Setelah pertemuan tak terduga antara sang duda meresahkan dan Dini, gadis itu pun kembali menemui kawannya. Wajahnya menjadi lebih ceria dari pada sebelum dia pergi bertemu dosen pembimbing akademiknya.
“Kamu kenapa senyum-senyum gitu? Dapat uang jajan tambahan buat beli cilok dari Pak Dosen?” tanya Sinta heran.
Dini masih tersenyum-senyum sendiri. “Hehe. Enggak. Cuma ada yang buat aku seneng banget hari ini,” ujarnya.
“Seneng kenapa makanya? Gak jelas,” cibir gadis berkerudung salem.
“Sini aku ceritain,” bisik Dini. Gadis itu pun segera menghenyakkan diri di sebelah Sinta.
“Barusan aku ketemu sama cowok idamanku,” sambung Dini kemudian.
Seolah tak percaya, Sinta menatap wajah sahabatnya itu untuk meminta penjelasan. Bukankah Dini menemui dosen pembimbing akademik? Bukan pergi ke fakultas lain untuk mencari cowok?
“Kamu nggak jadi ke kantor?” tanya Sinta.
“Ya jadi. Ini aja aku baru keluar dari sana.”
“Tapi kok ketemu cowok?”
Senyuman Dini semakin lebar. “Dosen pembimbingku ini cowok yang pernah aku ceritain ke kamu,” ujarnya.
“Hah?” Sinta tak dapat menahan keterkejutannya. Akibat suaranya, beberapa mahasiswa yang lewat menatap aneh ke arah mereka berdua.
“Ih. Nggak usah teriak kali, Sin,” sungut Dini. Sinta segera menutup mulutnya.
“Eh. Seriusan kamu?”
“Dua rius. Jadi cowok yang tinggal di sebelah rumahku itu kerja di sini. Sebagai dosen lagi. Hahhh ... Emang yang namanya jodoh nggak akan kemana,” ucap Dini dengan kedua mata berinar-binar.
Sinta menghela napasnya. Gadis itu tak percaya jika sahabatnya menyukai pria yang usianya jauh lebih tua di atas mereka.
“Dini. Dengerin,” ucap Sinta menatap lurus pada sahabatnya. Dini pun membalasnya.
“Kamu boleh suka sama cowok manapun. Asalkan dia baik.” Dini mengangguk mendengar kalimat tersebut.
“Tapi bukan sama dosenmu juga, Din.”
“Loh. Kenapa?”
“Kok malah tanya kenapa? Dia itu dosen, sedangkan kamu mahasiswanya. Kalau sampai kalian menjalin hubungan, bukannya nanti bakal jadi masalah?” papar Sinta mengingatkan.
Dini mengerucutkan bibirnya. “Tapi kan aku udah suka sama Pak Alex sebelum aku tahu kalau dia itu dosen di sini,” cicitnya.
“Dan parahnya lagi dia dosen pembimbing akademikmu,” timpal Sinta.
Suasana tiba-tiba sunyi sejenak.
“Tapi bukankah ini suatu pertanda kalau aku sama Pak Alex berjodoh? Dengan begini kan kita jadi bisa semakin mengenal? Ya. Bener.” Dini tiba-tiba kembali bersemangat.
“Ya Allah. Dikasih nasihat malah jadi gini, sih?” Sinta menggaruk kepalanya pelan karena tak habis pikir dengan sahabatnya itu.
“Tenang saja, Sinta. Aku akan berjuang untuk dapetin Pak Alex tanpa membuat masalah. Yang penting aku harus dapetin hati Pak Alex dulu,” ujar Dini sembari menggenggam kedua bahu Sinta.
“Kok kaya kebalik, ya?” tanya Sinta sembari menatap kesal ke wajah Dini yang penuh semangat.
Saat mereka berdua tengah sibuk mengobrol, Alex berjalan melewati mereka. Spontan saja Dini dan Sinta langsung menatap ke arah pria yang sedang menjadi bahan perbincangan mereka.
“Siang, Pak Alex,” sapa Dini sembari berdiri.
Sinta hanya diam di tempat. Gadis itu menatap tak percaya dengan sosok pria di depannya. Alex tak memedulikan Dini dan langsung berjalan meninggalkan dua gadis itu menuju lift.
“Dini!” panggil Sinta sembari menarik lengan temannya. Dini pun kembali duduk di samping Sinta.
“Hm?”
“Itu cowok yang kamu sukai?” tanya Sinta dan dibalas anggukan penuh keyakinan oleh Dini.
“Astaghfirullah, Dini. Dia itu dosen killer di fakultas kita. Bisa-bisanya kamu jatuh cinta sama dia?” ungkap Sinta.
“Eh? Dosen killer? Nggak mungkin. Dia manis dan ganteng gitu.” Dini tak mengindahkan ucapan Sinta.
“Ya Allah, Din. Aku nggak bercanda, ya. Aku pernah lihat beliau soalnya. Dan kakak tingkat banyak yang bicarain tentang beliau. Bahkan ya, kalau skripsi ada kakak tingkat yang harus revisi seabrek gara-gara Pak Dosen ini.”
Dini mengalihkan pandangannya dari Sinta. “Bodo, ah. Mau Pak Alex galak kek, killer kek, yang penting Pak Alex ganteng. Dan tubuhnya itu loh ... sixpack, berotot, gagah,” pujinya dengan bangga.
“Ya Allah, Dini. Kamu kerasukan apa, sih? Suka sama dosen sendiri aja udah masalah, ini malah suka sama dosen killer. Aneh kamu.”
“Biarin,” ucap Dini sembari menjulurkan lidahnya.
Hingga sore pun tiba. Dini sudah kembali ke rumahnya. Gadis itu pun bersiul-siul senang saat melewati ruangan menuju ke kamarnya. Hal ini membuatnya dimarahi oleh sang ibu. Namun, Dini hanya membalasnya dengan cengiran lebar.
Selesai membersihkan diri, Dini menata buku panduan akademik yang ia dapat dan menatapi nama sang dosen pembimbing.
“Alex Dixon Normansyah. Namanya keren kaya orangnya. Mana mungkin orang sekeren dan seganteng Pak Alex ini dosen killer. Ngadi-ngadi tuh si Sinta,” gumam Dini dengan senyuman lebar.
Buku tersebut kemudian dia letakkan pada meja belajarnya. Menata dengan buku-bukunya yang lain. Kemudian Dini segera mengenakan kaos oblong dan celana sepanjang lututnya. Gadis itu lalu membuka jendela kamarnya di lantai dua.
Mobil hitam Alex sudah terlihat hendak memasuki halaman rumah pria itu. Dini segera beranjak dari duduknya dan berlari turun ke lantai satu. Gadis itu pun keluar melalui pintu samping dan berdiri di sana.
Mobil Alex berhenti tepat di hadapan Dini. Kemudian pria itu turun dengan wajah masam. Ia malas meladeni tetangga sebelah rumahnya yang terus-menerus mengganggunya. Terlebih lagi kini Dini menjadi salah satu mahasiswinya. Hal itu membuat Alex semakin kesal.
‘Ngapain dia cengar-cengir di situ?’ batin Alex saat kembali menutup pintu mobilnya.
Dini pun berjalan mendekati Alex. “Selamat datang, Pak Alex,” sapa gadis itu dengan ramah dan manis.
Alex berpura-pura tak melihat keberadaannya. Pria itu memilih mengabaikan Dini dan segera berjalan memasuki rumahnya dari pintu depan. Dini hanya tersenyum kaku karena diabaikan oleh sang duda meresahkan.
“Hahaha. Ciye dicuekin Papi!” seru seorang gadis kecil dari jendela kamarnya di lantai dua.
Dini mendongak dan menatap kesal gadis kecil itu. Sedangkan Xena tertawa puas akan kesialan tetangga perebut es krimnya itu.
“Aku nggak dicuekin, ya. Tadi Papimu cuma saking terpesonanya sama aku,” balas Dini dengan sombongnya.
“Nggak boleh. Papi nggak boleh telpesona sama Mbak Nyebelin!” jerit Xena yang kemudian menghilang dari jendela. Tampaknya gadis kecil itu tengah berlari menemui ayahnya.
“Ya ampun. Gini amat ya suka sama orang ....” cicit Dini.
Dini pun berjalan kembali memasuki rumah, kembali ke dalam kamarnya. Kamar itu sebenarnya bersebelahan dengan kamar sang pria idaman. Akan tetapi Alex selalu menutup gorden kamarnya saat pria itu mengetahui keberadaan Dini.
Samar-samar gadis itu dapat mendengar rengekan gadis kecil yang tinggal di sebelah rumahnya. Mungkin dia harus menaklukkan bocil itu juga selain menaklukkan hati sang duda. Kenapa juga dia malah bermusuhan dengan Xena yang bisa menjadi kunci suksesnya hubungan dia dan Alex.
***
Dini kembali kuliah di kampusnya. Gadis itu sangat bersemangat karena hendak bertemu dengan tetangga baru sebelah rumahnya yang meresahkan di kampus sebagai dosen. Penampilan Alex memang sangat berwibawa saat mengenakan kemeja dan celana panjang. Dini sangat suka dengan sosok dewasa yang seperti itu.Gadis itu pun memperbaiki penampilannya. Kali ini Dini mengenakan dress biru muda sepanjang betis. Tak lupa gadis itu menyisir rambutnya yang panjang sebahu lalu mengenakan jepit rambut. Ia dengan sengaja tak mengikat rambutnya kali ini.Polesan bedak halus menutupi wajah cantiknya. Tak lupa lip tint merah muda dia tambahkan pada bibirnya yang ranum dan tipis. Penampilan Dini begitu sempurna hanya dengan dua benda itu. Segera setelahnya, ia langsung berangkat ke kampus.Saat melewati rumah Alex, ia sudah tak melihat mobil milik pria itu. Menandakan bahwa sang duda meresahkan sudah berangkat lebih dahulu.Kini Dini sudah berada di gedung faku
“Duh. Tumben anak Ibu cantik banget,” puji Minarti pada putrinya.Dini mengerucutkan bibirnya. “Biasanya Dini juga cantik, Bu,” sungutnya.“Eh. Gimana menurut Ibu sama lipmate yang baru Dini beli?” tanya gadis itu kemudian sembari tersenyum manis.Minarti mengamati warna lipmate yang sudah menempel sempurna pada bibir ranum putrinya. Wanita itu mengangguk-angguk. “Cakep kok. Nanti Ibu minta, ya?” ujarnya.“Boleh-boleh.”“Ibu nggak usah ikutan pakai,” celetuk suami Narti, Budi.“Kok nggak usah, Pak?”Budi menghentikan aktivitas sarapannya. Sedangkan Dini baru saja mulai menyendok nasi ke dalam mulutnya. Budi menatap wajah istrinya.“Ibu udah cantik walau pun nggak pakai lipstik begituan,” ujar pria paruh baya itu. Dini tersedak karena mendengarkan gombalan sang ayah. Namun nampaknya kedua orang tua Dini tidak peduli.
Kini Dini mendapatkan julukan baru dari sang duda ganteng. Gadis itu tak merasa keberatan saat dirinya dipanggil cewek ganjen oleh sang dosen. Karena baginya panggilan dari Alex merupakan panggilan sayang untuknya.Pagi itu pun Dini kembali mengganggu sang dosen yang hendak berangkat kerja dari kamarnya. “Selamat pagi, Pak Alex,” sapanya sembari tersenyum manis dengan rambut yang masih basah.Alex mendongak ke atas untuk melihat penampakan dari tetangganya itu. Wajah pria itu datar saat menatap wajah ceria Dini. Tanpa memberikan jawaban, Alex langsung membopong putri kecilnya ke dalam mobil. Saat itu juga, Xena menjulurkan lidahnya untuk meledek Dini.“Selamat pagi, Xena yang cantik dan manis!” seru Dini lagi. Kali ini anak kecil seusia taman kanak-kanak yang menjadi sasarannya.Xena kembali mendongak pada sang tetangga. Wajahnya bersemu malu-malu. Dini pun tersenyum karena tahu apa yang membuat gadis kecil itu senang.Matah
Pagi itu hari Sabtu. Dini dan Alex libur dengan kegiatan perkuliahan mereka. Namun, kedua orang tua Dini tetap masuk kerja sesuai dengan peraturan di daerah mereka dan instansi mereka.Gadis itu pun mendapat mandat dari sang ibu untuk mengepel lantai seperti biasanya. Dengan rasa malas Dini melaksanakan tugasnya. Gadis itu mengambil peralatan pelnya dan segera mengepel dari teras.Saat dia sudah sampai ke ruang tengah dan pintu sampingnya terbuka, Dini melihat Alex yang tengah memotong rumput. Gadis itu langsung bersemangat ingin menggoda sang duda ganteng meresahkan itu lagi. Apa lagi sekarang Alex mengenakan kaos berwarna putih polos yang digulung kedua lengannya dan celana training. Dini dapat dengan jelas melihat otot-otot lengan sang tetangga.“Pagi, Pak Alex. Lagi motong rumput, nih?” tanya Dini basa-basi sembari keluar membawa ember dan pel. Gadis itu hendak mengepel teras di samping rumah sambil bercengkerama dengan sang duda.“U
Dini kembali mendesah saat tangan besar Alex memijit kaki kanannya. Pria itu pun segera melepaskan kaki Dini dan beranjak dari duduknya. Tak biasanya pria dingin itu merasa gugup. Pasalnya ini kali pertamanya menyentuh seorang perempuan setelah sekian lama selain anak dan ibunya.“Nanti harus tetap minta diurut sama tukang pijit biar nggak parah,” ujar pria itu. “Sudah ya. Saya mau pulang.”“Makasih, Pak.” Dini membalas dengan tersenyum manis. Gadis itu benar-benar senang saat sang dosen idolanya memijit kakinya yang cidera.“Ya udah. Saya pamit,” ucap Alex sembari berbalik.“Aw, aw, aw!” seru Dini yang mampu menghentikan langkah sang duda tampan itu.Alex menoleh dan kembali menghampiri Dini. Pria itu merasa cemas. “Ada apa?”Gadis itu pun menatap pria tampan di hadapannya sembari menaikkan kaki kanannya yang sebenarnya sudah tak terlalu sakit. “Ini ... masih saki
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaruh," sapa Alex kepada para mahasiswanya.Salam itu pun dijawab secara serentak. Namun, hanya Dini lah yang tampak paling semangat. Dini sangat senang karena akhirnya dia akan menyaksikan bagaimana sang dosen idaman mengajar. Meski mendapatkan gelar sebagai dosen killer, akan tetapi hal itu tak meruntuhkan niat Dini untuk mendapatkan hati sang dosen.Seratus menit berlalu. Meski Dini selalu mengganggu dan menggoda Alex, gadis itu tetap mau memperhatikan penjelasan sang dosen hingga akhir jam kuliah di pagi itu."Oke. Any question?" tanya pria itu tanpa senyuman. Wajahnya hanya menampakkan ketegasan yang dingin.Para mahasiswa tidak ada yang berani mengangkat tangan. Bagi mereka, lebih baik bertanya ke dukun dari pada harus menanyakan materi yang tak mereka pahami pada sang dosen. Dini hanya menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat teman-temannya.Alex menghela napasnya pelan. "Baiklah kala
"Minggir!" tutur Alex dingin.Dini tersenyum manis. Tatapannya masih lurus ke arah iris keabuan Alex. Pria itu pun diam sejenak karena merasa terhipnotis oleh iris gelap gadis yang masih berada di dalam dekapannya. Namun, hal itu tak berlangsung lama. Alex segera sadar dan langsung melepaskan tangan kanannya yang memeluk Dini tanpa sengaja."Kau ini cari-cari kesempatan saja! Saya ini dosenku, nggak bisakah kamu sopan dan menghargai saya sedikit?" sungut Alex yang mengungkapkan kekesalannya.Dini memundurkan tubuhnya. Kakinya masih terasa kesemutan. Beruntung tidak terkilir lagi seperti beberapa waktu yang lalu. Dia lalu menenangkan jantungnya yang berpacu."Maaf, Pak ...." cicitnya pelan. Alex masih menatapnya dengan wajah kesal. Bahkan kacamatanya sampai melorot."Saya benar-benar heran sama kamu. Mau kamu sebenarnya apa? Kenapa kamu selalu mengganggu?" tanya Alex lagi. Kali ini pria itu mengalihkan pandangannya dan memilih membereskan peralatan
Tak terasa waktu sudah berlalu begitu saja. Alex pun sudah terbiasa dengan tingkah Dini yang selalu mengejarnya. Untungnya gadis itu masih mau menjaga diri saat di kampus. Namun ketika di rumah, dirinya kembali menjadi gadis pengganggu untuk sang duda tampan beranak satu. Bahkan kini Dini melancarkan aksinya untuk melumpuhkan musuh kecilnya."Mbak Dini kenapa sih kesini telus? Aku kan nggak suka sama Mbak," cetus Xena sembari mengerucutkan bibirnya.Dini menatap gadis kecil itu dengan tatapan gemas. Ia ingin mencubit pipi tembamnya itu jika sang nenek tidak ada."Xena kenapa bilang gitu ke Mbak Dini?" tanya Nining pada cucu kesayangannya."Habisnya Mbak Dini pelnah nakalin Xena, Nek," jawab gadis kecil itu merajuk.Nining hanya menggeleng pelan."Nggak papa, Bu. Namanya juga anak kecil. Emmm. Sebenarnya Mbak kesini mau kasih ini ke Xena," tutur Dini sembari mengulurkan sebuah kotak makan pada gadis kecil itu.Xena melihat kotak makan
Setelah beberapa hari, Dini kembali bermanja pada suaminya. Kasihan juga Alex setiap malam harus tidur di sofa karena sang istri yang tiba-tiba jengah melihatnya.Pria itu kini berbaring di samping Dini di atas kasurnya yang empuk. Lalu dia memiringkan badannya agar bisa menatap sang istri yang tengah tidur telentang menatap langit-langit kamar."Sayang," panggil Alex."Hm?" Dini menoleh sembari tersenyum lembut.Alex kemudian mengangkat tangannya dan mengelus lembut perut rata sang istri. "Kamu sudah nggak males lagi denganku, kan?" tanya pria itu.Dini tersenyum memperlihatkan gigi-giginya. "Hehe. Enggak, kok.""Syukur deh. Kemarin juga kenapa sih bawaan bayi malah nggak mau lihat aku?" protes Alex yang masih mengusap lembut perut istrinya.Dini terkekeh mendengar penuturan sang suami. "Maaf, ya, Mas. Aku kemarin-kemarin nggak tahu bawaannya pengen marah gitu kalau lihat Mas Alex," ucapnya.Sang suami menghela napas. "Hahhh. Bisa-bisanya benci suami sendiri. Tapi nggak papa. Aku pah
Dokter segera melakukan beberapa pemeriksaan untuk pasiennya. Seorang dokter wanita pun kembali duduk di hadapan Alex dan Dini. Wanita itu tersenyum sembari menatap bergantian dua orang di hadapannya."Gimana istri saya, Dok?" tanya Alex."Selamat, ya, Pak. Bu Dini tengah mengandung dan usia kandungannya sudah menginjak empat minggu," jawab sang dokter masih dengan senyumannya."Alhamdulillah ... Dini. Akhirnya kamu hamil," ujar Alex dengan raut kebahagiaan yang tak dapat dia sembunyikan."Iya, Mas. Makasih, Bu Dokter," ucap Dini ikut bahagia."Sama-sama. Saya hanya membantu meriksa saja, kok."Alex pun memeluk sang istri. Pria itu kemudian mengecup lembut kening Dini dengan penuh kasih sayang.Setelah mendapatkan obat dan vitamin, Dini bersama suaminya yang menuntun dirinya keluar dari ruang periksa. Kini gadis cantik itu sudah menjelma menjadi seorang wanita yang sebentar lagi akan menjadi ibu."Gimana pemeriksaannya, Nduk?" tanya Minarti sembari me
Dini baru saja membuka kedua matanya. Gadis itu pun merasakan hawa hangat yang mengitari seluruh tubuhnya. Ketika kesadarannya sudah penuh, sebuah senyuman terpasang di wajah bangun tidurnya.Kini setiap kali dia membuka mata, sosok tampan berwajah blasteran Amerika yang menjadi pemandangan pertama yang ia lihat. Dini tak pernah melewatkan untuk menatapi betapa tampannya suaminya itu. Jemarinya pun bergerak mengelus lembut rahang tegas Alex yang ditumbuhi dengan bulu-bulu halus."Belum puas menatapku?" tanya pria itu masih dengan kedua mata terpejam.Dini terkekeh. "Ih. Mas udah bangun ternyata."Alex pun membuka kedua matanya. Pria itu tersenyum. Lalu dia mengeratkan kembali dekapannya pada tubuh ramping sang istri."Hahhh. Setiap bangun lihat kamu rasanya adem," gumam pria itu."Hihi. Mas Alex mulai deh suka gombal," balas Dini sembari mencubit pelan dagu suaminya."Ya sudah. Ayo kita mandi!" ajak pria itu yang kini mulai mengendurkan pelukannya."I
Hari membahagiakan bagi Sinta dan Ridho pun tiba. Kini keduanya sudah sah menjadi suami istri. Alex, Dini, dan Xena pun hadir pada acara pernikahan mereka berdua."Selamat, ya, Sinta, Ridho. Aku benar-benar ikut bahagia atas pernikahan kalian," ucap Dini sembari memeluk dua sahabatnya.Tindakan Dini membuat Alex membelalakkan kedua matanya. Pasalnya pria itu tahu bahwa Ridho merupakan mantan pacar istrinya. Pria yang pernah menemani Dini saat Alex masih mengabaikan perasaannya."Makasih, Din. Makasih juga saran dan doanya," balas Sinta sembari membalas pelukan sahabatnya itu.Ridho pun ikut membalas pelukan Dini. Namun, pria itu sadar tengah ditatap tajam oleh suami sahabatnya. Segera saja Ridho menjauhkan diri dan membiarkan Dini berpelukan dengan Sinta. Meski sudah tak ada perasaan apa-apa terhadap Dini, Ridho tetap menghargai Alex sebagai suami sah sahabatnya."Pak Alex," sapa Ridho sembari menyalami pria tampan dan gagah yang kini sudah berdiri tepat di hadap
Dua minggu telah berlalu bagi kedua pengantin baru itu. Dini sudah mulai ikut mengelola butik milik suaminya. Keduanya kini seolah tak dapat dipisahkan. Ke mana pun Alex berada, di situ bisa dipastikan ada Dini juga. Begitu pula sebaliknya.Hingga sore tiba, keduanya sudah kembali beristirahat di rumah. Saat itu juga, anak perempuan mereka berjalan mendekati kedua orang tuanya sembari membawa sebuah kertas berwarna merah muda yang dibungkus dengan plastik."Mami," panggil Xena pada sang ibu."Ya, Sayang. Ada apa?"Xena duduk di samping sang ibu. "Ini tadi ada titipan buat Mami sama Papi," jawabnya sembari menyerahkan kertas yang ternyata sebuah undangan."Undangan? Dari siapa?" tanya Dini sembari mengernyitkan dahinya. Wanita itu pun menerima kertas undangan tersebut.Belum sempat dia membaca siapa gerangan yang mengirim undangan, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Dengan segera Dini menerima panggilan terlebih dahulu sembari kedua matanya membaca tulisan na
Pagi itu Alex akan membawa sang istri menuju ke tempat kerjanya. Dini pun dengan semangat empat limanya sudah berdandan rapi. Alex kini melihat tampilan cantik istrinya."Kenapa? Apa ada yang aneh?" tanya gadis itu sembari menatap kedua mata abu suaminya.Alex melipat kedua tangannya di depan dada. Pria itu kemudian mengusap bibir Dini dengan lembut."Nggak usah pakai gincu!" ujarnya.Kini lipstik yang tadinya menempel rapi pada bibir Dini menjadi belepotan ke mana-mana. Gadis itu pun memundurkan tubuhnya."Ih. Kenapa nggak boleh? Nanti jadi pucet dong," protesnya.Alex kembali mendekat ke arah istrinya. Pria itu menghapus lipstik sang istri lagi dengan ibu jarinya. Kedua alis tebalnya pun saling bertautan."Nggak usah kubilang! Kamu itu udah cantik. Nggak perlu pakai gincu-gincu beginian kalau ke luar rumah!" tegasnya ikut kesal.Dini kini diam saat suaminya menghapus lipstik merah pada bibirnya dengan usapan lembut. Sebuah senyuman muncul di wajahny
Siang hari di hari berikutnya Alex dan Dini sudah kembali ke rumah. Mereka langsung disambut oleh keluarga mereka terutama Xena. Gadis itu langsung berlari setelah mendengar suara taksi yang berhenti tepat di depan rumahnya. Dengan segera Xena menghampiri sang ibu saat Dini baru saja turun dari mobil."Mamiiiii!" seru gadis kecil itu sembari berlari-lari kecil. Xena memeluk Dini dan dibalas olehnya. "Ya ampun. Saking kangennya kamu sama Mami?" tanya Dini kemudian."Iya. Xena kangen banget sama Mami," jawab gadis kecil itu sembari mengerucutkan bibirnya."Kangen banget, ya? Mami juga kangen sama kamu, Sayang." Dini membalas dengan tersenyum. Gadis yang kini resmi menjadi wanita sang duda tampan pun berjongkok agar sejajar dengan putri kecilnya."Iya. Xena kangen banget.""Nggak kangen sama Papi?" tanya sang ibu kemudian."Ya kangen. Tapi lebih kangen sama Mami," jawab gadis kecil itu sembari ter menampakkan gigi-giginya.Keluarga kecil itu kembali ke
"Mas Alex keren, deh," puji Dini saat dia berjalan dengan salah satu tangannya digenggam erat oleh sang suami."Kamu seharusnya langsung mendatangiku! Gimana kalau mereka sampai berbuat yang tidak-tidak, coba?" hardik pria itu tanpa menoleh.Dini merasa bersalah. Namun, gadis itu tetap saja tak bisa berhenti memikirkan betapa keren sang suami."Iya, Mas. Maaf.""Duh. Anak jaman sekarang kok ya ada yang model begitu! Kasihan kalau sampai ada cewek yang diganggu lagi," sambung pria itu.Dini merasa takjub dengan sang suami. Mungkin karen memiliki seorang anak perempuan yang masih kecil makanya Alex tak terima jika ada yang mengganggu perempuan. Apa lagi perempuan-perempuan yang hidup bersamanya. Alex terus melangkah sembari membawa istrinya berjalan kembali menuju hotel. Keduanya diam selama dalam perjalanan pulang dan kini sudah sampai di dalam kamar mereka yang mewah."Sekarang kamu mandi! Bajumu kotor itu," ucap Alex sembari menunjuk ke arah rok sang is
Mentari sudah menyapa langit pulau Dewata. Alex dan Dini segera bersiap untuk jalan-jalan mengelilingi tempat wisata yang telah pria itu janjikan. Keduanya menikmati saat-saat bersama.Seperti janji Alex, pria itu akan mengajak sang istri untuk bermain air di tepi pantai. Dini kini mengenakan dress putih bermotif bunga dengan kedua lengannya yang pendek hampir memperlihatkan kedua ketiaknya. Alex sendiri tak mau kalah. Pria itu mengenakan kaos yang dipadankan dengan kemeja berwarna putih tanpa dibenarkan semua kancingnya.Kini pasangan berbeda usia itu menikmati berjalan di pantai yang sudah ramai. Alex terus menggandeng istrinya saat berjalan. Mereka membiarkan kedua kaki mereka basah terkena gulungan ombak yang tenang."Hahaha. Mas Alex, lihatlah di sana ada kerang!" seru Dini dengan antusias.Gadis itu pun berjalan mendekat untuk mengambil kerang yang dimaksud. Benar saja, dia menemukan sebuah kerang yang indah dengan corak kecokelatan."Lihatlah, Mas! Cantik