Bab 42Air mata bahagia mengalir dari kedua kelopak matanya, juga perasaan khawatir menghampirinya. Kedua perasaan tersebut menjadi campur aduk. Dila tidak menyangka Herjunot akan serius melakukan hal ini untuknya. Ia teringat kedua putrinya. Ia masih bertanya-tanya dengan keputusan Herjunot melamarnya. “Bahkan, kau belum tahu aku telah memiliki dua buah hati ….” Ucapan Dila seakan tercekat, ada getir pahit yang keluar dari kerongkongannya. “Aku paham dengan kekhawatiranmu. Aku telah mengetahuinya, Dil. Aku akan menerima mereka sebagai kedua putriku dan menerima keadaanmu apa adanya. Aku menyangimu dari dulu dan perasaan itu belum hilang sampai saat ini.” Jawaban lelaki di depannya tegas dan tanpa keraguan. Hati Dila seketika tersentuh.“Kau sudah mengetahuinya? Tapi, kedua orang tuamu ….”“Ya, maukah kau berjuang bersama dan meyakinkan mereka juga?” pinta Herjunot penuh harap. Sorotan matanya penuh makna. Dila mengangguk kemudian meraih sebuah cincin pemberian lelaki di depannya.
Bab 43Mendengar kabar Dila sedang dirawat di rumah sakit, seketika Herjunot meningggalkan pekerjaannya. Ia meminta David mengurusi sementara. Raut wajahnya penuh kekhawatiran. Ia tidak menyangka Dila akan mendapatkan perlakuan jahat dari pelanggan di kedainya sendiri. Perjalanan menuju rumah sakit, Herjunot sangat gelisah di dalam mobil. Ia berharap telah sampai di tempat tujuan. Rasanya mobil yang mengantarkannya sangat lambat melaju di jalan raya. “Bagaimana keadaan Dila, Sus?” tanya lelaki dengan postur tinggi tersebut ke seorang perawat.“Masih dalam penanganan, Pak. Akan kami kabari nanti jika sudah selesai,” ujar salah seorang perawat yang baru keluar dari ruang perawatan pasien. “Okay. Terima kasih, Suster.”Herjunot kembali duduk dan bergabung bersama yang lain. Ia menemani calon ibu mertuanya menunggu di luar ruang perawatan. Ibu Maria lumayan lama menunggu di depan ruang perawatan. Pasalnya, Tiara telah kembali bekerja, hanya supir Dila yang masih mununggu juga. Bu Mar
Bab 44Keduanya sudah menjelaskan bahwa tidak mengenal orang yang menyuruh mereka. Herjunot memutuskan membawa kedua wanita itu ke kantor polisi untuk diinterogasi lebih lanjut dan menerima konsekuensi dari perbuatan mereka. Ia tidak mau memberi belas kasihan kepada mereka. Perbuatan mereka menyebakan orang yang sangat disayanginya harus menderita luka bakar.“Bawa mereka sekarang juga!”“Baik, Tuan.”Herjunot kembali ke perusahaan dan melanjutkan pekerjaan yang belum selesai. Mobil pun melaju mengantarnya ke tujuan. Ia bersandar ke jok mobil sambil memikirkan kondisi yang dialaminya bersama Dila belakangan ini secara beruntun. Pikirannya semakin diisi dengan penuh tanda tanya. Lelaki berbadan tegap itu mengembuskan napas berat.Ia tidak ingin semua hal itu terus mengganggunya, ia bertekad akan mengusut tuntas semua ini. Tidak lama kemudian, mobil memasuki pelataran parkir. Sebelum keluar mobil, Herjunot memerintahkan supirnya. “Nato ….”“Iya, Tuan.”“Tolong cari seorang security unt
Serly seketika terkejut. Ia bingung bagaimana mungkin mereka bisa mengetahuinya dan masuk dengan mudah tanpa ada perlawanan. “Wah, kamu punya nyali juga ke sini. Baguslah, kau ada di sini dan bisa menyaksikan dengan mudah bagaimana aku melakukannya. Muso, perintahkan kedua temanmu untuk menghabisi mereka!” perintah Serli dengan congkak.Serli heran dan menatap ke Muso, lelaki dengan hampir semua tato di tubuhnya itu tidak bergerak sedikit pun. “Muso, apa yang kau lihat? Habisi mereka sekarang atau kau mau tidak menerima sedikit pun bayaranmu?”Lelaki yang diteriaki itu pun masih tidak menyahut dan juga bergerak, hanya menatap ke wanita yang memerintahnya. “Hei, kau wajah yang menjijikan dan anak buahmu, cepat habisi mereka ….” Serly semakin panik. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Herjunot hanya tersenyum sambil melipat kedua tangannya. Ia pun mendekat. “Kau ternyata terlalu lugu dan bodoh. Mereka, suruhanmu ini telah berpindah bos padaku,” ucap Herjunot dengan menyunggingkan s
Bab 46“Apa maksudmu?” Herjunot menatap serius ke seseorang yang telah memasuki ruang di mana keduanya harus bertemu. Ia cukup terkejut.“Loh, kamu siapa?” tanya Serly bingung. Matanya melirik kembali ke pintu berharap ada seseorang lagi yang masuk. “Aku diminta untuk menemui anda.” Lelaki tersebut masuk kemudian duduk di tempat yang kosong.Serly sangat kecewa karena yang datang bukan wanita yang dimaksud. Ia tidak menyangka wanita itu cukup cerdik juga. Ia bingung bagaimana harus memulai, bertemu dengan lelaki di dalam restoran tersebut. Ia sangat tidak nyaman.“Jadi, apa ada sesuatu yang telah dia titipkan padamu untukku?”“Ya, tentu. Ini untukmu!”Serly mengernyitkan kening karena sesuatu yang diberikan padanya bukan amplop tebal, melainkan sebuah kertas yang dilipat. Ia mengambil kertas tersebut dan membukanya. [Jangan berani kau mempermainkanku! Kau pikir aku bodoh? Kau tidak berhasil ‘kan menyiramnya? Aku masih melihatnya beraktivitas] Seketika jantung Serly memompa sangat
Setelah dibukakan pintu oleh salah seorang pembantu, mereka masuk. Dila sangat gugup ketika masuk. Namun, lelaki di sampingnya yang membuat dirinya semakin yakin untuk melangkah. Ternyata, kedua orang tua Herjunot sudah menunggu di ruang tamu. Lelaki itu yang memberitahu kedua orang tuanya bahwa dia akan datang bersama calon pendampingnya. Seketika, langkah kaki Dila melambat tatkala matanya melihat kedua orang yang duduk di sofa. Herjunot menyadari itu. Ia pun menuntun Dila masuk bersama. Kedua bola matanya memberi isyarat bahwa semua akan baik-baik saja.“Selamat malam, Ma, Pa …!” Mereka saling bersalaman begitu juga Dila, menyalami mereka.“Selamat datang, Dila!”“Terima kasih, Bu.”“Oh, ya. Ibu dan Papa mau minta maaf perihal beberapa hari yang lalu, sikap maupun tutur kata kami yang menyinggungmu. Mungkin waktu itu timing-nya aja yang kurang tepat. Iya kan, Pa?” Ibu Tsania menatap suaminya.“Iya, kami sangat meminta maaf. Sebenarnya, kami sangat mendukung apapun keputusan Herjun
Dila keluar menuju mobil dengan sedikit tanda tanya di kepalanya. Pikirannya teringat dengan ekspresi Pak Andra ketika mengetahui dirinya seorang Janda, apalagi tatapan lelaki itu kepada putranya seakan meminta penjelasannya. Ia kembali ke butik untuk melanjutkan bertemu pelanggan yang memintanya secara langsung tentang saran dari model pakaian hingga jenis kain yang akan dibuat untuk pelanggan tersebut. Terkadang banyak para pelanggan yang meminta sarannya secara langsung sehingga Dila harus menemui mereka. Sementara itu, Herjunot masih menemani ayahnya mengobrol di ruang kerja. Mereka terlibat pembicaraan yang cukup serius. Lelaki yang hampir setengah rambutnya beruban itu memperhatikan putranya bekerja.“Jujur, Papa cukup terkejut mendengar tadi ….” Ayahnya bersikap normal dengan kabar tadi. Ia hanya tidak menyangka putranya memiliki rasa cinta yang sangat dalam terhadap Dila. “Mmm, ya. Juno minta maaf, lupa memberitahu Papa. Tapi, Papa tak perlu memikirkan yang aneh padaku ….”
Perjalanan yang ditempuh Dila cukup jauh. Dia belum terlalu tahu-menahu rupa pelanggannya tersebut. Menurut pemberitahuan dari obrolan di WhatsApp, pelanggannya seorang wanita tua yang ingin membahas kerjasama denga butik milik Dila. Dia sangat tertarik dengan butik milik Dila karena selalu menjadi perbincangan di daerah itu. Semua kabar tersebut Dila tahu dari pengakuan pelanggan tersebut di obrolan WhatsApp. Hasan sedang terganggu fokusnya mengendarai mobil karena semenjak berangkat, mereka seperti diikuti oleh mobil di belakangnya. Supir Dila tersebut bertanya-tanya di dalam hati. Dia merasa mobil di belakang sedang mengikuti mereka sekalipun saat singgah di stasiun pengisian bahan bakar umum. Mobil tersebut mengikuti mereka walaupun mengantri setelah mobil di belakang mereka. Sebelum berbelok, Hasan sengaja memperlambat sebentar laju kendaraannya. Ia hanya ingin memastikan mobil tersebut masih mengikuti mereka atau tidak. Setelah berjalan beberapa meter, mobil mulai melambat hi