Bab 46“Apa maksudmu?” Herjunot menatap serius ke seseorang yang telah memasuki ruang di mana keduanya harus bertemu. Ia cukup terkejut.“Loh, kamu siapa?” tanya Serly bingung. Matanya melirik kembali ke pintu berharap ada seseorang lagi yang masuk. “Aku diminta untuk menemui anda.” Lelaki tersebut masuk kemudian duduk di tempat yang kosong.Serly sangat kecewa karena yang datang bukan wanita yang dimaksud. Ia tidak menyangka wanita itu cukup cerdik juga. Ia bingung bagaimana harus memulai, bertemu dengan lelaki di dalam restoran tersebut. Ia sangat tidak nyaman.“Jadi, apa ada sesuatu yang telah dia titipkan padamu untukku?”“Ya, tentu. Ini untukmu!”Serly mengernyitkan kening karena sesuatu yang diberikan padanya bukan amplop tebal, melainkan sebuah kertas yang dilipat. Ia mengambil kertas tersebut dan membukanya. [Jangan berani kau mempermainkanku! Kau pikir aku bodoh? Kau tidak berhasil ‘kan menyiramnya? Aku masih melihatnya beraktivitas] Seketika jantung Serly memompa sangat
Setelah dibukakan pintu oleh salah seorang pembantu, mereka masuk. Dila sangat gugup ketika masuk. Namun, lelaki di sampingnya yang membuat dirinya semakin yakin untuk melangkah. Ternyata, kedua orang tua Herjunot sudah menunggu di ruang tamu. Lelaki itu yang memberitahu kedua orang tuanya bahwa dia akan datang bersama calon pendampingnya. Seketika, langkah kaki Dila melambat tatkala matanya melihat kedua orang yang duduk di sofa. Herjunot menyadari itu. Ia pun menuntun Dila masuk bersama. Kedua bola matanya memberi isyarat bahwa semua akan baik-baik saja.“Selamat malam, Ma, Pa …!” Mereka saling bersalaman begitu juga Dila, menyalami mereka.“Selamat datang, Dila!”“Terima kasih, Bu.”“Oh, ya. Ibu dan Papa mau minta maaf perihal beberapa hari yang lalu, sikap maupun tutur kata kami yang menyinggungmu. Mungkin waktu itu timing-nya aja yang kurang tepat. Iya kan, Pa?” Ibu Tsania menatap suaminya.“Iya, kami sangat meminta maaf. Sebenarnya, kami sangat mendukung apapun keputusan Herjun
Dila keluar menuju mobil dengan sedikit tanda tanya di kepalanya. Pikirannya teringat dengan ekspresi Pak Andra ketika mengetahui dirinya seorang Janda, apalagi tatapan lelaki itu kepada putranya seakan meminta penjelasannya. Ia kembali ke butik untuk melanjutkan bertemu pelanggan yang memintanya secara langsung tentang saran dari model pakaian hingga jenis kain yang akan dibuat untuk pelanggan tersebut. Terkadang banyak para pelanggan yang meminta sarannya secara langsung sehingga Dila harus menemui mereka. Sementara itu, Herjunot masih menemani ayahnya mengobrol di ruang kerja. Mereka terlibat pembicaraan yang cukup serius. Lelaki yang hampir setengah rambutnya beruban itu memperhatikan putranya bekerja.“Jujur, Papa cukup terkejut mendengar tadi ….” Ayahnya bersikap normal dengan kabar tadi. Ia hanya tidak menyangka putranya memiliki rasa cinta yang sangat dalam terhadap Dila. “Mmm, ya. Juno minta maaf, lupa memberitahu Papa. Tapi, Papa tak perlu memikirkan yang aneh padaku ….”
Perjalanan yang ditempuh Dila cukup jauh. Dia belum terlalu tahu-menahu rupa pelanggannya tersebut. Menurut pemberitahuan dari obrolan di WhatsApp, pelanggannya seorang wanita tua yang ingin membahas kerjasama denga butik milik Dila. Dia sangat tertarik dengan butik milik Dila karena selalu menjadi perbincangan di daerah itu. Semua kabar tersebut Dila tahu dari pengakuan pelanggan tersebut di obrolan WhatsApp. Hasan sedang terganggu fokusnya mengendarai mobil karena semenjak berangkat, mereka seperti diikuti oleh mobil di belakangnya. Supir Dila tersebut bertanya-tanya di dalam hati. Dia merasa mobil di belakang sedang mengikuti mereka sekalipun saat singgah di stasiun pengisian bahan bakar umum. Mobil tersebut mengikuti mereka walaupun mengantri setelah mobil di belakang mereka. Sebelum berbelok, Hasan sengaja memperlambat sebentar laju kendaraannya. Ia hanya ingin memastikan mobil tersebut masih mengikuti mereka atau tidak. Setelah berjalan beberapa meter, mobil mulai melambat hi
“Ka-mu ….” Celline masih tak percaya.“Ya, ini aku. Kau memang iblis yang tidak memiliki hati. Kenapa menyakiti orang yang tidak menyakitimu?”Celline tersenyum sinis. “Tidak menyakitiku? Apa aku tak salah dengar? Dia salah karena merebutmu dariku. Aku sudah memperingatinya, tetapi tidak mendengarkanku.”“Kamu yang terlalu bodoh menginginkan orang yang tidak menginginkanmu lagi.”“Ya, aku terlalu bodoh memilih lelaki bodoh sepertimu.” Celline langsung mengeluarkan pistol dari sakunya dan menembakkan ke arah Herjunot. Sebuah balok kecil seketika melayang dan langsung membentur tangan wanita itu sehingga peluru melesat ke atas. Nato sudah menyadari dan memprediksi dari kejauhan. Instingnya menerka bahwa wanita itu akan melakukan sesuatu. Celline tidak menyadari bahwa Nato dekat dengannya sekitar kurang lebih tiga atau empat meter. Celline seketika meringis kesakitan. Kulitnya tergores seperti sayatan silet sepanjang lima belas sentimeter. Ia semakin marah. Matanya melirik ke pistol yan
Semua tamu di dalam masjid sangat panik, tidak terkecuali Herjunot dan kedua orang tuanya. Mereka tidak menyangka akan mendapatkan kabar buruk di hari di mana seharusnya mereka berbahagia. Herjunot masih syok dan tubuhnya seakan tak mampu lagi digerakkan.Selintas, Ia seperti melihat wajah seseorang dari kejauhan. Wanita itu kemudian menutup wajahnya dengan kerudung. Namun, Herjunot seperti mengenal tatapan itu. Ia mencoba mengingat-ingat wajah tadi. Ia merasa wajah dan tatapan itu milik Celline. Herjunot segera mengejar sosok tadi yang berjalan sangat cepat sehingga menghilang dari pandangannya. Ia membuang napas dengan kasar karena kesal sambil memukul dinding. “Ke mana wanita tadi?”“Juno ….” Bu Tsania menghampirinya. “Iya, Bu.”“Kamu tidak apa-apa ‘kan?” Ibunya seakan mengerti apa yang dirasakan putranya. Ia mendekap dan mengusap pundak lelaki di sampingnya.Herjunot hanya bisa mengangguk. Lidahnya tak mampu lagi mengucapkan sesuatu karena sangat terkejut.Sebuah mobil datang. Be
Ia pun luluh. Ucapan kedua orang tuanya benar. Ia sadar, butuh membersihkan diri dan tidak menyiksa diri sendiri. Lelaki bertubuh atletis itu berjalan gontai keluar dari bangsal. Ia sangat terpukul dengan kejadian yang menimpa kekasihnya. Ketika membuka pintu mobil, ia terkejut. “Nato! Kau Kenapa di sini, tidak pulang?”“Maaf, Tuan. Anda tidak memintaku pulang. Jadi, aku memutuskan, menunggu di sini saja.”“Antar aku pulang. Setelah itu, kau pulang saja. Aku bisa pergi sendiri kembali ke rumah sakit.”“Terima kasih, Tuan.”Mobil melaju, mengantarnya ke rumah. Keringat sudah melekat ke badannya. Ia ingin sekali membersihkan diri dan setelah itu, Herjunot akan kembali untuk menemani Dila di rumah sakit. Ia tak mau membiarkan wanita itu sendirian. Ia sudah bertekad akan selalu menjaganya dan merupakan janjinya ke calon ibu metuanya.Setelah tiba di rumah, Ia membuka pintu kamar dan langsung merebahkan tubuhnya sebentar di sofa. Lelaki berbadan atletis itu kembali bangkit dan mengambil h
Beberapa hari mulai berlalu, Dila sudah bisa beraktivitas. Namun, pergelangan tangan bagian kirinya masih dibalut dengan kain karena tulangnya ada sedikit keretakan. Dia belum bisa beraktivitas berat, hanya bisa berjalan ke butik dan kedai saja. Baru kali ini, ia mulai beraktivitas kembali, setelah kurang lebih dua minggu ia tidak diperbolehkan untuk beraktivitas. Ia sangat bersemangat dan antusias dengan aktivitasnya. Ia sangat merindukan rutinitasnya tersebut. Hari ini, ia sedang di butik, memeriksa beberapa sketsa buatannya dan juga karyawannya. Biasanya sebulan sekali dia akan merancang sekaligus mengeluarkan produk terbaru. Biasanya, dia akan mempertimbangkan selera pasar juga agar selalu up to date. Sebuah notifikasi panggilan masuk ke ponselnya. Ia pun menjawab panggilan tersebut. Ia sangat antusias menjawab panggilan tersebut. Padahal baru sehari mereka berpisah, tetapi seperti sebulan.“Apa kabar, Dil?”“Baik, Mas. Gimana kabarmu di situ?”“Di sini, aku baik juga. Kangen ni