"Jadi, gadis itu tak sengaja menabrak kak Caroline, dan membuat pesta jadi berantakan?"
"Ya, Jane, begitulah yang aku dengar," ungkap Shine sembari menyedot jusnya. "Dan kalian tau? Kak Darren marah besar, aku sampai takut melihatnya."
Dua minggu setelah Shine tiba di Indonesia, gadis itu dan teman-temannya, termasuk Jim, baru sempat bertemu karena kesibukan masing-masing. Mereka memutuskan untuk bertemu di sebuah kafe tempat mereka sering menghabiskan waktu.
"Aku justru kasihan padanya, dia pas
Sudah lebih enam jam berlalu tanpa kabar dari Mikaela, begitupun juga dengan kabar Rendy. Daffa dan orang suruhannya belum bisa mendapatkan titik terang dalam masalah ini.Daffa menyandarkan kepalanya pada kemudi mobil, sambil terus menerus menghela napas, mengkhawatirkan banyak hal.Tak lupa Daffa juga selalu memeriksa kedua ponselnya, tak ada satu pesan ataupun panggilan dari Shine.Tumben sekali, apa gadis itu menikmati masa orientasinya sebagai mahasiswi baru?
Segera setelah Mikaela menelpon Daffa karena Rendy telah kembali, Sahabatnya itu juga akhirnya menelponnya sembari tertawa mengajak untuk bertemu di apartemen yang ia beli di Singapura. Si sialan itu tidak tahu betapa khawatirnya Daffa.Mereka berdua terpaku menatap pemandangan di depannya yang penuh dengan kerlap kerlip lampu yang menyala secara acak hampir diseluruh mata memandang, begitupun lampu dari gedung-gedung yang berseberangan dari tempat mereka berdiri, sebagian besar masih menyala terang di kota yang tidak pernah tidur itu.Merasa suasana sangat kaku, Daffa berbalik untuk menggambil sesuatu. Kemudian ia kem
Jalanan menanjak dengan pemandangan pepohonan di kanan dan kiri jalan serta lautan di sepanjang perjalanan menjadi fokus Shine untuk tidak gatal bertanya pada Daffa apa yang sebenarnya menjadi tujuannya.Pulau Dewata. Ya, Daffa membawa Shine ke Bali, layaknya penculik yang membawa seorang bayi, Shine tidak berkomentar apapun dan tak berminat menanyakan apapun. Padahal sebenarnya ia ingin tahu apa yang akan Daffa lakukan.Udara sejuk menyeruak diantara lembutnya rambut pirang Shine. Ntah darimana Daffa mendapatkan mobil berjenis konvertibel yang mereka tumpangi sekarang. Pria itu seperti sudah merencanakan secara matang
"Cepat kak, aku sudah terlambat untuk kelas pagi.""Rustam dan Denny akan mengantarmu, Shine. Aku tidak bisa mengantarmu pagi ini, karena ada meeting dengan klienku.""Aku tidak peduli kak, kau mau mengantarku atau tidak?" tanya Shine penuh penekanan."Baiklah, tunggu sebentar lagi," ucap Daffa pasrah. Dengan cepat ia menghabiskan roti sebagai sarapannya.Beberapa hari in
Hari-hari setelahnya Shine masih tetap bersikap sama pada Daffa, egois, apa yang ia katakan harus Daffa penuhi, selalu bersikap ketus hingga Daffa lelah dan terkadang membiarkannya.Tapi tidak untuk saat ini, Daffa memutuskan untuk ikut ke pesta ulang tahun Vonie yang Shine katakan tempo lalu. Ia tidak ingin shine pergi pada malam hari dengan pria asing yang katanya akan menjemput Shine karena Jim tidak dapat menjemputnya.Sebenarnya Daffa sudah bisa mempercayai Jim, walau hanya sedikit. Setidaknya pria itulah yang menemani Shine ketika Daffa sibuk dengan urusannya.
Daffa bangkit dari tidurnya dengan memegangi dahi, kepalanya terasa sangat berat dan pusing yang luar biasa tengah menyerangnya. Tubuhnya juga terasa pegal dan lemas.Masih dengan mengumpulkan nyawa, ia tersadar akan sesuatu yang ganjil, diangkatnya selimut yang menutupi sebagian tubuh kekarnya sedari tadi.Firasat Daffa menjadi tak enak mendapati dirinya telanjang bulat tanpa mengenakan sehelai benangpun.Dengan dada yang berdegup kencang, ia melirik pelan seseorang yang bergerak di sebelahnya,
"Maaf, dia tidak ingin menemuimu."Begitulah kalimat Jane ketika untuk kesekian kali ia membuka pintu dan mendapati Daffa sudah berdiri di depan apartemennya.Berkali-kali sudah pria itu mendatanginya, ntah darimana ia tahu jika Shine ada di apartemen Jane. Tak diragukan lagi Daffa adalah pria yang sedikit berbahaya meskipun ia terlihat pendiam.Belum ada satu jam Shine datang dan menangis pada Jane, Daffa sudah menelponnya dan tanpa menanyakan keberadaan Shine, ia langsung menanyakan keadaan Sh
Dengan wajah yang cerah Ema dan Brata kembali datang ke apartemen Jane. Bukan karena mereka sedang berusaha membujuk Shine untuk kembali, tapi kali ini Shine yang meminta mereka untuk datang, tentu saja tanpa Daffa. Gadis itu masih belum ingin menemui Daffa.Ketika Jane memberitahu bahwa orang tuanya sudah tiba, Shine nampak keluar dari pintu sambil memeluk tubuhnya. Ia tersenyum simpul memandang wajah-wajah tua yang terlihat sangat merindu, membuat Shine tidak tega. Ia berlari memeluk Ema dan Brata.Bagaimanapun keduanya sudah membesarkan dan merawat Shine juga memanjakannya dengan penuh kasih sayang, walaupun Shine m
Namaku Daffa Revano Abrata.Aku terbangun dari tidurku yang cukup panjang. Ntah apa yang terjadi padaku, tiba-tiba aku terbangun dengan jantung yang masih berdetak.Ku pikir aku sudah mati. Mengingat bagaimana penyakitku.Ketika aku terbangun, yang aku lihat adalah wajah-wajah penuh air mata dari keluargaku, juga kembaranku yang matanya terlihat memerah walaupun sepertinya ia tak ingin menunjukkannya padaku.
Namaku Miracle Shine. Nama yang benar-benar indah untuk gadis malang sepertiku. Seseorang yang baru saja kehilangan seluruh hidupnya. Ayah dan Ibu meninggalkanku satu tahun yang lalu, dan kini aku juga harus kehilangan kakak yang paling aku sayangi karena kecelakaan.Gelap.Aku merasa hidupku diselimuti oleh kegelapan ketika aku menyaksikan pemakaman Edward.Sungguh aku tidak tahu bagaimana masa depanku tanpanya, aku merasa hancur dan sendiri.
Shine dan Daffa baru saja memasuki rumah orang tuanya, rumah yang setelah sekian lama baru saja mereka kunjungi.Mereka disambut ramah oleh para pekerja dan juga Ema yang begitu melihat Shine langsung memeluknya, padahal Daffa juga berada di samping Shine."Ibu merindukanmu, Nak."Shine mempererat pelukannya mendengar suara Ema yang bergetar. "Aku juga, Bu."Setelah puas
Desahan napas memburu terus beradu di sebuah ruangan yang cukup gelap dengan hanya penerangan cahaya lampu meja ala kadarnya.Disana, di atas ranjang king size yang berada di tengah ruangan, terdapat dua insan yang sedang bergumul, bercumbu menyalurkan hasrat manusiawi yang mereka miliki."Kak Daffa ..."Erangan Shine semakin menggila ketika Daffa menciumi dadanya secara bergantian, bekerja sama dengan jari jemarinya yang meremas dua gundukan yang selalu membuat pria itu gemas.
'Aku sudah mengetahui semuanya, Kak. Selama ini kau membohongiku. Kak Darren sudah memberitahuku, tentang siapa kita sebenarnya. Jika memang seperti ini takdir kita, mau bagaimana lagi? Aku tidak bisa marah. Aku mencintaimu, kau mencintaiku, bisakah kita mati saja bersama-sama? Aku akan menunggumu di tempat rahasia kita, kau tau kan tempat itu? Tempat yang hanya diketahui oleh kau dan aku saja. Aku akan pulang ke Indonesia pagi ini bersama mereka. Bukankah kau juga harus mengambil penerbangan pagi ini? Jika kau tidak datang, kau tau bukan senekat apa diriku? Aku benar-benar mencintaimu, Kak.'"Bali, pasti Bali," gumam Daffa mengingat sebuah villa yang ia
Satu tahun kemudian ....Ema, Brata, Darren juga Mikaela sedang bercakap-cakap di sebuah ruangan yang tidak terlalu luas tapi cukup nyaman untuk berkumpul bersama, ruangan dengan nuansa warna coklat susu, juga terdapat beberapa manekin yang terpajang di sudut-sudutnya, lengkap dengan gaun-gaun menempel disana. Ya, itu adalah apartemen Shine yang sudah diubah menjadi tempat Sophie merancang busana.Mereka sekeluarga datang untuk menghadiri upacara kelulusan Shine yang diadakan hari ini.
"Jantung yang berdetak dalam diriku, adalah jantung milik Edward. Jantung milik kakakmu."Mata Shine membulat, dengan cepat ia membalikkan badannya menatap Daffa.Tidak ada kebohongan disana."A--apa?" Tanya Shine memastikan pendengarannya."Jantung yang aku miliki sekarang adalah jantung Edward," ulang Daffa tanpa ragu sembari membalas tatapan Shine.
Dua hari setelah mengetahui kenyataan pahit yang ada, Daffa mengasingkan diri di villa rahasia miliknya dan Shine yang berada di Bali. Darren sempat menghubungi Daffa dan menanyakan kenapa tiba-tiba Daffa menghilang, tetapi pria itu mengatakan jika ia ada urusan bisnis yang mendadak. Ia tak ingin memberi tahu pada siapapun keberadaannya, bahkan ia tidak ingin mendengar kebenaran apapun dari mulut Darren.Daffa memilih diam dan tetap berpura-pura tidak mengetahui apapun.Setidaknya itu pilihannya sebelum memutuskan sesuatu.
"Kau dimana?""Masih di London.""Bisakah kau pulang hari ini?""Ada apa?""Ada sesuatu yang sangat penting yang