Bismillah"Umi."Di ujung lorong sebelum berbelok ke lift, aku dipanggilnya, pemuda bersepatu Adidas seharga 9 juta itu, mendekat dan memasang wajah penuh tanda tanya atas kedatanganku."Katanya umi mencari saya, ada apa?"Sejak tadi aku yang merasa sedih karena memikirkan perbedaan antara anakku dan dirinya mendadak kehilangan kata-kata dan tidak tahu harus berkata apa."Tidak ada, Aku hanya ingin mengunjungimu setelah kejadian malam itu. Aku ingin minta maaf secara pribadi," jawabku."Lalu?""Tidak ada kalau kau tidak mau memaafkanku maafkan aku tidak akan memaksamu, aku pergi dulu.""Dengan cara umi minta maaf seperti itu, sepertinya umi terpaksa dan tidak ikhlas bicara pada saya. Kalau hati belum rela kenapa Umi harus memaksakan diri?""Demi anakku yang minta aku berdamai denganmu.""Jadi bukan karena Umi tulus menyayangiku?" tanyanya dengan tatapan lekat, dari jarak dua meter kami saling berpandangan dengan pikiran masing masing."Saya menyayangimu dan menghargai betapa kau ber
"Jujur saja, umi tidak iri, umi hanya kecewa, kecewa bahwa ketidakadilan Mas Faisal juga terjadi kepada anak-anak. Seharusnya kita memprotesnya. Itu hak kalian.""Meski itu hak kami, Kalau Ayah tidak mau memberikannya maka kita tidak bisa berbuat apa-apa, justru kita terlihat tidak tahu malu dan melunjak.""Ya tuhan, meminta sesuatu dari orang tua bukan melunjak namanya.""Sudahlah, ibuku, jangan tambah beban dan kesedihan Umi. Ayo lupakan saja dan lanjut hidup umi, lagi pula tanpa Ayah kita tetap makan dengan layak. Kita tetap bisa pergi piknik dan makan makanan kesukaan. Selagi masih punya rumah tempat bernaung dan makan dengan baik kita sudah disebut orang kaya dibanding dengan orang-orang yang tidak beruntung di dunia ini."Menetes air mataku mendengar perkataan Putri aku yang begitu dewasa dan bijaksana. Bukannya tidak menerima kenyataan tapi aku hanya sedih, karena semakin dipikirkan semakin besar kekecewaan itu menumpuk di dalam hati. Ternyata sudah benar pilihan untuk berce
Jadi, ini salah siapa? Mungkin salahnya Mas Faisal yang sudah serakah berpoligami tanpa menimbang perasaan dan masa depan keluarga. Tapi di sisi lain, ini adalah kehendak tuhan di mana segala sesuatu tidak akan terjadi tanpa izinNya. Aku hanya bisa pasrah sambil berdoa, semoga Tuhan memperbaiki keadaan dan ekonomi kami.*Kupikir setelah percakapan itu anak-anak akan legowo menerima kenyataan bahwa kini kami orang susah yang harus hidup seadanya, tapi sebuah kabar benar-benar mengejutkanku saat mantan ibu mertua mengirimkan bukti screenshot transfer ke rekening Rena.Tidak lama kemudian dia meneleponku, karena aku menghargai dirinya maka aku pun segera mengangkatnya."Halo assalamualaikum....""Waalaikumsalam. Aku ingin bertanya padamu apa benar kalau cucuku akan putus sekolah.'"Tidak benar, siapa bilang begitu?""Rena sudah datang dan mengeluh kalau dia tidak mampu bayar kuliah lagi sehingga dia memutuskan untuk mundur dari kampusnya. Apa apaan itu? Apa bener-bener kalian sudah ja
"Kau pikir aku akan membiarkanmu melakukan itu dan merendahkan martabat ibu kita?" tanya Heri yang ternyata berdiri di balik dinding dan menyimak percakapanku dan Rena."Lho apa salahnya, pelakor itu menang banyak karena ternyata gaji ayah dua kali lipat dari apa yang diberikan kepada Umi?"Aku dan Harry terpelongo mendengar Rena. Kami saling memandang dan memasang wajah penuh pertanyaan dari mana Rena mengetahui semua itu."Dengar Umi Ayah adalah seorang project manager sekaligus pengawas dan penanggung jawab semua proyek yang berjalan di kilang minyak. Tentu saja Ayah memegang banyak dana di mana ia bisa mengalokasikan sisanya untuk kebutuhan pribadinya. Kita sebut saja itu korupsi tapi tetap saja itu akan dianggap sebagai bonus bagi mereka yang merasa kesempatan itu adalah peluang. Anggaplah Ayah telah memberikan gaji pokoknya selama ini kepada kita, tapi tunjangan dan bonus serta beberapa dana tidak terduga lainnya semuanya untuk tante rima. Dan ke semua itu .... jumlahnya lebih
"Dengar Rena aku tidak mau berdebat denganmu untuk sesuatu yang tidak kau ketahui kenyataannya. Kamu ingat kan Kalau kami dapat musibah dalam pekerjaan kami dan harus mengganti uang proyek yang jadi tanggung jawab Kami, padahal itu sudah digunakan untuk operasional?" Rima tiba-tiba ingin menjelaskan sesuatu kepada putriku dengan nada bicara yang pelan dan datar Aku yakin dia berusaha keras untuk bisa seperti itu."Iya, terus kenapa, buktinya hidup kalian masih baik." Putriku terdengar menantang dan emosi sekali sehingga aku sedikit khawatir dengan respon orang-orang terhadap tindakannya itu."Kami kehilangan banyak tabungan dan aset untuk mengganti semua itu. Untungnya orang tuaku punya dana investasi sehingga Ia berikan itu untuk anak kami. Jadi kalau kamu merasa ayahmu punya banyak uang, itu adalah pemikiran yang salah karena sebenarnya saat ini Mas Faisal benar-benar kesulitan.""Itu tidak pantas dijadikan alasan untuk tidak membayar kuliah kami. Kalau memang Ayah sedang kesulitan
Di saat yang sama, tanpa kuduga, Mas Rusdi datang, bersama dirinya ia membawa beberapa box makanan dan terlihat antusias namun setelah memperhatikan keadaan kami yang bersedih, ia hanya menatapku dan anak-anak secara bergantian dengan ekspresi wajah penuh iba dan perhatian."Assalamualaikum, Maaf karena sekali lagi, aku sengaja datang dan masuk pelan-pelan tanpa memanggil, untuk mengetahui apa kiranya yang terjadi di rumah ini. Setiap kali aku datang kalian selalu berada dalam kesedihan? Ada apa kiranya?""Begini Om, kemarilah, kami ingin bicara ucap Heri sambil memberi tempat kepada Mas Rusdi untuk duduk diantara kami."Lelaki yang diberi kesempatan itu segera mendekat dan mengambil tempat duduk di dekat anak sulungku."Ya, kenapa?""Om, di sini kami hanyalah segelintir anak-anak yang kecewa atas kehancuran rumah tangga orang tuanya dan terlebih kecewa kepada ayah kami sendiri yang akhirnya lupa kepada anak-anaknya. Kami sekarang hanya punya Umi dan satu sama lain.""Ya, aku tahu it
Kami serempak tertawa dan melanjutkan makan dengan canda dan tawa. Merasa bahwa Mas Faisal tidak akan lagi menelpon atas pukulan dan kata-kata Mas Rusdi tadi, kami lanjutkan makan dengan semangat dan mulai membeberkan rencana-rencana kami tentang apa yang akan kami lakukan di masa depan nanti."Kalau aku lulus kuliah, aku akan magang di Puskesmas terdekat lalu ikut ujian PN dan berusaha menjadi bidan yang baik," ucap Rena yang berkuliah di jurusan kesehatan dan kebidanan."Kalau aku ... tidak perlu muluk-muluk ... aku hanya ingin menjadi akuntan atau manager dan bekerja di sebuah perusahaan yang gajinya besar," ujar Heri."Aku sih, nggak mau diatur-atur ya, jadi aku memilih untuk buka usaha sendiri," ucap Felicia dengan penuh percaya dirinya sambil dia memakan kentang goreng. Kami semua tergelak mendengar ocehan anak anak."Apapun rencana kalian ke depannya, aku ingin kalian tekun dan konsisten agar apa yang kalian harapkan bisa tercapai sesuai dengan keinginan," jawab Mas rusdi.Te
"Rena... Feli, kalian anak kesayangan Ayah Apakah kalian setuju Ayah diusir dengan cara kasar seperti ini!" Mas Faisal terus saja mencari pembelaan tapi sayangnya anak-anakku yang sudah terlanjur benci dan muak hanya mengangkat bahunya dan menyerahkan semua keputusan itu kepada kakak mereka."Kami tidak ikut campur karena kami sudah tidak punya perasaan apapun terhadap ayah.""Dan ya... apa bilang Ayah tadi...ayah tidak pernah menyakiti atau menghianati? Apa ayah belum sadar juga, delapan belas tahun, ayah berbohong dan itu cukup. Kami berempat bukan mainan, hati kami bukan terminal di mana ayah bisa datang dan pergi kapanpun." Felicia menuding dan mencecar ayahnya dengan tunjukan tangannya. Terkesan kurang ajar, tapi aku membiarkannya agar anakku bisa mengekspresikan kekecewaannya dengan leluasa."Aku tidak menganggap kalian mainan kuantarkan uang ini sebagai bentuk komitmen bahwa aku bertanggung jawab dan mencintai kalian ucapnya yang langsung mengeluarkan amplop itu dari sakunya da