Dini kembali kuliah di kampusnya. Gadis itu sangat bersemangat karena hendak bertemu dengan tetangga baru sebelah rumahnya yang meresahkan di kampus sebagai dosen. Penampilan Alex memang sangat berwibawa saat mengenakan kemeja dan celana panjang. Dini sangat suka dengan sosok dewasa yang seperti itu.
Gadis itu pun memperbaiki penampilannya. Kali ini Dini mengenakan dress biru muda sepanjang betis. Tak lupa gadis itu menyisir rambutnya yang panjang sebahu lalu mengenakan jepit rambut. Ia dengan sengaja tak mengikat rambutnya kali ini.
Polesan bedak halus menutupi wajah cantiknya. Tak lupa lip tint merah muda dia tambahkan pada bibirnya yang ranum dan tipis. Penampilan Dini begitu sempurna hanya dengan dua benda itu. Segera setelahnya, ia langsung berangkat ke kampus.
Saat melewati rumah Alex, ia sudah tak melihat mobil milik pria itu. Menandakan bahwa sang duda meresahkan sudah berangkat lebih dahulu.
Kini Dini sudah berada di gedung fakultasnya. Ia kembali bertemu dengan Sinta yang masih terus memberikan nasihat mengenai hubungan Dini dan sang dosen yang mustahil.
“Pokoknya kamu harus sadar diri. Apa lagi usia kalian itu jauh berbeda, Din,” ujar Sinta saat mereka berdua berjalan berdampingan.
Dini tak mengindahkan nasihat dari sahabatnya. Gadis itu memilih mengerucutkan bibirnya karena malas. Kemudian, mereka melihat orang yang dibicarakan tengah menunggu di depan lift. Kedua mata Dini langsung melebar karena saking senangnya.
“Sin, Sin. Pak Alex, Sin!” seru Dini sembari menampar-nampar pundak sahabatnya tanpa menatap Sinta.
“Iya aku juga lihat,” sungut Sinta sembari menepis tamparan dari Dini yang menyakitkan.
“Ya udah ayo kita barengan sama Pak Alex!” ajaknya dengan semangat.
Dini menarik lengan Sinta. Namun, sahabatnya itu memilih menepisnya. Dini pun menoleh dengan tatapan penuh tanya. “Kenapa?”
“Ogah. Aku nggak mau barengan sama Pak Alex. Kan udah kubilang dia itu dosen killer. Tuh lihat! Bahkan para kakak tingkat pun menyingkir,” ucap Sinta sembari menunjuk ke beberapa mahasiswa lainnya yang hendak menggunakan lift.
Dini mendengus. Saat itu juga pintu lift terbuka. “Ya udah. Aku aja yang bareng,” ucapnya.
Dengan segera gadis itu berlari meninggalkan Sinta yang menatap tak percaya denga tindakannya. Dini kini sudah mengilang di balik pintu lift yang tertutup.
“Ya Allah. Tuh anak ya ....” gumam Sinta sembari menepuk dahinya.
Dini berlari tepat waktu. Pintu lift langung tertutup saat dia sudah berhasil masuk. Alex sangat terkejut mendapati salah satu mahasiswinya berada dalam satu lift yang sama. Pasalnya selama dia mengajar, tak ada satu orang mahasiswa yang mau bersama dia naik lift.
“Pagi, Pak Alex,” sapa Dini dengan senyuman cerahnya yang khas.
“Hm,” balas Alex dingin.
Dini seolah tak peduli dengan balasan dingin dari dosen pembimbingnyan itu. Gadis itu pun segera berdiri menghadap pintu lift. Dengan sengaja ia berdiri tepat di sebelah Alex. Padahal masih ada ruang yang cukup luas. Akan tetapi Dini memilih memepetkan dosen tampan itu pada salah satu sisi lift.
Alex kesal dengan tingkah Dini. Bahkan pria itu tak peduli dengan penampilan cantik salah satu mahasiswinya. Di dalam ruangan sempit itu, Alex dapat mencium aroma wangi manis yang menguar dari gadis yang berdiri tepat di sampingnya. Untuk beberapa detik mereka pun saling diam.
“Pak Alex ngajar apa sih?” tanya Dini penasaran. Tak henti-hentinya gadis itu tersenyum.
Alex malas meladeni tetangga sekaligus mahasiswinya yang absurd itu.
“Kalau aku di fakultas Pendidikan Bahasa Inggris, tentunya mengajar dengan yang ada hubungannya sama Bahasa Inggris,” balasnya ketus.
“Ya iya lah. Masa iya ngajar otomotif. Kan nggak nyambung,” kelakar Dini namun hanya berakhir dengan kerenyahan.
Dini semakin menggeser tubuhnya mendekati Alex. Pria itu begitu terganggu dengan tindakannya. Dengan segera Alex pindah ke sisi yang lain. Mengapa pria itu harus bertemu mahasiswi semacam ini?
“Kamu nggak usah mepet-mepet kenapa, sih? Nggak sopan! Di situ kan masih ada ruang!” hardik Alex mulai kesal.
Dini terkekeh. “Hehe. Kan biar bisa lebih dekat sama Pak Alex.”
“Nggak penting!”
“Ih. Kok gitu sih, Pak. Mbok ya jangan galak-galak. Nanti gantengnya luntur loh,” ucap Dini dengan beraninya.
Wajah Alex sudah merah padam menahan amarah. Namun, pria itu segera menghela napasnya supaya tenang.
‘Sabar, Alex. Ini masih pagi ....’ ucapnya dalam hati.
“Emmm. Sini deh, Pak. Tasnya saya bawain,” tawar Dini sembari menyodorkan kedua tangannya yang bebas.
Alex menautkan kedua alisnya. “Nggak butuh!” hardiknya.
Dini pun mengerucutkan bibirnya. “Padahal saya niatnya baik mau bantuin Bapak.”
“Modus!”
“Nggak modus doang sih, Pak. Tapi saya tulus mau bantuin Bapak,” ucap Dini.
Gadis itu membuat ekspresi wajah merajuk dengan keimutan yang dibuat-buat.
“Sudahlah. Ini di kampus. Kamu jangan macam-macam!” Alex memberi peringatan dengan kesal.
“Nggak macam-macam, Bapak Alex yang ganteng. Oh iya, Pak Alex nggak sadar ada yang beda dari saya?” tanya Dini kemudian.
“Nggak peduli.”
“Ih. Padahal saya juga niat dandan cuma buat Pak Alex,” sungut Dini sembari mengibaskan rambut hitamnya.
Alex hanya memutar kedua bola matanya malas. “Untuk apa kau melakukan itu? Aku kan ngga nyuruh.”
“Untuk dapetin hati Pak Alex,” jawab Dini dengan raut wajah serius.
Sebelum Alex sempat menghardik mahasiswinya, pintu lift sudah terbuka. Pria itu pun langsung keluar meninggalkan Dini. Beberapa mahasiswa yang masih berdiri di depan kelas menatap kaget pada kemunculan sang dosen killer dan seorang mahasiswi yang memasang wajah kesal.
“Pak Alex,” panggil Dini. Alex pun menoleh tanpa menjawab panggilannya.
Wajah Dini kembali ceria. Gadis itu pun tersenyum manis dan membuat para mahasiswa laki-laki terpesona pada senyumannya yang cantik.
“Selamat mengajar,” sambungnya sembari melambaikan tangan.
Alex mendengus pelan dan langsung mengabaikan gadis itu. Para mahasiswa yang berada di lantai yang sama dan baru saja menyaksikan kejadian mustahil barusan bertanya-tanya tentang apa yang terjadi.
“Gila tuh cewek. Kenapa bisa seberani itu nyapa Pak Alex,” bisik seorang mahasiswi pada temannya.
“Mungkin belum tahu gimana Pak Alex yang sebenarnya,” balas mahasiswi yang lainnya.
“Tapi dia cantik banget. Sayang banget kalau harus sakit hati gegara si Dosen Killer.”
“Dini!” Sebuah panggilan membuat gadis cantik itu menoleh. Sinta tengah mengatur napasnya yang terengah-engah. Gadis berjilbab hitam itu baru saja menaiki tangga.
“Sinta.”
“Ya Allah, Dini. Kamu baik-baik saja, kan? Nggak dimarahin sama Pak Alex?” tanya Sinta dengan tatapan khawatir.
“Ngapain aku dimarahi sama Pak Alex? Yang ada Pak Alex senang karena bisa barengan sama aku,” balas Dini dengan rasa percaya diri tingkat dewanya.
“Hahhh. Nyesel aku nyusul lewat tangga. Udah capek-capek malah kamunya begini,” sungut Sinta kesal.
“Salah sendiri tadi diajak barengan sama Pak Alex nggak mau. Padahal tadi di dalem aku bisa nyium aroma parfum Pak Alex dengan puas. Tapi makasih, ya. Aku jadi bisa berduaan sama Pak Alex,” balas Dini yang menambah kekesalan di hati Sinta sehingg gadis itu mencubit lengan sahabatnya.
***
“Duh. Tumben anak Ibu cantik banget,” puji Minarti pada putrinya.Dini mengerucutkan bibirnya. “Biasanya Dini juga cantik, Bu,” sungutnya.“Eh. Gimana menurut Ibu sama lipmate yang baru Dini beli?” tanya gadis itu kemudian sembari tersenyum manis.Minarti mengamati warna lipmate yang sudah menempel sempurna pada bibir ranum putrinya. Wanita itu mengangguk-angguk. “Cakep kok. Nanti Ibu minta, ya?” ujarnya.“Boleh-boleh.”“Ibu nggak usah ikutan pakai,” celetuk suami Narti, Budi.“Kok nggak usah, Pak?”Budi menghentikan aktivitas sarapannya. Sedangkan Dini baru saja mulai menyendok nasi ke dalam mulutnya. Budi menatap wajah istrinya.“Ibu udah cantik walau pun nggak pakai lipstik begituan,” ujar pria paruh baya itu. Dini tersedak karena mendengarkan gombalan sang ayah. Namun nampaknya kedua orang tua Dini tidak peduli.
Kini Dini mendapatkan julukan baru dari sang duda ganteng. Gadis itu tak merasa keberatan saat dirinya dipanggil cewek ganjen oleh sang dosen. Karena baginya panggilan dari Alex merupakan panggilan sayang untuknya.Pagi itu pun Dini kembali mengganggu sang dosen yang hendak berangkat kerja dari kamarnya. “Selamat pagi, Pak Alex,” sapanya sembari tersenyum manis dengan rambut yang masih basah.Alex mendongak ke atas untuk melihat penampakan dari tetangganya itu. Wajah pria itu datar saat menatap wajah ceria Dini. Tanpa memberikan jawaban, Alex langsung membopong putri kecilnya ke dalam mobil. Saat itu juga, Xena menjulurkan lidahnya untuk meledek Dini.“Selamat pagi, Xena yang cantik dan manis!” seru Dini lagi. Kali ini anak kecil seusia taman kanak-kanak yang menjadi sasarannya.Xena kembali mendongak pada sang tetangga. Wajahnya bersemu malu-malu. Dini pun tersenyum karena tahu apa yang membuat gadis kecil itu senang.Matah
Pagi itu hari Sabtu. Dini dan Alex libur dengan kegiatan perkuliahan mereka. Namun, kedua orang tua Dini tetap masuk kerja sesuai dengan peraturan di daerah mereka dan instansi mereka.Gadis itu pun mendapat mandat dari sang ibu untuk mengepel lantai seperti biasanya. Dengan rasa malas Dini melaksanakan tugasnya. Gadis itu mengambil peralatan pelnya dan segera mengepel dari teras.Saat dia sudah sampai ke ruang tengah dan pintu sampingnya terbuka, Dini melihat Alex yang tengah memotong rumput. Gadis itu langsung bersemangat ingin menggoda sang duda ganteng meresahkan itu lagi. Apa lagi sekarang Alex mengenakan kaos berwarna putih polos yang digulung kedua lengannya dan celana training. Dini dapat dengan jelas melihat otot-otot lengan sang tetangga.“Pagi, Pak Alex. Lagi motong rumput, nih?” tanya Dini basa-basi sembari keluar membawa ember dan pel. Gadis itu hendak mengepel teras di samping rumah sambil bercengkerama dengan sang duda.“U
Dini kembali mendesah saat tangan besar Alex memijit kaki kanannya. Pria itu pun segera melepaskan kaki Dini dan beranjak dari duduknya. Tak biasanya pria dingin itu merasa gugup. Pasalnya ini kali pertamanya menyentuh seorang perempuan setelah sekian lama selain anak dan ibunya.“Nanti harus tetap minta diurut sama tukang pijit biar nggak parah,” ujar pria itu. “Sudah ya. Saya mau pulang.”“Makasih, Pak.” Dini membalas dengan tersenyum manis. Gadis itu benar-benar senang saat sang dosen idolanya memijit kakinya yang cidera.“Ya udah. Saya pamit,” ucap Alex sembari berbalik.“Aw, aw, aw!” seru Dini yang mampu menghentikan langkah sang duda tampan itu.Alex menoleh dan kembali menghampiri Dini. Pria itu merasa cemas. “Ada apa?”Gadis itu pun menatap pria tampan di hadapannya sembari menaikkan kaki kanannya yang sebenarnya sudah tak terlalu sakit. “Ini ... masih saki
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaruh," sapa Alex kepada para mahasiswanya.Salam itu pun dijawab secara serentak. Namun, hanya Dini lah yang tampak paling semangat. Dini sangat senang karena akhirnya dia akan menyaksikan bagaimana sang dosen idaman mengajar. Meski mendapatkan gelar sebagai dosen killer, akan tetapi hal itu tak meruntuhkan niat Dini untuk mendapatkan hati sang dosen.Seratus menit berlalu. Meski Dini selalu mengganggu dan menggoda Alex, gadis itu tetap mau memperhatikan penjelasan sang dosen hingga akhir jam kuliah di pagi itu."Oke. Any question?" tanya pria itu tanpa senyuman. Wajahnya hanya menampakkan ketegasan yang dingin.Para mahasiswa tidak ada yang berani mengangkat tangan. Bagi mereka, lebih baik bertanya ke dukun dari pada harus menanyakan materi yang tak mereka pahami pada sang dosen. Dini hanya menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat teman-temannya.Alex menghela napasnya pelan. "Baiklah kala
"Minggir!" tutur Alex dingin.Dini tersenyum manis. Tatapannya masih lurus ke arah iris keabuan Alex. Pria itu pun diam sejenak karena merasa terhipnotis oleh iris gelap gadis yang masih berada di dalam dekapannya. Namun, hal itu tak berlangsung lama. Alex segera sadar dan langsung melepaskan tangan kanannya yang memeluk Dini tanpa sengaja."Kau ini cari-cari kesempatan saja! Saya ini dosenku, nggak bisakah kamu sopan dan menghargai saya sedikit?" sungut Alex yang mengungkapkan kekesalannya.Dini memundurkan tubuhnya. Kakinya masih terasa kesemutan. Beruntung tidak terkilir lagi seperti beberapa waktu yang lalu. Dia lalu menenangkan jantungnya yang berpacu."Maaf, Pak ...." cicitnya pelan. Alex masih menatapnya dengan wajah kesal. Bahkan kacamatanya sampai melorot."Saya benar-benar heran sama kamu. Mau kamu sebenarnya apa? Kenapa kamu selalu mengganggu?" tanya Alex lagi. Kali ini pria itu mengalihkan pandangannya dan memilih membereskan peralatan
Tak terasa waktu sudah berlalu begitu saja. Alex pun sudah terbiasa dengan tingkah Dini yang selalu mengejarnya. Untungnya gadis itu masih mau menjaga diri saat di kampus. Namun ketika di rumah, dirinya kembali menjadi gadis pengganggu untuk sang duda tampan beranak satu. Bahkan kini Dini melancarkan aksinya untuk melumpuhkan musuh kecilnya."Mbak Dini kenapa sih kesini telus? Aku kan nggak suka sama Mbak," cetus Xena sembari mengerucutkan bibirnya.Dini menatap gadis kecil itu dengan tatapan gemas. Ia ingin mencubit pipi tembamnya itu jika sang nenek tidak ada."Xena kenapa bilang gitu ke Mbak Dini?" tanya Nining pada cucu kesayangannya."Habisnya Mbak Dini pelnah nakalin Xena, Nek," jawab gadis kecil itu merajuk.Nining hanya menggeleng pelan."Nggak papa, Bu. Namanya juga anak kecil. Emmm. Sebenarnya Mbak kesini mau kasih ini ke Xena," tutur Dini sembari mengulurkan sebuah kotak makan pada gadis kecil itu.Xena melihat kotak makan
Dini mengendarai motornya menuju ke sebuah toko kue untuk membeli bahan-bahan pembuatan es krim. Dia sudah berjanji pada Xena untuk mengajaknya membuat es krim.Keduanya pun telah berhenti di depan sebuah toko kue. Dini segera memasuki toko tersebut diikuti Ridho. Segera saja gadis itu mencari bahan-bahan yang dibutuhkan."Memangnya kamu mau buat apa, sih?" tanya Ridho penasaran. Pria berwajah tampan nan mulus itu menjadi pusat perhatian saat memasuki toko."Aku mau buat es krim," jawab Dini sembari mengecek catatan belanjaan."Oh. Ikut buat dong!" ujar laki-laki itu."Kamu buat sendiri di rumah kamu.""Yah. Pelit!"Dini menatap Ridho dengan berkacak pinggang. "Denger, ya, Dho. Aku buat es krim ini sama anak kecil tetanggaku. Jadi kalau ada kamu nanti malah ganggu," jelasnya."Ya udah deh kalau nggak boleh.""Ya maaf, Dho."Ridho tersenyum lembut membalas tatapan bersalah Dini. "Iya. Nggak papa. Lagian aku juga ad
Setelah beberapa hari, Dini kembali bermanja pada suaminya. Kasihan juga Alex setiap malam harus tidur di sofa karena sang istri yang tiba-tiba jengah melihatnya.Pria itu kini berbaring di samping Dini di atas kasurnya yang empuk. Lalu dia memiringkan badannya agar bisa menatap sang istri yang tengah tidur telentang menatap langit-langit kamar."Sayang," panggil Alex."Hm?" Dini menoleh sembari tersenyum lembut.Alex kemudian mengangkat tangannya dan mengelus lembut perut rata sang istri. "Kamu sudah nggak males lagi denganku, kan?" tanya pria itu.Dini tersenyum memperlihatkan gigi-giginya. "Hehe. Enggak, kok.""Syukur deh. Kemarin juga kenapa sih bawaan bayi malah nggak mau lihat aku?" protes Alex yang masih mengusap lembut perut istrinya.Dini terkekeh mendengar penuturan sang suami. "Maaf, ya, Mas. Aku kemarin-kemarin nggak tahu bawaannya pengen marah gitu kalau lihat Mas Alex," ucapnya.Sang suami menghela napas. "Hahhh. Bisa-bisanya benci suami sendiri. Tapi nggak papa. Aku pah
Dokter segera melakukan beberapa pemeriksaan untuk pasiennya. Seorang dokter wanita pun kembali duduk di hadapan Alex dan Dini. Wanita itu tersenyum sembari menatap bergantian dua orang di hadapannya."Gimana istri saya, Dok?" tanya Alex."Selamat, ya, Pak. Bu Dini tengah mengandung dan usia kandungannya sudah menginjak empat minggu," jawab sang dokter masih dengan senyumannya."Alhamdulillah ... Dini. Akhirnya kamu hamil," ujar Alex dengan raut kebahagiaan yang tak dapat dia sembunyikan."Iya, Mas. Makasih, Bu Dokter," ucap Dini ikut bahagia."Sama-sama. Saya hanya membantu meriksa saja, kok."Alex pun memeluk sang istri. Pria itu kemudian mengecup lembut kening Dini dengan penuh kasih sayang.Setelah mendapatkan obat dan vitamin, Dini bersama suaminya yang menuntun dirinya keluar dari ruang periksa. Kini gadis cantik itu sudah menjelma menjadi seorang wanita yang sebentar lagi akan menjadi ibu."Gimana pemeriksaannya, Nduk?" tanya Minarti sembari me
Dini baru saja membuka kedua matanya. Gadis itu pun merasakan hawa hangat yang mengitari seluruh tubuhnya. Ketika kesadarannya sudah penuh, sebuah senyuman terpasang di wajah bangun tidurnya.Kini setiap kali dia membuka mata, sosok tampan berwajah blasteran Amerika yang menjadi pemandangan pertama yang ia lihat. Dini tak pernah melewatkan untuk menatapi betapa tampannya suaminya itu. Jemarinya pun bergerak mengelus lembut rahang tegas Alex yang ditumbuhi dengan bulu-bulu halus."Belum puas menatapku?" tanya pria itu masih dengan kedua mata terpejam.Dini terkekeh. "Ih. Mas udah bangun ternyata."Alex pun membuka kedua matanya. Pria itu tersenyum. Lalu dia mengeratkan kembali dekapannya pada tubuh ramping sang istri."Hahhh. Setiap bangun lihat kamu rasanya adem," gumam pria itu."Hihi. Mas Alex mulai deh suka gombal," balas Dini sembari mencubit pelan dagu suaminya."Ya sudah. Ayo kita mandi!" ajak pria itu yang kini mulai mengendurkan pelukannya."I
Hari membahagiakan bagi Sinta dan Ridho pun tiba. Kini keduanya sudah sah menjadi suami istri. Alex, Dini, dan Xena pun hadir pada acara pernikahan mereka berdua."Selamat, ya, Sinta, Ridho. Aku benar-benar ikut bahagia atas pernikahan kalian," ucap Dini sembari memeluk dua sahabatnya.Tindakan Dini membuat Alex membelalakkan kedua matanya. Pasalnya pria itu tahu bahwa Ridho merupakan mantan pacar istrinya. Pria yang pernah menemani Dini saat Alex masih mengabaikan perasaannya."Makasih, Din. Makasih juga saran dan doanya," balas Sinta sembari membalas pelukan sahabatnya itu.Ridho pun ikut membalas pelukan Dini. Namun, pria itu sadar tengah ditatap tajam oleh suami sahabatnya. Segera saja Ridho menjauhkan diri dan membiarkan Dini berpelukan dengan Sinta. Meski sudah tak ada perasaan apa-apa terhadap Dini, Ridho tetap menghargai Alex sebagai suami sah sahabatnya."Pak Alex," sapa Ridho sembari menyalami pria tampan dan gagah yang kini sudah berdiri tepat di hadap
Dua minggu telah berlalu bagi kedua pengantin baru itu. Dini sudah mulai ikut mengelola butik milik suaminya. Keduanya kini seolah tak dapat dipisahkan. Ke mana pun Alex berada, di situ bisa dipastikan ada Dini juga. Begitu pula sebaliknya.Hingga sore tiba, keduanya sudah kembali beristirahat di rumah. Saat itu juga, anak perempuan mereka berjalan mendekati kedua orang tuanya sembari membawa sebuah kertas berwarna merah muda yang dibungkus dengan plastik."Mami," panggil Xena pada sang ibu."Ya, Sayang. Ada apa?"Xena duduk di samping sang ibu. "Ini tadi ada titipan buat Mami sama Papi," jawabnya sembari menyerahkan kertas yang ternyata sebuah undangan."Undangan? Dari siapa?" tanya Dini sembari mengernyitkan dahinya. Wanita itu pun menerima kertas undangan tersebut.Belum sempat dia membaca siapa gerangan yang mengirim undangan, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Dengan segera Dini menerima panggilan terlebih dahulu sembari kedua matanya membaca tulisan na
Pagi itu Alex akan membawa sang istri menuju ke tempat kerjanya. Dini pun dengan semangat empat limanya sudah berdandan rapi. Alex kini melihat tampilan cantik istrinya."Kenapa? Apa ada yang aneh?" tanya gadis itu sembari menatap kedua mata abu suaminya.Alex melipat kedua tangannya di depan dada. Pria itu kemudian mengusap bibir Dini dengan lembut."Nggak usah pakai gincu!" ujarnya.Kini lipstik yang tadinya menempel rapi pada bibir Dini menjadi belepotan ke mana-mana. Gadis itu pun memundurkan tubuhnya."Ih. Kenapa nggak boleh? Nanti jadi pucet dong," protesnya.Alex kembali mendekat ke arah istrinya. Pria itu menghapus lipstik sang istri lagi dengan ibu jarinya. Kedua alis tebalnya pun saling bertautan."Nggak usah kubilang! Kamu itu udah cantik. Nggak perlu pakai gincu-gincu beginian kalau ke luar rumah!" tegasnya ikut kesal.Dini kini diam saat suaminya menghapus lipstik merah pada bibirnya dengan usapan lembut. Sebuah senyuman muncul di wajahny
Siang hari di hari berikutnya Alex dan Dini sudah kembali ke rumah. Mereka langsung disambut oleh keluarga mereka terutama Xena. Gadis itu langsung berlari setelah mendengar suara taksi yang berhenti tepat di depan rumahnya. Dengan segera Xena menghampiri sang ibu saat Dini baru saja turun dari mobil."Mamiiiii!" seru gadis kecil itu sembari berlari-lari kecil. Xena memeluk Dini dan dibalas olehnya. "Ya ampun. Saking kangennya kamu sama Mami?" tanya Dini kemudian."Iya. Xena kangen banget sama Mami," jawab gadis kecil itu sembari mengerucutkan bibirnya."Kangen banget, ya? Mami juga kangen sama kamu, Sayang." Dini membalas dengan tersenyum. Gadis yang kini resmi menjadi wanita sang duda tampan pun berjongkok agar sejajar dengan putri kecilnya."Iya. Xena kangen banget.""Nggak kangen sama Papi?" tanya sang ibu kemudian."Ya kangen. Tapi lebih kangen sama Mami," jawab gadis kecil itu sembari ter menampakkan gigi-giginya.Keluarga kecil itu kembali ke
"Mas Alex keren, deh," puji Dini saat dia berjalan dengan salah satu tangannya digenggam erat oleh sang suami."Kamu seharusnya langsung mendatangiku! Gimana kalau mereka sampai berbuat yang tidak-tidak, coba?" hardik pria itu tanpa menoleh.Dini merasa bersalah. Namun, gadis itu tetap saja tak bisa berhenti memikirkan betapa keren sang suami."Iya, Mas. Maaf.""Duh. Anak jaman sekarang kok ya ada yang model begitu! Kasihan kalau sampai ada cewek yang diganggu lagi," sambung pria itu.Dini merasa takjub dengan sang suami. Mungkin karen memiliki seorang anak perempuan yang masih kecil makanya Alex tak terima jika ada yang mengganggu perempuan. Apa lagi perempuan-perempuan yang hidup bersamanya. Alex terus melangkah sembari membawa istrinya berjalan kembali menuju hotel. Keduanya diam selama dalam perjalanan pulang dan kini sudah sampai di dalam kamar mereka yang mewah."Sekarang kamu mandi! Bajumu kotor itu," ucap Alex sembari menunjuk ke arah rok sang is
Mentari sudah menyapa langit pulau Dewata. Alex dan Dini segera bersiap untuk jalan-jalan mengelilingi tempat wisata yang telah pria itu janjikan. Keduanya menikmati saat-saat bersama.Seperti janji Alex, pria itu akan mengajak sang istri untuk bermain air di tepi pantai. Dini kini mengenakan dress putih bermotif bunga dengan kedua lengannya yang pendek hampir memperlihatkan kedua ketiaknya. Alex sendiri tak mau kalah. Pria itu mengenakan kaos yang dipadankan dengan kemeja berwarna putih tanpa dibenarkan semua kancingnya.Kini pasangan berbeda usia itu menikmati berjalan di pantai yang sudah ramai. Alex terus menggandeng istrinya saat berjalan. Mereka membiarkan kedua kaki mereka basah terkena gulungan ombak yang tenang."Hahaha. Mas Alex, lihatlah di sana ada kerang!" seru Dini dengan antusias.Gadis itu pun berjalan mendekat untuk mengambil kerang yang dimaksud. Benar saja, dia menemukan sebuah kerang yang indah dengan corak kecokelatan."Lihatlah, Mas! Cantik