"Dia bener bener nyesel loh atas perbuatannya sama kamu tadi."
Tiba tiba terdengar ucapan itu, saat Alzena hendak melangkahkan kakinya menaiki anak tangga. Dan membuat Alzena seketika menoleh, ternyata ada Adit disana, dengan sebuah gitar yang perlahan ia mainkan, hingga membentuk bunyi indah dari petikan petikan yang terjadi."Sampe sampe dia rela nunggu kamu lama, demi bisa minta maaf langsung ke kamu, dia juga udah cerita ke kakak, atas kejadian apa yang buat kamu marah kaya gini.""Terus, menurut kakak apa itu pantas dilakukan oleh seorang dosen pada mahasiswinya? Keterlaluan tau ngga ka? Zen malu, didepan temen temen dia biarin Zen berdiri kaya orang bodoh, dia kira Zen anak TK yang bisa diperlakukan seperti itu, dimana sih hatinya? Katanya calon suami tapi ngga menghargai calon istrinya.""Jadi sekarang kamu udah bisa terima perjodohan itu?" tanya Adit yang malah keluar dari topik utama, membuat Alzena mengerutkan dahi dan memperhatikan wajah sang kakak dengan seksama."Kenapa malah bahas itu sih kak? Tema kita sekarang bukan itu ya!" ucap Alzena yang membuat Adit terkekeh.Perlahan Adit pun menaruh gitarnya, yang kemudian melangkah mendekati gadis mungil dengan wajah muram, dibelainya rambut panjang berwarna hitam itu dengan lembut.Seakan Adit ingin memberi kenyamanan disana, sebagai seorang kakak, hal ini wajib ia lakukan, demi kenyamanan dan ketenangan adiknya."Dia tadi minta maaf sama kakak, sama ayah juga. Katanya dia bener bener menyesal, dan berjanji ngga akan mengulanginya lagi. Lagian kamu juga sih Zen, dia kan emang orang yang disiplin, kamu malah pake terlambat segala.""Zen ngga tau kak, Zen fikir jam di kamar Zen itu bener, tapi ternyata jamnya mungkin mati, Zen juga kan ngga bawa handphone, handphone Zen masih dibawa ayah, jadi Zen ngga tau waktu," cerocos Alzena dengan wajah cemberut."Ini handphone kamu," ucap Adit seraya memberikan ponsel Alzena kembali.Melihat ponsel dihadapannya itu membuat Alzena perlahan tersenyum dan dengan cepat meraihnya."Alhamdulilah, akhirnya handphoneku kembali lagi."Waktu terus berputar, hingga malam akhirnya tiba, seperti janji Alzena pada Jody yang hendak menemuinya pada pukul 20:00, Alzena kini melangkah dengan berhati hati, langkah nya bak seorang pencuri yang hendak merampas semua isi rumah.Setelah berhasil keluar dari rumah, kini Alzena pun menghela nafas lega, ia berjalan hingga ujung gang untuk menemui Jody yang sudah menunggunya dan akan membawanya ke area balap liar malam ini.Sementara Emil, yang kini menghentikan mobilnya, kala ia melihat Alzena yang jalan mengendap endap dan berlari menemui Jody.Kini mereka pun melaju mengendarai motor sport berwarna merah milik Jody. Dan tanpa sepengetahuan Alzena dan Jody, Emil pun mengikuti kemana arah motor itu melaju.Ditempat berbeda, sudah terdapat kerumunan para pemuda pemudi yang berantusias menyaksikan acara terlarang ini, sementara Alzena yang kini memasang wajah bahagia saat ia bisa kembali lagi ditempat ini bersama Jody.Beberapa waktu lalu, kegiatan ini sempat terhenti setelah aksinya diketahui oleh pihak yang berwajib, namun kini kembali lagi mereka melakukan hal yang sama dan ditempat yang sama pula.Disana sudah terdapat beberapa motor berjejeran yang hendak saling mendahului, termasuk Jody dengan motor sport berwarna merahnya Jody siap mengalahkan semua lawannya."Semangat sayang!" ucap Alzena dengan suara yang sedikit keras.Karena kini tempat tak lagi sepi, karena adanya suara motor yang saling bersahutan. Ucapan itu membuat Jody mengacungkan jempol hingga membuat Alzena tersenyum."One two go.." ucap suara wanita yang tengah berdiri ditengah tengah para pembalap liar tersebut.Dengan sebuah bendera yang di kibarkan, yang artinya balapan pun dimulai, beberapa motor yang sudah berjejer kini mulai melaju dan saling mendahului, Alzena tampak bahagia melihat Jody yang kini posisinya paling terdepan."Jody Jody Jody!" pekik Alzena bersamaan dengan para suporter nya, untuk memberikan semangat.Tak lama kemudian, terdengar suara sirine mobil polisi mendekat ke lokasi, hingga membuat semuanya panik dan saling berlarian menyelamatkan diri masing masing.Alih alih ikut berlari, Alzena justru hanya terdiam bingung dengan apa yang harus ia lakukan saat ini.Sementara dari tempat yang tidak terlalu jauh, Emil terbelalak menyaksikan gerombolan laki laki berseragam itu berlari mendekat.Tak berfikir lama, dengan cepat Emil pun keluar dari mobil, berlari menyelamatkan Alzena dan membawanya memasuki mobil kembali, lalu Emil pun melajukan mobilnya pergi.Dan Jody yang kini sudah melajukan motornya sejauh mungkin, karena ternyata ia sudah tau lebih dulu atas kedatangan polisi polisi tersebut."Maafin aku Zen, aku tinggalin kamu ditempat itu, karena aku ngga mungkin balik ke lokasi." batin Jody dengan terus melajukan motornya.Sementara Alzena yang kini melebarkan mata, setelah sadar ternyata Emil lah seseorang yang menolongnya."Pak Emil? Dari mana bapak tau kalau saya ada ditempat itu?""Karena dari tadi saya ikutin kamu, mulai dari kamu keluar rumah dengan cara mengendap endap, hingga kamu menemui Jody diujung gang dan pergi bersamanya ketempat balap motor itu, semua saya tau!" jawab Emil yang membuat Alzena melebarkan mata.Sebagai laki laki yang bertanggung jawab, Emil pun mengantar Alzena kembali kerumah, dengan utuh dan selamat.Karena mendapat serangan pertanyaan dari Surya, kini Emil pun menjelaskan semuanya, tentang apa yang terjadi pada Alzena anak gadisnya.Ekspresi wajah laki laki berkaca mata itu seketika berubah setelah mendengar penjelasan dari Emil, tampaknya ia sangat kecewa, dengan kelakuan sang anak, yang semakin hari tak dapat dimengerti.Setelah Emil kini berpamitan, Dengan cepat Surya pun beranjak, memperhatikan Alzena dengan pandangan tajam."Berani beraninya kamu pergi tanpa izin ayah, apa lagi perginya dengan Jody, siapa yang sudah mengajarimu seperti itu Zen? Ayah tidak pernah mengajarkan kamu hal buruk itu. Sudah berapa kali ayah bilang, jangan bergaul dengan Jody, ini akibatnya kalau kamu melawan ucapan ayah. Untung ada Emil yang mau menolong mu, kalau ngga, kamu sekarang udah mendekam di kantor polisi," ucap Surya Bernada tinggi.Tampaknya kali ini ia benar benar marah dengan Alzena, kecewa dan sekaligus merasa tak dihormati sebagai ayah. Hanya karena ingin bersama Jody di area balap motor itu, hingga ia berani menentang ucapan sang ayah."Sekarang ayah ngga percaya lagi sama kamu Zen, kamu buat ayah kecewa. Ucapan ayah kamu anggap sampah. Mau ngga mau penikahan kalian harus dipercepat, karna ayah ngga mau lagi kamu bohongi, biar Emil yang mendidik kamu nanti, biar kamu tau bagaimana rasanya hidup tanpa didikan ayah lagi. Percuma ayah nasehatin kamu selama ini, ayah kasih pengertian ke kamu kalau akhirnya kamu masih berani bohongin ayah," tambah Surya dengan langkah yang sedikit menjauh."Lusa, mau ngga mau kalian harus menikah." tambah Surya yang membuat Alzena terbelalak.Ingin sekali menolaknya, namun kini Alzena tak dapat lagi berkutik, karena amarah sang ayah yang kini memuncak. Mendengar semua amukannya dan mendengar semua ucapannya membuat Alzena terdiam.Semua jawabannya pun akan menjadi percuma karena sang ayah tak mungkin lagi mendengarnya."Zen minta maaf yah, Zen salah. Zen janji ngga akan mengulanginya lagi," ucap Alzena dengan terus menunduk.Melihat ekspresi bersalah Alzena membuat Surya tak sampai hati, hatinya merasa iba dan tak tega.Perlahan Surya pun mendekat dan merengkuh tubuh mungil putrinya itu, membelai rambutnya dengan lembut seakan akan ia menyesal telah memarahinya."Maafin ayah nak, ayah ngga bermaksut buat kamu takut, ayah ngga bermaksut marah sama kamu. Ini semua karena ayah sangat menyayangimu Zen, ayah ngga mau kamu salah bergaul, ayah ngga mau masa depan kamu kenapa napa. Maafin ayah ya Zen," ucap Surya dalam dekapannya.Mendengar ucapan itu membuat Alzena meneteskan air mata, dan perlahan mengangguk."Alzen juga minta maaf yah, udah buat ayah kecewa."•••Dua hari kemudian."Saya terima nikah dan kawinnya Alzena Dinata binti Surya Dinata dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"Ucapan itu lah yang kini menggema di tiap sudut rumahnya, kalimat yang membuat Alzena dan Emilio kini sah menjadi suami istriBerbeda dengan Aditya Dinata dan Maya Avira yang hari ini menjadi satu pasangan yang paling bahagia, karena akhirnya hari yang dinanti nantinya tiba juga. Namun tidak untuk Alzena Dinata, justru hari ini adalah hari yang membuatnya sangat bersedih, lantaran sebuah pernikahan yang sama sekali tak ia inginkan terjadi, tak terasa setetes air mata terjatuh membasahi pipi wanita cantik dengan gaun pernikahan tersebut.Tak menyangka jika pernikahan yang tak diinginkan ini akan benar benar terjadi, dan hari ini status singlenya telah berubah menjadi menikah."Maafin aku Jod, aku terpaksa melakukan ini," batin Alzena dengan pandangan yang terus menunduk.Ia berusaha untuk menahan air matanya namun nyatanya tak berhasil, air mata itu tetap terja
Sejak hari pernikahan itu, perubahan signifikan yang kini terjadi pada Alzena, wanita ceria yang kini menjadi lebih pendiam, yang biasanya senyuman selalu menjadi pemandangan indah diwajahnya, namun kali ini tidak, keceriaannya kini tak lagi terlihat di wajah wanita cantik itu.Terkhusus dengan Emilio, ia hanya ingin mengeluarkan suaranya apa bila saat laki laki itu bertanya, jika tidak Alzena tak akan pernah mau berbasa basi atau bertanya tentang apa pun meski ia tak tahu.Hari ini Alzena menyusuri koridor kampus seorang diri, bibirnya yang melengkung menandakan sebuah kesedihan, rasanya tak ada lagi semangat yang akan ia dapat dalam aktifitasnya kali ini.Dulu ia yang selalu bahagia jika menginjakkan kaki ke gedung bertingkat ini, pasalnya ada Jody laki laki yang selalu memberinya semangat. Namun kali ini ia tak tau apa semangatnya akan datang bersama Jody lagi atau tidak?Bersama dengan Jody bukan lah waktu yang sebentar, dua tahun lamanya mereka berkomitmen agar saling setia dan s
"Kamu atur saja semuanya, sementara ini jangan dulu menghubungi saya masalah pekerjaan, kirim kan saja melalui email tentang semua laporan masuk, dan kamu yang harus menangani. saya percaya dengan kamu Do.""Baik Tuan, terimakasih atas kepercayaannya. Kalau begitu saya mohon izin.""Silahkan."Sepenggal kalimat yang samar samar terdengar ditelinga Alzena. Wanita yang sedang bergelut dengan banyaknya tugas kuliah itu sedikit melirik pada arah sang suami yang sedang sibuk dengan ponselnya."Apa dia bicara dengan prof Dirga? Tapi kok beda.." batinnya kala memikirkan sebuah kalimat yang tak sengaja ia dengar itu.Tiba tiba..Dreet dreet!Sebuah panggilan masuk di ponsel Alzena. Sementara letak ponsel itu tak jauh dari pandangan Emil, yang dengan mudah dapat melirik dan melihat siapa seseorang yang sedang menghubungi istrinya tersebut?Jody, nama itu yang kini menari nari dilayar ponsel Alzena, membuat Emil terdiam dan kembali mengalihkan pandangannya."Zen, ada telfon masuk!" ucap Emil de
"Ris, aku keluar dulu ya," ucap Alzena pada Riska yang kini melirik keluar ruangan.Tampak Jody disana, yang sedang memperhatikan Alzena, melambaikan tangan dan meminta Alzena menemuinya."Sama Jody?" tanya Riska yang membuat Alzena mengangguk."Inget ya Zen, kamu udah punya suami.""Iya iya, aku inget kok."Kini Alzena pun beranjak, menghampiri Jody yang sedari tadi sudah menunggunya."Hay," sapa Jody yang lalu meraih tangan Alzena dan membawanya melangkah."Aku minta maaf ya Zen, karena udah bawa kamu ke tempat balap liar itu," ucap Jody yang membuat Alzena terdiam.Mendengar ucapan itu, membawanya ke malam dimana Surya marah besar padanya, sebuah amukan yang tak pernah terjadi, malam itu ia saksikan seorang diri. Hingga akhirnya memutuskan untuk mempercepat penikahannya dengan Emilio.Tak perlu waktu satu bulan lagi, dalam waktu satu malam seketika pernikahan pun terjadi. Mungkin akan terasa bahagia apa bila untuk pasangan yang saling mencinta, namun untuk Alzena justru malah kesed
"Apa kamu bilang? kamu ingin melamar Alzena? memangnya kamu belum tau kalau Alzena sudah menikah?"Terdengar ucapan itu yang membuat Jody terbelalak, bak sebuah kalimat yang sengaja disusun untuk membuat hatinya bergetar. bagai petir ditengah panas, yang terjadi bukan pada saatnya."Menikah? apa saya ngga salah denger om? sejak kapan? kenapa Alzena tak pernah berbicara apapun pada saya?""Sejak dua hari yang lalu, saya tidak tau apa alasan Zen tidak memberi tahu mu. dan sekarang kamu sudah tau kan? jadi saya harap mulai sekarang, kamu jangan lagi mendekati anak saya, karena dia sekarang sudah menjadi milik orang lain."Rasa hatinya kali ini benar benar tak terkondisikan. Terkejut, bingung, terluka semua tercampur menjadi satu, bak sayur gado gado yang diaduk berulang ulang, hancur.Ia tak menyangka jika hubungannya akan berakhir seperti ini, hubungan yang dibangun sedemikian rupa kini hancur seketika. Ini bukanlah mimpi yang ia bangun sejak awal, bukan pula cita cita yang ingin ia ga
"Maafin aku Jod!" ucap Alzena yang kini melangkah mendekati Jody disana.Tubuhnya seketika terasa kaku, saat ia melihat ternyata Jody yang benar benar terpukul dengan apa yang terjadi saat ini, karena pernikahannya malah justru membuat orang tersayangnya tersakiti."Kamu tega Zen."Terdengar ucapan itu dari seorang laki laki yang kini melangkah menjauh, membelakanginya dan enggan memperhatikan wajahnya.Hanya nafas yang kini tampak menjawab, sementara kata kata yang tak lagi dapat terucap karena mulut yang sudah tanpa suara, tertegun kaku menyaksikan kepahitan yang dirasa Jody."Kamu bilang hari itu adalah hari penikahan kakakmu, tapi nyatanya justru kamu yang menikah.""Sekali lagi aku minta maaf Jod, aku ngga bermaksud bohongin kamu.""Terus, apa maksudmu Zen? kamu bilang kamu tidak bohong? kamu salah Zen, bukan cuma bohong bahkan kamu juga mencampakkan aku begitu aja Zen, dan memilih menikah dengan laki laki lain. Siapa sih dia? dia orang kaya? atau lebih kaya dari keluargaku? jadi
Pagi yang cerah, matahari terbit dengan lincahnya, sinarnya yang seketika membuat suasana dingin menjadi hangat. Sehangat sikap Alzena pagi ini.Alzena yang sedang memperhatikan dirinya memalui sebuah cermin, untuk memastikan jika penampilannya sudah benar benar siap, siap melaju menuju sebuah kampus tercinta.Wanita cantik dengan mini dress berwarna cream, dan rambut panjang yang tergerai itu melengkungkan bibirnya, tanda bahagia. Entah apa maksud dari senyuman itu? hingga terus ia pandangi melalui cermin yang menampakan dirinya. Tingkahnya seperti ABG jatuh cinta, yang ingin terlihat sempurna dihadapan laki lakinya.Setelah penampilannya dianggap sudah lebih baik, dengan cepat Alzena pun meraih tas jinjingnya, sebelum akhirnya ia membuka pintu dan melangkah keluar ruangan. Namun langkahnya seketika terhenti, setelah ia melihat Emil dengan penampilan yang sudah rapi, yang juga keluar dari ruang kamarnya, yang terlihat sibuk dengan sebuah ponsel yang sedari tadi ia tempelkan ditelin
"Kamu kenapa?" tanya Riska pada Alzena, Setelah keluar dari ruangan Emil.Memperhatikan wanita itu berjalan dengan terus tersenyum, wajahnya berbinar dan pandangan matanya penuh kebahagian. Entah apa yang terjadi dengan Alzena saat ini, Riska bingung memperhatikannya, ia khawatir terjadi hal yang tak diinginkan pada sahabatnya itu."Kamu ngga lagi kesambet kan Zen?" tambah Riska dengan tatapan tajam memperhatikan wajah Alzena.Mendengar ucapan itu membuat ekspresi Alzena seketika berubah, ia baru mendengar jika Riska sedari tadi melontarkan pertanyaan untuknya. rupanya langkahnya sedari tadi tak ia sadari, akibat otak yang masih dipenuhi dengan panggilan sayang dari Emil."Yaampun, aku kenapa?" batin Alzena yang mulai memikirkan perasaan apa yang menghampirinya saat ini?Mengapa rasanya seperti jatuh cinta? panggilan sayang itu masih terngiang ngiang ditelinganya hingga saat ini, gambaran laki laki berwajah eksotis, dan tubuh atletis itu kian menari nari dipikirannya."Zen?" kembali
Delapan bulan kemudian.Perusahaan yang sudah kembali meningkat, Emil berhasil membangun perusahaannya dengan sangat pesat."Alhamdulilah, kita ada dititik ini. Do terimakasih atas semuanya, tanpa kamu saya tidak akan menjadi seperti sekarang lagi.""Sama sama tuan, saya juga berterimakasih karena tuan sudah memberi banyak bonus untuk saya.""Itu hak kamu Do, kamu pantas menerimanya."Masih tak menyangka Emil dan Aldo dapat secepat ini mengembalikan kejayaan yang pernah terhempas. Kini Emil Group kembali berdiri kokoh diatas rata rata.Banyak sekali perusahaan lain yang menginginkan sebuah kerja sama, karena kinerja Emil selaku pemimpin dianggap sangat baik."Terimakasih pak, terimakasih banyak. Semoga kita dapat bekerja sama dengan baik.""Pasti pak pasti. Kalau begitu kami permisi, selamat siang.""Ya, selamat siang."Lagi, sebuah tender yang dapat Emil raih, membuat Emil dan Aldo tersenyum b
"Ibu..." Pekik Alzena yang seketika terbangun dari tidurnya.Keringat dingin mengucur deras, nafas yang memburu kencang seperti seseorang yang kelelahan.Sebuah mimpi yang menghampiri membuat Alzena terkejut, pandangan termenung dengan dada naik turun."Ternyata aku cuma mimpi," gumam Alzena.Sesaat kemudian, Emil yang kini membuka pintu dan masuk ia dapati Alzena yang masih terdiam dengan pandangan merenungnya."Zen, kamu kenapa?" tanya Emil setelah kini ia berada di dekat sang istri."Aku mimpiin ibu mas," jawab Alzena yang membuat Emil terdiam.Seketika ingatannya tertuju akan kejadian siang tadi yang membuat bulu kuduknya berdiri. Dengan cepat Emil pun meraih tangan Alzena dan menatapnya dengan tajam."Sayang, aku minta maaf ya sama kamu, jujur aku ngga ada maksud apa apa, aku cemburu karena aku terlalu takut kehilangan kamu," ucap Emil yang membuat Alzena tertegun."Mas, udah ya aku ngga papa kok.
Bruuukkk!"Aduhh.""Maaf maaf."Alzena dan Jody yang kini saling pandang setelah bertabrakan."Jody.""Zen, hay kamu disini juga?""Iya, aku lagi belanja bulanan. Kamu belanja juga?""Iya nih."Entah apa yang membuat Alzena tiba tiba terkekeh, membuat Jody mengerutkan dahinya."Kenapa tiba tiba ketawa sih?""Makanya buruan nikah Jod, biar ngga belanja sendiri kaya gini."Tak menjawab Jody yang justru tersenyum dan berkata."Belum ada yang cocok dihati.""Mau nunggu apa lagi Jod? kamu udah punya segalanya sekarang udah mapan, udah saat nya kamu nikah.""Maunya sih gitu Zen, tapi kan yang namanya perasaan ngga bisa dipaksa," jawab Jody yang membuat Alzena terdiam dan hanya mengangguk.Ditengah tengah percakapannya tiba tiba Emil datang dan terkejut melihat sang istri tampak sedang bersenda gurau dengan mantannya.Diperhatikan tak merasa diperh
"Bagaimana Do? mereka menerima kan?""Iya tuan mereka mau bekerja sama dengan perusahaan kita."Begitulah perbincangan yang terjadi antara Emil dan Aldo diruang kerjanya. Ditengah tengah perbincangannya tiba tiba..Tok tok tok!Terdengar suara ketukan pintu yang membuat Emil dan Aldo menghentikan percakapannya."Masuk."Perlahan pintu pun terbuka, seorang laki laki yang kini melangkah memasuki ruangan Emil, membuat pandangan Aldo dan Emil tak berkedip memperhatikannya."Jody," gumam Emil yang pandangannya terus menatap laki laki yang kini melangkah mendekat.Ada urusan apa Jody datang menemui Emil? untuk urusan pekerjaan kah? atau urusan yang lainnya?"Selamat siang pak Emil," sapa Jody sopan."Siang Jod, silahkan duduk.""Kalau begitu saya permisi ya tuan," ucap Aldo yang kemudian beranjak dan meninggalkan tempat."Ada apa Jod?" tanya Emil pada Jody setelah kini Jody terduduk
"Mas, kamu udah sampek mana? buruan pulang ya, aku punya kejutan buat kamu," ucap Alzena pada Emil melalui media ponselnya."Kejutan, apa?""Suprise dong, kalau aku bilang sekarang bukan kejutan namanya, nanti aku bilang nya kalau kamu udah sampek rumah aja.""Dasar kamu ya buat aku penasaran aja. Yaudah iya ini aku udah mau sampe kok, tunggu ya jangan lupa kejutannya," ucap Emil yang membuat Alzena terkekeh.Wajah ayu yang tampak berbinar itu terus tersenyum menandakan kebahagiaan. Tut tut tut!Panggilan pun terputus. Sementara Alzena yang sedang duduk bersama Adit, Maya, Zidan dan Beverly."Horeee.. Be mau punya adik," pekik Beverly kegirangan.Membuat semua yang memandang tersenyum bahagia."Selamat ya Zen, akhirnya Be mau punya adik.""Iya kak May, semoga kak may juga cepet menyusul ya.""Amin."Beberapa menit kemudian.Terdengar deru mobil yang kini me
Hari demi hari berlalu, Emil yang yang kini telah bangkit dan kembali dengan pekerjaan utamanya, merintis perusahaan mulai dari nol bukanlah hal yang mudah.Kini kembali masa itu sedang ia jalani, yang harus penuh semangat dan bekerja keras, kini perusahaan nya telah beroperasi kembali, meski belum sesukses dulu namun kini masih berjalan perlahan.Sementara Alzena yang tampaknya begitu frustasi dengan perkara hutang yang telah ia lakukan. Hatinya tak tenang setiap kali teringat akan hutang yang beberapa hari lagi harus ia lunasi."Yaallah, satu minggu lagi hutang itu harus lunas, dan aku harus gimana? aku belum punya uang sebanyak itu," ucap Alzena dengan pandangan merenung."Apa aku harus jujur sama mas Emil tapi kalau dia kaget dan sakit kepala lagi gimana?" tambahnya dengan ekspresi wajah tegang.Baru saja berhenti bibirnya berkata tiba tiba, Em yang kini datang dan bertanya."Ada apa Zen? kamu lagi mikirin sesuatu?"
"Mas, kepalanya sakit lagi ya mas? mas Emil. mas," tanya Alzena pada laki laki yang meringkuk kesakitan itu.Sementara Aldo yang melihatnya bingung, belum sempat Emil menjawab pertanyaan sang istri tiba tiba...Bruuukk!Tubuh kekar Emil terjatuh dan tergeletak dibawah."Mas Emil," pekik Alzena yang lalu menolong dan menopang kepala Emil.Sementara Aldo yang dengan cepat membantu Alzena untuk memasukan Emil kedalam mobilnya. Dan dengan cepat melaju menuju rumah sakit."Aku kan udah bilang mas, kondisi mas belum mampu, tapi mas malah ngeyel," gerutu Alzena sepanjang perjalanan."Lebih cepat ya Do, saya khawatir terjadi apa apa pada suami saya.""Baik nyonya."Aldo pun menambah laju kecepatannya, hingga kini sampailah mereka dirumah sakit, dengan cepat Emil dibawa keruang periksa.Alzena dan Aldo yang menunggunya dengan risau, panik dan khawatir dengan keadaan Emil. Membuat hati sang istri tak ten
Jam menunjukan pukul 02:00 dini hari, Emil yang merasakan dahaga, perlahan beranjak dan melangkahkan kaki menuju dapur, untuk menuang air putih ke dalam gelas kosong yang telah ia siapkan.Kemudian Emil pun menenggaknya hingga tandas, kembali langkahnya hendak memasuki ruang kamar, namun langkahnya seketika terhenti kala ia melihat sebuah ruangan yang pintunya tak tertutup rapat.Perlahan langkahnya berjalan mendekati ruangan tersebut, karena rasa penasaran dan ingin tahu.Tempat yang tidak lain adalah ruangan kerjanya itu, ia memasuki dengan langkah ragu. Ruangan yang terasa asing dan sepeti tak pernah berada didalamnya, meski pun hatinya berkata ini adalah tempat ternyamannya saat itu."Ini ruangan apa?" gumam Emil dengan pandangan yang terus tertuju pada setiap sudut ruangan.Diruangan itu terdapat banyak foto dan piagam penghargaan miliknya, namanya terpampang jelas dalam sebuah piagam yang tertempel didinding.Melihat semua
"Kamu kenapa mas? aku perhatiin dari tadi kamu bengong," tanya Alzena yang kini menghampirinya Emil dihalaman belakang."Ngga papa, aku cuma kepikiran Sabrina," jawab Emil yang membuat Alzena terkejut.Deg!Hatinya seakan ingin terlepas dari tempatnya, mendengar sang suami memikirkan sang mantan, yang baru saja pergi menghadap ilahi."Ngga nyangka aja, secepat ini dia pergi, dia kan masih muda," tambah Emil yang membuat Alzena masih tertegun memperhatikan wajahnya."Namanya juga azal mas, ngga ada yang tau. Apa ada yang kamu inget lagi dari masa lalu kamu dengan Sabrina?" tanya Alzena yang akhirnya terucap setelah bersusah payah merangkai kata."Ngga, aku ngga inget apa apa lagi."Mendengar jawaban itu Alzena menghela nafas lega, jujur ia tak ingin masa lalunya bersama Sabrina terlebih dulu diingat oleh Emil."Zen," panggil Emil yang memutuskan lamunan Alzena."Iya.""Bantu aku yuk! bantu aku m