi rambutnya agar terlihat semakin menawan. Tak lupa jepit rambut cantik sebagai penghias surainya yang hitam. Penampilannya pun semakin sempurna dengan sepasang anting-anting berwarna biru muda yang segaja dia beli sebelum hari wisuda."Pas banget. Jadi nggak sabar ketemu sama kamu, Mas," gumam Dini sembari tersenyum pada pantulan dirinya sendiri.
Dini menatap wanita cantik berkacamata yang merupakan dosen pembimbingnya. Gadis itu pun meminta izin pada kedua orang tuanya terlebih dahulu. Vera juga memberikan hormat pada kedua orang tua Dini."Ada apa, Miss?" tanya Dini.Vera menatap lekat-lekat wajah mahasiswinya yang tampak cantik alami dengan riasan yang tidak tebal."Apa selama ini kamulah gadis yang disembunyikan oleh Pak Alex?" tanya wanita itu.Dini membulatkan kedua matanya. Dia tak menyangka jika sang dosen mendengar percakapannya dan kedua orang tuanya tadi."Ah. Emmm."Gadis itu mulai gelisah. Dia tak ingin memberatkan Alex dan mengkhianati pengorbanan kekasihnya itu karena hubungan terlarang antara mahasiswi dan dosennya sendiri. Kemudian gadis itu teringat akan sesuatu.'Aku sekarang kan sudah bukan mahasiswa lagi. Berarti ....'"Apakah itu benar, Dini?" tanya Vera yang menuntut penjelasan.Dini mendongak untuk membalas tatapan sang dosen. Gadis itu lalu tersenyum. "Sebelum saya
Setelah beberapa hari, Dini kembali bermanja pada suaminya. Kasihan juga Alex setiap malam harus tidur di sofa karena sang istri yang tiba-tiba jengah melihatnya.Pria itu kini berbaring di samping Dini di atas kasurnya yang empuk. Lalu dia memiringkan badannya agar bisa menatap sang istri yang tengah tidur telentang menatap langit-langit kamar."Sayang," panggil Alex."Hm?" Dini menoleh sembari tersenyum lembut.Alex kemudian mengangkat tangannya dan mengelus lembut perut rata sang istri. "Kamu sudah nggak males lagi denganku, kan?" tanya pria itu.Dini tersenyum memperlihatkan gigi-giginya. "Hehe. Enggak, kok.""Syukur deh. Kemarin juga kenapa sih bawaan bayi malah nggak mau lihat aku?" protes Alex yang masih mengusap lembut perut istrinya.Dini terkekeh mendengar penuturan sang suami. "Maaf, ya, Mas. Aku kemarin-kemarin nggak tahu bawaannya pengen marah gitu kalau lihat Mas Alex," ucapnya.Sang suami menghela napas. "Hahhh. Bisa-bisanya benci suami sendiri. Tapi nggak papa. Aku pah
Dokter segera melakukan beberapa pemeriksaan untuk pasiennya. Seorang dokter wanita pun kembali duduk di hadapan Alex dan Dini. Wanita itu tersenyum sembari menatap bergantian dua orang di hadapannya."Gimana istri saya, Dok?" tanya Alex."Selamat, ya, Pak. Bu Dini tengah mengandung dan usia kandungannya sudah menginjak empat minggu," jawab sang dokter masih dengan senyumannya."Alhamdulillah ... Dini. Akhirnya kamu hamil," ujar Alex dengan raut kebahagiaan yang tak dapat dia sembunyikan."Iya, Mas. Makasih, Bu Dokter," ucap Dini ikut bahagia."Sama-sama. Saya hanya membantu meriksa saja, kok."Alex pun memeluk sang istri. Pria itu kemudian mengecup lembut kening Dini dengan penuh kasih sayang.Setelah mendapatkan obat dan vitamin, Dini bersama suaminya yang menuntun dirinya keluar dari ruang periksa. Kini gadis cantik itu sudah menjelma menjadi seorang wanita yang sebentar lagi akan menjadi ibu."Gimana pemeriksaannya, Nduk?" tanya Minarti sembari me
Dini baru saja membuka kedua matanya. Gadis itu pun merasakan hawa hangat yang mengitari seluruh tubuhnya. Ketika kesadarannya sudah penuh, sebuah senyuman terpasang di wajah bangun tidurnya.Kini setiap kali dia membuka mata, sosok tampan berwajah blasteran Amerika yang menjadi pemandangan pertama yang ia lihat. Dini tak pernah melewatkan untuk menatapi betapa tampannya suaminya itu. Jemarinya pun bergerak mengelus lembut rahang tegas Alex yang ditumbuhi dengan bulu-bulu halus."Belum puas menatapku?" tanya pria itu masih dengan kedua mata terpejam.Dini terkekeh. "Ih. Mas udah bangun ternyata."Alex pun membuka kedua matanya. Pria itu tersenyum. Lalu dia mengeratkan kembali dekapannya pada tubuh ramping sang istri."Hahhh. Setiap bangun lihat kamu rasanya adem," gumam pria itu."Hihi. Mas Alex mulai deh suka gombal," balas Dini sembari mencubit pelan dagu suaminya."Ya sudah. Ayo kita mandi!" ajak pria itu yang kini mulai mengendurkan pelukannya."I
Hari membahagiakan bagi Sinta dan Ridho pun tiba. Kini keduanya sudah sah menjadi suami istri. Alex, Dini, dan Xena pun hadir pada acara pernikahan mereka berdua."Selamat, ya, Sinta, Ridho. Aku benar-benar ikut bahagia atas pernikahan kalian," ucap Dini sembari memeluk dua sahabatnya.Tindakan Dini membuat Alex membelalakkan kedua matanya. Pasalnya pria itu tahu bahwa Ridho merupakan mantan pacar istrinya. Pria yang pernah menemani Dini saat Alex masih mengabaikan perasaannya."Makasih, Din. Makasih juga saran dan doanya," balas Sinta sembari membalas pelukan sahabatnya itu.Ridho pun ikut membalas pelukan Dini. Namun, pria itu sadar tengah ditatap tajam oleh suami sahabatnya. Segera saja Ridho menjauhkan diri dan membiarkan Dini berpelukan dengan Sinta. Meski sudah tak ada perasaan apa-apa terhadap Dini, Ridho tetap menghargai Alex sebagai suami sah sahabatnya."Pak Alex," sapa Ridho sembari menyalami pria tampan dan gagah yang kini sudah berdiri tepat di hadap
Dua minggu telah berlalu bagi kedua pengantin baru itu. Dini sudah mulai ikut mengelola butik milik suaminya. Keduanya kini seolah tak dapat dipisahkan. Ke mana pun Alex berada, di situ bisa dipastikan ada Dini juga. Begitu pula sebaliknya.Hingga sore tiba, keduanya sudah kembali beristirahat di rumah. Saat itu juga, anak perempuan mereka berjalan mendekati kedua orang tuanya sembari membawa sebuah kertas berwarna merah muda yang dibungkus dengan plastik."Mami," panggil Xena pada sang ibu."Ya, Sayang. Ada apa?"Xena duduk di samping sang ibu. "Ini tadi ada titipan buat Mami sama Papi," jawabnya sembari menyerahkan kertas yang ternyata sebuah undangan."Undangan? Dari siapa?" tanya Dini sembari mengernyitkan dahinya. Wanita itu pun menerima kertas undangan tersebut.Belum sempat dia membaca siapa gerangan yang mengirim undangan, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Dengan segera Dini menerima panggilan terlebih dahulu sembari kedua matanya membaca tulisan na
Pagi itu Alex akan membawa sang istri menuju ke tempat kerjanya. Dini pun dengan semangat empat limanya sudah berdandan rapi. Alex kini melihat tampilan cantik istrinya."Kenapa? Apa ada yang aneh?" tanya gadis itu sembari menatap kedua mata abu suaminya.Alex melipat kedua tangannya di depan dada. Pria itu kemudian mengusap bibir Dini dengan lembut."Nggak usah pakai gincu!" ujarnya.Kini lipstik yang tadinya menempel rapi pada bibir Dini menjadi belepotan ke mana-mana. Gadis itu pun memundurkan tubuhnya."Ih. Kenapa nggak boleh? Nanti jadi pucet dong," protesnya.Alex kembali mendekat ke arah istrinya. Pria itu menghapus lipstik sang istri lagi dengan ibu jarinya. Kedua alis tebalnya pun saling bertautan."Nggak usah kubilang! Kamu itu udah cantik. Nggak perlu pakai gincu-gincu beginian kalau ke luar rumah!" tegasnya ikut kesal.Dini kini diam saat suaminya menghapus lipstik merah pada bibirnya dengan usapan lembut. Sebuah senyuman muncul di wajahny
Siang hari di hari berikutnya Alex dan Dini sudah kembali ke rumah. Mereka langsung disambut oleh keluarga mereka terutama Xena. Gadis itu langsung berlari setelah mendengar suara taksi yang berhenti tepat di depan rumahnya. Dengan segera Xena menghampiri sang ibu saat Dini baru saja turun dari mobil."Mamiiiii!" seru gadis kecil itu sembari berlari-lari kecil. Xena memeluk Dini dan dibalas olehnya. "Ya ampun. Saking kangennya kamu sama Mami?" tanya Dini kemudian."Iya. Xena kangen banget sama Mami," jawab gadis kecil itu sembari mengerucutkan bibirnya."Kangen banget, ya? Mami juga kangen sama kamu, Sayang." Dini membalas dengan tersenyum. Gadis yang kini resmi menjadi wanita sang duda tampan pun berjongkok agar sejajar dengan putri kecilnya."Iya. Xena kangen banget.""Nggak kangen sama Papi?" tanya sang ibu kemudian."Ya kangen. Tapi lebih kangen sama Mami," jawab gadis kecil itu sembari ter menampakkan gigi-giginya.Keluarga kecil itu kembali ke
"Mas Alex keren, deh," puji Dini saat dia berjalan dengan salah satu tangannya digenggam erat oleh sang suami."Kamu seharusnya langsung mendatangiku! Gimana kalau mereka sampai berbuat yang tidak-tidak, coba?" hardik pria itu tanpa menoleh.Dini merasa bersalah. Namun, gadis itu tetap saja tak bisa berhenti memikirkan betapa keren sang suami."Iya, Mas. Maaf.""Duh. Anak jaman sekarang kok ya ada yang model begitu! Kasihan kalau sampai ada cewek yang diganggu lagi," sambung pria itu.Dini merasa takjub dengan sang suami. Mungkin karen memiliki seorang anak perempuan yang masih kecil makanya Alex tak terima jika ada yang mengganggu perempuan. Apa lagi perempuan-perempuan yang hidup bersamanya. Alex terus melangkah sembari membawa istrinya berjalan kembali menuju hotel. Keduanya diam selama dalam perjalanan pulang dan kini sudah sampai di dalam kamar mereka yang mewah."Sekarang kamu mandi! Bajumu kotor itu," ucap Alex sembari menunjuk ke arah rok sang is
Mentari sudah menyapa langit pulau Dewata. Alex dan Dini segera bersiap untuk jalan-jalan mengelilingi tempat wisata yang telah pria itu janjikan. Keduanya menikmati saat-saat bersama.Seperti janji Alex, pria itu akan mengajak sang istri untuk bermain air di tepi pantai. Dini kini mengenakan dress putih bermotif bunga dengan kedua lengannya yang pendek hampir memperlihatkan kedua ketiaknya. Alex sendiri tak mau kalah. Pria itu mengenakan kaos yang dipadankan dengan kemeja berwarna putih tanpa dibenarkan semua kancingnya.Kini pasangan berbeda usia itu menikmati berjalan di pantai yang sudah ramai. Alex terus menggandeng istrinya saat berjalan. Mereka membiarkan kedua kaki mereka basah terkena gulungan ombak yang tenang."Hahaha. Mas Alex, lihatlah di sana ada kerang!" seru Dini dengan antusias.Gadis itu pun berjalan mendekat untuk mengambil kerang yang dimaksud. Benar saja, dia menemukan sebuah kerang yang indah dengan corak kecokelatan."Lihatlah, Mas! Cantik