“Ka-mu ….” Celline masih tak percaya.“Ya, ini aku. Kau memang iblis yang tidak memiliki hati. Kenapa menyakiti orang yang tidak menyakitimu?”Celline tersenyum sinis. “Tidak menyakitiku? Apa aku tak salah dengar? Dia salah karena merebutmu dariku. Aku sudah memperingatinya, tetapi tidak mendengarkanku.”“Kamu yang terlalu bodoh menginginkan orang yang tidak menginginkanmu lagi.”“Ya, aku terlalu bodoh memilih lelaki bodoh sepertimu.” Celline langsung mengeluarkan pistol dari sakunya dan menembakkan ke arah Herjunot. Sebuah balok kecil seketika melayang dan langsung membentur tangan wanita itu sehingga peluru melesat ke atas. Nato sudah menyadari dan memprediksi dari kejauhan. Instingnya menerka bahwa wanita itu akan melakukan sesuatu. Celline tidak menyadari bahwa Nato dekat dengannya sekitar kurang lebih tiga atau empat meter. Celline seketika meringis kesakitan. Kulitnya tergores seperti sayatan silet sepanjang lima belas sentimeter. Ia semakin marah. Matanya melirik ke pistol yan
Semua tamu di dalam masjid sangat panik, tidak terkecuali Herjunot dan kedua orang tuanya. Mereka tidak menyangka akan mendapatkan kabar buruk di hari di mana seharusnya mereka berbahagia. Herjunot masih syok dan tubuhnya seakan tak mampu lagi digerakkan.Selintas, Ia seperti melihat wajah seseorang dari kejauhan. Wanita itu kemudian menutup wajahnya dengan kerudung. Namun, Herjunot seperti mengenal tatapan itu. Ia mencoba mengingat-ingat wajah tadi. Ia merasa wajah dan tatapan itu milik Celline. Herjunot segera mengejar sosok tadi yang berjalan sangat cepat sehingga menghilang dari pandangannya. Ia membuang napas dengan kasar karena kesal sambil memukul dinding. “Ke mana wanita tadi?”“Juno ….” Bu Tsania menghampirinya. “Iya, Bu.”“Kamu tidak apa-apa ‘kan?” Ibunya seakan mengerti apa yang dirasakan putranya. Ia mendekap dan mengusap pundak lelaki di sampingnya.Herjunot hanya bisa mengangguk. Lidahnya tak mampu lagi mengucapkan sesuatu karena sangat terkejut.Sebuah mobil datang. Be
Ia pun luluh. Ucapan kedua orang tuanya benar. Ia sadar, butuh membersihkan diri dan tidak menyiksa diri sendiri. Lelaki bertubuh atletis itu berjalan gontai keluar dari bangsal. Ia sangat terpukul dengan kejadian yang menimpa kekasihnya. Ketika membuka pintu mobil, ia terkejut. “Nato! Kau Kenapa di sini, tidak pulang?”“Maaf, Tuan. Anda tidak memintaku pulang. Jadi, aku memutuskan, menunggu di sini saja.”“Antar aku pulang. Setelah itu, kau pulang saja. Aku bisa pergi sendiri kembali ke rumah sakit.”“Terima kasih, Tuan.”Mobil melaju, mengantarnya ke rumah. Keringat sudah melekat ke badannya. Ia ingin sekali membersihkan diri dan setelah itu, Herjunot akan kembali untuk menemani Dila di rumah sakit. Ia tak mau membiarkan wanita itu sendirian. Ia sudah bertekad akan selalu menjaganya dan merupakan janjinya ke calon ibu metuanya.Setelah tiba di rumah, Ia membuka pintu kamar dan langsung merebahkan tubuhnya sebentar di sofa. Lelaki berbadan atletis itu kembali bangkit dan mengambil h
Beberapa hari mulai berlalu, Dila sudah bisa beraktivitas. Namun, pergelangan tangan bagian kirinya masih dibalut dengan kain karena tulangnya ada sedikit keretakan. Dia belum bisa beraktivitas berat, hanya bisa berjalan ke butik dan kedai saja. Baru kali ini, ia mulai beraktivitas kembali, setelah kurang lebih dua minggu ia tidak diperbolehkan untuk beraktivitas. Ia sangat bersemangat dan antusias dengan aktivitasnya. Ia sangat merindukan rutinitasnya tersebut. Hari ini, ia sedang di butik, memeriksa beberapa sketsa buatannya dan juga karyawannya. Biasanya sebulan sekali dia akan merancang sekaligus mengeluarkan produk terbaru. Biasanya, dia akan mempertimbangkan selera pasar juga agar selalu up to date. Sebuah notifikasi panggilan masuk ke ponselnya. Ia pun menjawab panggilan tersebut. Ia sangat antusias menjawab panggilan tersebut. Padahal baru sehari mereka berpisah, tetapi seperti sebulan.“Apa kabar, Dil?”“Baik, Mas. Gimana kabarmu di situ?”“Di sini, aku baik juga. Kangen ni
Herjunot menoleh ke wanita di samping Martin. Wanita itu menyunggingkan senyum yang mengisyaratkan sesuatu bahwa dia juga bisa mendapatkan yang lebih daripada lelaki di depannya. “Kenalkan, aku Celline ….” Wanita itu seolah merasa tidak mengenal Herjunot. Ia bersikap dingin saat mengulurkan tangan.“Herjunot ….” Lelaki itu membalas uluran tangannya.Di satu sisi, ia bahagia melihat wanita di depannya telah menemukan pengganti dirinya. Namun di sisi lain, ia merasa kasihan dengan sepupunya. Ia khawatir wanita itu memiliki tendensi lain. Apapun itu, ia tetap mendukung sepupunya, karena Martin sudah sering bercerita dengannya mengenai wanita ini. Ia ingin memberitahu sepupunya tentang Celline yang sesungguhnya. Akan tetapi, ia tak mau merusak hubungan sepupunya yang masih seumur jagung. Tak baik juga baginya ikut campur masalah hubungan orang lain. Ia berharap suatu saat semua akan terungkap juga dengan sendiri. Martin sepertinya sangat tergila-gila dengan Celline. Lelaki itu sering b
“Dila ….” Walaupun masih dalam kebingungan, ia tetap menyapa wanita di depannya.Martin beberapa kali mengajak Dila untuk mengobrol. Dia terlalu asyik mengobrol dan sesekali menanyakan perihal Herjunot ke Dila, sehingga tak sadar bahwa mereka terlalu lama mengobrol. Semakin mereka mengobrol, semakin membuat Martin ingin tahu lebih jauh. Dila merupakan teman yang asyik untuk diajak mengobrol apapun. “Aku dengar bahwa kalian sudah lama menjalin hubungan. Benarkah begitu?”“Iya, semenjak di masa sekolah menengah ….”Celline hampir saja tersedak oleh air yang diminumnya. Ia segera melap mulutnya dengan tisu. Ia tidak menoleh ke Dila. Namun, telinganya mendengar jelas jawaban Dila tadi.“Kau tidak apa-apa, Sayang?” tanya Martin sambil menyodorkan tisu padanya.“Tidak, Sayang. Aku hanya terburu-buru tadi.” Martin kembali menoleh ke lawan bicaranya. “Mungkin sebaiknya kita makan agar makanan ini tidak dingin.”“Benar. Yuk, kita makan!”“Oh, ya. Tadi, kau bilang, hubungan kalian semenjak ma
Bab 56“Aku, Tuan?” tanya Serly dengan nada bergetar. “Ya, aku berbicara denganmu. Siapa lagi?”“Baik, Tuan.” Wajah ceria Serly berubah suram. Tadi, ia berpikir semua telah selesai ketika Herjunot menyuruh mereka pergi. Ia mulai senang. Namun, semuanya berubah dalam beberapa detik di saat bos suaminya itu memanggil dan memintanya berhenti.“Dila, ada yang ingin kamu sampaikan padanya?”Dila menoleh ke Herjunot. Sebenarnya, ia tidak ingin membahas Serly dan mengingat perlakuan wanita itu. Bila melihat Serly, ia seperti melihat iblis berwujud manusia. Sangat berbahaya. “Aku ingin dia menjauh dari sini.” Dila sama sekali malas berurusan dengan wanita itu. Ia pun berlalu dan pergi lebih dulu ke ruang kerja Herjunot. Ia malas bertemu dengan Serly. Kini tinggal Herjunot dan Serly. Herjunot pun menatap Serly. “Kau harus mendapatkan kata maaf darinya, kemudian aku akan melepaskanmu. Jika tidak, hidupmu tidak akan aman. Kau tahu akhirnya ke mana? Kau akan berakhir di penjara dan membusuk
Bab 57Dila terperanjat. “Ma-af, aku tidak mengerti apa maksudmu.”“Sejak pertama kali melihatmu, aku langsung jatuh hati padamu. Kau orang yang menyenangkan. Aku sangat suka bila mengobrol denganmu.”“Maaf, Mas, aku tidak bisa. Aku sudah tunangan dengan Herjunot. Kau sangat tahu kami saling mencintai.”“Aku tahu ini salah, tapi kau sudah terlanjur memikat hatiku.”“Mencintai beda dengan mengagumi. Mungkin anda hanya mengagumi.”“Aku serius, Dila. Aku harus jujur aku mencintai.”Dila deg-degan. Ia tak menyangka akan bertemu dengan seseorang yang sangat berani mengungkapkan isi hati padanya secara langsung. Namun, ia juga menjadi was-was karena lelaki itu tidak peduli dengan jawabannya. Sebelumnya, ia sudah mengatakan bahwa ia tidak bisa menerima lelaki itu. “Maaf, Aku tidak bisa. Bolehkah, aku melanjutkan pekerjaanku?” Dila merasa tidak nyaman bila ditatap terlalu dekat. Ia tidak pernah sedekat ini dengan orang asing baginya. Secara tiba-tiba, pintu ruangan Dila dibuka. Keduanya men