"Kamu nggak usah sok deket sama anak saya. Sampai kapan pun, aku nggak bakal anggap kamu." Perkataan Brian barusan sungguh membuat Vio terluka. Ingin rasanya dia melempar wajah Brian dengan botol air mineral yang ada di tangannya. Andai saja dia tak teringat bahwa Brian saat ini adalah suaminya dan juga karena dia menghormati Azzura.
"Aku nggak maksud sok deket, Pak. Aku hany--"
"Alah!" Brian mengibaskan tangannya, "Yuk, Kyra. Kita masuk mobil." Brian menggandeng lengan Kyra. Gadis itu menurut pada ayahnya. Vio hanya bisa membuang napas kasar. Menyesal dia mengira jika suami Azzura itu orang yang baik. Dia akan menarik semua ucapannya waktu itu.
"Kamu!" teriak Brian yang berhasil membawa Vio ke alam nyata, "kenapa malah bengong?! Kamu mau aku tinggal?!" Tak ingin membantah, Vio segera saja mengekor pada Brian dan juga Kyra. Jika melihat interaksi antara Brian dan juga Kyra, Vio sangat yakin jika Brian adalah sosok ayah yang sangat baik.
Tiba-tiba saja Vio
Vio benar-benar tak bisa menjawab apa yang menjadi pertanyaan Brian. Dia tak bisa menjawab kenapa dia tak menolak rencana Azzura jika memang dia tak menginginkan pernikahan ini?Sejak hari itu, Brian tetap bersikap ketus pada Vio. Dia sama sekali tak menganggap keberadaan Vio. Tetapi kapan Brian menganggap Vio itu ada? Bukankah sejak awal, lelaki itu sudah mengibarkan bendera perang dengan Vio.Malam ini, Vio harus menemani Kyra ke pesta ulang tahun salah satu temannya yang bertempat di salah satu hotel bintang lima. Dia harus menyamar sebagai pengawal untuk Kyra, seperti apa yang dikatakan oleh Azzura. Tetapi, jujur Vio malah menikmati pekerjaan ini ketimbang harus menjadi istri dari Brian Pradipta. Bahkan dia ingin melupakan kenyataan itu."Kenapa, sih, Kak Vio harus ikut sama aku?" ucap Kyra kesal. Dia sudah seperti anak bayi yang dijaga oleh baby sitter dan itu membuatnya malu. Di sekolah saja sudah banyak yang mengejeknya, dan dia terpaksa harus cemberut se
Vio berdiri di kejauhan. Dia terus mengamati ke arah gadis yang tengah tersenyum pada teman-temannya itu. Dia tak boleh kecolongan, itulah kira-kira pesan dari Azzura. "Hai, kamu masih ingat denganku?" Fokus Vio terganggu ketika ada seseorang menepuk bahunya. Saat Vio menoleh, dia bisa melihat sesosok pria tampan dengan senyum manis. Pria yang beberapa waktu yang lalu dia temui bersama dengan Azzura. "Dokter--" "Nggak perlu manggil dokter kalau di luar. Panggil saja Adrian." Lagi-lagi Vio terpaku akan senyum lelaki itu, senyum paling mempesona yang pernah Vio lihat. "Eh, iya. Adrian." Vio menunduk malu-malu. Ada apa dengannya kini? Kenapa dia malah berdebar-debar seperti ini? Vio memegang dadanya, dia merasakan jantungnya terus bertalu, berlomba untuk menjadi yang semakin cepat. 'Bolehkah aku seperti ini?' batin Vio. Dia benar-benar tak bisa mengusir perasaan ini. Dia b
Brian kali ini pulang lebih awal dari biasanya. Dia benar-benar capek, siang tadi dia harus meninjau lokasi proyek yang berada di Kepulauan Seribu. Perusahaannya menangani pembangunan apartemen di sana.Pria itu tengah berdiri di sebelah kasur, tangan kanannya mengusap tengkuknya pelan. Dia menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, mencoba mengusir penat yang terus-terusan mengejarnya.Brian mengambil benda pipih panjang dari kantong celananya dan menghubungi salah satu kontak."Halo, Vincent. Ada perkembangan?" tanyanya langsung tanpa basa-basi. Sudah beberapa hari, pastinya anak buahnya itu telah menemukan sesuatu tentang istrinya itu."Nyonya Azzura beberapa hari ini sering mengunjungi sebuah klinik.""Klinik? Apa Azzura sakit?" gumamnya."Pemilik klinik itu ... Adrian Raharja.""Apa?!" Nama itu tak asing bagi Brian. Nama seorang laki-laki yang selalu memuja istrinya. Meski dia tahu jika Azzura telah memilihnya. "Untuk apa Azzur
Vio panik karena tak menemukan Kyra di mana pun. 'Ke mana anak itu?' batin Vio. "Udah ketemu." Seseorang menepuk bahunya. Dilihatnya Adrian tak kalah khawatir dari Vio. Bagaimana juga Kyra adalah anak dari wanita yang dia cintai, dan dia juga menyayangi anak itu. Vio menggeleng pelan, "Harusnya aku kejar dia tadi." Rasa sesal langsung saja menyergapnya saat itu juga. Dia telah lalai mengawasi bocah yang kini telah menjadi anak tirinya itu. Melihat wajah bersalah Vio, Adrian ikut menyesal. Dia yang menyuruh Vio untuk tidak menanggapi Kyra yang merajuk. "Argh ...!" Adrian mengusap wajahnya kasar. Seluruh tempat sudah dia sisiri. Toilet, kamar, gudang, dan kini mereka berdua telah berada di luar. Tapi, sama sekali tak mendapati bayangan gadis cilik itu. Vio berjongkok, dia putus asa saat ini. Apa yang akan Azzura katakan padanya jika terjadi apa-apa dengan Kyra? Brian pun akan semakin membencinya. "Ayo! Cari lagi!" Adrian menepuk bahu Vio, membuat gadis berusia 20 tahun itu langsung
Brianbangundaritidurnya,harimasihpagi.Diamemangterbiasa
"Mbak Zura menghilang?!" pekik Vio dengan intonasi yang mungkin bisa membangunkan kucing tidur. Dia sangat kaget dengan apa yang baru saja Brian katakan."Ini ... Mbak Azzura menghilang gimana, Mas? Mungkin dia pergi ke kamar Kyra."Brian menggeleng, "Aku sudah ke sana dan tidak ada," jawabnya lemah.Dia mendadak lesu saat mendapati kenyataan bahwa sang istri tercinta tak ada di mana pun. Bahkan dia yang biasanya sangat pemarah pada Vio saja, benar-benar tidak ada keinginan untuk marah. Entah karena dia sudah menyadari kesalahanya, atau karena tragedi barusan yang sialnya tidak bisa dia lupakan begitu saja.Pikiran Brian bercabang kali ini. Di samping dia memikirkan Azzura, dia juga kepikiran tentang tubuh wanita yang baru saja dia lihat. Brian harus berusaha mengenyahkan pikiran kotornya segera. Tidak mungkin 'kan dia menjilat ludahnya sendiri?"Mungkin dia ke rumah orang tuanya, Mas. Sudah Mas tanyakan?" Tentu saja Vio tak kalah khawatir pada kea
"Mama semalam berangkat ke Australia," jawab Brian sekenanya. Dahi gadis berusia 11 tahun itu mengerut, "Ya sudah! Papa mau antar Mbak Vio dulu ke rumah sakit." Kembali Brian menarik lengan Vio dan berjalan melewati Kyra. Dia sudah tidak memiliki jawaban yang tepat jika Kyra kembali bertanya tentang ibunya. Dia tidak bisa membohongi Kyra lebih lagi.Sebenarnya banyak pertanyaan yang ingin gadis itu tanyakan, tetapi ayahnya keburu pergi meninggalkan dirinya. Dia merasa ada yang aneh, tetapi sebagai anak kecil, Kyra tidak tahu apa itu.Kini kedua orang dewasa itu sudah berada dalam mobil. Vio hanya bisa diam saat Brian menyeretnya entah ke mana. Dia tidak habis pikir dengan Brian yang selalu saja menyalahkannya. Bahkan kali ini, dia tidak kalah sedih dari Brian. Dia juga menyayangi Azzura, terlepas dari status mereka yang rumit."Kita akan ke mana?" Setelah lama hanya saling diam, Vio akhirnya memberanikan diri untuk bertanya pada Brian ke mana arah tujuan mereka.
Beruntung sekali Vio, saat dia masuk ke dalam, Kyra telah tertidur di kamarnya. Hari memang sudah malam. Seharian ini dia hanya berkeliling menemani Brian mencari Azzura.Di dalam kamar, Vio terus berusaha menghubungi Azzura, tetapi semua sia-sia. Ponsel Azzura sama sekali tidak bisa dihubungi."Bagaimana jika Mbak Zura lagi kena musibah?" gumam Vio seorang diri. Dia begitu takut terjadi apa-apa dengan wanita itu. Meski statusnya sebagai istri kedua dari Brian, tetapi dia sama sekali tidak memiliki perasaan pada lelaki itu.Vio melihat ke arah luar jendela. Setelah mengantar Vio pulang tadi, Brian belum juga pulang. Ke mana lelaki itu? Vio tambah gelisah kerena kedua orang itu tidak ada di rumah."Itu mobil Mas Brian." Vio merasa lega saat melihat mobil suaminya itu masuk ke dalam pekarangan rumah. Itu tandanya Brian baik-baik saja atau malah sudah menemukan Azzura. Dengan wajah penuh harapan, Vio berlari ke pintu depan. Siapa tahu mereka butuh bantuan.