Share

Bagian 56

Penulis: Isna Arini
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-20 16:31:08

"Sampai kapan seperti ini?" tanyaku kesal. Tentu dengan bisikan juga.

"Sampai Cenna pergi," balas Bian.

"Memangnya dia masih di sana mengawasi kita," tanyaku.

"Iya."

Aku tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah dipeluk olehnya. Jika sudah berhubungan dengan Cenna, rasanya aku tak bisa membedakan salah dan benar. Tatapan matanya yang terluka itu selalu membuatku luluh. Dia sepertiku jika sedang bersedih.

"Kamu biasa begini dengan Mbak Ivanka?"

"Kenapa, kamu cemburu?" Bian balik bertanya.

"Bukan begitu, bagaimana bisa kau umbar kemesraan di depan anakmu."

"Biar dia tahu, bagaimana memperlakukan seorang wanita, seorang istri. Jangan kira aku tidak menjelaskan mana yang boleh dan mana yang tidak."

Aku terdiam, kurasa Bian berusaha memberi contoh pada putranya bagaimana dia memperlakukan perempuan. Pasti Bian lembut dan manis pada Mbak Ivanka. Jauh beda denganku kala itu, hanya setelah aku hamil Hafizah saja dia bersikap baik padaku.

Lalu kenapa dia bercerai dengan Mbak Ivanka jika keh
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 57

    POV Bian."Mau kemana?" tanyaku, saat melihat Nala terlihat rapi dan keluar dari kamarnya.Aku sendiri juga baru keluar dari kamar, hari ini aku tidak bekerja karena hari Minggu. Aku tak pernah tahu rutinitas Nala di rumah, ini. Dia tak pernah mengatakan apapun padaku. Tentu saja, siapa aku hingga dia harus membuat laporan hendak kemana dan mau apa. "Mau ke toko bunga," jawab Nala. "Toko bunga?" tanyaku memastikan. "Iya."Toko bunga Nala masih berada di tempat yang sama dengan kantor Ardi. Nala bilang lebih baik di sana daripada pindah lagi, karena kalau pindah seperti memulai dari awal, mencari pelanggan baru begitu katanya. Mendengar kata toko bunga aku langsung meraih tangan Nala dan membawanya masuk kembali ke dalam kamarnya. Tidak ada yang boleh tahu kalau aku berdebat dengan wanita ini, terutama Cenna. Dia selalu waspada kalau sedikit saja aku dan Nala berdebat, sepertinya dia masih ingat hari-hari dimana aku banyak menghabiskan waktu berdebat dengan Ivanka hingga akhirnya k

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 58

    POV BianPonselku benar-benar berdering saat tengah berkendara, aku harap itu benar-benar telepon dari Ardi yang namanya sudah kuganti dengan nama Ivanka. Nala mengambil ponsel tersebut, dengan ekor mata, aku bisa melihat jika dia terkejut saat melihat layar ponselku dan aku semakin yakin itu adalah Ardi yang menelepon. "Siapa?" Aku pura-pura bertanya. "Mbak Ivanka," jawab Nala, dia terlihat tak bersemangat menyebut nama itu. "Oh." Pura-pura tak peduli saja, aku sudah bilang pada Ardi untuk menelpon setidaknya dua sampai tiga kali, agar terlihat begitu penting dan butuh. "Ini, kamu gak mau angkat?" tanya Nala."Biarin saja."Panggilan telepon kubiarkan hingga berakhir dengan sendirinya. Dan seperti yang aku minta, ponsel itu kembali berdering."Dia masih menelpon lagi," ucap Nala sambil memperlihatkan layar ponsel padaku "Terima saja, mungkin penting. kamu bisa menepi," sambungnya. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, aku segera menepi. Jangan sampai Ardi tak mau menelpon lagi dan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 59

    POV Nala Aku menunggu Bian berganti pakaian sambil duduk di sisi ranjang seperti biasanya. Bian berganti pakaian di ruangan khusus yang ada di kamarnya. Nanti dia akan keluar dari sana setelah rapi dan kami akan pergi bersama ke ruang makan untuk sarapan. Sejak tinggal di sini, aku selalu melakukan hal seperti ini. Pura-pura ke kamar Bian, menantinya berganti pakaian, seolah semalam aku tidur bersamanya. Ini kulakukan demi Cenna, aku kucing-kucingan dengan anak itu. Bertingkah seolah aku dan Daddy-nya tidur di kamar yang sama. Kami bertingkah layaknya suami istri pada umumnya. Sesungguhnya ini sangat merepotkan. Namun, demi Cenna akan kulakukan apa saja. Aku dengar bocah itu pernah masuk rumah sakit hanya gara-gara terlalu banyak pikiran. Apalagi kini Cenna semakin dewasa semakin tahu segalanya. Aku benar-benar tak bisa tidur semalaman, setelah mendapat ancaman dari Bian di ruang keluarga. Malam tadi, aku hanya bisa mengangguk dan tak berkata apa-apa. Mungkin dari mulutnya keluar k

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 60

    "Na, kamu sadar gak apa yang kamu lakukan?" tanya Bian. Kini dia berusaha bertumpu pada kedua tangannya agak tak sepenuhnya menimpaku Ah, ternyata ini kenyataan bukan mimpi. Terlanjur basah, mengaku sajalah. "Sadar," balasku apa adanya. Aku ingin mengurai pelukanku, berniat kembali ke kamarku sendiri. Namun saat aku sudah melepaskan pelukan, Bian malah membalikkan tubuhnya hingga posisiku berada di atasnya. "Mau kemana, katanya kangen," ucap Bian sambil menatap padaku. Mataku yang sejatinya masih mengantuk langsung melebar, seketika hilang rasa kantukku. "Bi, lepas. Aku harus pergi dari sini," kataku, seraya menekan dadanya agar terlepas dari pelukannya. Tapi usahaku sia-sia, pelukannya malah semakin erat. Membuatku menyerah dan merebahkan diri di dadanya."Aku juga rindu, aku semakin sadar sangat membutuhkanmu saat kita berjauhan. Tidurlah saja di sini malam ini. Aku janji tidak akan melakukan apapun padamu. Hanya tidur, benar-benar tidur." "Tapi, Bi ...." Aku kembali berusah

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-02
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bab 61

    Aku mematut diri di cermin, menatap pada diriku yang sudah siap dengan gamis pesta dengan model elegan dan modern berwarna silver. Malam ini adalah malam pesta pernikahanku dengan Bian, harusnya. Setelah tadi siang kami mengadakan acara ijab kabul secara resmi dan hanya di saksikan keluarga dekat saja, maka malam ini adalah pesta untuk memperkenalkan aku dan anak-anak pada rekan kerja Papa dan Bian. Jujur aku gugup dengan semua yang akan terjadi malam ini, apa pandangan mereka semua padaku. Pada anak-anakku, memikirkannya saja membuatku hampir gila. Mungkin beberapa teman dekat Bian sudah ada yang tahu statusku, seperti halnya Pak Ardi. Tapi bagaiman dengan yang lain? Aku segera pergi ke kamar Bian, dia mengatakan agar aku ke sana setelah selesai berganti pakaian dan ber-makeup minimalis. Tadinya Mama akan meminta orang melakukannya, tapi aku menolak. Lebih baik aku melakukannya sendiri saja. Aku mengetuk pintu saat sudah ada di depan kamar Bian. Tak ada jawaban, sepertinya dia ada

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-08
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Tamat

    "Na, tau gak? Kamu itu ditipu sama Bian." Tanpa menyapa terlebih dahulu, Pak Ardi duduk di kursi yang ada di meja kami dan langsung mengatakan hal itu. "Dia udah tahu," timpal Bian."Udah tahu gimana?" tanya Pak Ardi sambil menatap Bian. "Udah tahu tentang telepon palsu itu. Pokoknya dia udah tahu semuanya. Kamu udah kalah, udah nyerah aja," tutur Bian panjang lebar. Pak Ardi menatap padaku, seakan meminta jawaban. "Bian mengatakan yang sebenarnya, Pak," ucapku. "Kalau Bian bikin susah kamu, bilang saja padaku. Aku siap memboyongmu." Pak Ardi berkata dengan penuh percaya diri. "Itu tidak akan pernah terjadi. Kalau kau harap seperti itu, melajang saja sampai tua," seru Bian tak suka. Kurasa mereka berdua memang sangat dekat, sehingga bisa berbicara sesuka hati seperti ini.***Pesta telah usai, anak-anak sudah terlebih dahulu tidur sebelum pesta selesai. Begitu semua orang pulang dan orang tertidur, suasana rumah juga sepi. Di antara semua penghuni rumah ini, aku dan Bian yang t

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-08
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Ekstra Part 1

    Aku terbangun dengan tubuh yang sudah cukup segar dan mata tak lagi mengantuk. Tadi setelah salat subuh, aku tertidur kembali tanpa membangunkan Bian. Sekarang, kulihat disampingku tak ada lagi pria itu, mungkin dia sudah terbangun. Aku melihat keluar jendela yang masih tertutup oleh tirai, sepertinya matahari sudah tinggi kenapa Bian tidak membangunkanku. Semalam kami berbagi peluh, lalu berbincang, kemudian mengulanginya lagi hingga tak terasa waktu sudah beranjak dini hari, dan kami baru tertidur. "Ya Allah, gimana anak-anakku." Aku berseru, seraya bergegas beranjak dari tempat tidur.Sejak acara pernikahan dilanjutkan dengan pesta semalam, anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan Mama. Bahkan semalam Mama yang menidurkan mereka, sekarang tentu saja aku mengkhawatirkan kedua anakku, terutama Hafizah "Sudah bangun?" tanya Bian yang baru saja masuk ke dalam kamar. Pria itu membawa nampan berisi makanan. "Ayo sarapan dulu." Bian berkata sambil mengangkat nampan sedikit tin

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-08
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Ekstra Part 2

    "Kamu bilang Saga sudah menikahkan, jangan curiga padaku. Aku ke sana hanya ingin mengucapkan terima kasih dengan benar padanya. Juga mengenalkan anak-anak pada orang-orang yang tak seberuntung mereka. Aku ingin Cenna dan Hafizah memiliki rasa peduli pada orang yang lebih membutuhkan," tuturku panjang lebar."Kapan mau ke sana?" tanya Bian. Aku tak menyangka dia akan dengan mudah mengiyakan setelah kukatakan alasannya. "Weekend minggu ini gimana?" tanyaku mau minta pendapat. "Boleh. Oke persiapkan semuanya."***Kami sampai di hotel tepat saat adzan ashar berkumandang. Bian sengaja memesan hotel lalu akan menginap di hotel terlebih dahulu, sebelum esok paginya kami pergi ke tempat Saga. Bian mengatakan tak ingin merepotkan orang-orang di sana, sehingga dia mengatakan lebih baik menginap di hotel lalu pagi harinya ke yayasan dan sore harinya kembali ke hotel lagi. Kami memesan kamar dengan sistem connecting door di mana anak-anak tidur berdua sedangkan aku dan dia akan tidur bersam

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-08

Bab terbaru

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Ekstra Part 3

    Ekstra Part 2 "Terima kasih udah menjagaku selama ini, Ga," ucapku pada Saga yang sedang duduk di sampingku.Kali ini aku ingin berterima kasih padanya dengan benar. Dulu saat dia pergi ada banyak hal yang terjadi, hingga aku tak benar-benar bisa mengucapkan terima kasih padanya. Maka kali ini saat semua sudah berada pada tempatnya, dan semua sudah mendapat kebahagiaan masing-masing, aku ingin mengucapkan terima kasih tanpa terbebani perasaan apapun. Saat ini aku dan Saga tengah berada di kolam ikan, tempat dulu di mana kami juga menghabiskan waktu sambil berbincang saat pertama kali di yayasan ini. Saat itu kami sedang merajut mimpi, akan saling menjaga dan tinggal di tempat ini bersama. Tapi takdir berkata lain, Saga tetap berada di sini dan menikah dengan pemilik yayasan, sedangkan aku tetap bersama dengan Bian. Bian sedang menemani anak-anak berkeliling dan bermain di tempat ini. Sejak pertama kali datang tadi pagi, mereka sudah sangat senang dengan tempat ini. Baik Hafizah mau

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Ekstra Part 2

    "Kamu bilang Saga sudah menikahkan, jangan curiga padaku. Aku ke sana hanya ingin mengucapkan terima kasih dengan benar padanya. Juga mengenalkan anak-anak pada orang-orang yang tak seberuntung mereka. Aku ingin Cenna dan Hafizah memiliki rasa peduli pada orang yang lebih membutuhkan," tuturku panjang lebar."Kapan mau ke sana?" tanya Bian. Aku tak menyangka dia akan dengan mudah mengiyakan setelah kukatakan alasannya. "Weekend minggu ini gimana?" tanyaku mau minta pendapat. "Boleh. Oke persiapkan semuanya."***Kami sampai di hotel tepat saat adzan ashar berkumandang. Bian sengaja memesan hotel lalu akan menginap di hotel terlebih dahulu, sebelum esok paginya kami pergi ke tempat Saga. Bian mengatakan tak ingin merepotkan orang-orang di sana, sehingga dia mengatakan lebih baik menginap di hotel lalu pagi harinya ke yayasan dan sore harinya kembali ke hotel lagi. Kami memesan kamar dengan sistem connecting door di mana anak-anak tidur berdua sedangkan aku dan dia akan tidur bersam

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Ekstra Part 1

    Aku terbangun dengan tubuh yang sudah cukup segar dan mata tak lagi mengantuk. Tadi setelah salat subuh, aku tertidur kembali tanpa membangunkan Bian. Sekarang, kulihat disampingku tak ada lagi pria itu, mungkin dia sudah terbangun. Aku melihat keluar jendela yang masih tertutup oleh tirai, sepertinya matahari sudah tinggi kenapa Bian tidak membangunkanku. Semalam kami berbagi peluh, lalu berbincang, kemudian mengulanginya lagi hingga tak terasa waktu sudah beranjak dini hari, dan kami baru tertidur. "Ya Allah, gimana anak-anakku." Aku berseru, seraya bergegas beranjak dari tempat tidur.Sejak acara pernikahan dilanjutkan dengan pesta semalam, anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan Mama. Bahkan semalam Mama yang menidurkan mereka, sekarang tentu saja aku mengkhawatirkan kedua anakku, terutama Hafizah "Sudah bangun?" tanya Bian yang baru saja masuk ke dalam kamar. Pria itu membawa nampan berisi makanan. "Ayo sarapan dulu." Bian berkata sambil mengangkat nampan sedikit tin

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Tamat

    "Na, tau gak? Kamu itu ditipu sama Bian." Tanpa menyapa terlebih dahulu, Pak Ardi duduk di kursi yang ada di meja kami dan langsung mengatakan hal itu. "Dia udah tahu," timpal Bian."Udah tahu gimana?" tanya Pak Ardi sambil menatap Bian. "Udah tahu tentang telepon palsu itu. Pokoknya dia udah tahu semuanya. Kamu udah kalah, udah nyerah aja," tutur Bian panjang lebar. Pak Ardi menatap padaku, seakan meminta jawaban. "Bian mengatakan yang sebenarnya, Pak," ucapku. "Kalau Bian bikin susah kamu, bilang saja padaku. Aku siap memboyongmu." Pak Ardi berkata dengan penuh percaya diri. "Itu tidak akan pernah terjadi. Kalau kau harap seperti itu, melajang saja sampai tua," seru Bian tak suka. Kurasa mereka berdua memang sangat dekat, sehingga bisa berbicara sesuka hati seperti ini.***Pesta telah usai, anak-anak sudah terlebih dahulu tidur sebelum pesta selesai. Begitu semua orang pulang dan orang tertidur, suasana rumah juga sepi. Di antara semua penghuni rumah ini, aku dan Bian yang t

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bab 61

    Aku mematut diri di cermin, menatap pada diriku yang sudah siap dengan gamis pesta dengan model elegan dan modern berwarna silver. Malam ini adalah malam pesta pernikahanku dengan Bian, harusnya. Setelah tadi siang kami mengadakan acara ijab kabul secara resmi dan hanya di saksikan keluarga dekat saja, maka malam ini adalah pesta untuk memperkenalkan aku dan anak-anak pada rekan kerja Papa dan Bian. Jujur aku gugup dengan semua yang akan terjadi malam ini, apa pandangan mereka semua padaku. Pada anak-anakku, memikirkannya saja membuatku hampir gila. Mungkin beberapa teman dekat Bian sudah ada yang tahu statusku, seperti halnya Pak Ardi. Tapi bagaiman dengan yang lain? Aku segera pergi ke kamar Bian, dia mengatakan agar aku ke sana setelah selesai berganti pakaian dan ber-makeup minimalis. Tadinya Mama akan meminta orang melakukannya, tapi aku menolak. Lebih baik aku melakukannya sendiri saja. Aku mengetuk pintu saat sudah ada di depan kamar Bian. Tak ada jawaban, sepertinya dia ada

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 60

    "Na, kamu sadar gak apa yang kamu lakukan?" tanya Bian. Kini dia berusaha bertumpu pada kedua tangannya agak tak sepenuhnya menimpaku Ah, ternyata ini kenyataan bukan mimpi. Terlanjur basah, mengaku sajalah. "Sadar," balasku apa adanya. Aku ingin mengurai pelukanku, berniat kembali ke kamarku sendiri. Namun saat aku sudah melepaskan pelukan, Bian malah membalikkan tubuhnya hingga posisiku berada di atasnya. "Mau kemana, katanya kangen," ucap Bian sambil menatap padaku. Mataku yang sejatinya masih mengantuk langsung melebar, seketika hilang rasa kantukku. "Bi, lepas. Aku harus pergi dari sini," kataku, seraya menekan dadanya agar terlepas dari pelukannya. Tapi usahaku sia-sia, pelukannya malah semakin erat. Membuatku menyerah dan merebahkan diri di dadanya."Aku juga rindu, aku semakin sadar sangat membutuhkanmu saat kita berjauhan. Tidurlah saja di sini malam ini. Aku janji tidak akan melakukan apapun padamu. Hanya tidur, benar-benar tidur." "Tapi, Bi ...." Aku kembali berusah

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 59

    POV Nala Aku menunggu Bian berganti pakaian sambil duduk di sisi ranjang seperti biasanya. Bian berganti pakaian di ruangan khusus yang ada di kamarnya. Nanti dia akan keluar dari sana setelah rapi dan kami akan pergi bersama ke ruang makan untuk sarapan. Sejak tinggal di sini, aku selalu melakukan hal seperti ini. Pura-pura ke kamar Bian, menantinya berganti pakaian, seolah semalam aku tidur bersamanya. Ini kulakukan demi Cenna, aku kucing-kucingan dengan anak itu. Bertingkah seolah aku dan Daddy-nya tidur di kamar yang sama. Kami bertingkah layaknya suami istri pada umumnya. Sesungguhnya ini sangat merepotkan. Namun, demi Cenna akan kulakukan apa saja. Aku dengar bocah itu pernah masuk rumah sakit hanya gara-gara terlalu banyak pikiran. Apalagi kini Cenna semakin dewasa semakin tahu segalanya. Aku benar-benar tak bisa tidur semalaman, setelah mendapat ancaman dari Bian di ruang keluarga. Malam tadi, aku hanya bisa mengangguk dan tak berkata apa-apa. Mungkin dari mulutnya keluar k

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 58

    POV BianPonselku benar-benar berdering saat tengah berkendara, aku harap itu benar-benar telepon dari Ardi yang namanya sudah kuganti dengan nama Ivanka. Nala mengambil ponsel tersebut, dengan ekor mata, aku bisa melihat jika dia terkejut saat melihat layar ponselku dan aku semakin yakin itu adalah Ardi yang menelepon. "Siapa?" Aku pura-pura bertanya. "Mbak Ivanka," jawab Nala, dia terlihat tak bersemangat menyebut nama itu. "Oh." Pura-pura tak peduli saja, aku sudah bilang pada Ardi untuk menelpon setidaknya dua sampai tiga kali, agar terlihat begitu penting dan butuh. "Ini, kamu gak mau angkat?" tanya Nala."Biarin saja."Panggilan telepon kubiarkan hingga berakhir dengan sendirinya. Dan seperti yang aku minta, ponsel itu kembali berdering."Dia masih menelpon lagi," ucap Nala sambil memperlihatkan layar ponsel padaku "Terima saja, mungkin penting. kamu bisa menepi," sambungnya. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, aku segera menepi. Jangan sampai Ardi tak mau menelpon lagi dan

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 57

    POV Bian."Mau kemana?" tanyaku, saat melihat Nala terlihat rapi dan keluar dari kamarnya.Aku sendiri juga baru keluar dari kamar, hari ini aku tidak bekerja karena hari Minggu. Aku tak pernah tahu rutinitas Nala di rumah, ini. Dia tak pernah mengatakan apapun padaku. Tentu saja, siapa aku hingga dia harus membuat laporan hendak kemana dan mau apa. "Mau ke toko bunga," jawab Nala. "Toko bunga?" tanyaku memastikan. "Iya."Toko bunga Nala masih berada di tempat yang sama dengan kantor Ardi. Nala bilang lebih baik di sana daripada pindah lagi, karena kalau pindah seperti memulai dari awal, mencari pelanggan baru begitu katanya. Mendengar kata toko bunga aku langsung meraih tangan Nala dan membawanya masuk kembali ke dalam kamarnya. Tidak ada yang boleh tahu kalau aku berdebat dengan wanita ini, terutama Cenna. Dia selalu waspada kalau sedikit saja aku dan Nala berdebat, sepertinya dia masih ingat hari-hari dimana aku banyak menghabiskan waktu berdebat dengan Ivanka hingga akhirnya k

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status