Beranda / Romansa / Driving Me Mad / Part 5 : Doubt

Share

Part 5 : Doubt

Penulis: Orihim3
last update Terakhir Diperbarui: 2020-10-07 14:38:01

Semua terdiam.

"Aku bersedia menikah dengan kak Daffa." ucap Shine sekali lagi dengan pancaran kebahagiaan yang tentu tidak dapat ia tutupi.

Ema mendekati Shine dan mengelus rambutnya lembut. "Ganti bajumu dulu Shine, kita akan membicarakan hal ini nanti setelah kau mengganti baju, dan kita akan makan bersama sekarang." tuntun Ema ke kamar Shine.

Gadis itu hanya menurut, ia tersenyum ke Ema sebelum menutup pintu kamarnya yang dibalas dengan cubitan di pipinya. Ema kemudian kembali meninggalkan putri kesayangannya itu ke ruang keluarga.

"Jangan ada yang mengatakan sepatah katapun tentang rencana ini padanya, aku akan menceraikan Shine setelah usianya genap 25 tahun, setelah ia matang, dan dapat mengambil alih perusahaannya sendiri." tegas Daffa sekali lagi pada semua anggota keluarga sebelum Shine kembali.

"Tujuh tahun ya? Semoga saja rencanamu dapat berjalan mulus selama itu." Darren hanya berdecak memandang Daffa, kemudian meninggalkan mereka ke ruang makan, diikuti Brata dan Daffa, sedangkan Ema masih menunggu Shine yang sedang berada dikamarnya.

.

"Seriously?"

"Jangan terlalu terkejut seperti itu."

"Kau sangat mengejutkanku Daff, ini sangat tiba-tiba, ada apa?"

Daffa meneguk sampanye digelasnya, ia tidak langsung menjawab pertanyaan Rendy, sahabatnya sejak menempuh pendidikan dulu.

Mereka sedang bersantai di ruangan Rendy, disalah satu lantai gedung perusahaan mewahnya.

"Oh come on, kau bisa membuatku mati penasaran." desak Rendy. "Dia.. tidak sedang hamil bukan?" tebaknya kemudian mengingat bagaimana pergaulan Shine dengan teman-temannya yang Daffa ceritakan beberapa hari lalu.

Daffa tertawa, menendang sofa sandaran Rendy sehingga membuatnya sedikit goyah. "Jangan sembarangan bicara, aku bisa membunuh pria yang sanggup menghamilinya itu jika benar terjadi."

Bukannya merasa bersalah, Rendy ikut terkekeh. "Lalu?"

"Kau memang selalu ingin tau apa yang aku lakukan." ejek Daffa, sebelum ia menceritakan semuanya pada Rendy dengan wajah yang santai.

Daffa menceritakan tentang Lionel yang ingin mengambil hak asuh Shine dari keluarganya, tentang maksud terselubung Lionel tentunya, dan tentang lamarannya terhadap Shine.

Rendy hanya menganggukkan kepalanya mendengar apa yang Daffa katakan.

"Ini menyangkut hidupmu Daff, apa kau tidak ingin berpikir kembali? Tujuh tahun bukan waktu yang singkat."

"Aku tau." Daffa menggoyang-goyangkan gelas sampanyenya, memandang kota dari balik gelas itu.

"Dan kau ingin menjalaninya tanpa cinta?" tanya Rendy lagi menyakinkan.

"Aku menyayangi Shine."

"Sebagai adik, ya aku tau itu Daff, kau tidak akan memikirkan akibatnya nanti?" Rendy menaikan alisnya, mempertegas wajah tampan yang ia miliki sejak dulu.

"Maksudmu?"

"Bagaimana jika Shine jatuh cinta padamu?"

"Ucapanmu seperti Darren dan ayahku saja." Daffa terkekeh menanggapi ucapan Rendy yang ia anggap sebagai guyonan.

"Yah, tipikal wanita itu sangat mudah jatuh cinta. Kau harus berhati-hati dengan hal itu Daff."

"Aku tau. Tidak semua wanita seperti itu." Daffa kembali menyesap isi gelasnya, dan mengalihkan pandangannya dari Rendy ketika ponsel pria itu bergetar.

Rendy bangkit dan memutar kearah mejanya untuk mengambil ponselnya. Ia tersenyum lembut. Menggoda Daffa untuk bertanya.

"Teman kencanmu?" tanya Daffa penasaran.

"Tentu saja bukan."

"Lalu?"

Rendy kembali mendekat pada Daffa dan menunjukkan layar ponselnya, dan itu sukses membuat Daffa ikut tertawa.

Disana terlihat poto seorang gadis, dengan wajah yang sengaja ia buat jelek dan aneh.

"Kau merindukannya?" tanya Rendy.

Daffa hanya tersenyum menatap lantai. "Apa kau juga merindukannya?" tanyanya balik.

"Ya, aku akan menemuinya di ulang tahunnya yang ke-24 nanti. Sudah satu tahun aku tidak pernah mengunjunginya." jelas Rendy.

"Setelah pertunangan Darren?"

"Ya, sepertinya begitu. Apa kau mau ikut?"

"Hmm, setelah aku menikah. Boleh juga."

Rendy tertawa, kali ini dengan kepasrahan Daffa. Tentu saja, menikah mungkin pilihan Daffa untuk tetap mempertahankan seseorang yang ia sayang. Dan Rendy menghormati keputusan sahabatnya itu.

Daffa menghela napas sebelum mengucapkan kalimat berikutnya. "Aku tidak menyangka, kau yang menyembunyikannya dari kami. Aktingmu benar-benar bagus."

"Kau sedang menyindirku atau memujiku Daff?" Rendy menoleh, menghentikan tawanya.

"Well, terima kasih sudah membawanya pergi jauh dari kami, karena jika aku menjadi dirimu, aku pasti akan melakukan hal yang sama."

"Dia sangat rapuh waktu itu, aku hanya berusaha melakukan kemungkinan yang terbaik, lagipula dia tidak punya siapa-siapa lagi. maafkan aku Daff." ucap Rendy tulus.

"Sudahlah, sudah tujuh tahun berlalu, dan kau masih membahas masalah ini? Lagipula aku sudah berkomunikasi dengan Mikaela sejak kau mempertemukanku dengannya. Kami sudah menjadi teman."

"Apa kau senang Daff?"

"Ya, aku senang." Daffa berucap sambil memutar tubuhnya dan membuang napas. "Tapi setelah ini aku akan menikah dan tidak mungkin setelah tujuh tahun nanti dia tidak akan punya kehidupan yang baru."

Rendy menatap pemandangan gedung-gedung pencakar langit di depan melalui jendela ruangannya. "Kita tidak tau apa yang akan terjadi besok dan setelahnya." ucapnya sendu, lalu ikut memutar tubuhnya ke arah Daffa dan mengulurkan tangannya. "Congratulation atas pernikahanmu Daff."

Daffa menatap tangan itu kemudian menatap wajah Rendy yang terlihat menunggu sambil tersenyum jahil.

Ia menepis tangan Rendy cukup keras.

Rendy makin terkekeh.

"Ini hanya bagian dari drama hidupku Ren."

"Baiklah, baiklah, kapan kau akan menikah?"

"Mungkin lusa."

"What? Daff?"

.

"Hentikan ini Shine! Hentikan!"

Sophie merengek menarik-narik tubuh Shine.

"Tolong batalkan." Pintanya putus asa.

Shine hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kalau begitu, kau bisa memukul kepalaku agar aku terbangun dan mengatakan kalau ini hanya mimpi?"

Vonie terkekeh melihat Sophie yang nampak depresi mendengar ucapan Shine bahwa ia sudah menyetujui untuk menikah dengan Daffa.

"Kau jahat Shine kau jahat!"

Shine tau Sophie hanya mendramatisir keadaan. Dia tidak akan goyah dengan pilihannya.

Ia akan mencoba menjadi istri Daffa.

"Sophie, hentikan ini, aku lelah mendengar rengekanmu." keluh Vonie mengorek-ngorek telinganya.

"Vonie benar." dukung Jane. "Mungkin sudah takdirnya, jodoh Shine adalah kak Daffa, kakaknya sendiri, tidak lain dan tidak bukan." tambahnya sedikit menyindir dalam nada candaan.

"Tapi..tapi.. ini terlalu mendadak, hatiku tidak siap." Sophie tetap mendramatisir. "Lagipula.. apa kau benar-benar mencintainya Shine?"

Shine memandang Sophie, tidak tau ingin menjawab apa.

"Cinta itu bisa tumbuh dengan seiringnya waktu." Jane mengambil alih memberi jawaban.

"Apa kau yakin akan hidup bersamanya selamanya?" tukas Sophie lagi memajukan tubuhnya dan menguncang-guncangkan tubuh Shine.

Gadis itu memegang tangan Sophie dan menjatuhkannya ke bawah. "Untuk saat ini aku memang tidak yakin, tapi satu-satunya lelaki yang aku yakin dapat membahagiakanku adalah kak Daffa."

.

Shine berdiri di balkon rumah, ia masih memikirkan ucapan teman-temannya tadi. Ucapan mereka membuatnya lemah. Muncul pertanyaan-pertanyaan dibenaknya, antara kepastian dan keraguan.

"Apakah keputusannya sudah tepat?"

"Apakah benar ia akan menikah dengan Daffa?"

"Apakah ia akan bahagia nantinya jika menikah dengan Daffa?"

"Apakah ia bisa mencintai pria itu?"

Dan masih banyak keraguan-keraguan yang lainnya. Tetapi ia tidak akan tau jika tidak mencoba. Kesempatan tidak akan datang untuk kedua kalinya.

Daffa adalah tipe idealnya.

Daffa menyayanginya.

Daffa yang selama ini selalu ada disampingnya.

Dengan siapa lagi Shine harus menghabiskan hidupnya jika bukan dengan Daffa? Bahkan Shine tidak bisa membayangkan akan hidup dengan pria lain.

Mungkin saja Daffa sebenarnya mencintai Shine. Buktinya Daffa selalu menjaga Shine dengan baik, memperlakukan Shine dengan baik walaupun Shine bukan adik kandungnya. Bukankah itu cinta?

Ya, Shine sudah membuat keputusan yang sangat tepat untuk menikah dengan Daffa. Pasti.

Dibawah, Daffa baru saja pulang dari kantor beberapa menit yang lalu. Hari ini ia pulang cukup larut karena banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan. Ia melepaskan kancing kemejanya dan melihat arlojinya sekilas. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Sudah dipastikan ayah dan ibunya sudah tertidur pulas dikamar mereka, padahal ia ingin membicarakan sesuatu yang penting dengan orang tuanya menyangkut pekerjaan.

Karena itu, Daffa memutuskan untuk mandi air hangat saja lagipula udara malam ini cukup dingin.

Setelah mandi, Daffa turun ke bawah untuk mencari beberapa camilan didapur karena perutnya kosong. Ia meneguk segelas air sebelum mulai menggigit rotinya. Tapi mata Daffa terfokus pada pintu kamar Shine yang terbuka.

Pria itu mendekat sambil mengunyah rotinya untuk mengecek apa yang Shine lakukan semalam ini. Ia sedikit was was jika saja Shine tidak ada di kamarnya dan kabur secara diam-diam seperti malam itu.

Ternyata benar, kamar Shine kosong, Daffa mulai khawatir dan mencari Shine ke semua ruangan.

Ia dapat bernapas lega ketika melihat sosok Shine sedang berdiri memunggunginya di balkon atas. Gadis itu terlihat mengusap-usap lengannya yang hanya menggunakan piyama lengan pendek.

"Apa yang kau lakukan Shine?" tanya Daffa membuat Shine sedikit terkejut dengan kehadirannya.

Shine menengok sekilas lalu kembali ke posisi awalnya, ia menatap ke langit hitam pekat dengan hanya beberapa bintang yang menghiasi.

"Aku sedang melihat bintang."

Daffa mendekat dan berdiri disampingnya, memperhatikan Shine yang wajahnya nampak cemas masih sambil mengusap-usap lengannya.

Melihat itu Daffa menarik Shine ke dalam dekapannya, ia memeluk Shine dari belakang, melingkarkan tangannya ke leher Shine.

Gadis itu terkejut dengan perlakuan Daffa. Tapi ia tetap menerimanya tanpa berniat melepaskan rengkuhan itu.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Daffa dengan suara berat. Seperti biasa, suara yang sangat Shine sukai, suara lembut Daffa.

Shine mengangguk dalam dekapan Daffa. Tangannya naik untuk menggenggam lengan pria itu yang nampak besar dilehernya.

"Belum terlambat untuk membatalkannya jika kau belum siap." Ujar Daffa kembali, maksudnya tentang rencana pernikahan mereka.

Shine menggeleng.

"Lalu apa yang kau cemaskan?"

"Aku... aku.. tidak tau apa yang aku cemaskan. Hanya saja..."

"Aku menyayangimu Shine."

Kini keraguan Shine benar-benar hilang ketika Daffa mengucapkan tiga kata itu. Shine berbalik dan langsung memeluk Daffa erat. Ia tersenyum lebar dibalik dada Daffa. "Ini seperti mimpi kak, kau akan menjadi suamiku." ujarnya.

Daffa ikut tersenyum dan mengelus-elus rambut Shine tanpa mengucapkan sepatah katapun. Membuat Shine memeluknya lebih dalam.

Maafkan aku Shine, suatu saat kau akan mengerti, jika aku hanya ingin melindungimu dan menjagamu. Batin Daffa.

Bab terkait

  • Driving Me Mad   Part 6 : Dream?

    Mobil Shine melaju mulus menuju ke sekolah, beberapa kali mereka mendapatkan kemacetan dijalan. Tetapi bukan itu yang Shine pikirkan.Wajah mungil Shine tertekuk, bibirnya mengerucut dan ia melipat tangannya ke depan dada. Sesekali ia menghentak-hentakkan kakinya ke bawah, membuat kedua bodyguardnya yang duduk di kemudi depan menengok, mengintip melalui kaca depan mobil. Mereka jelas tau apa yang membuat mood Shine begitu buruk.Nona mudanya itu baru saja resmi menjadi nyonya Daffa.Iya, mereka baru saja melangsungkan pernikahan sekitar 45 menit yang lalu, dan kini Shine harus menuju ke sekolah untuk menuntut ilmu.Shine mencebik. Ini adalah hari istimewanya, tapi apa yang ia dapat?

    Terakhir Diperbarui : 2020-10-07
  • Driving Me Mad   Part 7 : Patience

    "Jadi dia tidak menyentuhmu sama sekali?"Pertanyaan yang ntah keberapa kali Sophie lontarkan hari ini membuat Shine kesal. Apalagi Sophie akan tertawa sangat keras sesudahnya."Hentikan menanyakan hal itu Soph," ucap Jane dikursi belakang sembari menepuk pundak Sophie yang sibuk menyetir mobilnya. Jane menutupi mulutnya dengan jemari. Shine tau bahwa gadis berlesung pipi itu sedang menahan tawa.Saat ini mereka sedang pergi bersama-sama mengantar Vonie menemui Jim, pria yang sewaktu itu tertangkap bersama mereka di pertandingan tinju liar. Shine berpikir Vonie benar-benar serius menyukai Jim.Setelah perdebatan yang cukup panjang dengan bodyguard Shine, akhirnya Shine diizinkan pergi dengan para sahabatnya itu sepulang sekol

    Terakhir Diperbarui : 2020-10-07
  • Driving Me Mad   Part 8 : What the?

    Setelah malam itu, Shine mengikuti semua keinginan Daffa. Tidak berkeliaran setelah pulang sekolah selama menjelang ujian, tidak bermain-main setiap hari bersama teman-temannya dan belajar dengan giat.Ya... tentu saja itu karena Daffa selalu mengawasinya dengan sangat ketat.Bayangkan saja, Daffa mengantar jemput Shine ke sekolah dengan tepat waktu, memastikan Shine masuk ke dalam kelasnya dan menjemput Shine di depan pintu kelas, hingga beberapa temannya terus-menerus menanyai nomor ponsel Daffa, karena pria itu sangat mencuri perhatian.Shine bisa gila!Tapi gila yang dirasakan Shine terbayar sudah. Kini, ia sedang tertawa sambil berteriak-teriak memeluk teman-temannya yang baru saja melihat papan pengumuman kelulusan, dan mereka s

    Terakhir Diperbarui : 2020-10-07
  • Driving Me Mad   Part 9 : Wedding

    Setelah seminggu penuh Shine mempersiapkan pernikahan impiannya, tentu saja dengan bantuan para sahabat serta Ema dan Brata, karena Daffa terlalu sibuk bekerja, ia hanya mengiyakan apapun permintaan dan konsep yang Shine inginkan, akhirnya hari yang ditunggu-tunggu gadis itu tiba.Hari pernikahannya.Shine mengenakan gaun putih gading menjuntai bak princess, gaun rancangan perdana Sophie khusus untuknya, dan hanya dikerjakan dalam satu Minggu setelah Daffa menawarkan sebuah pesta pernikahan malam itu.Dengan tatanan messy hair masih ala-ala putri kerajaan Shine nampak terlihat sangat cantik. Sedikit anak rambut nakalnya menjuntai dari pinggiran leher Shine."Kau sangat luar biasa Shine," puji Jane menatap sahabatnya

    Terakhir Diperbarui : 2020-10-07
  • Driving Me Mad   Part 10 : Peevish

    Shine melangkah keluar kamar mandi dengan hati yang berdebar. Tangannya kuat memegang kimono mandinya karena ia tidak memakai sehelai benangpun di dalam kimono itu.Dilihatnya Daffa berdiri di depan cermin, tengah sibuk memakai jam tangan."Ah, kau sudah selesai?" tanya pria itu menyadari keberadaan Shine."Ya." Shine memperhatikan Daffa, suaminya itu memakai t-shirtmaroonpolos dan memakai celana

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-17
  • Driving Me Mad   Part 11 : Someone

    "Jadi dia tidak pernah menyentuhmu sampai sekarang Shine?" tanya Sophie setelah selesai mendengarkan curahan hati Shine.Shine mengangguk tak teratur kemudian kembali meminum birnya.Jane merebut gelas Shine."Sudah sebulan lebih, sejak pesta itu, dan kau masih perawan hingga saat ini?" Sophie tertawa geli, ia terlihat mengejek."Pasti karna dadamu yang rata itu, Shine,"

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-17
  • Driving Me Mad   Part 12 : Plans

    "Kau sudah sampai, sayang?"Daffa memeluk Ema erat begitu melihat wanita paruh baya itu menyambutnya."Ibu akan pergi?" tanya Daffa melihat pakaian Ema yang sangat rapi. Ia melepaskan pelukannya."Ya, kami akan pergi makan malam bersama, undangan rekan bisnis ayahmu."Daffa celingukan. "Dimana ayah?"

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-17
  • Driving Me Mad   Part 13 : Other Side

    Setelah baru saja mendarat, Daffa membuka ponselnya ketika sudah duduk dalam mobil yang menjemputnya. Ia memijat-mijat dahi karena kelelahan. Ada dua panggilan tak terjawab dari Shine siang tadi, sebelum penerbangan. Daffa terburu-buru untuk sampai ke bandara kerena sedikit terlambat, jadi ia tak sempat mengangkat telpon Shine. Dan ketika di dalam pesawat ia segera menon-aktifkan ponselnya.Daffa menekan nomer Shine untuk balik menghubunginya.Sampai dering terakhir tidak ada jawaban dari seberang, ia kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku.

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-17

Bab terbaru

  • Driving Me Mad   Special Part : DAFFA

    Namaku Daffa Revano Abrata.Aku terbangun dari tidurku yang cukup panjang. Ntah apa yang terjadi padaku, tiba-tiba aku terbangun dengan jantung yang masih berdetak.Ku pikir aku sudah mati. Mengingat bagaimana penyakitku.Ketika aku terbangun, yang aku lihat adalah wajah-wajah penuh air mata dari keluargaku, juga kembaranku yang matanya terlihat memerah walaupun sepertinya ia tak ingin menunjukkannya padaku.

  • Driving Me Mad   Special Part : SHINE

    Namaku Miracle Shine. Nama yang benar-benar indah untuk gadis malang sepertiku. Seseorang yang baru saja kehilangan seluruh hidupnya. Ayah dan Ibu meninggalkanku satu tahun yang lalu, dan kini aku juga harus kehilangan kakak yang paling aku sayangi karena kecelakaan.Gelap.Aku merasa hidupku diselimuti oleh kegelapan ketika aku menyaksikan pemakaman Edward.Sungguh aku tidak tahu bagaimana masa depanku tanpanya, aku merasa hancur dan sendiri.

  • Driving Me Mad   Extra Part : Twins

    Shine dan Daffa baru saja memasuki rumah orang tuanya, rumah yang setelah sekian lama baru saja mereka kunjungi.Mereka disambut ramah oleh para pekerja dan juga Ema yang begitu melihat Shine langsung memeluknya, padahal Daffa juga berada di samping Shine."Ibu merindukanmu, Nak."Shine mempererat pelukannya mendengar suara Ema yang bergetar. "Aku juga, Bu."Setelah puas

  • Driving Me Mad   Epilog

    Desahan napas memburu terus beradu di sebuah ruangan yang cukup gelap dengan hanya penerangan cahaya lampu meja ala kadarnya.Disana, di atas ranjang king size yang berada di tengah ruangan, terdapat dua insan yang sedang bergumul, bercumbu menyalurkan hasrat manusiawi yang mereka miliki."Kak Daffa ..."Erangan Shine semakin menggila ketika Daffa menciumi dadanya secara bergantian, bekerja sama dengan jari jemarinya yang meremas dua gundukan yang selalu membuat pria itu gemas.

  • Driving Me Mad   Part 41 : Ending.

    'Aku sudah mengetahui semuanya, Kak. Selama ini kau membohongiku. Kak Darren sudah memberitahuku, tentang siapa kita sebenarnya. Jika memang seperti ini takdir kita, mau bagaimana lagi? Aku tidak bisa marah. Aku mencintaimu, kau mencintaiku, bisakah kita mati saja bersama-sama? Aku akan menunggumu di tempat rahasia kita, kau tau kan tempat itu? Tempat yang hanya diketahui oleh kau dan aku saja. Aku akan pulang ke Indonesia pagi ini bersama mereka. Bukankah kau juga harus mengambil penerbangan pagi ini? Jika kau tidak datang, kau tau bukan senekat apa diriku? Aku benar-benar mencintaimu, Kak.'"Bali, pasti Bali," gumam Daffa mengingat sebuah villa yang ia

  • Driving Me Mad   Part 40 : Choice

    Satu tahun kemudian ....Ema, Brata, Darren juga Mikaela sedang bercakap-cakap di sebuah ruangan yang tidak terlalu luas tapi cukup nyaman untuk berkumpul bersama, ruangan dengan nuansa warna coklat susu, juga terdapat beberapa manekin yang terpajang di sudut-sudutnya, lengkap dengan gaun-gaun menempel disana. Ya, itu adalah apartemen Shine yang sudah diubah menjadi tempat Sophie merancang busana.Mereka sekeluarga datang untuk menghadiri upacara kelulusan Shine yang diadakan hari ini.

  • Driving Me Mad   Part 39 : Bitter 2

    "Jantung yang berdetak dalam diriku, adalah jantung milik Edward. Jantung milik kakakmu."Mata Shine membulat, dengan cepat ia membalikkan badannya menatap Daffa.Tidak ada kebohongan disana."A--apa?" Tanya Shine memastikan pendengarannya."Jantung yang aku miliki sekarang adalah jantung Edward," ulang Daffa tanpa ragu sembari membalas tatapan Shine.

  • Driving Me Mad   Part 38 : Bitter

    Dua hari setelah mengetahui kenyataan pahit yang ada, Daffa mengasingkan diri di villa rahasia miliknya dan Shine yang berada di Bali. Darren sempat menghubungi Daffa dan menanyakan kenapa tiba-tiba Daffa menghilang, tetapi pria itu mengatakan jika ia ada urusan bisnis yang mendadak. Ia tak ingin memberi tahu pada siapapun keberadaannya, bahkan ia tidak ingin mendengar kebenaran apapun dari mulut Darren.Daffa memilih diam dan tetap berpura-pura tidak mengetahui apapun.Setidaknya itu pilihannya sebelum memutuskan sesuatu.

  • Driving Me Mad   Part 37 : Shock

    "Kau dimana?""Masih di London.""Bisakah kau pulang hari ini?""Ada apa?""Ada sesuatu yang sangat penting yang

DMCA.com Protection Status