Share

Dia ingin berpisah

Penulis: Ciety Ameyzha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-16 10:59:07

Dalam hitungan dua menit Azman cukup terkejut, sekali pun pria itu sudah menyiapkan hati untuk hal-hal di luar kendali.

Dengan berpegangan erat pada koper, Anisa meneruskan kalimatnya. "Sepertinya kita memang tidak cocok dari awal. Pernikahan yang terpaksa karena keadaan, lalu sifat kita yang saling bertolak belakang. Kemudian disusul dengan fakta paling menyakitkan. Hal itu saja sudah sangat jelas sebagai tanda kita memang seharusnya tidak saling mengenal dan bersama."

Demi menegaskan maksudnya, Anisa sampai menjelaskan begitu detail. Menghindari Azman bertanya perihal alasan atas keputusan yang perempuan itu buat.

"Apa kamu yakin?" Azman bertanya setelah merasa Aruna lebih tenang. "Ini bukan mainan, tapi keputusan yang bisa membuat hidupmu berubah. Statusmu pun sama akan berubah."

"Apa Mas melihat kilatan ragu di mataku?" Anisa bertanya balik. Azman diam. "Aku rasa tidak karena aku sendiri sudah memikirkannya ratusan kali."

"Ratusan kali dalam kurun waktu seminggu?" tanya Azman lagi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dosen Tampan Itu, Suamiku.   Warisan buruk

    Azman diam sejenak dengan kedua mata masih menatap lurus ke depan. Sudah berapa tahun tidak bertemu? Ya, bertemu dalam artian saling berhadapan satu sama lain, bukan sekadar mengamati dari kejauhan."Saya hampir tidak mengenalimu. Ternyata kamu tumbuh dengan baik," ujar sosok tersebut yang ternyata adalah Pak Dirga.Azman masih diam dalam beberapa detik, kemudian bersuara, "Jelas Anda tidak mengenali saya karena sudah lama juga tidak bertemu."Pak Dirga tersenyum tipis. "Bagaimana kabarmu sekarang?" "Sepertinya Anda tidak perlu bertanya lagi tentang itu. Bukankah Anda sudah tau bagaimana saya? Termasuk hubungan saya dengan kedua anak Anda." Azman tak suka berbasa-basi.Sekali lagi Pak Dirga tersenyum kecil. Seperti halnya Fatur, anak lelaki dari wanita simpanannya pun sudah tumbuh baik menjadi orang dewasa yang pintar berbicara. Dengan begitu, cara menghadapinya harus jauh berbeda ketika usia anak itu belasan tahun. Cukup merepotkan."Benar. Saya mendengar kamu menikah dengan Anisa.

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-18
  • Dosen Tampan Itu, Suamiku.   Bertemu Kembali

    Waktu berlalu begitu cepat. Tiga hari sudah Anisa berada di rumah ibunya bersama Fatur. Selama itu, Anisa masih mendapatkan perhatian Azman lewat pesan singkat. Entah hanya sekadar menanyakan kabar Anisa ataupun mengingatkan Anisa untuk tetap menjaga kesehatan. Berapa pun pesan yang diterima, Anisa sama sekali tidak berniat membalas. Membacanya, lalu membiarkan begitu saja. Sampai pada pagi itu Anisa mendapatkan pesan yang cukup berbeda dari biasanya.[Saya tidak sengaja bertemu ayahmu di pemakaman.]Tangan Anisa kanan Anisa memegang ponsel begitu erat. Ayah, rasanya nama itu sudah hilang di ingatan. Bahkan Anisa tidak pernah ingin tahu keberadaan pria tersebut."Dek, kamu kenapa?" Fatur menarik kursi. Keduanya hendak sarapan. Anisa terkejut, seketika menyimpan ponsel di meja. Fatur menatapnya lekat. "Apa terjadi sesuatu lagi? Dia masih mengganggumu?"Anisa menggelengkan kepala. "Tidak, Kak. Aku cuma terkejut melihat pesan Rara."Fatur mengambil sehelai roti yang sudah dilapisi selai

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-19
  • Dosen Tampan Itu, Suamiku.   Berpura-puralah

    Pak Dirga tertegun. Kalimat Anisa cukup mengobrak-abrik setengah sanubari."Ayah, terima kasih sudah membiarkanku tumbuh tanpamu. Aku harap Allah tidak murka karena Ayah lalai menjaga titipannya." Anisa tersenyum paksa. "Aku permisi, Assalamualaikum." Perempuan itu melangkah ke kembali ke depan dengan perasaan semakin tidak karuan."Wa'alaikum salam." Pak Dirga cukup memandangi punggung Anisa yang kian menjauhi pandangannya.***Dua minggu sudah hubungan Azman dan Anisa renggang. Anisa menolak bertemu pria itu sekalipun Azman mengunjunginya. Fatur masih membukakan pintu hanya untuk menunjukan etika. Namun, Fatur sendiri tidak bisa ikut campur terlalu jauh pula."Kembalilah ke rumah Anda. Saya yakin Anisa menginginkan itu." Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Fatur.Azman tak memaksakan kehendak selama keadaan Anisa baik-baik saja dan aman. Setidaknya perasaan gelisah tidak menghantui pikiran.Azman kembali ke rumah. Kembali melakukan aktivitas seperti biasa yang mulai membosankan

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-23
  • Dosen Tampan Itu, Suamiku.   Menjadi orang asing

    Sebuah rumah sakit besar di kota mendapatkan pasien kecelakaan beruntun. Ada sekitar empat pasien dengan berjenis kelamin dua lelaki dewasa, satu perempuan dewasa, dan satu balita laki-laki. Keempat pasien itu memiliki luka cukup parah, terutama untuk salah satu pasien laki-laki dewasa yang mengalami luka sangat serius sampai tidak sadarkan diri.“Cepat tangani pasien ini dengan serius!” Dokter laki-laki memerintahkan dua suster perempuan.Bangkar rumah sakit didorong dengan tergesa-gesa. Pasien lelaki itu banyak kehilangan darah dari kepala. Dokter menyarankan operasi secepat mungkin. Keadaan ruangan operasi cukup hening, semua yang berada di dalamnya berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan pasien yang ditangani. Sesekali dokter mengerutkan kening seraya menajamkan mata. Setiap gerakannya diatur dan penuh perhitungan. Melakukan kesalahan kecil saja bisa berakibat fatal sebab yang di taruhkan nyawa seorang manusia. Operasi berjalan lumayan memakan waktu sampai akhirnya kata be

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-25
  • Dosen Tampan Itu, Suamiku.   Terimakasih sudah kembali(tamat)

    Suasana kamar hening layaknya malam yang sunyi saat berada di puncaknya. Dua pasang mata menatap satu sama lain seolah sedang mencari sebuah kebenaran lewat pandangan.“Aku istrimu, Anisa,” imbuh Anisa. Perempuan itu hampir setengah gila karena Azman tak bereaksi apa pun. Tubuh Azman masih lemas, belum sanggup bangun.Satu, dua, sampai pada tiga menit selanjutnya mulut Azman masih diam. Anisa kian ketakutan. Perkataan dokter tadi terngiang-ngiang di telinga. Jangan sampai! Perlahan tangan kanan Anisa memegang tangan kiri Azman, mengelusnya halus tanpa sadar air mata itu jatuh kembali. “Mas Azman kenal aku kan?” Sekali lagi bertanya untuk memastikan.Azman bergeming, hanya tatapannya saja yang lekat. “Mas, jangan diam saja! Aku takut.” Barulah suara sedikit keras keluar dari mulut Anisa. Perempuan itu menunduk, tangisnya pecah lagi. “Tolong bicara, Mas. Aku takut.” Suaranya mulai lirih, kehilangan tenaga.Tak berselang lama tangan kiri Azman bergerak memegang balik tangan kanan Anisa.

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-26
  • Dosen Tampan Itu, Suamiku.   Dilamar

    "Menikahlah dengan saya." Azman berdiri di depan Anisa yang jaraknya hanya sekitar satu meter.Hujan turun dengan deras di pelataran kampus menjadi saksi lamaran mendadak tersebut. Anisa bahkan bisa melihat jelas jas hitam yang basah terkena percikan air hujan karena posisi Azman membelakangi air. "Saya serius. Kamu boleh memikirkannya lebih dulu," imbuh Azman.Anisa diam. Suasana mendadak berubah. Keberadaannya di sini karena terjebak hujan, bukan untuk mendengarkan lamaran. "Maaf, Pak, ini terlalu bercanda untuk ukuran lamaran." Anisa berasumsi demikian.Azman diam. Memperhatikan Anisa yang memakai setelan tunik rok berwarna biru muda dengan jilbab pasmina hitam menutup dada. Beberapa mahasiswa yang sama terjebak bersama mereka memang ada, tetapi jaraknya cukup jauh. "Kalau begitu, bisakah kamu memberikan alamat rumahmu?" "Untuk apa, Pak?" Anisa menyambar seketika. "Saya akan langsung datang melamar ke sana," jawab Azman.Kedua bola mata Anisa membulat sempurna. Hujan mulia menge

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-15
  • Dosen Tampan Itu, Suamiku.   Kelas Malam

    "Insya Allah." Anisa tidak bisa terlalu berjanji.Karisma melepaskan tangan Anisa. "Nanti pas ada jadwal setor tugas lagi. Aku ikut, ya!" Karisma memutuskan sendiri.Anisa mengangguk pelan.Percakapan mereka diteruskan dengan topik lain sambil menunggu waktu Dzuhur datang. Begitu azan berkumandang, ketiga sekawan itu pun segera ke masjid kampus.***Azman baru saja salat Dzuhur ketika melihat Anisa dengan teman-temannya. Ia berdiri di pelataran masjid bagian kanan, sedangkan Anisa dan teman-temannya berada di bagian kiri. Ketika Anisa tak sengaja menemukan keberadaannya. Namun, perempuan itu langsung memalingkan wajah. "Dia membenciku." Azman berasumsi sendiri.Terlihat Karisma yang sekarang menatap Azman. Wanita itu berbeda, Karisma mengangguk pelan sambil melebarkan senyum. Setelah itu, Azman bergegas meninggalkan masjid karena kelasnya akan dimulai beberapa menit lagi.Sebagai seorang dosen muda yang bergelut di bidang desain grafis. Ia dituntut untuk lebih kreatif dalam memberikan

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-19
  • Dosen Tampan Itu, Suamiku.   Terkunci

    Anisa mengalami sesak napas ketika selesai kelas. Saat orang lain sudah beranjak pergi. "To-tolong bawakan alat di tas saya, Pak." Azman yang memutuskan menolong Anisa dan melupakan perihal pintu itu pun akhirnya melirik tas pundak berwarna hitam yang berada di atas meja. "Sebentar." Azman mencari alat yang dimaksud. "Akhirnya." Setelah menemukan, ia segera memberikan pada Anisa dan wanita itu memakai di hidung.Azman mendampingi Anisa dengan duduk di samping perempuan itu. Menjaga jarak pula agar mereka tak terlalu dekat. "Apa napasmu sudah enakan?"Anisa bernapas lebih baik. Rasa sesak yang menyerang beberapa menit ke belakang mulai berkurang. "Alhamdulillah, Pak." Anisa melirik Azman. "Terima kasih sudah membantu saya." Anisa berdiri. Mengambil napas dengan baik setelah melepaskan alat tersebut. "Saya permisi."Baru Anisa menyambar tasnya, Azman sadar satu hal. "Sepertinya kita tidak bisa keluar dari sini."Kalimat Azman menghentikan tangan Anisa. "Maksudnya, Pak?" Perempuan itu t

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-23

Bab terbaru

  • Dosen Tampan Itu, Suamiku.   Terimakasih sudah kembali(tamat)

    Suasana kamar hening layaknya malam yang sunyi saat berada di puncaknya. Dua pasang mata menatap satu sama lain seolah sedang mencari sebuah kebenaran lewat pandangan.“Aku istrimu, Anisa,” imbuh Anisa. Perempuan itu hampir setengah gila karena Azman tak bereaksi apa pun. Tubuh Azman masih lemas, belum sanggup bangun.Satu, dua, sampai pada tiga menit selanjutnya mulut Azman masih diam. Anisa kian ketakutan. Perkataan dokter tadi terngiang-ngiang di telinga. Jangan sampai! Perlahan tangan kanan Anisa memegang tangan kiri Azman, mengelusnya halus tanpa sadar air mata itu jatuh kembali. “Mas Azman kenal aku kan?” Sekali lagi bertanya untuk memastikan.Azman bergeming, hanya tatapannya saja yang lekat. “Mas, jangan diam saja! Aku takut.” Barulah suara sedikit keras keluar dari mulut Anisa. Perempuan itu menunduk, tangisnya pecah lagi. “Tolong bicara, Mas. Aku takut.” Suaranya mulai lirih, kehilangan tenaga.Tak berselang lama tangan kiri Azman bergerak memegang balik tangan kanan Anisa.

  • Dosen Tampan Itu, Suamiku.   Menjadi orang asing

    Sebuah rumah sakit besar di kota mendapatkan pasien kecelakaan beruntun. Ada sekitar empat pasien dengan berjenis kelamin dua lelaki dewasa, satu perempuan dewasa, dan satu balita laki-laki. Keempat pasien itu memiliki luka cukup parah, terutama untuk salah satu pasien laki-laki dewasa yang mengalami luka sangat serius sampai tidak sadarkan diri.“Cepat tangani pasien ini dengan serius!” Dokter laki-laki memerintahkan dua suster perempuan.Bangkar rumah sakit didorong dengan tergesa-gesa. Pasien lelaki itu banyak kehilangan darah dari kepala. Dokter menyarankan operasi secepat mungkin. Keadaan ruangan operasi cukup hening, semua yang berada di dalamnya berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan pasien yang ditangani. Sesekali dokter mengerutkan kening seraya menajamkan mata. Setiap gerakannya diatur dan penuh perhitungan. Melakukan kesalahan kecil saja bisa berakibat fatal sebab yang di taruhkan nyawa seorang manusia. Operasi berjalan lumayan memakan waktu sampai akhirnya kata be

  • Dosen Tampan Itu, Suamiku.   Berpura-puralah

    Pak Dirga tertegun. Kalimat Anisa cukup mengobrak-abrik setengah sanubari."Ayah, terima kasih sudah membiarkanku tumbuh tanpamu. Aku harap Allah tidak murka karena Ayah lalai menjaga titipannya." Anisa tersenyum paksa. "Aku permisi, Assalamualaikum." Perempuan itu melangkah ke kembali ke depan dengan perasaan semakin tidak karuan."Wa'alaikum salam." Pak Dirga cukup memandangi punggung Anisa yang kian menjauhi pandangannya.***Dua minggu sudah hubungan Azman dan Anisa renggang. Anisa menolak bertemu pria itu sekalipun Azman mengunjunginya. Fatur masih membukakan pintu hanya untuk menunjukan etika. Namun, Fatur sendiri tidak bisa ikut campur terlalu jauh pula."Kembalilah ke rumah Anda. Saya yakin Anisa menginginkan itu." Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Fatur.Azman tak memaksakan kehendak selama keadaan Anisa baik-baik saja dan aman. Setidaknya perasaan gelisah tidak menghantui pikiran.Azman kembali ke rumah. Kembali melakukan aktivitas seperti biasa yang mulai membosankan

  • Dosen Tampan Itu, Suamiku.   Bertemu Kembali

    Waktu berlalu begitu cepat. Tiga hari sudah Anisa berada di rumah ibunya bersama Fatur. Selama itu, Anisa masih mendapatkan perhatian Azman lewat pesan singkat. Entah hanya sekadar menanyakan kabar Anisa ataupun mengingatkan Anisa untuk tetap menjaga kesehatan. Berapa pun pesan yang diterima, Anisa sama sekali tidak berniat membalas. Membacanya, lalu membiarkan begitu saja. Sampai pada pagi itu Anisa mendapatkan pesan yang cukup berbeda dari biasanya.[Saya tidak sengaja bertemu ayahmu di pemakaman.]Tangan Anisa kanan Anisa memegang ponsel begitu erat. Ayah, rasanya nama itu sudah hilang di ingatan. Bahkan Anisa tidak pernah ingin tahu keberadaan pria tersebut."Dek, kamu kenapa?" Fatur menarik kursi. Keduanya hendak sarapan. Anisa terkejut, seketika menyimpan ponsel di meja. Fatur menatapnya lekat. "Apa terjadi sesuatu lagi? Dia masih mengganggumu?"Anisa menggelengkan kepala. "Tidak, Kak. Aku cuma terkejut melihat pesan Rara."Fatur mengambil sehelai roti yang sudah dilapisi selai

  • Dosen Tampan Itu, Suamiku.   Warisan buruk

    Azman diam sejenak dengan kedua mata masih menatap lurus ke depan. Sudah berapa tahun tidak bertemu? Ya, bertemu dalam artian saling berhadapan satu sama lain, bukan sekadar mengamati dari kejauhan."Saya hampir tidak mengenalimu. Ternyata kamu tumbuh dengan baik," ujar sosok tersebut yang ternyata adalah Pak Dirga.Azman masih diam dalam beberapa detik, kemudian bersuara, "Jelas Anda tidak mengenali saya karena sudah lama juga tidak bertemu."Pak Dirga tersenyum tipis. "Bagaimana kabarmu sekarang?" "Sepertinya Anda tidak perlu bertanya lagi tentang itu. Bukankah Anda sudah tau bagaimana saya? Termasuk hubungan saya dengan kedua anak Anda." Azman tak suka berbasa-basi.Sekali lagi Pak Dirga tersenyum kecil. Seperti halnya Fatur, anak lelaki dari wanita simpanannya pun sudah tumbuh baik menjadi orang dewasa yang pintar berbicara. Dengan begitu, cara menghadapinya harus jauh berbeda ketika usia anak itu belasan tahun. Cukup merepotkan."Benar. Saya mendengar kamu menikah dengan Anisa.

  • Dosen Tampan Itu, Suamiku.   Dia ingin berpisah

    Dalam hitungan dua menit Azman cukup terkejut, sekali pun pria itu sudah menyiapkan hati untuk hal-hal di luar kendali.Dengan berpegangan erat pada koper, Anisa meneruskan kalimatnya. "Sepertinya kita memang tidak cocok dari awal. Pernikahan yang terpaksa karena keadaan, lalu sifat kita yang saling bertolak belakang. Kemudian disusul dengan fakta paling menyakitkan. Hal itu saja sudah sangat jelas sebagai tanda kita memang seharusnya tidak saling mengenal dan bersama."Demi menegaskan maksudnya, Anisa sampai menjelaskan begitu detail. Menghindari Azman bertanya perihal alasan atas keputusan yang perempuan itu buat."Apa kamu yakin?" Azman bertanya setelah merasa Aruna lebih tenang. "Ini bukan mainan, tapi keputusan yang bisa membuat hidupmu berubah. Statusmu pun sama akan berubah.""Apa Mas melihat kilatan ragu di mataku?" Anisa bertanya balik. Azman diam. "Aku rasa tidak karena aku sendiri sudah memikirkannya ratusan kali.""Ratusan kali dalam kurun waktu seminggu?" tanya Azman lagi

  • Dosen Tampan Itu, Suamiku.   Sampai di sini

    Anisa meminta waktu untuk memikirkan keputusan. Tentu Fatur memberikan kelonggaran. Selama waktu tersebut, Anisa meminta Azman untuk tidak mendekati ataupun berbicara dengannya. Demi kenyamanan bersama, Azman menyanggupi.Keesokan harinya Anisa bangun seperti biasa. Menyiapkan keperluan sang suami tanpa berbicara dan langsung berangkat ke kampus lebih pagi. Bahkan perempuan itu tidak berniat sarapan sama sekali.Azman memahami. Tak banyak protes, apalagi sampai berdebat untuk hal sepele. Pria itu bersiap-siap juga untuk mengajar dua kelas.Mobil berwarna hitam meluncur bebas dari pekarangan rumah ke arah jalan. Selama berkendara, Azman berusaha untuk fokus dan melupakan sejenak masalahnya dengan Anisa. Sekali pun otak lelaki itu tetap saja sulit dikendalikan untuk lebih luas."Bu, ternyata hadiahnya lebih manis dari yang aku pikirkan." Azman tersenyum tipis. Setiap perbuatan selalu ada balasan, kalimat yang Azman yakini sedari dahulu. Tak disangka, ia justru menerima balasan atas perb

  • Dosen Tampan Itu, Suamiku.   Dua pilihan

    "Aku lelah. Sebaiknya Mas keluar dari kamar ini dan tinggalkan aku sendiri." Anisa bergerak naik ke ranjang, berbaring miring ke kiri lalu menarik selimut untuk menutupi seluruh badan. Jiwanya sulit memahami keadaan, tetapi kenyataan lebih sulit dikendalikan.Azman mengerti. "Baiklah. Tenangkan dirimu dulu. Kalau ada perlu, saya ada di ruangan perpustakaan." Dengan langkah berat Azman meninggalkan kamar utama. Anisa butuh waktu untuk memahami semuanya.***Di tempat lain Fatur duduk tegak menghadapi seorang lelaki paruh baya yang terus saja mengajaknya bertemu sejak dua hari lalu. "Kamu masih membiarkan mereka bersama?" Lelaki paruh baya itu tak pernah basa-basi, langsung ke inti masalah. Melihat tak ada reaksi Fatur, lelaki paruh baya tersebut memahami keadaan. "Seandainya kamu tau siapa adik iparmu. Apa kamu akan tetap mendukung hubungan mereka?" Selanjutnya sang lelaki paruh baya tersebut mulai memancing suara Fatur.Kening Fatur berkerut kencang. "Apa ada sesuatu yang tidak aku k

  • Dosen Tampan Itu, Suamiku.   Cerita Azman

    "Tidak mungkin!" Anisa berteriak.Dua suster mendekati mereka. Menenangkan Anisa dan memberitahu Azman untuk tidak mengganggu kenyamanan rumah sakit."Maaf, kami akan pulang. Mohon beri informasi jika terjadi sesuatu dengan ibu kami. Assalamualaikum." Azman menuntun Anisa pergi dari daerah taman rumah sakit.Entah sadar atau tidak, yang jelas Anisa tak menolak. Tubuh perempuan itu seolah pasrah. Mengingat jiwanya sedang terguncang dengan pernyataan gila Azman.Azman dan Anisa kembali ke mobil. Anisa masih tidak bersuara, sedangkan Azman bergegas menyetir supaya kendaraan roda empat itu meluncur dari parkiran rumah sakit."Kita bicarakan baik-baik di rumah," imbuh Azman.Tak ada jawaban. Anisa menatap lurus dengan pandangan kosong ke depan. Deru mesin mobil pun seolah tidak terdengar. Saat ini otaknya tidak bisa berpikir apa pun.Selama perjalanan berlangsung, keheningan tercipta di dalam mobil. Hanya suara kebisingan jalanan saja yang terdengar tak henti-henti di telinga mereka masing

DMCA.com Protection Status