"Tuan, tolong tuan. Nyonya Zen tuan, nyonya Zen," ucap si mbak yang berlari tergopoh gopoh menemui Emil dihalaman belakang.
Saat ini Emil sedang sibuk mengatur jadwal kepergiannya untuk bertemu klien, berusaha merintis perusahaannya kembali bersama Aldo.Melihat kedatangan si mbak, seketika Emil pun menurunkan ponselnya yang sejak tadi menempel ditelinga."Ada apa mbak?""Nyonya Zen, tuan. Nyonya Zen pingsan di kamar," jawabnya yang membuat Emil terbelalak.Tak berkata apa apa, dengan cepat Emil berlari menemui sang istri, matanya melebar kala ia dapati Alzena yang kini sudah tergeletak lemah dilantai."Zen."Dengan cepat Emil pun menolong Alzena dan membawanya kerumah sakit, Sesampainya dirumah sakit dengan sigap dokter memeriksa keadaan Alzena.Beberapa menit kemudian."Bagimana dok keadaan istri saya?""Kondisinya sangat lemah."Terbelalak kala mendengar penjelasan sang dokter."Be, Beverly, kamu dimana nak? kenapa mommy cari cari ngga ada? Be, kamu ngajak mommy main petak umpet ya, oke deh mommy cari tapi jangan jauh jauh ya ngumpet nya."Emil terenyuh melihat tingkah sang istri yang memprihatikan, pikirannya kacau dan bimbang, apakah ia harus meninggalkan Alzena yang kondisinya seperti ini?Meski ia pergi tak lama namun tetap saja rasanya Emil tidak tega jika harus meninggalkan sang istri dalam kondisi mengkhawatirkan."Dorrr! loh kok Be ngga ada, Be ngumpetnya dimana sih? dorr!"Benar benar membuat hati nyeri, tak menyangka jika Alzena akan menjadi seperti ini, kini Emil pun perlahan melangkah mendekat meraih tubuh mungil Alzena dan menghentikan aktifitas bermain nya."Udah ya, kamu istirahat dulu. Mainnya nanti lagi.""Tapi Be belum ketemu mas, dia masih ngumpet.""Ngga, Be udah tidur dikamar," jawab Emil mengelabui sang istri.Agar Alzena tak terus mencari Beverly yang entah diman
"Be, mau kemana? kok ninggalin mommy?" ucap Alzena meraih tangan gadis kecil yang sedang berjalan bersama ibunya."Apa apaan sih mbak? ini anak saya jangan macam macam deh," sambar seorang wanita paruh baya yang sedang berjalan bersama gadis kecil yang dianggap nya Beverly."Ini anak saya bu.""Enak aja. ini anak saya, apaan sih? dasar gila.""Bu, maaf ya bu. Maafin adik saya," ucap Adit setelah kini berada didekatnya."Jagain adiknya ya mas, kalau lagi sakit jangan dibiarin keluar rumah, bahaya. Bisa bisanya anak saya dibilang anak dia.""Iya bu, sekali lagi maaf ya."Tak menjawab wanita paruh baya itu pun membawa anaknya pergi dari hadapan Alzena, Adit dan Maya."Be, tunggu mommy nak, kamu mau kemana? kenapa ninggalin mommy?" pekik Alzena yang kembali hendak mengikuti langkahnya.Namun Adit menahannya, hingga membuatnya memberontak, dan terpaksa Adit harus berbuat sedikit tega saat ini agar dapat memb
"Gimana Ze, Emil udah bisa dihubungi?" tanya Maya yang membuat Alzena menggelengkan kepala."Ada apa ini? Sebenarnya apa yang terjadi? Be menghilang dan sekarang mas Emil juga menghilang. Apa mereka mau ninggalin aku? apa mereka udah ngga sayang saya aku.""Husst, jangan bicara gitu, ngga baik. Mendingan kamu doain suami kamu agar tidak terjadi apa apa," sahut Maya menepuk bahu Alzena.Sementara Emil yang kini terus berjalan menyusuri jalan, satu malam ia bermalam di emperan toko karena ia tak tahu harus tinggal dimana, dan siang ini kembali Emil berjalan berniat mencari pekerjaan.Sudah beberapa tempat ia datangi namun tidak ada yang mau menerimanya. Langkah lemah ia paksa untuk tetap berjalan dibawah terik matahari, yang terasa sangat menyengat dan membuat penglihatannya berkunang kunang.Tiba tiba..Bruuukkk!Emil terjatuh tak sadarkan diri.Sementara Sabrina yang ternyata ada ditempat yang sama dengan Emil.
"Om, mau nemenin Be main ngga?" tanya Beverly kala kini menghampiri Emil yang sedang terduduk seorang diri dihalaman belakang."Boleh, mau main apa?""Boneka.""Yuk. kita main," jawab Emil yang membuat Beverly tersenyum.Dua boneka Barbie yang ia keluarkan. Kini mereka pun bermain layaknya bersama teman sebaya nya, ditengah tengah bermainnya, tiba tiba Beverly berkata."Om tau ngga, kalau om itu mirip banget sama Daddy, Be jadi kangen sama daddy dan mommy."Tertegun kala Emil mendengar ucapan yang rasanya membuat hati Emil bergetar. Entahlah, rasanya hati Emil selalu merasa berbeda tiap kali berdekatan dengan gadis mungil yang ada dihadapannya saat ini."Jangan sedih ya, Be boleh kok anggap om daddy kamu," jawab Emil yang membuat mata Beverly membulat."Serius om, asiiik. Selain wajah om mirip daddy, suara om juga mirip banget sama daddy, emang ada ya om, didunia ini orang yang bener bener mirip, kaya om dan dad
"Emil," gumam Aland yang membuat Sabrina terbelalak."Jadi ternyata Emil disini juga?" tambah Aland dengan ekspresi wajah terkejut.Tak menunggu lama, Aland pun melangkah untuk mengikuti Emil, panggilan Sabrina tak lagi dihiraukan olehnya.Hingga kini Aland melihat Emil yang terduduk sedang menyeruput kopinya. Sedikit berpikir yang tidak tidak tentang adanya Emil disini, mengapa Aland melihat Emil baik baik saja tinggal bersama Sabrina?"Emilio," panggil Aland yang membuat Emil seketika menoleh.Pandangannya tertuju tajam pada Aland, yang kini berjalan mendekat. Pandangan Aland pun tak berkedip, seakan tak menyangka jika Emil dapat berbuat seperti ini."Anda mengenal saya?" tanya Emil yang membuat Aland terbelalak.Mengapa Emil tak mengenalinya? membuat mata Aland membulat dan kebingungan, kini pandangan Aland memperhatikan Sabrina berharap mendapat jawaban darinya."Aku jelasin tentang ke adaan Emilio, ikut aku
"Aku mau dibawa kemana kak? lepasin aku, aku mau cari mas Emil dan Beverly," ucap Alzena memberontak.Setelah keadaannya membaik, dan Alzena diperbolehkan keluar rumah sakit, Adit dan Maya memutuskan untuk membawa Alzena bertemu psikolog, agar keadaan sang adik tak memburuk."Zen, kamu ikut kakak dulu ya, nanti setelah kamu sembuh kakak janji akan bawa kamu cari Emil dan Beverly."Terdiam kala mendengar sang kakak berkata demikian, kini pandangan Alzena tertuju pada seorang laki laki yang sedari tadi terdiam memperhatikannya.Jody, ya dia adalah Jody, tak merasa asing juga sangat mengenalnya, Alzena berharap Jody dapat membantunya saat ini. Alzena tak mau dibawa ke RSJ, karena Alzena merasa baik baik saja."Jody, tolong aku. Aku ngga mau ke rumah sakit jiwa, aku baik baik aja, aku cuma mau cari mas Emil dan Beverly, anak ku."Entah apa yang barus Jody lakukan, kasihan melihat Alzena seperti ini, namun apa pun keputusannya ini buk
"Ayah, Ibu, Zidan," pekik Beverly yang membuat Adit, Maya dan Zidan seketika menoleh.Terbelalak kala mereka dapati Beverly yang tiba tiba datang bersama Emil."Be," balas Zidan yang kemudian berlari memeluk sepupunya tersebut.Sementara Adit dan Maya yang masih tertegun tak percaya dengan pemandangan dihadapannya saat ini."Apa mereka keluarga ku?" batin Emil yang juga tertegun memperhatikan Adit dan Maya."Emil," gumam Adit dan Maya yang kini perlahan berjalan mendekat."Alhamdulilah akhirnya kamu pulang Mil," celetuk Maya dengan ekspresi wajah bahagia."Apa yang terjadi sebenarnya Mil?" tambah Adit yang membuat Emil kembali berfikir.Namun, nyata nya semua masih belum dapat ia ingat."Maaf, apa kalian keluarga ku?" tanya Emil yang membuat Adit dan Maya kini saling pandang.Tak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi pada Emil? Adit dan Maya hanya memandangnya dengan pandangan aneh.
"Jadi kamu kecelakaan mas? dan kamu sempet ngga sadar beberapa hari? yaampun mas, maafin aku ya aku ngga ada disaat kamu butuh aku.""Ngga papa Zen, semua ini musibah.""Terus, gimana keadaan Aldo mas? apa dia juga ikut jadi korban kecelakaan itu? soalnya nomor ponsel dia juga ngga bisa dihubungi.""Aldo?" ucap Emil bingung.Pasalnya ia tak mengingat dengan siapa Aldo? bahkan ia pun tidak tau bagaimana kronologi nya saat ia kecelakaan."Iya Aldo mas, kamu kan waktu itu pergi keluar kotanya sama Aldo, jadi Aldo gimana? kamu waktu kamu kecelakaan itu kamu lagi Aldo? atau kamu sendiri?" cecar Alzena yang membuat Emil semakin bingung.Ia berusaha mengingat, berusaha membawa pikirannya dalam masa yang dimaksud Alzena, namun ternyata.."Aaaagh," Emil berteriak dengan kedua tangan menekan bagian kepalanya."Mas, kamu kenapa mas?""Ngga papa, kepala aku sakit.""Apa mau kerumah sakit mas? kita kerumah