Dua hari kemudian.
"Saya terima nikah dan kawinnya Alzena Dinata binti Surya Dinata dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"Ucapan itu lah yang kini menggema di tiap sudut rumahnya, kalimat yang membuat Alzena dan Emilio kini sah menjadi suami istriBerbeda dengan Aditya Dinata dan Maya Avira yang hari ini menjadi satu pasangan yang paling bahagia, karena akhirnya hari yang dinanti nantinya tiba juga.Namun tidak untuk Alzena Dinata, justru hari ini adalah hari yang membuatnya sangat bersedih, lantaran sebuah pernikahan yang sama sekali tak ia inginkan terjadi, tak terasa setetes air mata terjatuh membasahi pipi wanita cantik dengan gaun pernikahan tersebut.Tak menyangka jika pernikahan yang tak diinginkan ini akan benar benar terjadi, dan hari ini status singlenya telah berubah menjadi menikah."Maafin aku Jod, aku terpaksa melakukan ini," batin Alzena dengan pandangan yang terus menunduk.Ia berusaha untuk menahan air matanya namun nyatanya tak berhasil, air mata itu tetap terjatuh dan hampir tak dapat terhenti, dibalik senyum semua orang yang hadir, terdapat sebuah luka yang sangat mendalam bagi Alzena.Lalu bagaimana dengan Emil ? Meski pernikahan ini ia lakukan tanpa persiapan, namun hatinya tak sesakit yang dirasakan Alzena, nyatanya ia masih bisa tersenyum menghadapi semua yang terjadi hari ini."Emil, saya titip Alzena, tolong didik dia dengan baik, sayangi dia dalam kondisi apa pun, dan ingat, jangan pernah bermain kasar terhadap anak saya!""Pasti yah, saya akan selalu mengingat pesan ayah, dan saya juga pamit ingin membawa Alzena tinggal bersama saya."Terdengar sepenggal percakapan itu ditelinga Alzena, dan membuat Alzena meneteskan air mata kembali, Tiba tiba terasa sebuah pelukan hangat yang Alzena rasa saat ia berusaha menghapus air matanya."Ayah!"Ya pelukan itu adalah pelukan sayang dari Surya untuk Alzena."Jadi lah istri yang baik untuk suamimu Zen, Emil adalah laki laki yang harus kamu hormati setelah ayah, karena dia sekarang sudah sah menjadi suamimu, jangan membangkang ucapnya dan jangan pernah membuatnya sakit hati."Kalimat itu kini terdengar mengiris hati, yang membuat hati Alzen terenyuh dan ingin menangis. Apakah pernikahan ini akan membuatnya berpisah dengan Surya? Apakah pernikahan ini akan menjadi akhir kebahagian yang Alzena rasa?Ia terus berfikir mengapa takdir ini harus datang kepadanya, mungkin jika posisi Emil saat ini adalah Jody ia tak akan sesedih ini, malah justru ia akan bahagia karna ia sedang bersanding dengan laki laki yang memang ia cintai.Sementara sekarang malah Emil yang kini berada disampingnya dan telah berstatus menjadi suaminya."Zen, selamat ya, karena kamu sekarang udah jadi seorang istri juga," tambah Maya sebagai kakak ipar Alzena.Maya tak mengetahui betapa sakit nya hati Alzena saat ini, karena permasalahan ini tak ada seorang pun yang tau selain Surya, Adit, Alzena dan Emil sendiri.Maya mengira perasaan Alzena saat ini sama seperti yang ia rasakan, bahagia setelah resmi menjadi seorang istri, ia pun mengira tangisan Alzena adalah tangisan bahagia, padahal ternyata itu adalah tangisan kesedihannya.Hingga akhirnya acara pun selesai. Seperti yang diucapkan Emil pada Surya, bahwa ia akan membawa Alzena pulang bersamanya. Ke rumah yang sudah sejak lama disiapkan Emil untuk siapa pun wanita yang menjadi istrinya."Bapak tidur aja duluan, saya belum ngantuk," ucap Alzena setelah kini ia berada dalam satu ruangan dengan Emil.Langkah Alzena perlahan menjauh menuju sebuah sofa yang juga berada di dalam ruangan yang sama."Zen, kenapa tidur di situ?" tanya Emil setelah ia melihat Alzena perlahan merebahkan tubuhnya disofa."Saya tidur disini aja pak," jawab Alzena yang membuat Emil melebarkan mata.Melihat pemandangan itu membuat Emil seketika beranjak dari tidurnya. Kali ini Emil mulai faham mengapa Alzena melakukan hal seperti ini, bahkan ia lebih memilih tidur disofa dibanding tidur bersamanya.Tak banyak berkata, Emil kini berjalan mendekati Alzena yang sudah berpura pura memejamkan mata."Kamu tidur di tempat tidur, biar saya yang tidur disofa ini!" ucap Emil yang membuat Alzena seketika membuka matanya kembali.Ia tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan, mengapa Emil mau mengalah untuknya? Ini hanya basa basi atau emang ia peduli?"Ngga usah pak, biar saya aja yang tidur disini," ucap Alzena kekeh dengan keinginannya.Menghadapi sikap Alzen yang ternyata sedikit batu, Emil kini terdiam, memikirkan bagaimana caranya agar Alzen tidak lagi tidur disofa seperti ini, badannya pasti akan terasa sakit jika tiap malam ia harus tidur di sofa kecil ini."Yasudah saya tidur di kamar tamu saja, agar kamu bisa tidur dengan nyenyak di kamar ini," ucap Emil yang kemudian melangkahkan kakinya keluar ruangan.Melihat kepergian itu membuat Alzena terdiam, ia tertegun memperhatikan pilihan Emil, ia memilih keluar demi untuk keinginan sang istri yang tak ingin tidur bersamanya.Setelah dirasa Emil tak mungkin lagi datang, kini Alzena pun melangkahkan kakinya menuju tempat tidur yang luas itu.Alzena merebahkan tubuhnya secara perlahan, setelah kepalanya kini bersentuhan dengan bantal, tercium aroma wangi yang ia rasakan, hingga kini Alzena sedikit memutar wajahnya dan menghirup aroma wangi yang ternyata berasal dari sebuah bantal yang menjadi alas tidurnya.Aroma itu adalah aroma wangi dari rambut Emilio, aromanya sangat lembut hingga membuatnya sedikit tenang.Sementara Emil yang kini berada didalam kamar tamu, ia yang sudah berbaring dengan pandangan yang terus tertuju pada langit langit kamarnya.Entah apa yang sedang ia fikirkan saat ini, hingga matanya sulit sekali terpejam. Hanya berkedip berulang kali dan fikiran yang tampak tak sinkron dengan hati nya.Saat mata Alzena hendak terpejam, tiba tiba.. "dreeet dreet" sebuah panggilan masuk di ponsel nya, membuat mata Alzena kini terbuka kembali.Nama Jody menari nari dilayar benda pipih itu, bukan langsung menjawab, Alzena justru bingung atas jawaban apa yang hendak ia beri pada Jody, jika sebuah pertanyaan terlontar nanti? Layar ponsel itu terus menyala dan getarannya tak terhenti, yang membuat Alzena mau tak mau menjawab panggilan itu."Iya Jod.""Zen, kamu kemana aja sih? sehari ini aku ngga tau kabar kamu? kamu juga ngga kabarin aku apa apa, apa kamu masih marah sama aku? atas kejadian malam itu" ucap Jody yang membuat Alzena kini benar benar bingung.Apa ia harus jujur dengan semua yang terjadi padanya hari ini? Tapi rasa nya berat sekali, yang jelas ia belum siap kehilangan Jody."Ngga kok Jod aku ngga marah sama kamu, tapi hari ini dirumah lagi ada acara, aku sibuk siapin semua nya.""Acara, acara apa?""Kak Adit nikah!""Nikah, loh kenapa aku ngga diundang Zen?""Ngga ada yang diundang Jod, cuma ijab kabul aja kok tanpa pesta." jawab Alzena yang membuat Jody akhir nya terdiam dan mengangguk faham.Tut tut tut!Panggilan pun terputus, sementara Alzena yang kini terdiam dengan mata yang tampak memerah."Maafin aku ya Jod, aku belum bisa jujur sama kamu, karena aku belum siap kehilangan kamu Jod."•••Sejak hari pernikahan itu, perubahan signifikan yang kini terjadi pada Alzena, wanita ceria yang kini menjadi lebih pendiam, yang biasanya senyuman selalu menjadi pemandangan indah diwajahnya, namun kali ini tidak, keceriaannya kini tak lagi terlihat di wajah wanita cantik itu.Terkhusus dengan Emilio, ia hanya ingin mengeluarkan suaranya apa bila saat laki laki itu bertanya, jika tidak Alzena tak akan pernah mau berbasa basi atau bertanya tentang apa pun meski ia tak tahu.Hari ini Alzena menyusuri koridor kampus seorang diri, bibirnya yang melengkung menandakan sebuah kesedihan, rasanya tak ada lagi semangat yang akan ia dapat dalam aktifitasnya kali ini.Dulu ia yang selalu bahagia jika menginjakkan kaki ke gedung bertingkat ini, pasalnya ada Jody laki laki yang selalu memberinya semangat. Namun kali ini ia tak tau apa semangatnya akan datang bersama Jody lagi atau tidak?Bersama dengan Jody bukan lah waktu yang sebentar, dua tahun lamanya mereka berkomitmen agar saling setia dan s
"Kamu atur saja semuanya, sementara ini jangan dulu menghubungi saya masalah pekerjaan, kirim kan saja melalui email tentang semua laporan masuk, dan kamu yang harus menangani. saya percaya dengan kamu Do.""Baik Tuan, terimakasih atas kepercayaannya. Kalau begitu saya mohon izin.""Silahkan."Sepenggal kalimat yang samar samar terdengar ditelinga Alzena. Wanita yang sedang bergelut dengan banyaknya tugas kuliah itu sedikit melirik pada arah sang suami yang sedang sibuk dengan ponselnya."Apa dia bicara dengan prof Dirga? Tapi kok beda.." batinnya kala memikirkan sebuah kalimat yang tak sengaja ia dengar itu.Tiba tiba..Dreet dreet!Sebuah panggilan masuk di ponsel Alzena. Sementara letak ponsel itu tak jauh dari pandangan Emil, yang dengan mudah dapat melirik dan melihat siapa seseorang yang sedang menghubungi istrinya tersebut?Jody, nama itu yang kini menari nari dilayar ponsel Alzena, membuat Emil terdiam dan kembali mengalihkan pandangannya."Zen, ada telfon masuk!" ucap Emil de
"Ris, aku keluar dulu ya," ucap Alzena pada Riska yang kini melirik keluar ruangan.Tampak Jody disana, yang sedang memperhatikan Alzena, melambaikan tangan dan meminta Alzena menemuinya."Sama Jody?" tanya Riska yang membuat Alzena mengangguk."Inget ya Zen, kamu udah punya suami.""Iya iya, aku inget kok."Kini Alzena pun beranjak, menghampiri Jody yang sedari tadi sudah menunggunya."Hay," sapa Jody yang lalu meraih tangan Alzena dan membawanya melangkah."Aku minta maaf ya Zen, karena udah bawa kamu ke tempat balap liar itu," ucap Jody yang membuat Alzena terdiam.Mendengar ucapan itu, membawanya ke malam dimana Surya marah besar padanya, sebuah amukan yang tak pernah terjadi, malam itu ia saksikan seorang diri. Hingga akhirnya memutuskan untuk mempercepat penikahannya dengan Emilio.Tak perlu waktu satu bulan lagi, dalam waktu satu malam seketika pernikahan pun terjadi. Mungkin akan terasa bahagia apa bila untuk pasangan yang saling mencinta, namun untuk Alzena justru malah kesed
"Apa kamu bilang? kamu ingin melamar Alzena? memangnya kamu belum tau kalau Alzena sudah menikah?"Terdengar ucapan itu yang membuat Jody terbelalak, bak sebuah kalimat yang sengaja disusun untuk membuat hatinya bergetar. bagai petir ditengah panas, yang terjadi bukan pada saatnya."Menikah? apa saya ngga salah denger om? sejak kapan? kenapa Alzena tak pernah berbicara apapun pada saya?""Sejak dua hari yang lalu, saya tidak tau apa alasan Zen tidak memberi tahu mu. dan sekarang kamu sudah tau kan? jadi saya harap mulai sekarang, kamu jangan lagi mendekati anak saya, karena dia sekarang sudah menjadi milik orang lain."Rasa hatinya kali ini benar benar tak terkondisikan. Terkejut, bingung, terluka semua tercampur menjadi satu, bak sayur gado gado yang diaduk berulang ulang, hancur.Ia tak menyangka jika hubungannya akan berakhir seperti ini, hubungan yang dibangun sedemikian rupa kini hancur seketika. Ini bukanlah mimpi yang ia bangun sejak awal, bukan pula cita cita yang ingin ia ga
"Maafin aku Jod!" ucap Alzena yang kini melangkah mendekati Jody disana.Tubuhnya seketika terasa kaku, saat ia melihat ternyata Jody yang benar benar terpukul dengan apa yang terjadi saat ini, karena pernikahannya malah justru membuat orang tersayangnya tersakiti."Kamu tega Zen."Terdengar ucapan itu dari seorang laki laki yang kini melangkah menjauh, membelakanginya dan enggan memperhatikan wajahnya.Hanya nafas yang kini tampak menjawab, sementara kata kata yang tak lagi dapat terucap karena mulut yang sudah tanpa suara, tertegun kaku menyaksikan kepahitan yang dirasa Jody."Kamu bilang hari itu adalah hari penikahan kakakmu, tapi nyatanya justru kamu yang menikah.""Sekali lagi aku minta maaf Jod, aku ngga bermaksud bohongin kamu.""Terus, apa maksudmu Zen? kamu bilang kamu tidak bohong? kamu salah Zen, bukan cuma bohong bahkan kamu juga mencampakkan aku begitu aja Zen, dan memilih menikah dengan laki laki lain. Siapa sih dia? dia orang kaya? atau lebih kaya dari keluargaku? jadi
Pagi yang cerah, matahari terbit dengan lincahnya, sinarnya yang seketika membuat suasana dingin menjadi hangat. Sehangat sikap Alzena pagi ini.Alzena yang sedang memperhatikan dirinya memalui sebuah cermin, untuk memastikan jika penampilannya sudah benar benar siap, siap melaju menuju sebuah kampus tercinta.Wanita cantik dengan mini dress berwarna cream, dan rambut panjang yang tergerai itu melengkungkan bibirnya, tanda bahagia. Entah apa maksud dari senyuman itu? hingga terus ia pandangi melalui cermin yang menampakan dirinya. Tingkahnya seperti ABG jatuh cinta, yang ingin terlihat sempurna dihadapan laki lakinya.Setelah penampilannya dianggap sudah lebih baik, dengan cepat Alzena pun meraih tas jinjingnya, sebelum akhirnya ia membuka pintu dan melangkah keluar ruangan. Namun langkahnya seketika terhenti, setelah ia melihat Emil dengan penampilan yang sudah rapi, yang juga keluar dari ruang kamarnya, yang terlihat sibuk dengan sebuah ponsel yang sedari tadi ia tempelkan ditelin
"Kamu kenapa?" tanya Riska pada Alzena, Setelah keluar dari ruangan Emil.Memperhatikan wanita itu berjalan dengan terus tersenyum, wajahnya berbinar dan pandangan matanya penuh kebahagian. Entah apa yang terjadi dengan Alzena saat ini, Riska bingung memperhatikannya, ia khawatir terjadi hal yang tak diinginkan pada sahabatnya itu."Kamu ngga lagi kesambet kan Zen?" tambah Riska dengan tatapan tajam memperhatikan wajah Alzena.Mendengar ucapan itu membuat ekspresi Alzena seketika berubah, ia baru mendengar jika Riska sedari tadi melontarkan pertanyaan untuknya. rupanya langkahnya sedari tadi tak ia sadari, akibat otak yang masih dipenuhi dengan panggilan sayang dari Emil."Yaampun, aku kenapa?" batin Alzena yang mulai memikirkan perasaan apa yang menghampirinya saat ini?Mengapa rasanya seperti jatuh cinta? panggilan sayang itu masih terngiang ngiang ditelinganya hingga saat ini, gambaran laki laki berwajah eksotis, dan tubuh atletis itu kian menari nari dipikirannya."Zen?" kembali
Dirumah Surya.Bibir wanita cantik itu tak berhenti tersenyum, kala ia pandangi Emilio Cullen yang tampak sangat akrab dengan Surya Dinata dan Aditya Dinata, Perbincangan yang terjadi diruang tamu rumah Surya ini benar benar membuat Alzena Dinata bahagia.Suasana hangat yang terjadi membuat hatinya luluh, dan akhirnya membentuk sebuah kalimat dalam hatinya, sebuah kalimat yang tersusun dari lubuk hatinya yang paling dalam."Ternyata dia memang laki laki yang baik," batinnya dengan pandangan yang terus tertuju pada ketiga laki laki disana.Ditengah tengah renungannya, tiba tiba terasa tangan meraih bahunya dengan lembut, hingga membuat Alzena seketika menolehkan wajahnya."Kak May," ucapnya setelah melihat wanita bertubuh tinggi itu yang kini ada dihadapannya."Kenapa ngga ikut gabung? ayo kesana," ajaknya yang juga mengarahkan pandangannya pada ketiga laki laki yang saat ini sedang berbincang bersama.Tampaknya terdapat sebuah tema yang tepat didalamnya, hingga membuat mereka tidak bo
Delapan bulan kemudian.Perusahaan yang sudah kembali meningkat, Emil berhasil membangun perusahaannya dengan sangat pesat."Alhamdulilah, kita ada dititik ini. Do terimakasih atas semuanya, tanpa kamu saya tidak akan menjadi seperti sekarang lagi.""Sama sama tuan, saya juga berterimakasih karena tuan sudah memberi banyak bonus untuk saya.""Itu hak kamu Do, kamu pantas menerimanya."Masih tak menyangka Emil dan Aldo dapat secepat ini mengembalikan kejayaan yang pernah terhempas. Kini Emil Group kembali berdiri kokoh diatas rata rata.Banyak sekali perusahaan lain yang menginginkan sebuah kerja sama, karena kinerja Emil selaku pemimpin dianggap sangat baik."Terimakasih pak, terimakasih banyak. Semoga kita dapat bekerja sama dengan baik.""Pasti pak pasti. Kalau begitu kami permisi, selamat siang.""Ya, selamat siang."Lagi, sebuah tender yang dapat Emil raih, membuat Emil dan Aldo tersenyum b
"Ibu..." Pekik Alzena yang seketika terbangun dari tidurnya.Keringat dingin mengucur deras, nafas yang memburu kencang seperti seseorang yang kelelahan.Sebuah mimpi yang menghampiri membuat Alzena terkejut, pandangan termenung dengan dada naik turun."Ternyata aku cuma mimpi," gumam Alzena.Sesaat kemudian, Emil yang kini membuka pintu dan masuk ia dapati Alzena yang masih terdiam dengan pandangan merenungnya."Zen, kamu kenapa?" tanya Emil setelah kini ia berada di dekat sang istri."Aku mimpiin ibu mas," jawab Alzena yang membuat Emil terdiam.Seketika ingatannya tertuju akan kejadian siang tadi yang membuat bulu kuduknya berdiri. Dengan cepat Emil pun meraih tangan Alzena dan menatapnya dengan tajam."Sayang, aku minta maaf ya sama kamu, jujur aku ngga ada maksud apa apa, aku cemburu karena aku terlalu takut kehilangan kamu," ucap Emil yang membuat Alzena tertegun."Mas, udah ya aku ngga papa kok.
Bruuukkk!"Aduhh.""Maaf maaf."Alzena dan Jody yang kini saling pandang setelah bertabrakan."Jody.""Zen, hay kamu disini juga?""Iya, aku lagi belanja bulanan. Kamu belanja juga?""Iya nih."Entah apa yang membuat Alzena tiba tiba terkekeh, membuat Jody mengerutkan dahinya."Kenapa tiba tiba ketawa sih?""Makanya buruan nikah Jod, biar ngga belanja sendiri kaya gini."Tak menjawab Jody yang justru tersenyum dan berkata."Belum ada yang cocok dihati.""Mau nunggu apa lagi Jod? kamu udah punya segalanya sekarang udah mapan, udah saat nya kamu nikah.""Maunya sih gitu Zen, tapi kan yang namanya perasaan ngga bisa dipaksa," jawab Jody yang membuat Alzena terdiam dan hanya mengangguk.Ditengah tengah percakapannya tiba tiba Emil datang dan terkejut melihat sang istri tampak sedang bersenda gurau dengan mantannya.Diperhatikan tak merasa diperh
"Bagaimana Do? mereka menerima kan?""Iya tuan mereka mau bekerja sama dengan perusahaan kita."Begitulah perbincangan yang terjadi antara Emil dan Aldo diruang kerjanya. Ditengah tengah perbincangannya tiba tiba..Tok tok tok!Terdengar suara ketukan pintu yang membuat Emil dan Aldo menghentikan percakapannya."Masuk."Perlahan pintu pun terbuka, seorang laki laki yang kini melangkah memasuki ruangan Emil, membuat pandangan Aldo dan Emil tak berkedip memperhatikannya."Jody," gumam Emil yang pandangannya terus menatap laki laki yang kini melangkah mendekat.Ada urusan apa Jody datang menemui Emil? untuk urusan pekerjaan kah? atau urusan yang lainnya?"Selamat siang pak Emil," sapa Jody sopan."Siang Jod, silahkan duduk.""Kalau begitu saya permisi ya tuan," ucap Aldo yang kemudian beranjak dan meninggalkan tempat."Ada apa Jod?" tanya Emil pada Jody setelah kini Jody terduduk
"Mas, kamu udah sampek mana? buruan pulang ya, aku punya kejutan buat kamu," ucap Alzena pada Emil melalui media ponselnya."Kejutan, apa?""Suprise dong, kalau aku bilang sekarang bukan kejutan namanya, nanti aku bilang nya kalau kamu udah sampek rumah aja.""Dasar kamu ya buat aku penasaran aja. Yaudah iya ini aku udah mau sampe kok, tunggu ya jangan lupa kejutannya," ucap Emil yang membuat Alzena terkekeh.Wajah ayu yang tampak berbinar itu terus tersenyum menandakan kebahagiaan. Tut tut tut!Panggilan pun terputus. Sementara Alzena yang sedang duduk bersama Adit, Maya, Zidan dan Beverly."Horeee.. Be mau punya adik," pekik Beverly kegirangan.Membuat semua yang memandang tersenyum bahagia."Selamat ya Zen, akhirnya Be mau punya adik.""Iya kak May, semoga kak may juga cepet menyusul ya.""Amin."Beberapa menit kemudian.Terdengar deru mobil yang kini me
Hari demi hari berlalu, Emil yang yang kini telah bangkit dan kembali dengan pekerjaan utamanya, merintis perusahaan mulai dari nol bukanlah hal yang mudah.Kini kembali masa itu sedang ia jalani, yang harus penuh semangat dan bekerja keras, kini perusahaan nya telah beroperasi kembali, meski belum sesukses dulu namun kini masih berjalan perlahan.Sementara Alzena yang tampaknya begitu frustasi dengan perkara hutang yang telah ia lakukan. Hatinya tak tenang setiap kali teringat akan hutang yang beberapa hari lagi harus ia lunasi."Yaallah, satu minggu lagi hutang itu harus lunas, dan aku harus gimana? aku belum punya uang sebanyak itu," ucap Alzena dengan pandangan merenung."Apa aku harus jujur sama mas Emil tapi kalau dia kaget dan sakit kepala lagi gimana?" tambahnya dengan ekspresi wajah tegang.Baru saja berhenti bibirnya berkata tiba tiba, Em yang kini datang dan bertanya."Ada apa Zen? kamu lagi mikirin sesuatu?"
"Mas, kepalanya sakit lagi ya mas? mas Emil. mas," tanya Alzena pada laki laki yang meringkuk kesakitan itu.Sementara Aldo yang melihatnya bingung, belum sempat Emil menjawab pertanyaan sang istri tiba tiba...Bruuukk!Tubuh kekar Emil terjatuh dan tergeletak dibawah."Mas Emil," pekik Alzena yang lalu menolong dan menopang kepala Emil.Sementara Aldo yang dengan cepat membantu Alzena untuk memasukan Emil kedalam mobilnya. Dan dengan cepat melaju menuju rumah sakit."Aku kan udah bilang mas, kondisi mas belum mampu, tapi mas malah ngeyel," gerutu Alzena sepanjang perjalanan."Lebih cepat ya Do, saya khawatir terjadi apa apa pada suami saya.""Baik nyonya."Aldo pun menambah laju kecepatannya, hingga kini sampailah mereka dirumah sakit, dengan cepat Emil dibawa keruang periksa.Alzena dan Aldo yang menunggunya dengan risau, panik dan khawatir dengan keadaan Emil. Membuat hati sang istri tak ten
Jam menunjukan pukul 02:00 dini hari, Emil yang merasakan dahaga, perlahan beranjak dan melangkahkan kaki menuju dapur, untuk menuang air putih ke dalam gelas kosong yang telah ia siapkan.Kemudian Emil pun menenggaknya hingga tandas, kembali langkahnya hendak memasuki ruang kamar, namun langkahnya seketika terhenti kala ia melihat sebuah ruangan yang pintunya tak tertutup rapat.Perlahan langkahnya berjalan mendekati ruangan tersebut, karena rasa penasaran dan ingin tahu.Tempat yang tidak lain adalah ruangan kerjanya itu, ia memasuki dengan langkah ragu. Ruangan yang terasa asing dan sepeti tak pernah berada didalamnya, meski pun hatinya berkata ini adalah tempat ternyamannya saat itu."Ini ruangan apa?" gumam Emil dengan pandangan yang terus tertuju pada setiap sudut ruangan.Diruangan itu terdapat banyak foto dan piagam penghargaan miliknya, namanya terpampang jelas dalam sebuah piagam yang tertempel didinding.Melihat semua
"Kamu kenapa mas? aku perhatiin dari tadi kamu bengong," tanya Alzena yang kini menghampirinya Emil dihalaman belakang."Ngga papa, aku cuma kepikiran Sabrina," jawab Emil yang membuat Alzena terkejut.Deg!Hatinya seakan ingin terlepas dari tempatnya, mendengar sang suami memikirkan sang mantan, yang baru saja pergi menghadap ilahi."Ngga nyangka aja, secepat ini dia pergi, dia kan masih muda," tambah Emil yang membuat Alzena masih tertegun memperhatikan wajahnya."Namanya juga azal mas, ngga ada yang tau. Apa ada yang kamu inget lagi dari masa lalu kamu dengan Sabrina?" tanya Alzena yang akhirnya terucap setelah bersusah payah merangkai kata."Ngga, aku ngga inget apa apa lagi."Mendengar jawaban itu Alzena menghela nafas lega, jujur ia tak ingin masa lalunya bersama Sabrina terlebih dulu diingat oleh Emil."Zen," panggil Emil yang memutuskan lamunan Alzena."Iya.""Bantu aku yuk! bantu aku m