"Zen, ayah tau kamu masih kuliah, tapi kamu harus tetep menikah sama laki laki pilihan ayah."
"Ayah apaan sih? Alzen ngga mau ya dijodohin, emangnya ini jaman Siti Nurbaya? Lagian Alzen kan udah punya Jody, laki laki yang Alzen cinta," jawab Alzena kala mendengar pernyataan yang baru saja Surya ucapkan.Sebuah pernyataan aneh yang tiba tiba disampaikan, bak suara petir yang terjadi tanpa hujan, mengejutkan. Hendak menjodohkan Alzena dengan laki laki pilihannya?Sementara Alzena yang kini telah menaruh hatinya pada laki laki bernama Jody, laki laki yang dianggapnya akan menjadi cinta terakhirnya."Zen, ini demi kebaikanmu. Ayah ngga suka kamu bergaul sama Jody, apa lagi kamu bilang cinta didepan ayah, dia ngga baik buat kamu, kamu lihat aja tingkahnya yang suka balapan liar, seperti anak ngga terdidik.""Tapi balapan kan emang hobinya yah.""Tapi kan ngga harus balapan liar, Zen. Kenapa ngga sekalian aja ikut kompetisi balap motor? pokoknya ayah ngga mau tau, bulan depan kamu harus mau menikah sama laki laki pilihan ayah!"Menikah bulan depan? benar benar aneh, apa yang terjadi pada sang ayah, hingga tiba tiba ia memutuskan untuk menjodohkan putrinya secepat ini? Sementara statusnya masih menjadi mahasiswi, haruskah Alzena menikah ditengah tengah perjalanan pendidikannya?"Bulan depan? Ayah, Zen kan belum tau siapa laki laki itu? Dan kak Adit juga belum menikah, apa Zen harus mendahuluinya?" ucap Alzena melirik Aditya Dinata yang sedang asik menyantap makanan dalam piringnya."Siapa bilang? bulan depan kakak juga nikah kok," sahut Adit dengan menjulurkan lidahnya.Namun pernyataan itu pun membuat Alzena terkejut, karena sebelumnya ia tak mendengar apapun tentang pernikahan ini."Kalian akan menikah dihari yang sama. Dan kamu ngga perlu tau tentang laki laki itu Zen, karena ayah bisa pastiin dia adalah laki laki yang baik, dia laki laki yang tepat buat kamu."Seketika mood makan malam Alzena kali ini menghilang, apa mungkin ia harus pasrah dengan perjodohan ini?Alzena tahu bagaimana sifat ayahnya, ia adalah laki laki tegas yang segala peraturannya harus di patuhi, meski dalam hatinya bertekad untuk tidak menerima perjodohan itu, namun yang bisa ia lakukan saat ini adalah diam, demi amarah sang ayah agar tidak terjadi.Namun karena nafsu makannya kini sudah menghilang, ia bergegas menuju kamarnya, menangis dan berharap, semua ini hanyalah mimpi. Ayahnya tak mungkin menjodohkannya!Tanpa terasa matanya mulai sayup dan ia akhirnya tertidur dengan sebuah keresahan.Sampai kemudian pagi menyapanya, jam sudah menunjukan pukul 08:00. Tanpa sarapan dan menyapa semuanya, Alzena pergi ke kampus. Pikirannya benar benar kacau dan berpikir kampus akan menjadi tempat untuk bisa menenangkan pikirannya saat ini.Dikampus, Alzena melangkahkan kaki tak sesemangat biasanya, Langkahnya malas dan dengan tatapan merenung. Lantaran ia yang terus teringat akan perjodohan yang diucapkan sang ayah tadi malam."Kenapa sih ayah bertindak secepat ini? Aku kan belum siap nikah, apa lagi sama laki laki yang ngga tau siapa," batin Alzena dengan terus melangkah.Dari depan, tampak langkah tegap seorang pria berjalan menuju ruangan dosen, dia adalah Emilio Cullen, seorang dosen killer yang sedang viral dikalangan mahasiswinya.Meski usianya kini sudah berkepala empat, tapi wajahnya terlihat lebih muda. Tubuh atletisnya membuat para mahasiswi tak berkedip saat memandangnya. Kehadirannya selalu menjadi fokus utama bagi seluruh mahasiswi yang melihat.Begitupun Alzena, yang lamunannya seketika terbuyar kala ia memperhatikan laki laki berwajah bule itu melangkah semakin mendekat.Tak bisa dipungkiri, jika dosen yang terkenal killer tersebut, ternyata memang mempunyai wajah yang sangat tampan.Namun tiba tiba "bruuuuk" Alzena menabrak sebuah pilar, hingga membuatnya terjatuh."Aduuh," desah Alzena seraya mengusap bagian keningnya yang terasa sedikit sakit.Karena desahan Alzena, semua pandangan kini beralih padanya, pandangan dari wajah tampan, dan beralih pada seorang gadis mungil yang terjatuh karena sebuah pilar. Lucu, cukup menjadi komedi dipagi hari.Sementara Emil, yang juga memperhatikannya dengan pandangan aneh, karena jaraknya kini tak lagi jauh, Alzena terjatuh tepat dihadapannya.Namun melihat itu Emil tak menolong ataupun membantu Alzena berdiri, Emil justru terdiam memperhatikan wajah Alzena yang terus mendongak menatapnya.Setelah sadar akan keberadaan Emil, Alzena pun melebarkan mata, ia terkejut dengan pemandangan yang ada dihadapannya saat ini, Laki laki berkarisma, dan berparas bule itu memperhatikannya dengan pandangan tajam."Kalau jalan hati hati, matanya dipake untuk melihat, bukan untuk melamun," ucap Emil yang membuat Alzena terbelalak.Terkejut dengan reaksi serta ucapan dari Emil, tanpa basa basi kini Alzena pun beranjak dan meninggalkan tempat, ia tak peduli siapa Emilio ini, yang jelas ia mengenal Emil sebagai laki laki menyebalkan yang tak pernah tersenyum.Melihatnya terjatuh pun tak ada inisiatif untuk menolongnya, malah hanya terdiam, seperti melihat seseorang yang tak perlu ditolong."Laki laki berusia matang? Tapi Senyum aja ngga pernah, pantes aja ngga laku laku. Yaampun ngga kebayang deh, siapa yang akan menjadi istrinya nanti, dan yang pasti, dia ngga akan bahagia hidup bersama laki laki tanpa senyuman dan kaku seperti kanebo kering itu?"gerutu Alzena kala kini ia duduk seorang diri.Wajahnya tampak sangat kesal, ia menahan emosi dipagi hari seperti ini, hingga membuat moodnya hancur berantakan.Berbeda dengan Riska, Riska adalah sahabat baik Alzena yang bisa dibilang fans berat dari dosen killer ini, ia selalu terpesona dengan penampilan serta damage dari dosen satu ini, pandangannya tak akan pernah berpaling jika laki laki tampan bertubuh atletis itu masih ada dihadapannya."Oh my god, pak bule hari ini ganteng banget," gumam Riska dengan pandangan penuh pesona.Mendengar ucapan Riska membuat Alzena mengangkat alis sebelah kirinya dan menggelengkan kepala, heran dengan sang sahabat karena telah menyukai laki laki kulkas yang dianggapnya menyebalkan ini.Sepanjang Emil menjelaskan materi, Alzena sepertinya enggan untuk memperhatikan, entah karena ia malu atau karena ia kesal dengan laki laki yang kini terduduk dihadapannya itu.Hingga kini Emil melontarkan sebuah pertanyaan pada Alzena, mungkin karena ia tahu jika Alzena sedari tadi tak memperhatikannya."Alzena Dinata, apa kamu faham dengan maksut saya?" tanya Emil yang membuat Alzena gelagapan.Tak menyangka jika pertanyaan itu akan terlontar untuknya, pandangannya bingung, kini ia memperhatikan Riska dan berharap mendapat jawaban darinya, namun ternyata Riska hanya mengangkat kedua bahunya."Jadi dari tadi kamu tidak memperhatikan materi saya? Kamu main main dengan kelas saya?" imbuh Emil yang membuat Alzena menunduk, rasa takut seketika menghampiri, setelah mendengar ucapan Emil yang penuh penegasan."Maaf pak," ucap Alzena dengan pandangan menunduk kebawah, ia tak kuasa memperhatikan wajah tegang yang kini semakin mendekatinya itu."Karena kamu tidak memperhatikan materi saya, maka hari ini saya anggap kamu tidak hadir dikelas saya," ucap Emil yang membuat Alzena terbelalak.Peraturan macam apa ini? Mengapa sekejam ini? Sudah hampir dua jam Alzena duduk hingga rasa tubuhnya kaku, namun malah dianggap tak masuk, apa ini sebagian peraturan yang benar?"Ngga bisa gitu dong pak, saya dari tadi duduk disini loh, sampe pantat saya rasanya panas, dan sekarang malah bapak anggap saya ngga masuk," bantah Alzena pada peraturan Emil yang dianggapnya aneh."Kalau kamu duduk dari tadi, lalu mengapa kamu tidak bisa jawab saat saya beri pertanyaan?" ucap Emil yang membuat Alzena kembali terdiam.Ia mengaku salah karena memang ia tak memperhatikan penjelasan materi Emil, namun tetap saja ia tak terima dengan peraturan yang tiba tiba dibuat seenaknya itu."Tapi pak...""Stop! Don't talk here, saya tunggu kamu diruangan saya!" ucap Emil yang kemudian meninggalkan tempat, kepergiannya membuat Emosi Alzena memuncak."Dosen sialan," gerutunya dengan wajah muram.Dengan cepat kini Alzena pun melangkahkan kakinya menuju ruangan Emilio, muncul perasaan takut saat kini ia berada didepan ruangan itu.Tok tok tok"Come in."Terdengar suara itu dari dalam ruangan menyeramkan ini. Perlahan Alzena pun melangkah masuk dan terduduk dihadapan laki laki yang sedang sibuk dengan layar laptopnya.Setelah cukup lama terdiam, kini Alzena pun mulai membuka suara."Pak...""Saya tau maksut kamu," sambar Emil pada ucapan Alzena yang belum selesai."Kamu mau protes kan dengan peraturan yang saya buat tadi?""Iya lah pak, saya ngga mau dong duduk sia sia kaya tadi, dua jam loh saya duduk masa ngga dianggap.""Lalu apa kamu menganggap saya? Kamu juga tidak menganggap saya kan? kamu tidak mendengarkan penjelasan saya,"sambar Emil yang membuat Alzena seketika terdiam.Ia tak kuasa lagi menjawab ucapan laki laki yang terlihat ingin menerkamnya itu. Namun tak dapat berkata kata, bukan berarti Alzena membuang pandangannya, malah justru pandangannya kini tertuju pada wajah tampan laki laki dihadapannya tersebut. Pandangannya penuh dengan teka teki."Kenapa kamu liatin saya seperti itu?"tanya Emil yang membuat pandangan Alzena seketika buyar.Tak ingin berbasa basi, dengan cepat Alzena pun bersiap siap hendak melangkah kabur dari hadapan singa menyeramkan tersebut, namun sebelumnya ia ingin sekali mengutarakan isi hatinya sekaligus menjawab pertanyaan Emil barusan."Pak, ternyata bener ya kata Riska, kalau Bapak itu... ganteng!" ucap Alzena dengan suara lirih, yang lalu dengan cepat berlari meninggalkan tempat.Mendengar ucapan itu membuat Emil tak dapat berkutik, sejenak membeku, dan tertegun dengan pujian Alzena untuknya, hingga bibirnya kini sedikit tersenyum dengan lirikan mata yang terus tertuju pada kepergian wanita cantik itu.Baru kali ini ada seorang wanita yang berhasil membuat Emilio Cullen salah tingkah, hanya karena sebuah pujian yang sepertinya membuatnya tak dapat lupa satu hari satu malam."Gimana Zen, Aman kan?" tanya Riska kala kini Alzena menghampirinya."Aman Ris, meski pun aku masih deg-degan banget nih, takut diterkam," jawab Alzena yang kini terduduk dan menyeruput minuman dihadapan Riska."Diterkam?""Iya lah, pak Emil itu kalau marah kaya singa, menyeramkan," jawab Alzena yang membuat Riska terkekeh."Emang ada ya singa seganteng itu?"Mendengar jawaban itu membuat Alzena menggelengkan kepala. Heran dengan sang sahabat yang begitu memuji Emil."Ganteng sih, tapi kan dia tua.""Dih, jaga ucapan mu Zen, dia itu bukan tua, tapi matang, laki laki itu semakin matang semakin menawan, hati hati aja loh, awas jatuh cinta," ucap Rizka yang membuat Alzena mengernyitkan bibirnya."Ngga akan mungkin."•••"Ayo Zen. mereka sudah menunggu didalam," ucap Surya setelah mobilnya terparkir dihalaman restoran.Tempat dimana yang akan menjadi saksi bisu pembahasan yang terjadi malam ini."Tapi yah, emang siapa sih yah orangnya? Namanya aja, Zen kan juga perlu tau." Kembali sebuah pertanyaan terlontar karena sebuah penasaran."Nanti juga kamu akan tau sendiri," jawab Surya tanpa memandang."Tapi yah, emang harus ya nikah bulan depan? Zen belum siap yah.""Ya harus dong, udahlah Zen apapun alasanmu, sekarang kamu harus ikut ayah masuk untuk bertemu dengannya!" ucap Surya seraya melangkah keluar.Kini Alzena pun melangkah dengan malas. Meski dengan wajah yang terus ditekuk, namun Alzena menemui tamunya dengan penampilan yang sangat cantik. Mengenakan midi dress berwarna hitam dan aksesoris sederhana yang membuat penampilannya tampak elegan.Tiba tiba "dreet dreeet" terdengar suara ponselnya bergetar, nama Jody menari nari dilayar ponselnya. Dengan cepat Alzena meraih ponselnya dan menjawab panggi
Pagi ini, matahari bersinar sangat cerah, secerah wajah ayu, gadis mungil yang kini melangkah menyusuri koridor kampus, kembali ia berjalan seorang diri dengan penampilan sederhana yang membuatnya tampak anggun.Tanpa memperhatikan sekeliling, Alzena yang dengan percaya diri membuka pintu ruang kelasnya, Namun seketika matanya melebar, saat ia dapati Emil yang sudah berada ditempat duduknya.Pandangannya tak percaya, pasalnya selama ini ia tak pernah datang terlambat. Namun mengapa saat ini keadaan justru terbalik?"Loh kok? Ini dia yang kepagian atau aku yang kesiangan?" batin Alzena dengan pandangan yang terus tertuju pada wajah tegang Emil.Wajah itu memperhatikannya dengan tajam, membuat Alzena kembali ingat akan si raja hutan. Ya, singa.Perlahan pandangan Alzena pun tertuju pada jam dinding dikelasnya, kembali matanya melebar setelah ia melihat jarum jam itu menunjukan pukul 09:30."Jamnya, kenapa sih ini Aneh banget, bukannya ini masih pagi?" gumam Alzena yang terdengar disemua
"Dia bener bener nyesel loh atas perbuatannya sama kamu tadi."Tiba tiba terdengar ucapan itu, saat Alzena hendak melangkahkan kakinya menaiki anak tangga. Dan membuat Alzena seketika menoleh, ternyata ada Adit disana, dengan sebuah gitar yang perlahan ia mainkan, hingga membentuk bunyi indah dari petikan petikan yang terjadi."Sampe sampe dia rela nunggu kamu lama, demi bisa minta maaf langsung ke kamu, dia juga udah cerita ke kakak, atas kejadian apa yang buat kamu marah kaya gini.""Terus, menurut kakak apa itu pantas dilakukan oleh seorang dosen pada mahasiswinya? Keterlaluan tau ngga ka? Zen malu, didepan temen temen dia biarin Zen berdiri kaya orang bodoh, dia kira Zen anak TK yang bisa diperlakukan seperti itu, dimana sih hatinya? Katanya calon suami tapi ngga menghargai calon istrinya.""Jadi sekarang kamu udah bisa terima perjodohan itu?" tanya Adit yang malah keluar dari topik utama, membuat Alzena mengerutkan dahi dan memperhatikan wajah sang kakak dengan seksama."Kenapa m
Dua hari kemudian."Saya terima nikah dan kawinnya Alzena Dinata binti Surya Dinata dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"Ucapan itu lah yang kini menggema di tiap sudut rumahnya, kalimat yang membuat Alzena dan Emilio kini sah menjadi suami istriBerbeda dengan Aditya Dinata dan Maya Avira yang hari ini menjadi satu pasangan yang paling bahagia, karena akhirnya hari yang dinanti nantinya tiba juga. Namun tidak untuk Alzena Dinata, justru hari ini adalah hari yang membuatnya sangat bersedih, lantaran sebuah pernikahan yang sama sekali tak ia inginkan terjadi, tak terasa setetes air mata terjatuh membasahi pipi wanita cantik dengan gaun pernikahan tersebut.Tak menyangka jika pernikahan yang tak diinginkan ini akan benar benar terjadi, dan hari ini status singlenya telah berubah menjadi menikah."Maafin aku Jod, aku terpaksa melakukan ini," batin Alzena dengan pandangan yang terus menunduk.Ia berusaha untuk menahan air matanya namun nyatanya tak berhasil, air mata itu tetap terja
Sejak hari pernikahan itu, perubahan signifikan yang kini terjadi pada Alzena, wanita ceria yang kini menjadi lebih pendiam, yang biasanya senyuman selalu menjadi pemandangan indah diwajahnya, namun kali ini tidak, keceriaannya kini tak lagi terlihat di wajah wanita cantik itu.Terkhusus dengan Emilio, ia hanya ingin mengeluarkan suaranya apa bila saat laki laki itu bertanya, jika tidak Alzena tak akan pernah mau berbasa basi atau bertanya tentang apa pun meski ia tak tahu.Hari ini Alzena menyusuri koridor kampus seorang diri, bibirnya yang melengkung menandakan sebuah kesedihan, rasanya tak ada lagi semangat yang akan ia dapat dalam aktifitasnya kali ini.Dulu ia yang selalu bahagia jika menginjakkan kaki ke gedung bertingkat ini, pasalnya ada Jody laki laki yang selalu memberinya semangat. Namun kali ini ia tak tau apa semangatnya akan datang bersama Jody lagi atau tidak?Bersama dengan Jody bukan lah waktu yang sebentar, dua tahun lamanya mereka berkomitmen agar saling setia dan s
"Kamu atur saja semuanya, sementara ini jangan dulu menghubungi saya masalah pekerjaan, kirim kan saja melalui email tentang semua laporan masuk, dan kamu yang harus menangani. saya percaya dengan kamu Do.""Baik Tuan, terimakasih atas kepercayaannya. Kalau begitu saya mohon izin.""Silahkan."Sepenggal kalimat yang samar samar terdengar ditelinga Alzena. Wanita yang sedang bergelut dengan banyaknya tugas kuliah itu sedikit melirik pada arah sang suami yang sedang sibuk dengan ponselnya."Apa dia bicara dengan prof Dirga? Tapi kok beda.." batinnya kala memikirkan sebuah kalimat yang tak sengaja ia dengar itu.Tiba tiba..Dreet dreet!Sebuah panggilan masuk di ponsel Alzena. Sementara letak ponsel itu tak jauh dari pandangan Emil, yang dengan mudah dapat melirik dan melihat siapa seseorang yang sedang menghubungi istrinya tersebut?Jody, nama itu yang kini menari nari dilayar ponsel Alzena, membuat Emil terdiam dan kembali mengalihkan pandangannya."Zen, ada telfon masuk!" ucap Emil de
"Ris, aku keluar dulu ya," ucap Alzena pada Riska yang kini melirik keluar ruangan.Tampak Jody disana, yang sedang memperhatikan Alzena, melambaikan tangan dan meminta Alzena menemuinya."Sama Jody?" tanya Riska yang membuat Alzena mengangguk."Inget ya Zen, kamu udah punya suami.""Iya iya, aku inget kok."Kini Alzena pun beranjak, menghampiri Jody yang sedari tadi sudah menunggunya."Hay," sapa Jody yang lalu meraih tangan Alzena dan membawanya melangkah."Aku minta maaf ya Zen, karena udah bawa kamu ke tempat balap liar itu," ucap Jody yang membuat Alzena terdiam.Mendengar ucapan itu, membawanya ke malam dimana Surya marah besar padanya, sebuah amukan yang tak pernah terjadi, malam itu ia saksikan seorang diri. Hingga akhirnya memutuskan untuk mempercepat penikahannya dengan Emilio.Tak perlu waktu satu bulan lagi, dalam waktu satu malam seketika pernikahan pun terjadi. Mungkin akan terasa bahagia apa bila untuk pasangan yang saling mencinta, namun untuk Alzena justru malah kesed
"Apa kamu bilang? kamu ingin melamar Alzena? memangnya kamu belum tau kalau Alzena sudah menikah?"Terdengar ucapan itu yang membuat Jody terbelalak, bak sebuah kalimat yang sengaja disusun untuk membuat hatinya bergetar. bagai petir ditengah panas, yang terjadi bukan pada saatnya."Menikah? apa saya ngga salah denger om? sejak kapan? kenapa Alzena tak pernah berbicara apapun pada saya?""Sejak dua hari yang lalu, saya tidak tau apa alasan Zen tidak memberi tahu mu. dan sekarang kamu sudah tau kan? jadi saya harap mulai sekarang, kamu jangan lagi mendekati anak saya, karena dia sekarang sudah menjadi milik orang lain."Rasa hatinya kali ini benar benar tak terkondisikan. Terkejut, bingung, terluka semua tercampur menjadi satu, bak sayur gado gado yang diaduk berulang ulang, hancur.Ia tak menyangka jika hubungannya akan berakhir seperti ini, hubungan yang dibangun sedemikian rupa kini hancur seketika. Ini bukanlah mimpi yang ia bangun sejak awal, bukan pula cita cita yang ingin ia ga
Delapan bulan kemudian.Perusahaan yang sudah kembali meningkat, Emil berhasil membangun perusahaannya dengan sangat pesat."Alhamdulilah, kita ada dititik ini. Do terimakasih atas semuanya, tanpa kamu saya tidak akan menjadi seperti sekarang lagi.""Sama sama tuan, saya juga berterimakasih karena tuan sudah memberi banyak bonus untuk saya.""Itu hak kamu Do, kamu pantas menerimanya."Masih tak menyangka Emil dan Aldo dapat secepat ini mengembalikan kejayaan yang pernah terhempas. Kini Emil Group kembali berdiri kokoh diatas rata rata.Banyak sekali perusahaan lain yang menginginkan sebuah kerja sama, karena kinerja Emil selaku pemimpin dianggap sangat baik."Terimakasih pak, terimakasih banyak. Semoga kita dapat bekerja sama dengan baik.""Pasti pak pasti. Kalau begitu kami permisi, selamat siang.""Ya, selamat siang."Lagi, sebuah tender yang dapat Emil raih, membuat Emil dan Aldo tersenyum b
"Ibu..." Pekik Alzena yang seketika terbangun dari tidurnya.Keringat dingin mengucur deras, nafas yang memburu kencang seperti seseorang yang kelelahan.Sebuah mimpi yang menghampiri membuat Alzena terkejut, pandangan termenung dengan dada naik turun."Ternyata aku cuma mimpi," gumam Alzena.Sesaat kemudian, Emil yang kini membuka pintu dan masuk ia dapati Alzena yang masih terdiam dengan pandangan merenungnya."Zen, kamu kenapa?" tanya Emil setelah kini ia berada di dekat sang istri."Aku mimpiin ibu mas," jawab Alzena yang membuat Emil terdiam.Seketika ingatannya tertuju akan kejadian siang tadi yang membuat bulu kuduknya berdiri. Dengan cepat Emil pun meraih tangan Alzena dan menatapnya dengan tajam."Sayang, aku minta maaf ya sama kamu, jujur aku ngga ada maksud apa apa, aku cemburu karena aku terlalu takut kehilangan kamu," ucap Emil yang membuat Alzena tertegun."Mas, udah ya aku ngga papa kok.
Bruuukkk!"Aduhh.""Maaf maaf."Alzena dan Jody yang kini saling pandang setelah bertabrakan."Jody.""Zen, hay kamu disini juga?""Iya, aku lagi belanja bulanan. Kamu belanja juga?""Iya nih."Entah apa yang membuat Alzena tiba tiba terkekeh, membuat Jody mengerutkan dahinya."Kenapa tiba tiba ketawa sih?""Makanya buruan nikah Jod, biar ngga belanja sendiri kaya gini."Tak menjawab Jody yang justru tersenyum dan berkata."Belum ada yang cocok dihati.""Mau nunggu apa lagi Jod? kamu udah punya segalanya sekarang udah mapan, udah saat nya kamu nikah.""Maunya sih gitu Zen, tapi kan yang namanya perasaan ngga bisa dipaksa," jawab Jody yang membuat Alzena terdiam dan hanya mengangguk.Ditengah tengah percakapannya tiba tiba Emil datang dan terkejut melihat sang istri tampak sedang bersenda gurau dengan mantannya.Diperhatikan tak merasa diperh
"Bagaimana Do? mereka menerima kan?""Iya tuan mereka mau bekerja sama dengan perusahaan kita."Begitulah perbincangan yang terjadi antara Emil dan Aldo diruang kerjanya. Ditengah tengah perbincangannya tiba tiba..Tok tok tok!Terdengar suara ketukan pintu yang membuat Emil dan Aldo menghentikan percakapannya."Masuk."Perlahan pintu pun terbuka, seorang laki laki yang kini melangkah memasuki ruangan Emil, membuat pandangan Aldo dan Emil tak berkedip memperhatikannya."Jody," gumam Emil yang pandangannya terus menatap laki laki yang kini melangkah mendekat.Ada urusan apa Jody datang menemui Emil? untuk urusan pekerjaan kah? atau urusan yang lainnya?"Selamat siang pak Emil," sapa Jody sopan."Siang Jod, silahkan duduk.""Kalau begitu saya permisi ya tuan," ucap Aldo yang kemudian beranjak dan meninggalkan tempat."Ada apa Jod?" tanya Emil pada Jody setelah kini Jody terduduk
"Mas, kamu udah sampek mana? buruan pulang ya, aku punya kejutan buat kamu," ucap Alzena pada Emil melalui media ponselnya."Kejutan, apa?""Suprise dong, kalau aku bilang sekarang bukan kejutan namanya, nanti aku bilang nya kalau kamu udah sampek rumah aja.""Dasar kamu ya buat aku penasaran aja. Yaudah iya ini aku udah mau sampe kok, tunggu ya jangan lupa kejutannya," ucap Emil yang membuat Alzena terkekeh.Wajah ayu yang tampak berbinar itu terus tersenyum menandakan kebahagiaan. Tut tut tut!Panggilan pun terputus. Sementara Alzena yang sedang duduk bersama Adit, Maya, Zidan dan Beverly."Horeee.. Be mau punya adik," pekik Beverly kegirangan.Membuat semua yang memandang tersenyum bahagia."Selamat ya Zen, akhirnya Be mau punya adik.""Iya kak May, semoga kak may juga cepet menyusul ya.""Amin."Beberapa menit kemudian.Terdengar deru mobil yang kini me
Hari demi hari berlalu, Emil yang yang kini telah bangkit dan kembali dengan pekerjaan utamanya, merintis perusahaan mulai dari nol bukanlah hal yang mudah.Kini kembali masa itu sedang ia jalani, yang harus penuh semangat dan bekerja keras, kini perusahaan nya telah beroperasi kembali, meski belum sesukses dulu namun kini masih berjalan perlahan.Sementara Alzena yang tampaknya begitu frustasi dengan perkara hutang yang telah ia lakukan. Hatinya tak tenang setiap kali teringat akan hutang yang beberapa hari lagi harus ia lunasi."Yaallah, satu minggu lagi hutang itu harus lunas, dan aku harus gimana? aku belum punya uang sebanyak itu," ucap Alzena dengan pandangan merenung."Apa aku harus jujur sama mas Emil tapi kalau dia kaget dan sakit kepala lagi gimana?" tambahnya dengan ekspresi wajah tegang.Baru saja berhenti bibirnya berkata tiba tiba, Em yang kini datang dan bertanya."Ada apa Zen? kamu lagi mikirin sesuatu?"
"Mas, kepalanya sakit lagi ya mas? mas Emil. mas," tanya Alzena pada laki laki yang meringkuk kesakitan itu.Sementara Aldo yang melihatnya bingung, belum sempat Emil menjawab pertanyaan sang istri tiba tiba...Bruuukk!Tubuh kekar Emil terjatuh dan tergeletak dibawah."Mas Emil," pekik Alzena yang lalu menolong dan menopang kepala Emil.Sementara Aldo yang dengan cepat membantu Alzena untuk memasukan Emil kedalam mobilnya. Dan dengan cepat melaju menuju rumah sakit."Aku kan udah bilang mas, kondisi mas belum mampu, tapi mas malah ngeyel," gerutu Alzena sepanjang perjalanan."Lebih cepat ya Do, saya khawatir terjadi apa apa pada suami saya.""Baik nyonya."Aldo pun menambah laju kecepatannya, hingga kini sampailah mereka dirumah sakit, dengan cepat Emil dibawa keruang periksa.Alzena dan Aldo yang menunggunya dengan risau, panik dan khawatir dengan keadaan Emil. Membuat hati sang istri tak ten
Jam menunjukan pukul 02:00 dini hari, Emil yang merasakan dahaga, perlahan beranjak dan melangkahkan kaki menuju dapur, untuk menuang air putih ke dalam gelas kosong yang telah ia siapkan.Kemudian Emil pun menenggaknya hingga tandas, kembali langkahnya hendak memasuki ruang kamar, namun langkahnya seketika terhenti kala ia melihat sebuah ruangan yang pintunya tak tertutup rapat.Perlahan langkahnya berjalan mendekati ruangan tersebut, karena rasa penasaran dan ingin tahu.Tempat yang tidak lain adalah ruangan kerjanya itu, ia memasuki dengan langkah ragu. Ruangan yang terasa asing dan sepeti tak pernah berada didalamnya, meski pun hatinya berkata ini adalah tempat ternyamannya saat itu."Ini ruangan apa?" gumam Emil dengan pandangan yang terus tertuju pada setiap sudut ruangan.Diruangan itu terdapat banyak foto dan piagam penghargaan miliknya, namanya terpampang jelas dalam sebuah piagam yang tertempel didinding.Melihat semua
"Kamu kenapa mas? aku perhatiin dari tadi kamu bengong," tanya Alzena yang kini menghampirinya Emil dihalaman belakang."Ngga papa, aku cuma kepikiran Sabrina," jawab Emil yang membuat Alzena terkejut.Deg!Hatinya seakan ingin terlepas dari tempatnya, mendengar sang suami memikirkan sang mantan, yang baru saja pergi menghadap ilahi."Ngga nyangka aja, secepat ini dia pergi, dia kan masih muda," tambah Emil yang membuat Alzena masih tertegun memperhatikan wajahnya."Namanya juga azal mas, ngga ada yang tau. Apa ada yang kamu inget lagi dari masa lalu kamu dengan Sabrina?" tanya Alzena yang akhirnya terucap setelah bersusah payah merangkai kata."Ngga, aku ngga inget apa apa lagi."Mendengar jawaban itu Alzena menghela nafas lega, jujur ia tak ingin masa lalunya bersama Sabrina terlebih dulu diingat oleh Emil."Zen," panggil Emil yang memutuskan lamunan Alzena."Iya.""Bantu aku yuk! bantu aku m