Bab 36Setelah mengecek ponselnya, Herjunot meletakkan kembali benda pipih miliknya itu ke dalam saku celana. Seketika matanya memicing ketika melihat seseorang di dalam taksi. Ia seperti mengenal wanita tersebut. Dahinya sedikit berkerut, mengingat sosok yang ada di dalam mobil taksi tersebut. “Silakan jalan, Mas,” perintah Dila kepada supir taksi di depannya. “Baik, Nona.” Supir tersebut segera melajukan mobil. Pikiran Dila masih berkecamuk penuh tanya. Namun, ia membuang semua prasangka buruk, mungkin saja klien atau mitra dari perusahaan lain.“Apakah wanita di dalam mobil tadi Dila?” gumam lelaki tersebut, sambil menatap mobil yang telah melaju.“Siapa, Jun? siapa yang kamu lihat?”” tanya wanita di sampingnya. Ia juga menoleh ke mobil yang dilirik oleh Herjunot.“Tidak. Tidak ada.”“Kamu kenapa? Semenjak aku datang pagi tadi, kamu terlihat tidak ceria. Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu atau kedatanganku membuatmu tidak bahagia?”“Bukan itu … tidak ada yang perlu dibahas
“Siapa yang kamu maksud?”“Dia telah lama menunggu anda, Bos.”Herjunot segera masuk ke dalam ruangan tersebut. Hatinya bertanya-tanya siapa yang dimaksud oleh David. Ia sedikit khawatir jika tamu yang dimaksud adalah Dila. Lelaki itu pun masuk.David memilih pergi dan mengajak Celine bercerita, hingga mereka menjauh dari ruangan tersebut. Ia mengerti apa yang sedang dirasakan oleh bosnya tersebut. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan itulah mengapa dia tidak ingin ikut campur tentang masalah bosnya. Sebenarnya, Celine ingin sekali masuk karena penasaran juga siapa wanita itu dan kenapa Herjunot terlihat panik ketika mendengar tamu yang menunggu. Namun, David menghalaunya sehingga memutuskan menunggu saja. Lagi pula, David sudah mengatakan padanya bahwa ada urusan penting dengan mitra dan Bosnya belum ingin diganggu, sehingga mengikuti saran David.Herjunot menjadi salah tingkah dan menjadi kaku tatkala melihat wanita yang telah lama duduk di dalam ruangan tersebut. “Di-la … sudah
Dila mengingat-ingat nama tamu yang ingin menemuinya. Ia mulai sadar siapa wanita yang ingin menemuinya tersebut. Nama tersebut yang disebut oleh Herjunot ketika dia berada di dalam ruangan. Ia masih bertanya-tanya apa yang diinginkan wanita itu untuk menemuinya.Beberapa menit berlalu, seorang wanita masuk ke dalam ruangan setelah mengetuk pintu. Dila mempersilakannya masuk. “Ada yang bisa aku bantu?” tanya Dila sambil menatapnya dengan ekspresi penuh tanya di benaknya. “Ya, aku membutuhkan bantuanmu,” ujar Celine ketika dia baru saja masuk di ruangan Dila. “Bantuan apa itu? Aku bersedia jika tidak memberatkanku.”“Tolong jauhi calon suamiku. Kami sudah lama tunangan. Aku sangat mencitainya, dia juga sangat mencintaiku. Kami saling mencintai, walaupun sempat berpisah,” ucap wanita itu tanpa basa-basi. Calon suami yang dia maksud adalah Herjunot, pemimpin perusahaan Textile Indo Global.Celine pun menceritakan semua awal mula pertemuan dan perjalinan cintanya bersama Herjunot saat
“Jun, orang tua kita sedang membahas hari pertunangan kita. Mari masuk!” Celine menghampiri mereka. Kedua matanya menatap tak suka ke wanita di samping lelaki pujaannya sebagai isyarat agar wanita itu pergi. Dila tak percaya mendengar ucapan tersebut. Ia melepaskan tangan ingin sekali pergi dari tempat tersebut. Namun, keadaannya tidak memungkinkan lagi. Herjunot menyadari sesuatu dan segera menggenggam tangan Dila dengan sangat erat. Ia khawatir wanita itu kecewa lagi untuk kesekian kali dan akan pergi. Ia tidak menyangka keadaannya akan menjadi seperti yang mereka alami saat itu. Terlalu rumit kisah yang harus dia jalani. “Pertunangan? Siapa yang mengizinkan semua ini? Apakah kalian sudah memberitahuku sebelumnya?”“Juno, duduklah dulu, Nak,” pinta Tsania Kazol, ibu Herjunot dengan pelan. Situasinya sangat tidak baik. Namun, tidak ada pilihan selain harus menenangkan putranya. “Ayah, Ibu, kenapa tidak ada pemberitahuan sebelumnya padaku?” Lelaki itu menoleh kepada kedua orang
Herjunot merasa pusing dan kepalanya sangat berat. Ia mencoba menahan sedikit rasa sakit yang dialaminya agar masih tersadar. Semakin ia bertahan, semakin kuat rasa sakit dan berat itu menguasainya. Ia berusaha bangkit dari tempat duduknya dan segera keluar dari ruang makan. Ia sempat meraih ponsel di saku celananya. Kakinya tidak mampu menahan bobot tubuhnya yang sangat berat sehingga ia pun terjatuh di atas lantai bersamaan dengan ponsel yang ada di genggamannya.Sebuah bunyi sepatu berjalan mendekati ruang yang ia tempati. Telinganya masih bekerja, mendengar bunyi langkah kaki tersebut. Suara seorang wanita mendekatinya, tetapi tidak terlalu jelas di telinganya apa yang diucapkan oleh wanita tersebut. Tidak berselang lama, Ia merasakan tubuhnya ditarik dan digeser. “Huf, tubuhmu berat juga.” Wanita itu nampak kelelahan sambil menghela napas. Wanita yang berada di samping lelaki yang terbaring itu menyunggingkan senyum sambil mencibir. “Setidaknya, aku bisa merasakan dan mencumb
Bab 41“Aku diperintahkan oleh Herjunot untk menghubungi anda. Herjunot sedang tidak bisa beraktivitas karena kecelakaan kecil.” “Kecelakaan kecil … maksudnya?” Dila masih menunggu pernyataan berikutnya dari lelaki di depannya.“Dia sedang dirawat di rumahnya saat ini.”“Aku turut sedih mendengarnya, tapi ngomong-ngomong apa yang sebenarnya ingin anda sampaikan?” Wanita itu masih bertanya-tanya atas kedatangannya di ruang lelaki tersebut.David pun menyampaikan maksudnya menghubungi wanita itu datang menemuinya. Ia membahas mengenai kerjasama mereka. Mereka berharap wanita itu tidak mundur. Banyak hal yang harus dia jelaskan dan luruskan kepada wanita tersebut. Ia hanya menyampaikan permintaan Pimpinannya. Seseorang tiba-tiba mengetuk pintu dan memberi salam. Kebetulan pintu ruang kerja David tidak tertutup sehingga orang tersebut dapat dilihat dengan jelas dari dalam ruangan. “Permisi, Pak David. Mohon maaf telah mengganggu pembicaraan kalian.” Raut wajah lelaki itu terlihat gusar
Bab 42Air mata bahagia mengalir dari kedua kelopak matanya, juga perasaan khawatir menghampirinya. Kedua perasaan tersebut menjadi campur aduk. Dila tidak menyangka Herjunot akan serius melakukan hal ini untuknya. Ia teringat kedua putrinya. Ia masih bertanya-tanya dengan keputusan Herjunot melamarnya. “Bahkan, kau belum tahu aku telah memiliki dua buah hati ….” Ucapan Dila seakan tercekat, ada getir pahit yang keluar dari kerongkongannya. “Aku paham dengan kekhawatiranmu. Aku telah mengetahuinya, Dil. Aku akan menerima mereka sebagai kedua putriku dan menerima keadaanmu apa adanya. Aku menyangimu dari dulu dan perasaan itu belum hilang sampai saat ini.” Jawaban lelaki di depannya tegas dan tanpa keraguan. Hati Dila seketika tersentuh.“Kau sudah mengetahuinya? Tapi, kedua orang tuamu ….”“Ya, maukah kau berjuang bersama dan meyakinkan mereka juga?” pinta Herjunot penuh harap. Sorotan matanya penuh makna. Dila mengangguk kemudian meraih sebuah cincin pemberian lelaki di depannya.
Bab 43Mendengar kabar Dila sedang dirawat di rumah sakit, seketika Herjunot meningggalkan pekerjaannya. Ia meminta David mengurusi sementara. Raut wajahnya penuh kekhawatiran. Ia tidak menyangka Dila akan mendapatkan perlakuan jahat dari pelanggan di kedainya sendiri. Perjalanan menuju rumah sakit, Herjunot sangat gelisah di dalam mobil. Ia berharap telah sampai di tempat tujuan. Rasanya mobil yang mengantarkannya sangat lambat melaju di jalan raya. “Bagaimana keadaan Dila, Sus?” tanya lelaki dengan postur tinggi tersebut ke seorang perawat.“Masih dalam penanganan, Pak. Akan kami kabari nanti jika sudah selesai,” ujar salah seorang perawat yang baru keluar dari ruang perawatan pasien. “Okay. Terima kasih, Suster.”Herjunot kembali duduk dan bergabung bersama yang lain. Ia menemani calon ibu mertuanya menunggu di luar ruang perawatan. Ibu Maria lumayan lama menunggu di depan ruang perawatan. Pasalnya, Tiara telah kembali bekerja, hanya supir Dila yang masih mununggu juga. Bu Mar