"Gimana Ze, Emil udah bisa dihubungi?" tanya Maya yang membuat Alzena menggelengkan kepala.
"Ada apa ini? Sebenarnya apa yang terjadi? Be menghilang dan sekarang mas Emil juga menghilang. Apa mereka mau ninggalin aku? apa mereka udah ngga sayang saya aku.""Husst, jangan bicara gitu, ngga baik. Mendingan kamu doain suami kamu agar tidak terjadi apa apa," sahut Maya menepuk bahu Alzena.Sementara Emil yang kini terus berjalan menyusuri jalan, satu malam ia bermalam di emperan toko karena ia tak tahu harus tinggal dimana, dan siang ini kembali Emil berjalan berniat mencari pekerjaan.Sudah beberapa tempat ia datangi namun tidak ada yang mau menerimanya. Langkah lemah ia paksa untuk tetap berjalan dibawah terik matahari, yang terasa sangat menyengat dan membuat penglihatannya berkunang kunang.Tiba tiba..Bruuukkk!Emil terjatuh tak sadarkan diri.Sementara Sabrina yang ternyata ada ditempat yang sama dengan Emil."Om, mau nemenin Be main ngga?" tanya Beverly kala kini menghampiri Emil yang sedang terduduk seorang diri dihalaman belakang."Boleh, mau main apa?""Boneka.""Yuk. kita main," jawab Emil yang membuat Beverly tersenyum.Dua boneka Barbie yang ia keluarkan. Kini mereka pun bermain layaknya bersama teman sebaya nya, ditengah tengah bermainnya, tiba tiba Beverly berkata."Om tau ngga, kalau om itu mirip banget sama Daddy, Be jadi kangen sama daddy dan mommy."Tertegun kala Emil mendengar ucapan yang rasanya membuat hati Emil bergetar. Entahlah, rasanya hati Emil selalu merasa berbeda tiap kali berdekatan dengan gadis mungil yang ada dihadapannya saat ini."Jangan sedih ya, Be boleh kok anggap om daddy kamu," jawab Emil yang membuat mata Beverly membulat."Serius om, asiiik. Selain wajah om mirip daddy, suara om juga mirip banget sama daddy, emang ada ya om, didunia ini orang yang bener bener mirip, kaya om dan dad
"Emil," gumam Aland yang membuat Sabrina terbelalak."Jadi ternyata Emil disini juga?" tambah Aland dengan ekspresi wajah terkejut.Tak menunggu lama, Aland pun melangkah untuk mengikuti Emil, panggilan Sabrina tak lagi dihiraukan olehnya.Hingga kini Aland melihat Emil yang terduduk sedang menyeruput kopinya. Sedikit berpikir yang tidak tidak tentang adanya Emil disini, mengapa Aland melihat Emil baik baik saja tinggal bersama Sabrina?"Emilio," panggil Aland yang membuat Emil seketika menoleh.Pandangannya tertuju tajam pada Aland, yang kini berjalan mendekat. Pandangan Aland pun tak berkedip, seakan tak menyangka jika Emil dapat berbuat seperti ini."Anda mengenal saya?" tanya Emil yang membuat Aland terbelalak.Mengapa Emil tak mengenalinya? membuat mata Aland membulat dan kebingungan, kini pandangan Aland memperhatikan Sabrina berharap mendapat jawaban darinya."Aku jelasin tentang ke adaan Emilio, ikut aku
"Aku mau dibawa kemana kak? lepasin aku, aku mau cari mas Emil dan Beverly," ucap Alzena memberontak.Setelah keadaannya membaik, dan Alzena diperbolehkan keluar rumah sakit, Adit dan Maya memutuskan untuk membawa Alzena bertemu psikolog, agar keadaan sang adik tak memburuk."Zen, kamu ikut kakak dulu ya, nanti setelah kamu sembuh kakak janji akan bawa kamu cari Emil dan Beverly."Terdiam kala mendengar sang kakak berkata demikian, kini pandangan Alzena tertuju pada seorang laki laki yang sedari tadi terdiam memperhatikannya.Jody, ya dia adalah Jody, tak merasa asing juga sangat mengenalnya, Alzena berharap Jody dapat membantunya saat ini. Alzena tak mau dibawa ke RSJ, karena Alzena merasa baik baik saja."Jody, tolong aku. Aku ngga mau ke rumah sakit jiwa, aku baik baik aja, aku cuma mau cari mas Emil dan Beverly, anak ku."Entah apa yang barus Jody lakukan, kasihan melihat Alzena seperti ini, namun apa pun keputusannya ini buk
"Ayah, Ibu, Zidan," pekik Beverly yang membuat Adit, Maya dan Zidan seketika menoleh.Terbelalak kala mereka dapati Beverly yang tiba tiba datang bersama Emil."Be," balas Zidan yang kemudian berlari memeluk sepupunya tersebut.Sementara Adit dan Maya yang masih tertegun tak percaya dengan pemandangan dihadapannya saat ini."Apa mereka keluarga ku?" batin Emil yang juga tertegun memperhatikan Adit dan Maya."Emil," gumam Adit dan Maya yang kini perlahan berjalan mendekat."Alhamdulilah akhirnya kamu pulang Mil," celetuk Maya dengan ekspresi wajah bahagia."Apa yang terjadi sebenarnya Mil?" tambah Adit yang membuat Emil kembali berfikir.Namun, nyata nya semua masih belum dapat ia ingat."Maaf, apa kalian keluarga ku?" tanya Emil yang membuat Adit dan Maya kini saling pandang.Tak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi pada Emil? Adit dan Maya hanya memandangnya dengan pandangan aneh.
"Jadi kamu kecelakaan mas? dan kamu sempet ngga sadar beberapa hari? yaampun mas, maafin aku ya aku ngga ada disaat kamu butuh aku.""Ngga papa Zen, semua ini musibah.""Terus, gimana keadaan Aldo mas? apa dia juga ikut jadi korban kecelakaan itu? soalnya nomor ponsel dia juga ngga bisa dihubungi.""Aldo?" ucap Emil bingung.Pasalnya ia tak mengingat dengan siapa Aldo? bahkan ia pun tidak tau bagaimana kronologi nya saat ia kecelakaan."Iya Aldo mas, kamu kan waktu itu pergi keluar kotanya sama Aldo, jadi Aldo gimana? kamu waktu kamu kecelakaan itu kamu lagi Aldo? atau kamu sendiri?" cecar Alzena yang membuat Emil semakin bingung.Ia berusaha mengingat, berusaha membawa pikirannya dalam masa yang dimaksud Alzena, namun ternyata.."Aaaagh," Emil berteriak dengan kedua tangan menekan bagian kepalanya."Mas, kamu kenapa mas?""Ngga papa, kepala aku sakit.""Apa mau kerumah sakit mas? kita kerumah
"Apa yang terjadi Zen? kalian baru ketemu loh, kenapa udah marahan lagi?" tanya Adit pada Alzena yang kini berwajah muram.Setelah Alzena datang dan membicarakan segala keanehan yang ia rasa."Kakak tanya aja sendiri sama mas Emil, dia udah bohongin aku kak, dia udah buat aku kecewa.""Soal apa Zen? kamu kecewa soal apa? bukannya seharusnya kalian sedang bahagia saat ini? harusnya kalian romantis romantisan bukan malah marahan kaya gini.""Siapa yang ngga marah kak, kalau tau ternyata suaminya selama ini tinggal satu rumah sama mantannya," celetuk Alzena yang membuat Adit terbelalak."Asal kakak tau, kalau selama ini mas Emil itu tinggal sama Sabrina kak, dia seneng seneng disana, sama Beverly juga, rasanya lengkap sudah kebahagian mereka, udah kaya keluarga harmonis.""Kamu tau dari mana?""Beverly yang cerita kak, kalau selama ini mereka selalu main bareng.""Zen, coba kamu tanya penjelasannya sama Emil dulu,
Siang ini, Emil yang tertegun memperhatikan Alzena dan Beverly bermain bersama, canda dan tawa yang terlihat membuat Emil sedikit mengingat sesuatu.Sebuah hal yang sama yang terjadi beberapa tahun yang lalu, saat Beverly masih berusia empat tahun dan sebelum ia terbaring koma dirumah sakit."Aaaaahhgg," kembali desahan itu terdengar kala rasa sakit seketika menghampiri kepala Emil.Bagaimana ingin berpikir lebih jauh, jika baru begini saja rasa sakit sudah menggerogoti kepalanya.Kini Emil pun terduduk lemah, dengan ekspresi wajah sedih."Maafin aku ya, sampai sekarang aku belum bisa inget kalian. Sejujurnya aku rindu kenangan indah bersama kalian, tapi apa daya, aku masih belum mampu mengingat semuanya," batin Emil dengan mata meremang.Ditengah tengah renungan Emil tiba tiba sebuah tangan terasa meraih bahu Emil, hingga membuatnya terkejut."Sabrina."Ya ternyata tangan itu milik Sabrina."Ikut aku y
Suara decitan dari banyaknya alat alat medis yang berada didekat Sabrina, membuat suasana ruangan menegang, Aland yang sedari tadi menunggu terus terucap doa dalam hatinya.Bagaimana pun Sabrina adalah adik kandungnya, meski Aland membenci sifat buruknya, namun ia sangat menyayangi Sabrina."Sabrina, bangun. Jangan buat aku khawatir seperti ini," ucap Aland dengan pandangan yang terus tertuju pada wanita yang terbaring lemah dihadapannya saat ini.Ditengah tengah keheningannya, tiba tiba..Dreet dreett!Sebuah panggilan masuk diponsel Aland, yang membuatnya dengan cepat meraih ponsel itu dalam saku celananya.Nama Adit menari nari dilayar benda pipih tersebut, ada keperluan apa Adit menghubungi Aland?"Iya.""Aland, ada sesuatu yang ingin saya tanyakan, apa kita bisa bertemu?""Saya dirumah sakit, jika ada sesuatu yang penting datang saja kesini," jawab Aland yang membuat Adit mengerutkan dahinya.
Delapan bulan kemudian.Perusahaan yang sudah kembali meningkat, Emil berhasil membangun perusahaannya dengan sangat pesat."Alhamdulilah, kita ada dititik ini. Do terimakasih atas semuanya, tanpa kamu saya tidak akan menjadi seperti sekarang lagi.""Sama sama tuan, saya juga berterimakasih karena tuan sudah memberi banyak bonus untuk saya.""Itu hak kamu Do, kamu pantas menerimanya."Masih tak menyangka Emil dan Aldo dapat secepat ini mengembalikan kejayaan yang pernah terhempas. Kini Emil Group kembali berdiri kokoh diatas rata rata.Banyak sekali perusahaan lain yang menginginkan sebuah kerja sama, karena kinerja Emil selaku pemimpin dianggap sangat baik."Terimakasih pak, terimakasih banyak. Semoga kita dapat bekerja sama dengan baik.""Pasti pak pasti. Kalau begitu kami permisi, selamat siang.""Ya, selamat siang."Lagi, sebuah tender yang dapat Emil raih, membuat Emil dan Aldo tersenyum b
"Ibu..." Pekik Alzena yang seketika terbangun dari tidurnya.Keringat dingin mengucur deras, nafas yang memburu kencang seperti seseorang yang kelelahan.Sebuah mimpi yang menghampiri membuat Alzena terkejut, pandangan termenung dengan dada naik turun."Ternyata aku cuma mimpi," gumam Alzena.Sesaat kemudian, Emil yang kini membuka pintu dan masuk ia dapati Alzena yang masih terdiam dengan pandangan merenungnya."Zen, kamu kenapa?" tanya Emil setelah kini ia berada di dekat sang istri."Aku mimpiin ibu mas," jawab Alzena yang membuat Emil terdiam.Seketika ingatannya tertuju akan kejadian siang tadi yang membuat bulu kuduknya berdiri. Dengan cepat Emil pun meraih tangan Alzena dan menatapnya dengan tajam."Sayang, aku minta maaf ya sama kamu, jujur aku ngga ada maksud apa apa, aku cemburu karena aku terlalu takut kehilangan kamu," ucap Emil yang membuat Alzena tertegun."Mas, udah ya aku ngga papa kok.
Bruuukkk!"Aduhh.""Maaf maaf."Alzena dan Jody yang kini saling pandang setelah bertabrakan."Jody.""Zen, hay kamu disini juga?""Iya, aku lagi belanja bulanan. Kamu belanja juga?""Iya nih."Entah apa yang membuat Alzena tiba tiba terkekeh, membuat Jody mengerutkan dahinya."Kenapa tiba tiba ketawa sih?""Makanya buruan nikah Jod, biar ngga belanja sendiri kaya gini."Tak menjawab Jody yang justru tersenyum dan berkata."Belum ada yang cocok dihati.""Mau nunggu apa lagi Jod? kamu udah punya segalanya sekarang udah mapan, udah saat nya kamu nikah.""Maunya sih gitu Zen, tapi kan yang namanya perasaan ngga bisa dipaksa," jawab Jody yang membuat Alzena terdiam dan hanya mengangguk.Ditengah tengah percakapannya tiba tiba Emil datang dan terkejut melihat sang istri tampak sedang bersenda gurau dengan mantannya.Diperhatikan tak merasa diperh
"Bagaimana Do? mereka menerima kan?""Iya tuan mereka mau bekerja sama dengan perusahaan kita."Begitulah perbincangan yang terjadi antara Emil dan Aldo diruang kerjanya. Ditengah tengah perbincangannya tiba tiba..Tok tok tok!Terdengar suara ketukan pintu yang membuat Emil dan Aldo menghentikan percakapannya."Masuk."Perlahan pintu pun terbuka, seorang laki laki yang kini melangkah memasuki ruangan Emil, membuat pandangan Aldo dan Emil tak berkedip memperhatikannya."Jody," gumam Emil yang pandangannya terus menatap laki laki yang kini melangkah mendekat.Ada urusan apa Jody datang menemui Emil? untuk urusan pekerjaan kah? atau urusan yang lainnya?"Selamat siang pak Emil," sapa Jody sopan."Siang Jod, silahkan duduk.""Kalau begitu saya permisi ya tuan," ucap Aldo yang kemudian beranjak dan meninggalkan tempat."Ada apa Jod?" tanya Emil pada Jody setelah kini Jody terduduk
"Mas, kamu udah sampek mana? buruan pulang ya, aku punya kejutan buat kamu," ucap Alzena pada Emil melalui media ponselnya."Kejutan, apa?""Suprise dong, kalau aku bilang sekarang bukan kejutan namanya, nanti aku bilang nya kalau kamu udah sampek rumah aja.""Dasar kamu ya buat aku penasaran aja. Yaudah iya ini aku udah mau sampe kok, tunggu ya jangan lupa kejutannya," ucap Emil yang membuat Alzena terkekeh.Wajah ayu yang tampak berbinar itu terus tersenyum menandakan kebahagiaan. Tut tut tut!Panggilan pun terputus. Sementara Alzena yang sedang duduk bersama Adit, Maya, Zidan dan Beverly."Horeee.. Be mau punya adik," pekik Beverly kegirangan.Membuat semua yang memandang tersenyum bahagia."Selamat ya Zen, akhirnya Be mau punya adik.""Iya kak May, semoga kak may juga cepet menyusul ya.""Amin."Beberapa menit kemudian.Terdengar deru mobil yang kini me
Hari demi hari berlalu, Emil yang yang kini telah bangkit dan kembali dengan pekerjaan utamanya, merintis perusahaan mulai dari nol bukanlah hal yang mudah.Kini kembali masa itu sedang ia jalani, yang harus penuh semangat dan bekerja keras, kini perusahaan nya telah beroperasi kembali, meski belum sesukses dulu namun kini masih berjalan perlahan.Sementara Alzena yang tampaknya begitu frustasi dengan perkara hutang yang telah ia lakukan. Hatinya tak tenang setiap kali teringat akan hutang yang beberapa hari lagi harus ia lunasi."Yaallah, satu minggu lagi hutang itu harus lunas, dan aku harus gimana? aku belum punya uang sebanyak itu," ucap Alzena dengan pandangan merenung."Apa aku harus jujur sama mas Emil tapi kalau dia kaget dan sakit kepala lagi gimana?" tambahnya dengan ekspresi wajah tegang.Baru saja berhenti bibirnya berkata tiba tiba, Em yang kini datang dan bertanya."Ada apa Zen? kamu lagi mikirin sesuatu?"
"Mas, kepalanya sakit lagi ya mas? mas Emil. mas," tanya Alzena pada laki laki yang meringkuk kesakitan itu.Sementara Aldo yang melihatnya bingung, belum sempat Emil menjawab pertanyaan sang istri tiba tiba...Bruuukk!Tubuh kekar Emil terjatuh dan tergeletak dibawah."Mas Emil," pekik Alzena yang lalu menolong dan menopang kepala Emil.Sementara Aldo yang dengan cepat membantu Alzena untuk memasukan Emil kedalam mobilnya. Dan dengan cepat melaju menuju rumah sakit."Aku kan udah bilang mas, kondisi mas belum mampu, tapi mas malah ngeyel," gerutu Alzena sepanjang perjalanan."Lebih cepat ya Do, saya khawatir terjadi apa apa pada suami saya.""Baik nyonya."Aldo pun menambah laju kecepatannya, hingga kini sampailah mereka dirumah sakit, dengan cepat Emil dibawa keruang periksa.Alzena dan Aldo yang menunggunya dengan risau, panik dan khawatir dengan keadaan Emil. Membuat hati sang istri tak ten
Jam menunjukan pukul 02:00 dini hari, Emil yang merasakan dahaga, perlahan beranjak dan melangkahkan kaki menuju dapur, untuk menuang air putih ke dalam gelas kosong yang telah ia siapkan.Kemudian Emil pun menenggaknya hingga tandas, kembali langkahnya hendak memasuki ruang kamar, namun langkahnya seketika terhenti kala ia melihat sebuah ruangan yang pintunya tak tertutup rapat.Perlahan langkahnya berjalan mendekati ruangan tersebut, karena rasa penasaran dan ingin tahu.Tempat yang tidak lain adalah ruangan kerjanya itu, ia memasuki dengan langkah ragu. Ruangan yang terasa asing dan sepeti tak pernah berada didalamnya, meski pun hatinya berkata ini adalah tempat ternyamannya saat itu."Ini ruangan apa?" gumam Emil dengan pandangan yang terus tertuju pada setiap sudut ruangan.Diruangan itu terdapat banyak foto dan piagam penghargaan miliknya, namanya terpampang jelas dalam sebuah piagam yang tertempel didinding.Melihat semua
"Kamu kenapa mas? aku perhatiin dari tadi kamu bengong," tanya Alzena yang kini menghampirinya Emil dihalaman belakang."Ngga papa, aku cuma kepikiran Sabrina," jawab Emil yang membuat Alzena terkejut.Deg!Hatinya seakan ingin terlepas dari tempatnya, mendengar sang suami memikirkan sang mantan, yang baru saja pergi menghadap ilahi."Ngga nyangka aja, secepat ini dia pergi, dia kan masih muda," tambah Emil yang membuat Alzena masih tertegun memperhatikan wajahnya."Namanya juga azal mas, ngga ada yang tau. Apa ada yang kamu inget lagi dari masa lalu kamu dengan Sabrina?" tanya Alzena yang akhirnya terucap setelah bersusah payah merangkai kata."Ngga, aku ngga inget apa apa lagi."Mendengar jawaban itu Alzena menghela nafas lega, jujur ia tak ingin masa lalunya bersama Sabrina terlebih dulu diingat oleh Emil."Zen," panggil Emil yang memutuskan lamunan Alzena."Iya.""Bantu aku yuk! bantu aku m