Share

Bab 32: Riak-Riak Kecil

Awalnya, Mei dan Amran memang tidak terlambat. Alarm ponsel membangunkan Amran lebih dulu. Setelah membersihkan diri, ia mencium kening dan bibir Mei, memaksanya terjaga dan bersiap. Mereka akan naik kereta pertama jurusan Yogyakarta dari Stasiun Jebres.

"Hei, bangun, Meine Schatzi." Amran mengguncang tubuh Mei karena ciumannya tak berhasil membangunkannya. "Lombok sudah menunggu kita, Mei."

"Jam berapa, Mas?" Dengan mata masih terpejam, Mei menggeliat.

"Hampir subuh."

"Hah!" Mendengar kata subuh, Mei terperanjat. Ia membuka mata lalu menyibak selimut, tetapi segera menutupkannya kembali ketika menyadari tubuhnya hanya dibalut gaun tidur sementara lampu kamar menyala terang.

"To-tolong hadap sana, Prof." Mei menenggelamkan tubuhnya di balik selimut. Seluruh tubuhnya, kecuali mata, tetutup kain tebal berwarna merah.

Amran tersenyum geli lalu berdiri. Diraihnya baju koko dari gantungan dan segera memakainya. Lalu, ditinggalkannya kamar. Waktu subuh belum tiba, tetapi lebih baik ia
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status